• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dari hasil perhitungan akar ciri berdasarkan analisis multivariate yang didasarkan pada analisis komponen utama (PCA) dapat dinyatakan bahwa perbandingan antara sumbu F1 dan F2 dapat menjelaskan sebesar 85,87%. Sebagian besar informasi terpusat pada sumbu pertama (F1) yang menjelaskan 68,15% dari ragam total, sedangkan sumbu kedua (F2) memberikan kontribusi penjelasan sebesar 17,72% dari ragam total (Gambar 26).

Gambar 26 Grafik korelasi antara kelimpahan ikan herbivora (Ks) terhadap tutupan karang hidup (LC), pertumbuhan karang muda (CJ) dan alga (DCA).

Penyebaran kelimpahan suku ikan herbivora (Ks), persentase tutupan karang hidup (LC) yang terpusat pada sumbu F1 dan pertumbuhan karang muda (CJ) yang terpusat pada sumbu F2, berbanding terbalik dengan tutupan alga (DCA) yang terpusat pada sumbu F1 dimana membentuk sebaran yang berlawanan arah. Karakteristik ini menjelaskan bahwa alga berkorelasi negatif terhadap kelimpahan ikan herbivora, tutupan karang hidup dan pertumbuhan karang muda. Semakin tinggi kelimpahan ikan herbivora, tutupan karang hidup dan pertumbuhan karang muda maka semakin menurun tutupan alga di ekosistem terumbu karang. Sandin et al. (2008) menyatakan bahwa korelasi negatif tercatat antara biomassa dari ikan herbivora dan fleshy alga, yang konsisten dengan model

LC DCA CJ Ks -1 -0,75 -0,5 -0,25 0 0,25 0,5 0,75 1 -1 -0,75 -0,5 -0,25 0 0,25 0,5 0,75 1 F2 (17.72 %) F1 (68.15 %)

pengendalian top-down fleshy alga oleh hewan herbivora melewati gradien besar dari biomassa ikan. Paddack dan Cowen (2006) menjelaskan tentang pengamatan pergeseran dalam komunitas alga dasar pada terumbu karang dari biomassa rendah, sangat produktif, turf alga berfilamen yang tutupannya menjadi tinggi dan biomassa fleshy makroalga telah menimbulkan keprihatinan bahwa fungsi dan struktur karang akan hilang sebagai transisi dari dominasi terumbu karang menjadi sistem yang didominasi makroalga.

Sifat alga dan karang yang selalu berkompetisi dalam memperebutkan ruang merupakan fenomena alam yang unik. Dua organisme dasar tersebut merupakan pemeran utama dalam ekosistem yang kompleks. Tidak dapat dipungkiri keduanya menjadi parameter yang selalu diamati untuk penilaian kesehatan karang. Semakin tinggi persentase alga yang menutupi substrat karang maka akan semakin memberikan tekanan terhadap pertumbuhan karang hidup dan semakin memperkecil ruang bagi pertumbuhan koloni karang-karang muda. Permasalahan tersebut menuntut peneliti dan pengelola untuk menemukan suatu cara yang dapat mengembalikan dari fase dominasi alga menjadi terumbu yang didominasi karang melalui pemulihan dan peningkatan ekosistem terumbu karang. Penelitian-penelitian saat ini menemukan peran dari ikan herbivora sebagai salah satu pengontrol pada ekosistem terumbu karang terutama substrat dasar sehingga terjadi keseimbangan antara pertumbuhan karang dan alga. Paddack dan Cowen (2006) menyatakan bahwa herbivori oleh makro-herbivora (bulu babi dan ikan) adalah salah satu proses utama penataan komunitas dasar terumbu karang, karena dapat membatasi distribusi, kelimpahan, dan produksi alga. Hoey dan Bellwood (2008) menyatakan Ikan- ikan herbivora merupakan kelompok fungsional kunci di terumbu karang. Ikan ini adalah pusat penghubung dalam kapasitas karang untuk me nahan fase pergeseran dan beregenerasi setelah gangguan. Namun demikian, Paddack dan Cowen (2006) juga berpendapat bahwa variasi spasial dalam konsumsi alga didorong oleh perbedaan dalam komposisi spesies ikan herbivora, kepadatan, dan struktur ukuran diantara tipe-tipe karang.

