• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.3 Identifikasi Objek

Gambar 4-1 menunjukkan Data Landsat 7 tahun 2009 band 1,2,3,4,5,7 yang sudah terkoreksi ortho dan terrain serta cloud masking.

Gambar 4-1. Citra Landsat 7 band 543 (RGB) wilayah Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Kotabaru dan sekitarnya yang sudah terkoreksi Ortho, Terrain dan cloud

masking

Identifiaksi objek diperlukan ketika dilakukan deliniasi objek hutan pada klasifikasi visual dan penentuan training sampel pada klasifiaksi digital serta pada verifikasi lapangan. Dalam hal klasifikasi visual dan penentuan training sampel, identifiaksi objek pada data satelit Landsat digunakan kunci interpretasi seperti telah dijelaskan pada bab sebelumnya.

Contoh-contoh hutan dilihat dari data Landsat dan data resolusi tinggi ditunjukkan oleh Gambar 4-2.

Litbang Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Untuk Klasifikasi Hutan Dan Non-Hutan 20

Hutan lahan kering (kiri) dan perkebunan sawit (kanan) pada data Landsat

Hutan lahan kering (kiri) dan perkebunan sawit (kanan) pada data resolusi tinggi

Gambar 4-2. Contoh hutan dilihat dari Landsat dan data resolusi tinggi

4.2 Klasifikasi Single Year

4.2.1 Training sampel

Proses klasifikasi membutuhkan training sample sebagai input untuk mengenali objek/kelas yang akan diklasifikasi pada data citra. Tiap training sample mempunyai ukuran 10x10 piksel. Berikut ini training sample yang digunakan dalam proses klasifikasi menggunakan metode SVM dan Maximum Likelihood. Jenis training sample yang digunakan yaitu training sample 2 kelas ( hutan dan non hutan ) dengan keterangan tentang training sampel ditunjukkan oleh Tabel 2 dan sebaran sampel tahun 2010 dan 2011 ditunjukkan oleh Gambar 4-3.

Tabel 2. Training Sample dengan 2 kelas

Jumlah dan posisi sebaran sampel pada setiap tahunnya dibuat konsisten, kecuali penutup lahan di lokasi sampel berubah atau di lokasi tersebut tidak ada

21 Litbang Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Untuk Klasifikasi Hutan Dan Non-Hutan

data, maka lokasi sampel dipindah ke penutup lahan dengan kelas yang sejenis didekatnya.

Gambar 4-3. Lokasi training sample dengan 2 kelas untuk wilayah Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Kotabaru dan sekitarnya,

(a) tahun 2010, (b) tahun 2011

Nilai parameter klasifikasi yang digunakan pada metode SVM dan Maximum Likelihood adalah Band Landsat yaitu: 1, 2, 3, 4, 5, 7, hasilnya berupa class image dan image rule hutan (Gambar 4-4 dan Gambar 4-5).

Litbang Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Untuk Klasifikasi Hutan Dan Non-Hutan 22

Gambar 4-5. Parameter klasifikasi pada metode Maximum Likelihood

4.2.2 Hasil klasifikasi digital (klasifikasi level 1)

Hasil Klasifikasi adalah berupa class image yang menggambarkan kelas hasil klasifikasi yaitu hutan dan non hutan serta rule image yang berisi probabilitas dari masing-masing kelas. Berikut tampilan hasil klasifikasi dengan menggunakan metode SVM dan Maximum Likelihood. Perangkat lunak (software) yang digunakan adalah ENVI versi 4.3. Hasil dilampirkan.

4.2.2.1 Hasil dari klasifikasi SVM

Berikut adalah hasil dari klasifikasi SVM. Gambar 4-6 menunjukkan hasil klasifikasi berupa rule image berturut-turut tahun 2009, 2010, 2011, dan 2012, sedangkan Gambar 4-7 menunjukkan hasil klasifikasi berupa class image pada tahun berurutan yang sama.

Jika dilihat pada Gambar 4-7, maka probabilitas dari 0-100 menunjukkan bahwa 0 adalah bukan hutan sementara 100 adalah hutan. Nilai diantaranya adalah uncertain, makin mendekati 0 (warna hitam) adalah bukan hutan sementara mendekati 100 (warna putih) adalah hutan.

