• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Penggunaan Lahan, Curah Hujan, dan Debit Aliran Sunga

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.5. Hubungan Penggunaan Lahan, Curah Hujan, dan Debit Aliran Sunga

Peubah penggunaan lahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penggunaan lahan yang didapat dari hasil analisis pendugaan pertumbuhan eksponensial yang memiliki nilai koefisien determinasi (R2) tinggi. Penggunaan lahan yang memenuhi syarat tersebut adalah penggunaan lahan hutan lebat, kebun campuran, pemukiman, sawah, dan tegalan atau ladang. Penggunaan lahan terbuka dan kebun karet tidak dijadikan masukan (input) peubah penjelas dalam model regresi berganda dikarenakan jumlah luasannya yang semakin kecil atau hampir tidak ada di tahun – tahun akhir pengamatan. Penghilangan peubah lahan terbuka dan kebun karet dari model persamaan dilakukan agar model persamaan yang dihasilkan tidak menimbulkan bias antar koefisien peubah.

Debit aliran sungai yang digunakan dalam penelitian ini adalah debit aliran sungai tahunan dengan tinggi muka air (TMA) di atas 80 cm, yang merupakan debit di atas ketinggian normal yang dapat berdampak pada kemungkinan banjir di bagian hilir. Debit dengan ketinggian ini terjadi pada musim penghujan. Debit ini dipilih karena merupakan debit yang paling representatif menunjukkan hasil yang signifikan pada model persamaan dibandingkan dengan total debit harian selama setahun, dimana debit aliran sungai yang terjadi selama musim kemarau diperhitungkan juga.

Pada uji statistik hasil analisis regresi berganda ditemukan adanya korelasi kuat antar variabel bebas, yang disebut multikolinearitas. Multikolinearitas akan

luas

an (

ha)

urutan tahun pengamatan y = 3.808,2exp(-0,06X)

menghasilkan nilai nilai koefisien determinasi (R2) yang tinggi, namun koefisien regresi yang dihasilkan tidak bersifat nyata secara statistik sehingga perlu dilakukan orthogonalisasi peubah dengan menggunakan analisis antara berupa analisis komponen utama (principle component analysis). Analisis komponen utama digunakan terhadap peubah penggunaan lahan yang terkait satu sama lain sehingga diperoleh sebuah komponen utama yang mampu menjelaskan 98,1 % keragaman data. Peubah – peubah yang mempengaruhi debit aliran sungai DAS Ciliwung Hulu tertera pada Tabel 8 dan Tabel Lampiran 7.

Tabel 8. Peubah – peubah yang Mempengaruhi Debit Aliran Sungai DAS Ciliwung Hulu

Peubah

Koefisien p-level

Curah hujan tahunan (X1) 0,94 0,031

Hutan lebat (X2) -0,21 0,008

Kebun campuran (X3) 0,41 0,008

Pemukiman (X4) 0,92 0,008

Sawah (X5) -0,17 0,008

Tegalan atau ladang (X6) 0,15 0,008

α = 0,05; R-Sq = 42,4 %

Berdasarkan hasil analisis regresi berganda antara peubah penggunaan lahan dan curah hujan terhadap debit aliran sungai DAS Ciliwung Hulu pada taraf nyata 5 % (α = 0,05), diperoleh model persamaan sebagai berikut:

Y = –996,63 + 0,94 X1 – 0,21 X2 + 0,41 X3 + 0,92 X4 – 0,17 X5 + 0,15 X6 dimana,

Y = debit aliran sungai (h ≥ 80 cm, Q = m3/detik) X1 = curah hujan tahunan (mm)

X2 = luas hutan lebat (ha) X3 = luas kebun campuran (ha) X4 = luas pemukiman (ha) X5 = luas sawah (ha)

X6 = luas tegalan atau ladang (ha)

Berdasarkan hasil analisis regresi berganda, peubah curah hujan merupakan peubah yang paling berpengaruh dibandingkan dengan peubah penggunaan lahan. Bertambahnya curah hujan tahunan akan menambah debit

aliran sungai DAS Ciliwung Hulu. Besarnya pengaruh peubah hujan pada perubahan debit aliran sungai dikarenakan karakteristik hujan DAS Ciliwung Hulu yang memiliki periode musim hujan sebanyak 10 bulan (kriteria BMKG) atau karakteristik hujan dengan bulan basah (CH > 200 mm) sebanyak 8 bulan (kriteria Oldeman, 1975). Besarnya volume air hujan dan intensitas hujan menyebabkan banyaknya air hujan yang jatuh ke permukaan tanah. Volume air hujan tersebut tidak semuanya dapat terserap baik oleh tanah dan akhirnya air hujan berlebih tersebut menjadi limpasan air sungai dalam volume yang besar.

