• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Gelembung Renang

Karakterisasi gelembung-renang ikan cunang meliputi perhitungan proporsi gelembung renang dari berat total ikan dan komposisi air, protein, lemak, karbohidrat, dan abu.

12

Proporsi gelembung renang ikan cunang

Proporsi digunakan untuk memperkirakan presentase bagian dari bobot tubuh yang dapat dimanfaatkan. Proporsi ini merupakan parameter penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk sebagai bahan baku. Perhitungan proporsi didapatkan dengan membandingkan berat masing-masing bagian tubuh dengan bobot totalnya. Proporsi tubuh ikan cunang disajikan pada Gambar 2 dan Lampiran 2. Proporsi tubuh ikan didominasi oleh daging (55.55 ± 0.42%), dan terdapat 0.59± 0.03% gelembung renang dari berat total ikan. Riyanto (2005) melaporkan bahwa gelembung renang setelah dikeringkan mempunyai komposisi protein hingga 76.75%, yang sebagian besar didominasi oleh protein kolagen.Kandungan kolagen dari gelembung renang dalam basis kering mencapai 98% (Leach 1966).

Gambar 2 Proporsi bagian tubuh ikan cunang.

Karakteristik kimia gelembung renang ikan cunang

Gelembung renang dikarakterisasi terlebih dahulu dengan melakukan analisis komposisi kimia meliputi kadar air, abu, protein dan lemak. Komposisi kimia gelembung renang ikan cunang disajikan pada Tabel 2komposisi kimia bahan baku kolagen dari hasil samping ikandan Lampiran 3.

Tabel 2 Komposisi kimia bahan baku kolagen dari hasil samping ikan.

Proksimat Gelembung renang ikan cunang (bb%)

Kulit ikanbigeye snapper(bb%)1

Tulang ikanbigeye snapper(bb%)1 Air Protein Karbohidrat Abu Lemak 58.28 ± 1.21 40.12 ± 1.25 0.70 ± 0.06 0.47 ± 0.06 0.43 ± 0.05 64.08 ± 0.05 32.00 ± 0.19 1.68 ± 0.11 3.23 ± 1.41 0.98 ± 0.23 62.27 ± 0.29 13.30 ± 0.43 1.26 14.40 ± 0.68 8.77 ± 0.46 1Kittiphattanabawonet al.(2005) 0.59%±0.03 1.01%±0.06 4.88%±0.22 5.02%±0.01 32.94%±0.35 55.55%±0.42 Gelembung Renang Jeroan Kepala Kulit Tulang Daging

13

Tabel 4 menunjukan komposisi protein gelembung renang ikan lebih tinggi jika dibandingkan dengan kulit dan tulang, oleh sebab itu, gelembung renang ikan berpotensi dijadikan sebagai sumber bahan baku kolagen. Komposisi gelembung renang ikan cunang didominasi oleh kadar air. Kandungan air pada gelembung renang dilaporkan juga oleh Kaewdang et al.(2014) yakni 83.33% ikanyellowfin tuna dan Liu et al.(2012) yakni 75.2% ikan Bighead carp.Kandungan air dalam bahan ikut menentukan acceptability, kesegaran, dan daya tahan bahan itu (Astiana et al.2016).

Protein pada gelembung renang ikan merupakan komponen terbesar setelah air. Protein gelembung renang ikan cunang lebih besar dibandingkan dengan kandungan protein pada gelembung renang ikan tuna sirip kuning yakni 12.09% (Kaewdang et al. 2014). Kandungan protein yang tinggi pada gelembung renang ikan cunang menunjukkan potensi untuk dijadikan sebagai alternatif sumber kolagen. Menurut Riyanto (2005) bahwa gelembung renang mempunyai komposisi protein yang sebagian besar didomminasi oleh protein kolagen. Gelembung renang mengandung 83% protein kolagen (Hickmanet al.2000).

Gelembung renang ikan cunang memiliki kadar karbohidrat dan lemak lebih rendah, sedangkan kadar abu lebih tinggi dibandingkan dengan gelembung renang ikan tuna sirip kuning penelitian Kaewdang et al. (2014). Shon et al. (2011) menyatakan bahwa keberadaan lemak dan mineral lainnya akan mengganggu efektivitas kolagen dalam aplikasinya pada berbagai produk.