23 Litbang Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Untuk Klasifikasi Hutan Dan Non-Hutan

2009 2010

2011 2012

Keterangan:

Gambar 4-6. Hasil klasifikasi berupa rule image menggunakan metode SVM (2 kelas) untuk tahun 2009, 2010, 2011, dan 2012

Gambar 4-8, Gambar 4-9, dan Gambar 4-10 adalah nilai akurasi hasil klasifikasi ( class image ) menggunakan metode SVM (2 kelas) untuk tahun 2009, 2010, dan 2011.

Litbang Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Untuk Klasifikasi Hutan Dan Non-Hutan 24

2009 2010

2011 2012

Gambar 4-7. Hasil klasifikasi ( rule image ) menggunakan metode SVM (kelas hutan). Makin cerah warnanya maka probabilitasnya makin besar.

Gambar 4-8. Nilai akurasi hasil klasifikasi ( class image ) menggunakan metode SVM (2 kelas) Tahun 2009.

25 Litbang Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Untuk Klasifikasi Hutan Dan Non-Hutan

Gambar 4-9. Nilai akurasi hasil klasifikasi ( class image ) menggunakan metode SVM (2 kelas) Tahun 2010.

Gambar 4-10. Nilai akurasi hasil klasifikasi ( class image ) menggunakan metode SVM (2 kelas) Tahun 2011.

4.2.2.2 Hasil dari klasifikasi Maximum Likelihood

Hasil berikut adalah menggunakan Metode Maximum Likelihood, yang akan dibandingkan dengan hasil dari Metode SVM. Hasilnya berupa class image berupa kelas hutan dan non hutan, semnetara rule image berupa nilai probbailitas hutan. Makin mendekati nilai 100, maka kemungkinan kelas utan semakin besar.

Gambar 4-11 menunjukkan class image tahin 2009, 2010, 2011, dan 2012, sedangkan Gambar 4-12 menunjukkan rule image tahun yang sama.

Litbang Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Untuk Klasifikasi Hutan Dan Non-Hutan 26

2009 2010

2011 2012

Keterangan:

Gambar 4-11. Hasil klasifikasi berupa class image menggunakan metode SVM (2 kelas) untuk tahun 2009, 2010, 2011, dan 2012

27 Litbang Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Untuk Klasifikasi Hutan Dan Non-Hutan

2009 2010

2011 2012

Keterangan:

Gambar 4-12. Hasil klasifikasi ( rule image ) menggunakan metode Maximum Likelihood (kelas hutan). Makin cerah warnanya maka

probabilitasnya makin besar

Berikut adalah contoh confusion matrix dari hasil klasifikasi Maximum Likelihood untuk tahun 2011.

Gambar 4-13. Nilai akurasi hasil klasifikasi ( class image ) menggunakan metode Maximum Likelihood Tahun 2011.

Litbang Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Untuk Klasifikasi Hutan Dan Non-Hutan 28

4.2.3 Klasifikasi visual

Klasifikasi visual dilakukan dengan mendeliniasi batas kelas hutan dan non hutan, menggunakan software Arcview. Sebelumnya visual citra Landsat dibuat dengn kombinasi band RGB-543 dan di-enhancement sehingga diperoleh visual yang jelas untuk mempermudah interpretasi. Deliniasi didasarkan kepada kunci interpretasi yang sudah dijelaskan di bab sebelumnya. Hasil deliniasi tahun 2009 dan 2012 ditunjukkan pada Gambar 4-14.

Gambar 4-14. Hasil Klasifikasi visual Hutan dan Non Hutan tahun 2009, Kelas hutan ditunjukkan oleh warna hijau

4.2.4 Hasil analisis

Gambar 4-15 menunjukkan citra Landsat dan hasil klasifikasi metode

SVM dan Maximum Likelihood untuk hutan pada dataran tinggi. Gambar 4-15 (a) terdiri dari Citra Landsat pada kolom pertama, Hasil metode SVM pada kolom kedua, dan hasil Maximum Likelihood pada kolom ketiga. Gambar 4-15(b) menunjukkan pembesaran dari Gambar 4-15 (a) dan Gambar 4-15 (c) merupakan pembesaran dari Gambar 4-15 (b). Terlihat bahwa hasil dari kedua metode menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan.

29 Litbang Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Untuk Klasifikasi Hutan Dan Non-Hutan

Citra Landsat Hasil metode SVM Hasil Maximum

Likelihood

Gambar 4-15. Citra dan hasil klasifikasi Metode SVM dan Metode Maximum Likelihood. (a). Hasil klasifikasi dengan area seluruh lokasi kegiatan; (b) Hasil klasifikasi pada kotak

bagian (a); (c) Hasil klasifikasi pada kota bagian (b)

Gambar4-16 menunjukkan citra Landsat dan hasil klasifikasi metode

SVM dan Maximum Likelihood untuk hutan pada daerah pesisir. Dengan Metode SVM, hutan mangrove lebih terkelaskan dengan baik dan perkebunan tida terkelaskan sebgaai hutan, sebaliknya dengan metode Maximum Likelihood banyak area perkebuanan terkelaskan sebagai hutan.