Hasil Analisis Korelasi dan Regressi Linier (uji t-student) didapat tiga jenis ikan herbivora yang berperan dalam aktivitas herbivori dalam menjaga

79

keseimbangan ekosistem terumbu karang di Kecamatan Pulau Tiga, antara lain Chlorurus microrhinos, Scarus rivulatus dan Siganus doliatus (Tabel 6).

Tabel 6 Korelasi dan Uji t-Student antara kelimpahan spesies ikan herbivora, persentase tutupan karang hidup dan tutupan alga (DCA) (n=12)

Spesies Tutupan Karang Hidup Tutupan Alga (DCA)

r t hit>t tab P<0,05 r t hit>t tab P<0,05

C. microrhinos 0,665 2,813 0,018 -0,586 2,288 0,045

S. rivulatus 0,607 2,418 0,036 -0,596 2,349 0,041

S. doliatus 0,772 3,846 0,003 -0,665 2,813 0,018

Dari 24 spesies ikan herbivora yang terdata di lokasi penelitian, terseleksi tiga jenis ikan yang memiliki hubungan kelimpahan yang signifikan terhadap tutupan karang hidup dengan korelasi positif yaitu C. microrhinos (thit (2,813)>ttab (2,228), P=0,018), S. rivulatus (thit (2,418)>ttab (2,228), P=0,036), dan S. doliatus (thit (3,846)>ttab (2,228), P=0,003). Kemudian, kelimpahan tiga jenis ikan tersebut juga memiliki hubungan yang signifikan terhadap tutupan alga (DCA) dengan korelasi negatif yaitu C. microrhinos (thit (2,288)>ttab (2,228), P=0,045), S. rivulatus (thit (2,349)>ttab (2,228), P=0,041) dan S. doliatus (thit (2,813)>ttab (2,228), P=0,018).

Gambar 27 Grafik korelasi antara kelimpahan spesies ikan herbivora (C. microrhinos, S. rivulatus dan S. doliatus) terhadap tutupa n

karang hidup (LC), pertumbuhan karang muda (CJ) dan alga (DCA). LC DCA CJ C. microrhinos S. rivulatus S. dolliatus -1 -0,75 -0,5 -0,25 0 0,25 0,5 0,75 1 -1 -0,75 -0,5 -0,25 0 0,25 0,5 0,75 1 F2 (13.91 %) F1 (66.31 %)

Berdasarkan Analisis Komponen Utama dapat dijelaskan bahwa perbandingan antara sumbu F1 dan F2 telah dapat menjelaskan sebesar 80,22%. Sebagian informasi terpusat pada sumbu pertama (F1) yang menjelaskan 66,31% dari ragam total, sedangkan sumbu kedua (F2) memberikan kontribusi penjelasan sebesar 13,91% dari ragam total (Gambar 27).

Penyebaran yang terbentuk menunjukkan bahwa tutupan karang hidup, pertumbuhan karang muda dan DCA di daerah tersebut sangat dipengaruhi oleh jumlah kelimpahan jenis ikan C. microrhinos, S. rivulatus dan S. doliatus. Semakin tinggi dan merata sebaran kelimpahan jenis ikan-ikan tersebut maka semakin menambah tutupan karang hidup dan sebaliknya semakin rendah tutupan alga (DCA) pada ekosistem terumbu karang di Kecamatan Pulau Tiga sehingga meningkatkan kesehatan karang. Menurut Bonaldo dan Bellwood (2009) yang melakukan penelitian di terumbu karang dekat pantai di Great Barrier Reef menyatakan bahwa spesies-spesies ini merupakan jenis ikan kakak tua yang paling banyak mengikis dan menggali spesies karang. Pemarutan oleh S. rivulatus lebih kecil pada daerah dan pada volumenya dan lebih cepat terisi oleh alga daripada C. microrhinos. Namun, karena tingginya kelimpahan dan frekuensi makan S. rivulatus di lokasi tersebut, spesies ini memiliki tingkat penghapusan alga yang lebih tinggi dari C. microrhinos. Spesies-spesies ini tampaknya memainkan peran fungsional yang sangat berbeda dalam membentuk komunitas dasar di dekat pantai GBRs. Kemudian, Bellwood dan Choat (1990) menyatakan bahwa di Indo-Pasifik, salah satu pengikis utama, C. microrhinos mempunyai pola memakan yang khusus, dengan pengikisan yang besar pada substrat yang ditutupi alga epilithik di perairan dangkal, dekat tebing karang. Sementara itu Bellwood et al. (2006) yang melakukan penelitian di Pioner Bay, Orpheus Island GBR memberikan pernyataan bahwa dari 43 spesies ikan karang herbivora yang ada di area tersebut, hanya dua yang memakan secara signifikan terhadap makroalga, dua spesies yang paling melimpah, S. rivulatus dan S. doliatus. Kedua spesies tersebut memakan dalam jumlah kecil dan mungkin memakan di material epiphitik daripada Sargassum.