Pre-treatmentekstraksi kolagen

Pre-treatment kolagen dilakukan sebelum melakukan ekstraksi kolagen bertujuan untuk menghilangkan material yang tidak diinginkan seperti protein nonkolagen dan pigmen (Yang et al.2007). NaOH biasa digunakan dalam proses pre-treatmentekstraksi kolagen karena mampu meminimalkan kehilangan kolagen serta secara signifikan menyebabkan pembengkakan pada kulit apabila dibandingkan dengan larutan alkali lain (Liu et al. 2015). Selama perendaman dalam NaOH memungkinkan masuknya air dan menyebabkan protein nonkolagen yang terjebak dalam matrik kolagen menjadi lebih mudah dilepaskan (Jaswiret al. 2011).

Hasil analisis ragam menunjukan bahwa interaksi perlakuan konsentrasi NaOH dengan lama waktu perendaman tidak berbeda nyata (P>0.05) tetapi masing-masing perlakuan yakni konsentrasi NaOH dan lama perendaman NaOH berpengaruh (p<0.05) terhadap kadar protein nonkolagen gelembung renang ikan cunang yang disajikan pada Gambar 3, Gambar 4 dan Lampiran 4.

Hasil uji lanjut DMRT perlakuan konsentrasi larutan NaOH 0.05 dan 0.1 M tidak berbeda nyata, sedangkan konsentrasi 0.15 M berbeda nyata. Semakin tinggi konsentrasi NaOH maka semakin tinggi protein nonkolagen yang dihasilkan, hal ini disebabkan karena konsentrasi NaOH yang tinggi menyebabkan kelebihan ion OHˉ yang akan bereaksi dengan gugus karboksil protein. Menurut Winarno (2004)

dalam larutan basa gugus karboksil protein akan bereaksi dengan OHˉ

menyebabkan protein bermuatan negatif.Kelarutan protein dalam basa disebabkan adanya ikatan ionik antara gugus bermuatan positif dan negatif.

14

Gambar 3 Pengaruh konsentrasi NaOH (0.05, 0.1 dan 0.15 M) terhadap kandungan protein nonkolagen.

Gambar 4 Pengaruh lama perendaman (2, 4, 6, 8, 10 dan 12 jam) terhadap kandungan protein nonkolagen.

Hasil uji lanjut DMRT perlakuan lama perendaman jam ke-2; ke-4; ke-6 dan ke-8 berbeda nyata, sedangkan perendaman jam ke-10 tidak berbeda nyata dengan jam ke-8 dan ke-12. Perlakuan terpilih untuk lama waktu perendaman adalah jam ke 10, diduga pada jam tersebut terjadi kesetimbangan antara ion OHˉ dengan gugus karboksil protein sehingga antara jam ke 10 dan ke 12 tidak berbeda nyata kelarutan protein nonkolagen. Menurut Kusnandar (2010) bahwa pada saat terjadi kesetimbangan, total muatan protein sama dengan nol sehingga interaksi antar molekul protein menjadi maksimum menyebabkan protein mencapai titik isoelektriknya dan memiliki kelarutan yang minimum.

Efisiensi pre-treatment dalam larutan NaOH dipengaruhi oleh waktu dan konsentrasi NaOH serta bahan baku yang digunakan (Liu et al. 2015). Semakin tinggi konsentrasi NaOH dan lama perendaman maka semakin besar konsentrasi protein nonkolagen. 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.05 0.1 0.15 K ada r P rot ei n (m g /m L ) Konsentrasi NaOH (M) 2 Jam 4 Jam 6 Jam 8 Jam 10 Jam 12 Jam 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 2 4 6 8 10 12 K ada r P rot ei n (m g /m L )

Lama Perendaman (Jam)

NaOH 0.05 M NaOH 0.10 M NaOH 0.15 M a a b a b c d de e

15

Ekstrak Kolagen Optimal

Optimasi ekstraksi dilakukan untuk menghasilkan rendemen kolagen yang optimal. Ekstraksi kolagen dilakukan dengan metodeacid soluble collagen(ASC) dan metode hidro-ekstraksi.