Citra Landsat Hasil Metode SVM Hasil Metode Maximum

Likelihood Gambar 4-16. Hasil metode SVM bagi hutan mangrove lebih bagus dari metode

Maximum Likelihood.

(a)

(b)

Litbang Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Untuk Klasifikasi Hutan Dan Non-Hutan 30

Berdasarkan analisis visual hasil antara metode SVM dan Maximum Likelihood, terlihat bahwa Metode Maximum Lokelihood menghasilkan kelas hutan yang lebih luas dibanding Metode SVM. Hasil ini semakin jelas dilihat pada bagian (b) kemudian (c). Kemudian hasil dari setiap metode dibandingkan kembali dengan citranya.

Berdasarkan hasil uji akurasi juga menunjukkan bahwa confusion matrix metode SVM lebih baik dibanding dengan metode Maximum Likelihood, seperti ditunjukkan oleh Tabel 4-2.

Tabel 4-2. Hasil confusion matrix dari metode SVM dan Maximum Likelihood Tahun 2009 dan 2012

Metode SVM Metode Maximum Likelihood

2009 2009

31 Litbang Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Untuk Klasifikasi Hutan Dan Non-Hutan

Maka berdasarkan hasil analisis sampel dapat diambil kesimpulan bahwa metode SVM memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan Metode Maximum Likelihood. Dengan demikian, selanjutnya untuk proses klasifikasi multitemporal akan menggunakan data hasil klasifikasi single year berdasarkan Metode SVM berupa data probabilitas.

4.3 Klasifikasi Multi Temporal

Dalam klasifikasi multi temporal, ada beberapa tahapan proses, dimulai dari penongkatan akurasi, penentuan kelas hutan dan tahunan tanpa missing data, dan perubahannya.

4.3.1 Peningkatan Akurasi

Dalam proses klasifikasi multi temporal, hasil klasifikasi single year yang akan digunakan adalah berdasarkan metode SVM. Berdasarkan hasil uji akurasi dengan sebaran sampel seperti ditunjukkan oleh Gambar 4-17 untuk tahun 2009, Gambar 4-18 untuk tahun 2010, Gambar 4-19 untuk tahun 2011, dan Gambar 4-20 untuk tahun 2012 maka dihasilkan class confusion matrix berturut-turut diperlihatkan pada Tabel 4-3, 4-4, 4-5, dan 4-6.

Gambar 4-17. Sebaran titik untuk uji akurasi hasil tahun 2009 Tabel 4-3. Hasil confusion matrix tahun 2009

Litbang Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Untuk Klasifikasi Hutan Dan Non-Hutan 32

Gambar 4-18. Sebaran titik untuk uji akurasi hasil tahun 2010

33 Litbang Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Untuk Klasifikasi Hutan Dan Non-Hutan

Gambar 4-19. Sebaran titik untuk uji akurasi hasil tahun 2011

Litbang Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Untuk Klasifikasi Hutan Dan Non-Hutan 34

Gambar 4-20. Sebaran titik untuk uji akurasi hasil tahun 2012

Tabel 4-6. Hasil confusion matrix tahun 2012

Untuk meningkatkan akurasi dilakukan Koreksi menggunakan overall acuracy dan pemfilteran. Hasil dari proses tersebut adalah nilai probabilitas yang lebih akurat dan pengelompokkan nilai probabilitas berdasarkan Kernel Average 3x3. Gambar 4-21, Gambar 4-22, Gambar 4-23, dan Gambar 4-24 menunjukkan hasil spasial dari proses-proses tersebut untuk tahun 2009, 2010, 2011, dan 2012.