Ilmuwan terumbu karang umumnya membangkitkan persaingan hipotesis tentang pengaruh kehilangan karang pada benthos dan perikanan. Pertama adalah

81

bahwa hilangnya karang akan meningkatkan ruang untuk turf alga yang tumbuh dengan cepat dan bahwa keterkaitan peningkatan produksi organik akan mengakibatkan peningkatan kelimpahan herbivora dan mungkin kelompok trophik lain yang dipengaruhi oleh peningkatan produksi tersebut. Hipotesis kedua adalah bahwa hilangnya karang akan mengakibatkan hilangnya kompleksitas karang, tempat berlindung bagi ikan karang dan karenanya kehilangan produksi ikan. Alternatif ketiga adalah bahwa hilangnya karang akan membuka ruang untuk kolonisasi oleh fleshy alga dan menghasilkan produksi dasar rendah, alga yang kurang enak dan ini akan mengurangi kelimpahan dan keragaman ikan (McClanahan et al. 2002).

Banyak faktor yang menyebabkan kerusakan terumbu karang diantaranya sebagaimana yang telah banyak diteliti oleh para ilmuwan tentang pemutihan secara massal dan penyakit karang yang disebut white spot.

Jika hal itu terjadi dalam jangka waktu yang lama maka akan berdampak ancaman bagi kehidupan yang ada di sekitarnya. Degradasi terumbu karang dewasa ini lebih kepada akibat aktifitas manusia yang merusak seperti aktifitas perikanan yang tidak ramah lingkungan, penangkapan lebih, penambangan karang dan lain- lain.

Permasalahan yang terjadi, semakin bertambahnya waktu semakin terjadi penurunan luas tutupan karang. Upaya yang selama ini dilakukan adalah mengurangi tekanan sekecil mungkin terhadap keberadaan karang sehingga karang dapat melakukan pemulihan terhadap pemutihan dan gangguan. Pemulihan disini adalah dimaksudkan kemampuan terumbu karang untuk mempertahankan atau memperbaiki diri dari gangguan dan perubahan, dengan memelihara fungsi dan jasanya (Grimsdith & Salm 2006).

Pemulihan karang yang efektif adalah pemulihan yang dilakukan secara alami. Namun membutuhkan waktu yang relatif lama, bertahun-tahun bahkan puluhan dan ratusan tahun. Pemulihan alami bagi ekosistem terumbu karang harus didukung oleh kesehatan terumbu karang itu sendiri. Untuk mewujudkan suatu kondisi terumbu karang yang sehat harus didukung oleh faktor- faktor ekologi yang utama yaitu faktor fisika, kimia dan biologi. Salah satu faktor biologi tersebut adalah peran dan fungsi ikan herbivora yang mana ianya dapat

mengontrol pertumbuhan alga karena sebagai sumber makanan utamanya adalah alga. Ikan herbivora dan bulu babi (sea urchin) meningkatkan pemulihan karang dengan cara mencegah pergeseran dari terumbu yang di dominasi karang menjadi terumbu yang didominasi alga dengan mengendalikan pertumbuhan alga dan membiarkan penempelan karang muda yang tumbuh lebih lambat daripada alga yang pertumbuhannya lebih cepat (Grimsdith & Salm 2006).

Berdasarkan keadaan di lapang dan analisis terhadap variabel- variabel yang diamati dapat dinyatakan bahwa keberadaan ikan herbivora di Kecamatan Pulau Tiga sangat mendukung untuk proses penyediaan substrat dasar bagi pertumbuhan koloni karang baru sehingga akselerasi pemulihan karang yang berdampak pada kesehatan ekosistem terumbu karang dapat terimplementasi dengan baik.