Acid Soluble Collagen (ASC)

Asam asetat adalah pelarut organik yang paling umum digunakan untuk ekstraksi kolagen karena memiliki kemampuan ekstrak yang baik (Wanget al. 2008). Asam asetat mampu melarutkan kolagen yang tidak berikatan silang maupun yang berikatan silang (Liu et al. 2015). Pengaruh konsentrasi, volume, dan waktu perendaman asam asetat terhadap rendemen ASC disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5 Pengaruh konsentrasi, volume, dan waktu perendaman asam asetat terhadap rendemen ASC.

Hasil analisis ragam (Lampiran 5) menunjukkan bahwa volume yang digunakan tidak memberikan pengaruh terhadap rendemen (p>0.05). Konsentrasi dan waktu perendaman asam asetat memberikan pengaruh terhadap rendemen (p<0.05). Semakin tinggi konsentrasi dan waktu perendaman asam asetat maka semakin tinggi rendemen ASC yang dihasilkan. Hasil prediksi program untuk kondisi optimal terdapat pada kombinasi perlakuan asam asetat (konsentrasi 0.64 M, volume 40.03 mL dan waktu perendaman 71.57 jam) menghasilkan rendemen 59.26% basis kering. Wang et al. (2008) menyatakan bahwa faktor penting yang mempengaruhi hasil akhir kolagen adalah konsentrasi dan waktu perendaman dalam larutan asam asetat. Konsentrasi asam asetat dapat mengubah pH yang mengatur kerapatan muatan protein yang memodifikasi interaksi elektrostatik dan struktur protein (Vehrulet al.1998). Proses ekstraksi dipengaruhi juga oleh waktu karena waktu sangat menentukan perpindahan molekul suatu zat selama proses difusi (Wang et al. 2008). Jaswir et al. (2011) menyatakan bahwa asam akan menyebabkan masuknya air ke dalam serat kolagen, hal ini terjadi karena gaya

R ende m en ( % )

16

elektrostatik antara gugus polar pada serat kolagen dengan H+ dari asam atau terbentuknya ikatan hidrogen antara gugus nonpolar pada serat kolagen dengan H+ dari asam.

Hidroekstraksi

Metode hidro-ekstraksi merupakan metode ekstraksi kolagen yang menggunakanhigh temperature short time(HTST) dengan akuades sebagai media pindah panas. Pengaruh kombinasi perlakuan konsentrasi asam asetat, waktu perendaman asam asetat dan waktu hidroekstraksi akuabides terhadap rendemen kolagen disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6 Pengaruh kombinasi perlakuan konsentrasi asam asetat, waktu perendaman asam asetat, dan waktu hidroekstraksi akuabides terhadap rendemen kolagen.

Hasil analisis ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa konsentrasi asam saja yang berpengaruh terhadap rendemen (p<0.05) dibandingkan dengan waktu perendaman asam asetat dan waktu ekstraksi dengan akuabides (p>0.05). Semakin tinggi konsentrasi asam asetat maka semakin rendah rendemen kolagen metode hidro-ekstraksi yang dihasilkan. Konsentrasi asam asetat menentukan nilai pH larutan sehingga mengatur tingkat kerapatan muatan kolagen yang mempengaruhi interaksi elekstrostatik dan struktur kolagen, dan menetukan tingkat kelarutan serta kemampuan ekstraksi kolagen dari jaringan kulit. Jaswiret al. (2011) menyatakan bahwa asam akan menyebakan masuknya air ke dalam serat kolagen, hal ini terjadi karena gaya elektrostatik antara gugus polar pada serat kolagen dengan H+ dari asam atau terbentuknya ikatan hidrogen antara gugus nonpolar pada serat kolagen dengan H+dari asam. Hasil prediksi program untuk kondisi optimal terdapat pada kombinasi perlakuan konsentrasi asam asetat 0.1 M; waktu perendaman asam asetat 1.68 jam; dan waktu ekstraksi akuabides 1 jam menghasilkan rendemen 63.84% basis kering. Hasil penelitian Wulandari et al. (2015) perlakuan terpilih pada perendaman asam asetat sebelum hidroekstraksi adalah perlakuan konsentrasi 0.1 M dan lama waktu perendaman selama 2 jam.