35 Litbang Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Untuk Klasifikasi Hutan Dan Non-Hutan

Citra Landsat 2009 Probabilitas hutan 2009

Probabilitas hutan 2009 (akurasi) Probabilitas hutan 2009 (filterisasi)

Gambar 4-21. Proses peningkatan akurasi hasil klasifikasi single year untuk tahun 2009

Litbang Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Untuk Klasifikasi Hutan Dan Non-Hutan 36

Citra Landsat 2010 Probabilitas hutan 2010

Probabilitas hutan 2010 (akurasi) Probabilitas hutan 2010 (filterisasi)

Gambar 4-22. Proses peningkatan akurasi hasil klasifikasi single year untuk tahun 2010

37 Litbang Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Untuk Klasifikasi Hutan Dan Non-Hutan Citra Landsat 2011

Probabilitas hutan 2011

Probabilitas hutan 2011 (akurasi) Probabilitas hutan 2011 (filterisasi)

Gambar 4-23. Proses peningkatan akurasi hasil klasifikasi single year untuk tahun 2011

Litbang Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Untuk Klasifikasi Hutan Dan Non-Hutan 38

Citra Landsat 2012 Probabilitas hutan 2012

Probabilitas hutan 2012 (akurasi) Probabilitas hutan 2012 (filterisasi)

Gambar4-24. Proses peningkatan akurasi hasil klasifikasi single year untuk tahun 2012

4.3.2 Penentuan threshold hutan

Probabilitas hasil klasifikasi mempunyai nilai dari 0 berupa tidak ada data, makin mendekati 0 adalah peluang untuk non hutan semakin besar sedangkan makin mendekati 100 peluang hutan semakin besar. Untuk menentukan threshold persentase hutan, maka dilakukan analisis visual antara citra Landsat dan hasil probabilitas pada tahun yang sama dengan menggunakan algoritma berikut, dimana nilai 1 adalah hutan dan nilai 2 adalah non hutan.

39 Litbang Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Untuk Klasifikasi Hutan Dan Non-Hutan

If i1>(threshold hutan) then 1 else if i1>0 and i1<=( threshold hutan) then 2 else null

Threshold hutan dicari sehingga diperoleh nilai persentase tertentu sebagai batas antara kelas hutan dan non hutan. Dari tahap ini diperoleh kelas hutan, non hutan, dan missing data untuk tahun 2009, 2010, 2011, dan 2012. Hasil pengkelasan hutan non hutan masing masing tahun ditunjukkan oleh Gambar 4-25.

Tahun Data Landat Hasil klasifikasi

2009

2010

Litbang Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Untuk Klasifikasi Hutan Dan Non-Hutan 40

2012

Keterangan : = hutan = Non Hutan = missing data

Gambar 4-25. Hasil pengkelasan hutan (warna hijau) dan non hutan (warna biru) beserta missing data (warna hitam) tahun 2009, 2010, 2011,

dan 2012

Tabel 4-3 menunjukkan nilai threshold masing-masing tahun yang diperoleh dari analisis visual.

Tabel 4-3. Nilai probabilitas sebagai threshold untuk hutan di Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Kota Baru dan sekitarnya.

Tahun Nilai Threshold (%)

2009 30

2010 33

2011 30

2012 35

4.3.3 Penentuan kelas hutan dan non hutan tahunan level 2

Berdasarkan pemikiran bahwa pohon di hutan akan memerlukan waktu untuk tumbuh dalam beberapa tahun, maka untuk menentukan suatu piksel termasuk kelas hutan atau non hutan, diperlukan data sebelum dan sesudahnya. Pada proses ini, input yang digunakan adalah hasil klasifikasi pada bab 4.3.2 berupa informasi spasial hutan, non hutan, dan kelas missing data.

41 Litbang Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Untuk Klasifikasi Hutan Dan Non-Hutan

Dalam penentuan kelas hutan dan non hutan digunakan data multi temporal 4 tahunan. Untuk itu dibuat ruang sampel, dimana untuk 3 data dan 4 kombinasi yang mungkin maka ada 81 ruang sampel. Tabel 4-4 menunjukkan ruang sampel yang mungkin beserta penentuan kelas hutan dan non hutan tahunan.

Tabel 4-4. Kombinasi ruang sampel dan penentuan hutan dan non hutan tahunan. Permutasi 2009-2012 Pengulangan 2009 2010 2011 2012 0000 0 0 0 0 0001 1 1 1 1 0002 2 2 2 2 0010 1 1 1 1 0011 1 1 1 1 0012 1 1 1 2 0020 2 2 2 2 0021 2 2 2 1 0022 2 2 2 2 0100 1 1 1 1 0101 1 1 1 1 0102 1 1 1 2 0110 1 1 1 1 0111 1 1 1 1 0112 1 1 1 2 0120 1 1 2 2 0121 1 1 2 2 0122 1 1 2 2 0200 2 2 2 2 0201 2 2 2 1 0202 2 2 2 2 0210 2 2 1 1 0211 2 2 1 1 0212 2 2 2 2 0220 2 2 2 2 0221 2 2 2 1 0222 2 2 2 2 1000 1 1 1 1 1001 1 1 1 1 1002 1 1 1 2 1010 1 1 1 1

