HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.2 Hasil pengukuran faktor kimia dan biologi.
Perkembangan kegiatan budidaya perikanan yang pesat serta teknologi budidaya yang semakin meningkat dengan penerapan sistem intensif serta penggunaan bahan-bahan kimia dan aditif lainya sehingga memunculkan permasalahan dengan menurunnya daya dukung tambak bagi kehidupan ikan maupun udang yang dibudidayakan. Hal ini dapat dilihat dengan munculnya serangkain serangan penyakit yang menimbulkan kerugian budidaya.
Langkah yang bisa dilakukan dengan antisipasif melalui penerapan teknologi budidaya dengan berpedoman kepada kaidah keseimbangan ekosistem merupakan solusi untuk mencegah kerusakan yang lebih serius. Di antara langkah tersebut melalui aplikasi probiotik yang mempunyai kemampuan dalam mempertahankan kualitas air dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme
(sustainable aquaculture) (Khasani, 2007). Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan diperoleh nilai faktor kimia dan biologi yang meliputi seperti tertera pada Tabel 4.
Tabel 4. Nilai rata-rata mingguan ammonia. alkalinitas, dan total Vibrio
Parameter Amoniak (mg/l) Alkalinitas (mg/l) Vibrio Kuning (cfu ) Vibrio Hijau (cfu 10) Perlakuan K 0.1 0.3 0.5 K 0.1 0.3 0.5 K 0.1 0.3 0.5 K 0.1 0.3 0.5 Minggu 1 0.015 0.015 0.015 0.015 150 150 150 150 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0.025 0.031 0.025 0.021 150 150 144 142 12 9 5 8 2 1 0 0 3 0.215 0.214 0.213 0.213 152 150 144 140 22 19 12 10 5 5 5 5 4 0.224 0.225 0.227 0.218 152 152 144 142 30 20 8 5 8 5 3 7 5 0.248 0.318 0.102 0.119 148 150 138 140 30 18 10 5 8 5 1 1 6 0.221 0.264 0.102 0.111 148 152 135 137 22 15 10 10 12 5 1 1 7 0.291 0.232 0.109 0.111 152 152 137 141 21 17 8 12 9 4 0 2 8 0.299 0.287 0.101 0.111 152 152 137 144 25 20 8 12 9 2 0 2
Dari hasil pengukuran yang telah dilakukan maka diperoleh data seperti di atas bahwa pengukuran kualitas air selama penelitian memperlihatkan bahwa kisaran amonia meningkat pada waktu pemeliharaan minggu ketiga-keempat, kemudian menurun pada akhir pemeliharaan udang. Kadar amonia pada waktu pemeliharaan masih dapat ditolerir oleh udang. Menurut Samocha et al., (1993), bahwa kandungan amonia untuk stadia yuwana udang Litopenaeus vannamei
berkisar antara 0.4 – 2.31 mg/l. Poernomo (1998) menjelaskan bahwa pengaruh langsung dari kadar amonia yang tinggi tapi belum mematikan adalah rusaknya jaringan insang. Lembaran insang akan membengkak sehingga fungsi ingsang sebagai alat pernapasan akan terganggu.
Konsentrasi amonia dan nitrit di tambak uji kondisinya berada di bawah ambang batas konsentrasi toksik yang membahayakan udang. Amonia dalam tambak dapat terjadi karena dua hal yaitu hasil metabolisme/eksresi hewan dan katabolisme protein oleh bakteri (Poernomo, 1988; Wickins, 1985). Amonia dalam tambak bersifat beracun sehingga dapat meyebabkan stres, menurunkan berat badan, bahkan dapat menyebabkan kematian (Poernomo, 1988; Colt dan
Amstrong, 1976; Wickins, 1976). Gunarto et al., (2006) juga mengemukakan bahwa pemberian fermentasi probiotik komersil sebanyak 3 mg/l/minggu selama masa pemeliharaan udang windu di tambak cenderung mampu meningkatkan nilai potensial redoks sedimen tambak, mengurangi konsentrasi ammonia dan bahan organik total dalam air tambak, serta mampu menekan populasi bakteri Vibrio sp. dan mencegah insidensi infeksi White Spot Syndrome Virus (WSSV) pada udang yang dibudidayakan. Badjoeri & Widiyanto (2008) menyatakan bahwa pemberian konsorsium bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi berpengaruh terhadap perbaikan kondisi kualitas air tambak, pertumbuhan, dan produksi udang windu.