R ende m en ( % )

17

Karakteristik Kolagen

Karakteristik kolagen yang diamati antara lain asam amino dengan HPLC, berat molekul dengan SDS-PAGE, gugus fungsi dengan FTIR dan kestabilan termal dengan DSC

Berat Molekul SDS-PAGE

Sodium deodecyl sulfate polycrilamide gel electroforesis (SDS-PAGE) merupakan salah satu teknik pemisahan protein berdasar kemampuannya untuk bergerak terhadap muatan listrik. Protein terpisah berdasarkan ukuran molekul dan interaksinya terhadap muatan listrik. Metode ini digunakan untuk menganalisis protein secara kualitatif. Roy et al. (2012) menyatakan bahwa gel poliakrilamida terbentuk dari polimerisasi akrilamida dengan agen pembentuk ikatan silang bis-akrilamida dan ikatan silang dari polimer bis-akrilamida menghasilkan pori-pori dengan ukuran yang berbeda-beda. SDS-PAGE memiliki matriks berpori pada gel poliakrilamid yang akan memisahkan kompleks SDS-protein berdasarkan berat molekulnya. Protein berukuran kecil akan bergerak lebih cepat melintasi gel dibandingkan protein berukuran besar sehingga protein dengan berat molekul rendah memiliki jarak tempuh (Rf) yang lebih panjang dibandingkan protein dengan berat molekul tinggi. Bollag dan Edelstein (1991) menyatakan bahwa Berat molekul protein dapat ditentukan dengan menggunakan protein baku yang telah diketahui berat molekulnya dan membandingkan dengan nilai mobilitas relatif (Rf ) yang diperoleh. Pola elektroforesis kolagen metode ASC dan hidro-ekstraksi dari gelembung renang ikan cunang disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7 Pola elektroforesis kolagen metode ASC (A) dan Hidro-ekstraksi (H) dari gelembung renang ikan cunang.

Kolagen metode ASC dan hidro-ekstraksi memiliki pola elektroforesis yang sama yakni pita utama rantai α1 (114 kDa), α2 (103 kDa) dan β (150 kDa). Keberadaan rantai α menunjukkan bahwa kolagen tersebut merupakan kolagen tipe I (Ogawa et al. 2004). Komponen β menunjukkan adanya molekul kolagen yang

192 kDa 112 kDa 85 kDa 60 kDa 47 kDa 35 kDa 28 kDa -α1 M A H -α2

18

mengalamicross linking. Ketebalanintensitas pita protein struktur β menunjukkan tingginya jumlah kolagen yang mengalami cross linking (Singh et al. 2011). Perbedaan tipe kolagen ditandai dengan kompleksitas yang cukup besar dan keseragaman struktur, varian sambungan (slice), non heliks domain, perakitan (assembly) dan fungsinya (Birk et al. 1988). Hasil ini sesuai dengan penelitian kolagen gelembung renang dari ikan grass cap (Liu et al. 2015), yellowfin tuna (Kaewdang et al. 2014), seabass (Sinthusamran et al. 2103) dan bighead carp (Liu et al. 2012). Pita protein di bawah rantai α terdeteksi pada kisaran berat molekul 28 kDa sampai 85 kDa. Menurut Huanget al.(2016) pita protein dibawah rantai α menunjukkan adanya protein lain dari degradasi kolagen yang memiliki fungsi sebagai antioksidan, pengkelat mineral dan aktivitas ACE Inhibitor.

Gugus Fungsi FTIR

Penentuan gugus fungsi kolagen dan nanokolagen dilakukan dengan spektrometer Fourier-Transform Infrared (FTIR) melalui pendeteksian sinar infra merah sebagai sumber radiasi elektromagnetik. Radiasi elektromagnetik ini menyebabkan terjadinya vibrasi molekul senyawa organik ketika menyerap sinar tersebut. Karakteristik kolagen hewan perairan yang diteliti oleh beberapa ahli disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Karakteristik gugus fungsi kolagen hewan perairan.

Amida Wilayah Serapan (cm-1) Keterangan Referensi Amida A Amida B Amida I Amida II Amida III 3400-3440 2925-2935 1600-1700 1550-1600 1220-1320 Gugus NH Gugus CH2 Gugus karbonil (ikatan C=O) CN Streching, NHbending CN Streching, NHbending Muyongaet al.(2004) Muyongaet al.(2004) Muyongaet al.(2004)

Ahmad dan Benjakul (2010), Duan et al.