Litbang Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Untuk Klasifikasi Hutan Dan Non-Hutan 42 1011 1 1 1 1 1012 1 1 1 2 1020 1 1 2 2 1021 1 1 2 2 1022 1 1 2 2 1100 1 1 1 1 1101 1 1 1 1 1102 1 1 1 2 1110 1 1 1 1 1111 1 1 1 1 1112 1 1 1 2 1120 1 1 2 2 1121 1 1 2 2 1122 1 1 2 2 1200 1 2 2 2 1201 1 2 2 2 1202 1 2 2 2 1210 1 2 2 2 1211 1 2 2 2 1212 1 2 2 2 1220 1 2 2 2 1221 1 2 2 2 1222 1 2 2 2 2000 2 2 2 2 2001 2 1 1 1 2002 2 2 2 2 2010 2 2 1 1 2011 2 2 1 1 2012 2 2 2 2 2020 2 2 2 2 2021 2 2 2 1 2022 2 2 2 2 2100 2 1 1 1 2101 2 1 1 1 2102 2 1 1 1 2110 2 1 1 1 2111 2 1 1 1 2112 2 1 1 2 2120 2 1 1 1 2121 2 1 1 1 2122 2 2 2 2 2200 2 2 2 2 2201 2 2 2 1 2202 2 2 2 2 2210 2 2 1 1

43 Litbang Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Untuk Klasifikasi Hutan Dan Non-Hutan 2211 2 2 1 1 2212 2 2 2 2 2220 2 2 2 2 2221 2 2 2 1 2222 2 2 2 2

Dalam penentuan hutan dan non hutan tahunan level 2, diperlukan input level 1 tahun 2009, 2010, 2011, dan 2012. Data tersebut dijadikan 1 file yang terdiri dari 4 layer yang menunjukkan informasi spasial hutan, non hutan, dan missing data. Untuk itu untuk menentukan klasifikasi level 2 tahun 2009diperlukan algoritma sebagai berikut:

If i1=0 and i2=0 and i3=0 and i4=0 then 0 else If i1=0 and i2=0 and i3=0 and i4=1 then 1 else If i1=0 and i2=0 and i3=0 and i4=2 then 2 else If i1=0 and i2=0 and i3=1 and i4=0 then 1 else If i1=0 and i2=0 and i3=1 and i4=1 then 1 else If i1=0 and i2=0 and i3=1 and i4=2 then 1 else If i1=0 and i2=0 and i3=2 and i4=0 then 2 else If i1=0 and i2=0 and i3=2 and i4=1 then 2 else If i1=0 and i2=0 and i3=2 and i4=2 then 2 else If i1=0 and i2=1 and i3=0 and i4=0 then 1 else If i1=0 and i2=1 and i3=0 and i4=1 then 1 else If i1=0 and i2=1 and i3=0 and i4=2 then 1 else If i1=0 and i2=1 and i3=1 and i4=0 then 1 else If i1=0 and i2=1 and i3=1 and i4=1 then 1 else If i1=0 and i2=1 and i3=1 and i4=2 then 1 else If i1=0 and i2=1 and i3=2 and i4=0 then 1 else If i1=0 and i2=1 and i3=2 and i4=1 then 1 else If i1=0 and i2=1 and i3=2 and i4=2 then 1 else If i1=0 and i2=2 and i3=0 and i4=0 then 2 else If i1=0 and i2=2 and i3=0 and i4=1 then 2 else If i1=0 and i2=2 and i3=0 and i4=2 then 2 else If i1=0 and i2=2 and i3=1 and i4=0 then 2 else If i1=0 and i2=2 and i3=1 and i4=1 then 2 else If i1=0 and i2=2 and i3=1 and i4=2 then 2 else If i1=0 and i2=2 and i3=2 and i4=0 then 2 else If i1=0 and i2=2 and i3=2 and i4=1 then 2 else If i1=0 and i2=2 and i3=2 and i4=2 then 2 else If i1=1 and i2=0 and i3=0 and i4=0 then 1 else If i1=1 and i2=0 and i3=0 and i4=1 then 1 else If i1=1 and i2=0 and i3=0 and i4=2 then 1 else If i1=1 and i2=0 and i3=1 and i4=0 then 1 else If i1=1 and i2=0 and i3=1 and i4=1 then 1 else If i1=1 and i2=0 and i3=1 and i4=2 then 1 else If i1=1 and i2=0 and i3=2 and i4=0 then 1 else If i1=1 and i2=0 and i3=2 and i4=1 then 1 else If i1=1 and i2=0 and i3=2 and i4=2 then 1 else If i1=1 and i2=1 and i3=0 and i4=0 then 1 else If i1=1 and i2=1 and i3=0 and i4=1 then 1 else If i1=1 and i2=1 and i3=0 and i4=2 then 1 else If i1=1 and i2=1 and i3=1 and i4=0 then 1 else If i1=1 and i2=1 and i3=1 and i4=1 then 1 else If i1=1 and i2=1 and i3=1 and i4=2 then 1 else If i1=1 and i2=1 and i3=2 and i4=0 then 1