Berkurangnya luas hutan lebat dari tahun ke tahun menyebabkan meningkatnya debit aliran sungai setiap tahunnya. Hutan lebat selama periode 1985 – 2010 mengalami penurunan dari 3.897,06 ha menjadi 1.898,80 ha. Pengaruh baik keberadaan hutan terhadap pengurangan perbedaan fluktuasi debit sepanjang tahun disebabkan oleh perubahan evapotranspirasi. Persentase dari total hutan dan luas bidang dasar (basal area) yang ditebang berkorelasi langsung dengan penambahan hasil air. Secara fisik vegetasi akan menahan aliran permukaan dan meningkatkan simpanan permukaan (depression storage, surface detention) sehingga menurunkan besarnya aliran permukaan dan pada akhirnya menurunkan besarnya aliran air yang masuk ke sungai. Selain itu vegetasi yang lebat mampu menahan laju derasnya air hujan sehingga tidak menyebabkan terjadinya kerusakan tanah dan mengurangi terjadinya erosi (Manan, 1993). Menurut Arsyad (2010), vegetasi mempengaruhi siklus hidrologi melalui pengaruhnya terhadap air hujan yang jatuh dari atmosfir ke permukaan bumi, ke tanah dan batuan di bawahnya. Pengaruh vegetasi terhadap aliran permukaan dan erosi dapat dibagi dalam (1) intersepsi air hujan, (2) mengurangi kecepatan aliran permukaan dan kekuatan perusak hujan dan aliran permukaan, (3) pengaruh akar, bahan organik sisa-sisa tumbuhan yang jatuh dipermukaan tanah, dan kegiatan – kegiatan biologi yang berhubungan dengan pertumbuhan vegetatif dan pengaruhnya terhadap stabilitas struktur dan porositas tanah, dan (4) transpirasi yang mengakibatkan berkurangnya kandungan air tanah.

Berbeda dengan pengaruh hutan lebat, adanya peningkatan jumlah luas lahan pemukiman dari 2.172,16 ha menjadi 4.515,65 ha berpengaruh meningkatkan debit aliran sungai. Penambahan pemukiman (lahan terbangun) di

kawasan DAS Ciliwung hulu mengakibatkan bertambahnya daerah kedap air sehingga mengurangi daya infiltrasi air ke dalam tanah, yang berimplikasi terhadap meningkatnya volume limpasan air menuju sungai. Menurut Indarto (2010), penutupan permukaan tanah oleh aspal membuat permukaan menjadi

impermeabel dan mengurangi infiltrasi air. Tanah yang padat menyebabkan infiltrasi, perkolasi, dan penyimpanan lengas tanah berkurang.

Bertambahnya luas kebun campuran dari 1.317,45 ha menjadi 2.264,33 ha dan luas tegalan dar 422,03 ha menjadi 1.718,93 ha meningkatkan volume debit aliran sungai. Menurut Arsyad (2010), ladang adalah jenis usahatani berpindah – pindah dari satu bidang ke bidang lain dalam siklus tertentu, yang mengandalkan sumber air dari curah hujan. Sistem usahatani ladang tidak lagi dianjurkan, terutama pada daerah daerah berpenduduk padat, karena berpotensi memboroskan dan merusak tanah. Lahan tegalan dan kebun campuran merupakan lahan pertanian yang pengelolaan lahannya kurang baik sehingga menyebabkan lahan lama kelamaan menjadi tidak produktif. Meningkatnya luasan lahan kebun campuran dan tegalan biasanya merupakan konversi dari hutan lebat semak belukar, dimana pada saat pembukaannya menggunakan alat berat yang bertujuan meratakan tanah sehingga menyebabkan lapisan tanah yang subur hilang dan mempengaruhi sifat fisik tanah. Rusaknya sifat fisik tanah menyebabkan daya serap (infiltrasi) berkurang sehingga ketika hujan dengan intensitas tinggi terjadi akan banyak limpasan air permukaan yang tidak terserap tanah kemudian limpasan air tersebut mengalir di atas permukaan tanah dan jatuh ke badan sungai. Peubah penggunaan lahan sawah berpengaruh negatif terhadap perubahan debit aliran sungai. Penggunaan lahan sawah berfungsi menurunkan debit aliran sungai, tetapi tidak secara nyata. Hal ini dapat disebabkan karena landform dari sawah yang berbentuk pematang sehingga memungkinkan hujan yang turun tertampung sementara sampai batas dari permukaan sawah penuh terisi air. Ketika air telah memenuhi sawah, maka air hujan yang terus turun akan mengalir keluar pematang menjadi aliran permukaan.