(2009)

Benjakul et al. (2010), Heuet al.(2010)

Spektra FTIR kolagen ASC dan hidroeksteaksi dari gelembung renang ikan cunang disajikan pada Gambar 8 menunjukkan puncak serapan amida A, amida B, amida I, amida II dan amida III yang mengidentifikasikan struktur pada protein kolagen. Kolagen dengan metode ASC memiliki puncak serapan Amida A yakni 3430.26 cm-1, amida B yakni 2927.04 cm-1, amida I yakni 1634.43 cm-1, amida II yakni 1546.24 cm-1 dan amida III yakni 1238.50 cm-1. Kolagen dengan metode hidroekstraksi memiliki puncak serapan amida A yakni 3431.95 cm-1, amida B yakni 2925.55 cm-1, amida I yakni 1633.09 cm-1, amida II yakni 1546.97 cm-1dan amida III yakni 1239.57 cm-1. Puncak amida I kolagen ASC dan hidro-ekstraksi mengalami penurunan amplitudo sampai pada puncak serapan amida III ketika dipanaskan pada suhu yang lebih tinggi. Hal ini menurut Kaewdanget al. (2014) kolagen tersebut tidak terdenaturasi menjadi gelatin selama proses ekstraksi. Gelatin memiliki wilayah serapan nilai bilangan gelombang pada kisaran 1235 cm

19

Gambar 8 Spektra FTIR kolagen ASC dan hidroekstraksi.

Muyongaet al. (2004) menyatakan bahwa amida I memiliki empat komponen struktur sekunder protein yaituα-helix,β-sheet,β-turn, dan random coil.Liu et al. (2007) menyatakan bahwa puncak serapan diantara 1236 dan 1452 cm-1 menunjukkan keberadaan struktur heliks. Struktur triple helix pada kolagen juga dapat ditunjukkan berdasarkan intensitas rasio antara puncak wilayah serapan amida III dan puncak wilayah 1450 cm-1. Nilai rasio antara puncak wilayah serapan amida III ASC dan hidroektraksi dengan puncak wilayah 1450 cm-1masing-masing adalah 1.170 dan 1.169. Matmarohet al. (2011) menyatakan bahwa nilai rasio yang mendekati 1.0 menandakan bahwa kolagen masih memiliki struktur triple helix

Asam Amino

Asam amino berkontribusi terhadap kestabilan struktur helix kolagen (Ikomaet al.2003). Komposisi asam amino kolagen yang diekstrak menggunakan metode ASC dan hidro-ekstraksi disajikan pada Tabel 4 sedangkan kromatogram asam amino standar, kolagen ASC dan kolagen hidroekstraksi disajikan pada Lampiran 7. Amida A Amida B Amida I Amida II Amida III

20

Tabel 4 Komposisi asam amino kolagen dari gelembung renang ikan cunang dibandingkan penelitian terdahulu (residu/1000 residu).

Asam Amino ASC Hidroekstraksi A** B** C** D***

Triptofan * * 0 2 * 1.1 Hidroksilisin * * 3 7 8 5.5 Sistein 0 0 0 0 1 2.8 Hidroksiprolin * * 73 48 83 60.8 Tirosin 8.17 0.00 3 15 5 1.4 Isoleusin 9.33 12.88 12 25 9 16.6 Histidin 18.16 0.00 6 12 5 6.9 Metionin 19.96 0.00 15 18 14 8.4 Leusin 21.57 27.21 20 47 23 17.6 Fenilalanin 22.68 14.36 16 22 13 12.7 Valin 24.25 43.43 21 38 22 16.8 Treonin 34.08 51.82 29 42 24 19.1 Lisin 37.91 44.86 31 44 25 29.9 Serin 40.78 0.00 34 50 27 20.9 Asparagin 53.82 34.01 49 69 46 37.1 Glutamin 95.51 32.38 84 97 71 63.2 Prolin 108.96 133.84 88 80 111 108.7 Alanin 112.92 138.05 129 102 134 129.2 Ariginin 125.84 192.20 55 56 53 51 Glisin 266.06 274.96 334 225 326 390.2

A= penelitian Liuet al.(2015), B= penelitian Kaewdanget al.(2014), C= penelitian Sinthusamran

et al. (2013), D= penelitian Huang et al. (2016), *tidak dilakukan pengujian, **metode ASC, ***metode hidroekstraksi.

