• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara Kesepian dan Self Disclosure dengan Perilaku Kecanduan Situs Jejaring Sosial Facebook pada Remaja Perempuan

Menurut Santrock (2012), remaja di seluruh dunia semakin bergantung pada internet. Pernyataan tersebut sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Subrahmanyam & Greenfield (2008) bahwa, remaja menempati proporsi paling besar sebagai pengguna situs-situs di internet seperti situs jejaring sosial online. Jumlah remaja yang menghabiskan waktunya untuk online semakin meningkat (Santrock, 2012). Griffiths (2000) mengungkapkan bahwa, internet terutama situs-situs yang ada di dalamnya, dapat memberikan kenyamanan tersendiri bagi para penggunanya, dan kenyamanan dalam penggunaannya tersebut dapat menyebabkan adiksi atau kecanduan.

Kecanduan dapat diartikan sebagai perilaku yang digunakan dalam upaya untuk melarikan diri dari keadaan yang tidak nyaman ke keadaan yang nyaman atau untuk bersenang-senang. Kecanduan dalam penggunaan internet terlihat dari intensitas waktu yang digunakan individu untuk terpaku di depan alat elektronik berkoneksi internet yang berakibat pada banyaknya waktu yang dihabiskan individu tersebut untuk online. Kandell (1998) mendefinisikan kecanduan internet sebagai ketergantungan psikologis terhadap internet yang ditandai dengan meningkatnya keinginan untuk beraktivitas dengan internet, meningkatnya toleransi untuk selalu menggunakan internet, dan mengingkari bahwa, itu adalah

perilaku yang bermasalah. Salah satu bentuk kecanduan internet adalah cyber-relational addiction, yaitu kecanduan terhadap situs pertemanan di dunia maya (Young, dkk., 1999), dan salah satu situs pertemanan di dunia maya adalah facebook.

Melalui facebook, para penggunanya dapat memperoleh dan menjalin hubungan pertemanan dengan banyak orang. Individu terhubung dengan orang lain melalui permintaan otomatis untuk memiliki status sebagai teman. Satu orang meminta status pertemanan dengan orang lain. Setelah permintaan diterima, keduanya adalah teman di facebook. Foto profil dan nama teman muncul pada setiap halaman profil, yang berfungsi sebagai hyperlink ke profil teman di facebook (Freeman, 2011). Oleh karena itu, situs jejaring sosial facebook seakan menjadi solusi bagi para pengguna, khususnya para remaja yang rentan kesepian, untuk membentuk hubungan dengan orang lain dan memasuki lingkungan pergaulan yang lebih luas.

Sullivan (dalam Santrock, 2012) menyatakan bahwa, mempunyai banyak teman atau sahabat menjadi sangat penting untuk memenuhi kebutuhan sosial selama masa remaja. Jika remaja gagal untuk menjalin pertemanan atau persahabatan, maka remaja akan mengalami kesepian (Santrock, 2012). Kesepian diartikan oleh Peplau dan Perlman (dalam Baron & Byrne, 2005) sebagai suatu reaksi emosional dan kognitif individu terhadap dimilikinya hubungan yang lebih sedikit dan lebih tidak memuaskan daripada yang diinginkan oleh individu tersebut. Kesadaran akan kesepian menyebabkan remaja terdorong untuk berusaha memperluas pergaulan dan menjalin hubungan akrab dengan cara tertentu. Salah

satu cara yang dapat ditempuh oleh remaja tersebut yaitu dengan aktif secara online dalam situs jejaring sosial facebook.

Jin (2013) mengungkapkan bahwa, individu-individu yang kesepian cenderung melihat facebook sebagai media untuk mengkoneksikan diri dengan lingkungan sosial. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Skues, dkk. (2012) mengatakan bahwa subjek penelitiannya dengan tingkat kesepian yang tinggi menggunakan situs jejaring sosial facebook dalam beraktivitas online untuk mengkompensasi kurangnya hubungan offline atau kebutuhan sosial di dunia nyata. Schwartz (2010) juga melakukan penelitian tentang kesepian dan penggunaan situs jejaring sosial facebook, dan hasil penelitiannya tersebut menyatakan bahwa, kesepian berkorelasi positif dengan penggunaan aktif facebook.

Penelitian lain terkait dengan kesepian dan penggunaan facebook dilakukan oleh Ryan dan Xenos (2011). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa, pengguna facebook cenderung lebih ekstrovert, narsis, dan kurang cermat, serta secara sosial kesepian, dibandingkan dengan non pengguna. Selanjutnya, frekuensi penggunaan facebook dan preferensi penggunaan fitur spesifiknya juga terbukti bervariasi sebagai akibat dari karakteristik tertentu, seperti kesepian, neurotisisme, rasa malu, dan narsisme (Ryan & Xenos, 2011). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kesepian yang dirasakan individu dapat menjadi salah satu faktor yang berpengaruh terhadap frekuensi penggunaan situs jejaring sosial facebook pada individu tersebut.