Litbang Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Untuk Klasifikasi Hutan Dan Non-Hutan 44

else If i1=1 and i2=1 and i3=2 and i4=1 then 1 else If i1=1 and i2=1 and i3=2 and i4=2 then 1 else If i1=1 and i2=2 and i3=0 and i4=0 then 1 else If i1=1 and i2=2 and i3=0 and i4=1 then 1 else If i1=1 and i2=2 and i3=0 and i4=2 then 1 else If i1=1 and i2=2 and i3=1 and i4=0 then 1 else If i1=1 and i2=2 and i3=1 and i4=1 then 1 else If i1=1 and i2=2 and i3=1 and i4=2 then 1 else If i1=1 and i2=2 and i3=2 and i4=0 then 1 else If i1=1 and i2=2 and i3=2 and i4=1 then 1 else If i1=1 and i2=2 and i3=2 and i4=2 then 1 else If i1=2 and i2=0 and i3=0 and i4=0 then 2 else If i1=2 and i2=0 and i3=0 and i4=1 then 2 else If i1=2 and i2=0 and i3=0 and i4=2 then 2 else If i1=2 and i2=0 and i3=1 and i4=0 then 2 else If i1=2 and i2=0 and i3=1 and i4=1 then 2 else If i1=2 and i2=0 and i3=1 and i4=2 then 2 else If i1=2 and i2=0 and i3=2 and i4=0 then 2 else If i1=2 and i2=0 and i3=2 and i4=1 then 2 else If i1=2 and i2=0 and i3=2 and i4=2 then 2 else If i1=2 and i2=1 and i3=0 and i4=0 then 2 else If i1=2 and i2=1 and i3=0 and i4=1 then 2 else If i1=2 and i2=1 and i3=0 and i4=1 then 2 else If i1=2 and i2=1 and i3=0 and i4=2 then 2 else If i1=2 and i2=1 and i3=1 and i4=0 then 2 else If i1=2 and i2=1 and i3=1 and i4=1 then 2 else If i1=2 and i2=1 and i3=1 and i4=2 then 2 else If i1=2 and i2=1 and i3=2 and i4=0 then 2 else If i1=2 and i2=1 and i3=2 and i4=1 then 2 else If i1=2 and i2=1 and i3=2 and i4=2 then 2 else If i1=2 and i2=2 and i3=0 and i4=0 then 2 else If i1=2 and i2=2 and i3=0 and i4=1 then 2 else If i1=2 and i2=2 and i3=0 and i4=2 then 2 else If i1=2 and i2=2 and i3=1 and i4=0 then 2 else If i1=2 and i2=2 and i3=1 and i4=1 then 2 else If i1=2 and i2=2 and i3=1 and i4=2 then 2 else If i1=2 and i2=2 and i3=2 and i4=0 then 2 else If i1=2 and i2=2 and i3=2 and i4=1 then 2 else If i1=2 and i2=2 and i3=2 and i4=2 then 2 else null

Dimana 1 menunjukkan kelas hutan dan 2 menunjukkan kelas non hutan.

Hasil klasifkasi multi temporal tahunan ditunjukkan oleh Gambar 4-26.

45 Litbang Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Untuk Klasifikasi Hutan Dan Non-Hutan

Gambar 4-26. Perbandingan hasil klasifikasi level 1 dan level 2.

Tahun Hasil klasifikasi level 1 Hasil klasifikasi Level 2 2009

2010

2011

2012

Keterangan : = hutan = Non Hutan = missing data

Litbang Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Untuk Klasifikasi Hutan Dan Non-Hutan 46

Dokumen terkait