• Tidak ada hasil yang ditemukan

Percobaan Pada Tanaman dalam Pot Suhu Tanah

Rerata suhu tertinggi pada pengukuran 5 cm dari permukaan tanah yang disolarisasi yaitu pada sore hari sebesar 51.580C sedangkan pada tanah yang tidak disolarisasi suhu tertinggi yaitu 36.50C terjadi pada siang hari. Pengukuran suhu pada kedalaman 10 cm dan 15 cm dari permukaan tanah, didapat rerata suhu tertinggi pada tanah yang disolarisasi yaitu 37.810C pada siang hari dan 39.110C pada sore hari, sedangkan untuk tanah yang tidak disolarisasi rerata suhu tertinggi yaitu 35.360C pada siang hari dan 34.610C pada sore hari (Tabel 1). Secara keseluruhan rerata suhu tanah yang disolarisasi lebih tinggi daripada rerata suhu tanah yang tidak disolarisasi.

Pada tabel 1 terlihat bahwa rerata suhu tanah yang disolarisasi pada kedalaman 10 dan 15 cm di bawah 400C. Pada daerah yang beriklim panas seperti daerah Israel, suhu dapat mencapai 40-500C pada kedalaman 30 cm (Katan & De Vay 1991). Menurut Bruehl (1987), suhu optimum untuk pertumbuhan Fusarium oxysporum berkisar 24-280C secara in vitro. Sedangkan suhu optimum yang mematikan patogen Fusarium oxysporum berkisar 38-470C pada kedalaman 10 cm dari permukaan tanah (Katan & De Vay 1991).

Pada gambar 1 juga dapat dilihat bahwa rerata suhu harian tertinggi yaitu pada kedalaman 5 cm dari permukaan tanah pada tanah yang disolarisasi. Suhu harian pada kedalaman lebih dari 5 cm dari permukaan tanah cenderung lebih rendah pada tanah yang disolarisasi.

Tidak maksimalnya suhu pada kedalaman lebih dari 5 cm dari permukaan tanah kemungkinan dikarenakan tipe tanah, intensitas cahaya matahari pada saat solarisasi, jenis mulsa, dan luasan mulsa yang ditutupkan ke tanah yang disolarisasi. Jenis mulsa terbaik untuk solarisasi tanah yaitu mulsa transparan dari bahan polyethylene dengan ketebalan 0.03 mm (Stevens et al. 1991). Pada percobaan ini, menggunakan mulsa dari bahan polyvinil chloride dengan ketebalan 0.05 mm yang kualitasnya kurang dalam menangkap panas, mulsa tersebut ditutupkan pada pot plastik berisi tanah dengan diameter 30 cm dan tinggi

35 cm. Penutupan tanah dengan mulsa pada luasan yang sempit, kurang efisien dalam memanaskan tanah, hal ini menimbulkan efek yang disebut ”border effect”, dimana suhu pada pinggiran mulsa lebih rendah daripada bagian tengah mulsa, sehingga penyebaran suhu tidak merata dan panas yang dihasilkan kurang optimal (Mahrer 1991). Penggunaan pot plastik yang berdiameter 30 cm dan mulsa dari jenis polyvinil chloride tampaknya kurang efektif dalam memanaskan suhu tanah selain itu juga dipengaruhi intensitas cahaya matahari, karena pada saat dilakukan penelitian ini sering terjadi hujan dan cuaca mendung.