Kolagen mengandung tiga rantai peptida yang tersusun membentuk struktur triple helix. Sekuens dari peptida tersebut adalah Gly-X-Y, dimana X dan Y lebih sering terdeteksi sebagai prolin dan hidroksiprolin(Daboor et al. 2010). Kolagen (ASC dan hidroekstraksi) menunjukkan profil kadar asam amino yang serupa yakni didominasi asam amino glisin.

Glisin merupakan asam amino utama pada kolagen dan kadarnya paling tinggi jika dibandingkan dengan asam amino lainnya. Hema et al. (2013) menyatakan bahwa komposisi asam amino dari kolagen cenderung didominasi oleh glisin, prolin, hidroksiprolin, dan alanin. Hasil ini sesuai dengan penelitian ASC dari gelembung renang ikan grass carp (Liu et al. 2015), ASC dari gelembung renang ikan yellowfin tuna (Kaewdang et al. 2014), ASC gelembung renang ikan seabass (Sinthusamranet al. 2013) memiliki kandungan asam amino glisin yang dominan. Fungsi glisin pada kolagen yaitu membentuk tiga rantai alfa heliks menjadi struktur super heliks (Rengenstein dan Zhou 2007). Selain glisin, kandungan asam amino alanin, prolin dan hidroksiprolin merupakan komponen utama pada kolagen.

Alanin merupakan asam amino nonpolar dengan gugus R alifatik sama seperti pada asam amino glisin. Fungsi alanin juga sama seperti glisin yakni membentuk tiga rantai alfa heliks. Kusnandar (2010) menyatkan bahwa dalam stuktur alfa

21

heliks, energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan struktur primer lebih rendah sehingga protein akan lebih stabil.

Prolin dan hidroksiprolin merupakan asam amino yang unik dan sering disebut imino acid. Asam amino prolin dan hidroksiprolin memiliki cincin pirolidina yang berfungsi menahan struktur superheliks pada kolagen (Nagaiet al. 2008). Kandungan asam imino (prolin dan hidroksiprolin) akan meningkatkan stabilitas termal dari kolagen (Benjakulet al.2010).

Kandungan asam amino arginin terdeteksi dan menjadi ciri khas tersendiri pada kolagen ASC dan hidroekstraksi gelembung renang ikan cunang. Arginin merupakan asam amino semi esensial yang memiliki banyak fungsi seperti telibat dalam produksi berbagai enzim, hormon dan protein struktural yang mendukung pelepasan hormon pertumbuhan, insulin, glukagin dan prolaktin yang merupakan komponen dari hormon vesopressin yang diproduksi oleh kelenjar hipofisis serta merupakan perkursor fisiologis senyawa nitrat, poliamina, prolin, glutamat, kreatin, agmatin dan urea. Arginin sebagai penguat imunitas, merangsang timus dan mendorong produksi limfosit sehingga dapat diaplikasikan pada penyembuhan luka bakar dan luka lainnya. Hal ini menunjukkan manfaat dari asam amino arginin sebagai agen farmasi yang dapat diaplikasikan sebagaianti-aging(Gad 2010).

Susunan asam amino yang teridentifikasi antara kolagen ASC dan Hidroekstraksi terdapat perbedaan yang cukup menonjol yakni pada kolagen hidroekstraksi susunan asam amino esensial lebih tinggi dibanding kolagen ASC diantaranya arginin, lisin, treonin, valin, leusin dan isoleusin. Hal ini diduga karena kolagen yang dihasilkan pada metode hidroekstraksi masih belum murni atau masih terdapat protein non-kolagen yang ikut terdeteksi alat HPLC. Metode hidroekstraksi yang digunakan merupakan modifikasi dari metode Huang et al. (2016) dan tidak dilakukan tahapan pemurnian seperti pada metode ASC. Protein non-kolagen yang terdeteksi diduga adalah hasil deproteinasi tidak sempurna pada tahap pre-treatment NaOH sehingga protein non-kolagen seperti protein sarkoplasma dan miofibril masih ada. Protein ikan umumnya terdiri dari 30% protein sarkoplasma, 40 sampai 60% protein miofibril, dan sisanya adalah protein stroma termasuk kolagen dan elastin. Kualitas protein ikan ditentukan oleh jumlah asam amino esensial yang dihitung berdasarkan rumus protein efficiency ratios (PER). PER yang tinggi pada daging ikan cod mengindikasikan tingginya kandungan asam amino esensial (Shahidi 1994).