Sawah adalah suatu bentuk usahatani di atas lahan yang digenangi air dan ditanami padi. Sumber air dapat berasal dari air irigasi atau air hujan (Arsyad, 2010). Lahan sawah memiliki daya infiltrasi rendah yang disebabkan adanya

lapisan bajak dan tingginya kandungan air tanah sehingga menghalangi masuknya air ke dalam tanah. Air akan tertahan di permukaan dan berubah menjadi aliran bila daya tampung sawah terpenuhi (Suryani dan Agus, 2005).

Berdasarkan hasil analisis regresi berganda secara agregasi (keseluruhan model), debit aliran sungai selama periode 1985 – 2010 terus mengalami peningkatan. Pada tahun 1985, debit aliran sungai pada bendungan Katulampa

(TMA ≥ 80 cm) sebesar 1.716,65 m3

/dtk, tahun 1995 sebesar 2.666,22 m3/dtk, dan pada tahun 2010 sebesar 6.943,79 m3/dtk (Tabel Lampiran 5). Peningkatan debit aliran sungai tersebut dikarenakan meningkatnya konversi lahan bervegetasi permanen, seperti hutan lebat, menjadi lahan terbangun dan lahan pertanian (sawah, kebun campuran, kebun teh, dan tegalan atau ladang). Konversi ini menyebabkan semakin sedikit jumlah lahan yang memiliki kemampuan infiltrasi (daya serap air) tinggi, sebaliknya meningkatnya lahan terbangun dan lahan pertanian menyebabkan semakin banyak luasan lahan yang kedap terhadap air sehingga aliran permukaan di kawasan DAS Ciliwung Hulu terus meningkat dan berimplikasi pada meningkatnya debit aliran sungai setiap tahunnya. Konversi ini terjadi bersamaan dengan meningkatnya jumlah curah hujan tahunan DAS Ciliwung Hulu (1985 – 2010) sehingga debit aliran sungai DAS Ciliwung hulu semakin meningkat setiap tahunnya (Gambar 6). Curah hujan pada tahun 1985 sebesar 3.129 mm, tahun 1995 sebesar 3.903 mm, dan pada tahun 2010 meningkat menjadi 4.536 mm.

Keberagaman data yang dihasilkan model persamaan regresi berganda pada penelitian ini mampu menjelaskan koefisien determinasi atau variasi aktual sebesar 42,4 % (R2 = 0,424). Peubah – peubah penggunaan lahan dan curah hujan mampu menjelaskan perubahan debit aliran sungai sebesar 42,4 %. Sisa koefisien determinasi sebesar 53,8 % ditentukan oleh faktor – faktor lain di luar model yang tidak digunakan dalam penelitian ini. Hal ini menguatkan teori yang mengatakan bahwa masih terdapat faktor – faktor lain yang mempengaruhi perubahan debit aliran sungai, seperti kondisi tanah dan kondisi topografi sekitar DAS (Daerah Aliran Sungai) serta aspek sosial dan ekonomi yang harus diperhitungkan pengaruhnya terhadap aktivitas manusia di sekitar Daerah Aliran Sungai. Model yang dihasilkan dalam penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam pendugaan

perubahan debit aliran sungai DAS Ciliwung Hulu karena model tersebut mempunyai taraf nyata (p-level = 0,013), di bawah taraf nyata (p-level = 0,05).

Dokumen terkait