Tabel 1. Rerata suhu pada tanah yang diukur pada kedalaman 5 cm, 10 cm, dan 15 cm dari permukaan tanah

Rerata suhu (0C) pada kedalaman Perlakuan / Pengamatan 5 cm 10 cm 15 cm Solarisasi Pagi 24.92 24.85 25.54 Siang 40.69 37.81 36.42 Sore 51.58 37.15 39.11 Tidak disolarisasi Pagi 23.80 23.80 24.31 Siang 36.35 35.36 32.35 Sore 36.50 34.50 34.61 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 Hari ke- Suhu (Celcius) 5 cm Sol 5 cm T Sol 10 cm Sol 10 cm T Sol 15 cm Sol 15 cm T Sol

Gambar 2. Grafik Rerata suhu harian selama solarisasi (Rumah Kaca Cikabayan 23 Oktober-20 November 2005)

Keparahan Penyakit, Kejadian Penyakit dan Masa Inkubasi Foc pada Percobaan Tanaman dalam Pot

Perlakuan solarisasi dapat mengurangi keparahan penyakit dan persentase akar sakit dengan sangat nyata tetapi tidak dapat mengurangi kejadian penyakit, perlakuan bakteri juga tidak dapat mengurangi keparahan dan kejadian penyakit (Tabel 2). Tidak terjadi interaksi antara perlakuan solarisasi dan bakteri dalam menurunkan keparahan penyakit, kejadian penyakit, dan persentase akar sakit (Tabel 2). Tanaman pisang tidak menunjukkan gejala terserang Foc secara visual pada 120 hari setelah tanam, sampai akhir perlakuanpun gejala visual pada pohon pisang tidak tampak, sehingga sulit untuk menentukan masa inkubasi Foc dan kejadian penyakit. Tetapi setelah dilakukan pengamatan pada bonggol pisang pada akhir perlakuan (120 hari setelah tanam), ternyata semua tanaman pisang terinfeksi Foc dengan keparahan yang berbeda setiap perlakuan (Tabel 3).

Tabel 2. Rangkuman analisis ragam pengaruh solarisasi tanah dan bakteri antagonis terhadap keparahan penyakit, persentase akar sakit, kejadian penyakit, dan periode inkubasi pada percobaan tanaman dalam pot

Perlakuan Keparahan penyakit Persentase akar sakit Kejadian penyakit Periode inkubasi Solarisasi SN SN TN TN Bakteri TN TN TN TN Solarisasi*bakteri TN TN TN TN

SN = Sangat nyata, TN = Tidak Nyata

Menurut Stover (1972), gejala layu fusarium pada pisang di rumah kaca akan muncul 2-4 bulan setelah tanam. Tidak munculnya gejala layu secara visual pada percobaan ini mungkin karena patogen berkurang virulensinya, inokulum, dan jenis ras/tipe Foc.

Besar kecilnya tipe inokulum dan banyaknya inokulum pada tanah akan mempengaruhi cepat tidaknya patogen menginfeksi tanaman (Bruehl 1987; Baker & Drury 1981), mungkin hal ini yang menyebabkan lambatnya patogen dalam melakukan infeksi. Penelitian yang dilakukan Maimunah (1999) juga menyimpulkan bahwa dari pengujian 3 isolat Foc yang berbeda menunjukkan respon yang berbeda pula terhadap periode inkubasi, kejadian penyakit dan

keparahan penyakit. Adanya introduksi agen antagonis juga dapat memperpanjang periode inkubasi (Susanna 2000).

Tabel 3. Pengaruh solarisasi dan bakteri terhadap keparahan, persentase akar sakit, diameter batang, dan tinggi tanaman pisang.

Perlakuan Keparahan % Akar Sakit Diameter Batang Semu Tinggi Tanaman

Solarisasi S0 42.59 a 68.07 a 14.51 a 60.76 a S2 37.49 b 56.98 b 15.51 a 63.55 a S3 38.05 b 58.43 b 15.44 a 60.95 a S4 36.11 b 51.09 c 15.37 a 59.74 a Bakteri B0 39.62 a 59.05 a 15.40 a 62.33 a B1 38.79 a 58.74 a 15.05 a 60.50 a B2 37.39 a 58.52 a 14.76 a 57.00 a B12 38.42 a 58.26 a 15.64 a 65.16 a

Pengaruh Solarisasi dan Bakteri Antagonis

Keparahan Penyakit Foc. Setelah dilakukan analisis statistik, perlakuan solarisasi mampu menurunkan keparahan penyakit dengan sangat nyata. Sedangkan perlakuan tunggal bakteri tidak mampu menurunkan keparahan penyakit (Tabel 3).