Komposisi asam amino glisin dan prolin kolagen metode ASC dan hidroekstraksi dari gelembung renang ikan cunang berbeda dengan kolagen metode ASC dari gelembung renang ikan grass carp (Liu et al. 2015), yellowfin tuna (Kaewdang et al.2014) dan seabass (Sinthusamran et al. 2013). Hal ini diduga karena perbedaan jenis dan habitat ikan. Ikan pelagis memiliki daging yang berwarna merah lebih banyak dibadingkan ikan demersal dan ikan air tawar. Daging ikan yang berwarna putih akan memiliki kandungan protein lebih banyak dibanding daging ikan yang berwarna merah. Menurut Shahidi (1994) ikan pelagis memiliki kandungan protein sarkoplasma yang lebih tinggi dibanding ikan demersal.

Suhu Termal (DSC)

Differential Scanning Colorimetry (DSC) dilakukan dengan mengukur perbedaan panas pada sampel dan standar (referensi). Teknik ini biasa digunakan

22

untuk mengukur fase-fase transisi, salah satunya adalah transisi gelasi (Tg). Suhu transisi gelasi merupakan suhu terputusnya ikatan hidrogen yang mengarah pada pembentukan polimer amorf yaitu gelatin. Pemanasan dengan suhu diatas 40 ºC menyebabkan hancurnya ikatan hidrogen dan terpotongnya sejumlah ikatan kovalen yang menstabilkan struktur triple heliks menghasilkan konversi kolagen menjadi gelatin yang larut (Karim dan Bhat 2009). Kurva termogram kolagen ASC dan hidroekstraksi disajikan pada Gambar 9 dan Gambar 10.

Gambar 9 Kurva termogram DSC kolagen metode hidro-ekstraksi.

23

Kolagen dengan metode hidro-ekstraksi memiliki suhu transisi gelasi (Tg) 67.26 ºC, sedangkan kolagen metode ASC memiliki Tg lebih rendah yakni 63.88 ºC. Perbedaan Tg berkorelasi dengan kandungan asam amino yang terkandung didalamnya (prolin dan hidroksiprolin) (Kittiphattanabawon et al. 2005). kandungan asam imino yang tinggi akan meningkatkan stabilitas termal dari kolagen (Benjakulet al. 2010).

Tg kolagen ASC dan hidro-ekstraksi dari gelembung renang ikan cunang lebih tinggi dibanding Tg kolagen gelembung renang metode ASC: grass carp 38.30 ºC (Liuet al.2015),yellowfin tuna32.97 ºC (Kaewdanget al. 2014),seabass 35.02 ºC (Sinthusamran et al. 2013), bighead carp 37.3 ºC (Liu et al. 2012). Perbedaan suhu ini dipengaruhi oleh kondisi sampel saat dilakukan pengujian. ASC dan kolagen hidro-ekstraksi dari gelembung-renang ikan cunang saat dilakukan analisis termal tidak dilarutkan dalam asam asetat 0.5 M. Huang et al. (2016) menyatakan bahwa melarutkan kolagen dalam asam asetat saat sebelum dilakukan analisis termal akan menyebabkan perbedaan puncak endotermal dan entalpi kolagen. Kolagen yang dilarutkan dalam asam memiliki puncak endotermal yang normal yakni 41 ºC (Matmaroh et al. 2011), tetapi kolagen yang tidak dilarutkan dalam asam (padat) saat analisis suhu termal memiliki puncak endotermal 77 dan 121 ºC (Safandowska dan Pietrucha 2013). Asam asetat akan menyebakan masuknya air ke dalam serat kolagen, hal ini terjadi karena gaya elektrostatik antara gugus polar pada serat kolagen dengan H+ dari asam atau terbentuknya ikatan hidrogen antara gugus nonpolar pada serat kolagen dengan H+ dari asam. Rengenstein dan Zhou (2007) menyatakan bahwa kolagen yang berasal dari ikan yang hidup perairan panas atau hangat akan memiliki kestabilan termal lebih tinggi dibanding ikan yang hidup diperairan dingin dan beku.

Dokumen terkait