Alkalinitas selama penelitian masih dalam kisaran optimal. Total alkalinitas dalam budidaya udang sangat penting. Alkalinitas tidak hanya berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan plankton, tetapi juga mempengaruhi parameter kualitas air lainnya seperti pH air yang akhirnya mempengaruhi pertumbuhan dan produksi budidaya (Ghufran et al., 2007).
Total koloni bakteri air untuk semua perlakuan yang terdapat selama waktu pemeliharaan masih dalam batas normal, hal ini dapat dilihat dari hasil pengecekan dari minggu pertama-delapan. Alabi et al., (1996) menyatakan batas normal bakteri yaitu pada kisaran 104
Bakteri patogen bisa menginfeksi melalui makanan, menuju sistem cfu/ml tidak membahayakan bagi hewan budidaya, pada budidaya udang pengendalian kualitas air secara biologis dapat dilakukan melalui aplikasi probiotik. Ghosh et al., (2008) juga melaporkan penurunan kadar amoniak dan bahan organik dengan aplikasi bakteri probiotik
Bacillus subtilis. Selain itu Deeseenthum et al., (2007) menunjukkan bahwa probiotik Bacillus mampu memproduksi enzim amilase dan protease. Hal yang serupa juga disampaikan Sambasivam et al., (2003); Farzanfar (2006) bahwa aplikasi probiotik juga memberikan efek positif terhadap udang baik pertumbuhan . Beberapa probiotik yang telah terbukti menekan populasi bakteri Vibrio adalah
disertai dengan tanda – tanda seperti kehilangan nafsu makan dan lemah (Batubara, 2005). Bakteri patogen merupakan bakteri yang sangat merugikan dalam bidang budidaya, salah satu bakteri patogen yaitu bakteri Vibrio harveyi.
Vibrio harveyi merupakan salah satu patogen potensial yang biasa menyerang vannamei. Pengembangan probiotik untuk budidaya vannamei didasarkan diantaranya pada kemampuan menghambat pertumbuhan Vibrio harveyi dan memperbaiki kualitas air.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengendalikan penyakit dan kualitas air, salah satunya menggunakan probiotik. Probiotik memiliki keunggulan dibandingkan cara – cara pengendalian yang lainnya, di antaranya adalah : (1) menekan pertumbuhan bakteri pathogen termasuk diantaranya bakteri vibrio dan (2) mampu memperbaiki kualitas air (Moriarty, 1998). Kelompok bakteri yang termasuk probiotik antara lain Bacillus sp., Photobacterium sp., dan Lactobacillus
sp. (Irianto, 2003). Spesies Bacillus sangat cocok digunakan karena tidak menghasilkan toksin, mudah ditumbuhkan, tidak memerlukan substrat yang mahal, kemampuan Bacillus untuk bertahan pada temperatur tinggi, dan tidak adanya hasil samping metabolik. Bakteri Bacillus merupakan jenis bakteri yang terdapat di hampir semua tempat termasuk di dalam saluran pencernaan rajungan (Susanti, 2002).
Menurut Austin & Austin (1999), diantara strategis pengendalian penyakit pada budidaya perikanan yang banyak dilakukan dan memberikan hasil yang baik adalah melalui kontrol biologis, salah satunya adalah dengan aplikasi probiotik. Tidak seperti penggunaan antibiotik pada budidaya sebelumnya. Penggunaan bakteri tidak menyebabkan alergi dan toksik dalam rantai makanan, keuntungan lainnya dalam menggunakan bakteri adalah dapat mengurangi pemakaian berulang, organisme sasaran jarang menjadi resisten terhadap agen probiotik serta dapat digunakan untuk pengendalian secara bersama-sama, mengendalikan patogen pada inang dan lingkungan, menstimulasi imunitas udang dan sebagai agensia perbaikan kualitas air melalui kemampuannya mereduksi polutan. Atmomarsono et al., (2005) mengemukakan bahwa penggunaan bakteri probiotik
mampu menekan kematian pascalarva udang windu melalui pengendalian populasi bakteri Vibrio sp. dalam air media. Dalam Penelitian ini jumlah total koloni meningkat pada minggu 3-4, namun pada minggu kelima hingga pemanenan udang jumlah total vibrio menurun terus sampai batasan normal.