Solarisasi yang dilakukan dapat meningkatkan suhu tanah, selain itu menurut Katan dan De Vay (1991) solarisasi tanah dapat mengubah sifat fisik dan kimia pada tana h yang secara tak langsung berpengaruh terhadap mikrob. Perubahan fisik dan kimia pada tanah akibat solarisasi ini mungkin dapat menyebabkan Foc menjadi fungistatik, tetapi tetap bisa berkecambah dan menginfeksi tanaman, tetapi kemampuannya menurun. Menurut Ford et a.l (1970), tanah mengandung suatu substansi yang dapat menghambat dan mempercepat pembentukan klamidospora dan perkecambahan konidia Fusarium spp..

Perlakuan bibit pisang dengan bakteri antagonis Pseudomonas spp. dan Bacillus spp. sebelum penanaman ternyata tidak dapat mengurangi keparahan penyakit secara nyata (Tabel 3). Fenomena ini sering terjadi terhadap agen antagonis yang mempunyai sifat antagonis pada uji in vitro ternyata ketika dilakukan uji in vivo tidak merefleksikan kemampuan antagonisnya (Fravel

1988). Hal ini juga dipengaruhi oleh jenis bakteri antagonis, dan varietas tanaman. Bakteri yang diaplikasikan pada varietas tanaman yang berbeda menunjukkan efikasi yang berbeda terhadap patogen tanaman (Wiyono 2003). Tipe tanah sebagai media tanam yang digunakan juga berpengaruh terhadap sifat antagonisme bakteri. Pengujian bakteri antagonis dalam rumah kaca terhadap Foc yang dilakukan oleh Eliza (2004) dengan menggunakan tanah dari daerah Ciapus dan menggunakan pisang ambon kuning menunjukkan bakteri antagonis isolat SB3 dan ES32 dapat menekan keparahan Foc secara nyata. Tetapi ketika percobaan ini dilakukan dengan menggunakan tanah dari daerah Cikabayan dan pisang Cavendish serta menggunakan bakteri antagonis yang sama (isolat SB3 dan ES32), bakteri antagonis tidak dapat menekan keparahan penyakit Foc secara nyata.

Pencelupan akar pisang dengan age n antagonis selama 24 jam sebelum penanaman ternyata tidak efektif dalam menekan keparahan penyakit Foc, hal yang sama juga diungkapkan oleh Eliza (2004). Menurut Eliza (2004) pencelupan akar pisang selama 24 jam kemudian ditanam pada medium aklimatisasi (arang sekam + pasir yang telah disterilkan ) selama 40 hari, lalu dipindahkan pada media tanam, ternyata lebih efektif dalam menekan keparahan penyakit Foc pada percobaan skala rumah kaca.

Pengamatan gejala Foc pada bonggol pisang menunjukkan perlakuan bakteri antagonis campuran SB3 dan ES32 (perlakuan B2) lebih cenderung menghambat Foc dibandingkan dengan campuran PG01 dan BG25 (perlakuan B1) dan campuran PG01, BG25, SB3, dan ES32 (perlakuan B12), meskipun secara statistik hasilnya tidak nyata (Gambar 3).

Solarisasi tanah tampaknya merubah sifat fisik dan kimia tanah yang memicu penurunan patogenesitas patogen dan agen antagonis menimbulkan sifat antagonisnya, sehingga terjadi persaingan dalam nutrisi yang memicu agen antagonis mengeluarkan senyawa antifungal, sehingga kemungkinan menghambat pertumbuhan Foc. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Katan & Devay (1991) dan Gamliel & Katan (1993) yaitu semakin lama solarisasi dilakukan akan semakin baik dalam menurunkan patogenesitas patogen dan meningkatkan kemampuan agen antagonis.

SOBO SOB1

Dokumen terkait