Morahan-Martin dan Schumacher (2003) menyatakan bahwa, individu-individu yang kesepian cenderung aktif secara online pada situs jejaring sosial karena terdapat kemungkinan terbentuknya hubungan pertemanan atau persahabatan melalui situs jejaring sosial. Lebih lanjut, dijelaskan bahwa individu yang merasa kesepian akan meningkatkan intensitasnya dalam menggunakan situs jejaring sosial, karena individu yang merasa kesepian tersebut dapat mencari teman baru dan mencari kepuasan dengan teman-temannya dalam situs jejaring sosial (Morahan-Martin & Schumacher, 2003). Penelitian lain tentang kesepian dan penggunaan situs jejaring sosial online maupun internet dilakukan oleh Kraut, dkk. (1998), yang menunjukkan bahwa, individu yang lebih banyak menghabiskan waktunya untuk menggunakan internet merupakan individu yang seringkali merasakan kesepian dan depresi. Terkait dengan penelitian-penelitian tersebut, Pratarelli, dkk. (1999) mengungkapkan bahwa, penggunaan internet secara berlebihan dapat disebut sebagai kecanduan internet dan situs-situs di dalamnya, sehingga penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa, kesepian merupakan prediktor dalam penggunaan aktif facebook hingga penggunaan berlebih atau kecanduan terhadap facebook.

Remaja sering menggunakan facebook dalam kehidupan sosialnya, sebagai tempat menyalurkan suasana hati dan pikiran, serta mengembangkan jaringan sosial (Selwyn, 2007). Berbagai aktivitas yang dapat dilakukan individu dalam menggunakan facebook antara lain: membaca dan merespon pesan/catatan; membaca komentar pada profile page; membuka wall milik teman; menulis komentar; meminta izin pertemanan da menambah teman baru; mengecek wall;

mengubah profile; melakukan update status; menggunakan fitur poked, winked, dan gift; mencari musik atau band; melakukan upload dan mengomentari foto, mengganti profile picture; dan bergabung dalam grup (Subrahmanyam & Greenfield, 2008). Aktivitas-aktivitas tersebut cenderung menuntut individu untuk membagikan berbagai informasi mengenai diri sendiri pada orang lain, yang berartinya bahwa individu diberikan fasilitas untuk membuka diri saat mengakses facebook.

Keinginan untuk memiliki hubungan dengan orang lain sangatlah besar selama masa remaja (Papalia, dkk., 2009), dan keinginan tersebut biasanya disertai dengan kecenderungan untuk membuka diri atau melakukan self disclosure. Self disclosure diartikan oleh Johnson (dalam Supratiknya, 1995) sebagai kegiatan individu dalam membagikan perasaaannya kepada orang lain tentang sesuatu yang telah dikatakan atau dilakukannya, atau perasaan terhadap kejadian-kejadian yang baru saja disaksikannya. Terkait dengan kecenderungan remaja untuk melakukan self disclosure, situs jejaring sosial facebook, yang telah menjadi bagian dari tren dan gaya hidup saat ini, merupakan media yang memudahkan remaja untuk melakukan self disclosure.

Penelitian tentang self disclosure dan penggunaan situs jejaring sosial facebook dilakukan oleh Skues, dkk. (2012). Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa, subjek dengan tingkat self disclosure yang tinggi dilaporkan menghabiskan lebih banyak waktu di facebook. (Skues, dkk., 2012). Pernyataan tersebut sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Kilamanca (2010), bahwa self disclosure memiliki hubungan yang signifikan dengan intensitas remaja dalam

mengakses situs jejaring sosial. Semakin tinggi tingkat self disclosure remaja, maka penggunaan situs jejaring sosial oleh remaja tersebut juga cenderung semakin tinggi, baik dari segi frekuensi maupun durasi pemakaian. Davis, dkk. (2002) menyebutkan bahwa, semakin tinggi intensitas seseorang mengungkapkan informasi pribadi secara online, yang dicirikan dari penggunaan situs jejaring sosial yang berlebihan, maka semakin tinggi pula penggunaan internet bermasalah yang mereka alami. Salah satu bentuk penggunaan internet bermasalah tersebut yaitu kecanduan terhadap internet khususnya situs jejaring sosial yang ada di dalamnya. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Pratarelli, dkk. (1999) juga mengungkapkan bahwa penggunaan internet secara berlebihan dapat disebut sebagai kecanduan internet dan situs-situs di dalamnya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa self disclosure merupakan prediktor dalam penggunaan aktif Facebook hingga penggunaan berlebih atau kecanduan terhadap facebook.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa tedapat hubungan antara kesepian dan self disclosure dengan perilaku kecanduan situs jejaring sosial facebook pada remaja. Dengan kata lain, tingkat kesepian dan self disclosure remaja yang tinggi, berkorelasi positif dengan kecenderungan remaja tersebut teradiksi atau kecanduan situs jejaring sosial facebook.

B. Hubungan antara Kesepian dengan Perilaku Kecanduan Situs Jejaring

Dokumen terkait