BAB 5. PEMBAHASAN
5.2. Hubungan Supervisi Klinis Dengan Kepuasan Kerja
Berdasarkan hasil penelitian menggunakan uji regresi logistik ganda menunjukkan bahwa fungsi suportif supervisi klinis berhubungan signifikan dengan kepuasan kerja perawat (p=0,004< 0,05; Exp(B)=9,443). Responden
yang mengatakan fungsi suportif supervisi klinis buruk mayoritas tingkat kepuasan kerja perawat kategori tidak puas. Sebaliknya responden yang mengatakan fungsi suportif supervisi klinis baik mayoritas tingkat kepuasan kerja perawat kategori puas.
Supervisi adalah tindakan observasional personal sesuai dengan fungsi dan aktifitasnya, menjalankan kepemimpinan dalam proses asuhan keperawatan (Huber, 2006). Supervisi adalah proses yang memacu anggota unit kerja untuk berkontribusi secara positif agar tujuan organisasi tercapai (Yaslis, 2003). Menurut Swansburg & Swansburg (1999), supervisi adalah suatu proses kemudahan untuk menyelesaikan tugas-tugas keperawatan.
Dalam melakukan supervisi, kepala ruangan bertanggung jawab untuk melakukan supervisi pelayanan keperawatan yang diberikan pada pasien di ruang perawatan yang dipimpinnya. Kepala ruangan mengawasi perawat pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan baik secara langsung maupun tidak langsung disesuaikan dengan metode penugasan yang diterapkan di ruang perawatan tersebut. Sebagai contoh ruang perawatan yang menerapkan metode TIM, maka kepala ruangan dapat melakukan supervisi secara tidak langsung melalui ketua tim masing-masing (Suarli dan Bahtiar, 2009).
Menurut Supratman (2008) kegiatan suportif supervisi klinis dilakukan dengan cara: melatih perawat ‘menggali’ emosi ketika bekerja (contoh: meredam konflik antar perawat, job enrichment agar mengurangi burn out selama bertugas). Supervisi sangat penting untuk memastikan kualitas pelayanan yang baik. Supervisi yang suportif, mendidik dan tatap muka akan lebih efektif dan lebih
baik diterima oleh pihak yang disupervisi daripada inspeksi mendadak dan hukuman
Penelitian yang dilakukan oleh Brunero & Parbury (2005) tentang efektivitas supervisi klinik menunjukkan bahwa fungsi suportif yang dilakukan supervisor akan meningkatkan kemampuan perawat dalam mengatasi konflik baik dengan rekan kerja maupun dengan pasien. Fungsi manajerial akan meningkatkan rasa tanggung jawab perawat pada praktik keperawatan profesional (Supratman & Sudaryanto, 2008).
Berdasarkan hasil jawaban responden pada pernyataan tentang fungsi suportif bahwa pernyataan yang paling banyak dijawab ‘tidak’ yaitu pernyataan nomor 5, kepala ruangan mencari solusi untuk menyelesaikan masalah yang ditemukan pada saat merawat pasien (76,3%). Pernyataan yang paling banyak dijawab ‘ya’ yaitu pernyataan nomor 7, kepala ruangan menerima masukan- masukan dari perawat pelaksana di ruangan (89,8%). Kepala ruangan memberikan penguatan (reinforcement) pada perawat yang mempunyai masalah dalam pekerjaan (86,4%).
Dalam penelitian ini jumlah perawat yang menyatakan bahwa fungsi suportif supervisi klinis kepala ruangan buruk masih tinggi yaitu 40,7%, sedangkan yang menyatakan baik 59,3%. Kecenderungan jawaban responden khususnya yang mengarah kepada hal-hal negatif dapat dijadikan masukan bagi kepala ruangan dan pihak rumah sakit jiwa untuk melakukan perbaikan sehubungan dengan masalah supervisi klinis. Kepala ruangan dapat menjadikan informasi tersebut sebagai introspeksi diri agar memberikan penilaian yang
objektif dan adil kepada seluruh perawat pelaksana sehingga timbul kepuasan kerja pada dalam diri perawat.
5.2.2. Hubungan Fungsi Manajerial Dengan Kepuasan Kerja Perawat Berdasarkan hasil penelitian menggunakan uji regresi logistik ganda menunjukkan bahwa fungsi manajerial supervisi klinis berhubungan signifikan dengan kepuasan kerja perawat (p=0,001 < 0,05; Exp(B)=21,503). Responden yang mengatakan fungsi manajerial supervisi klinis buruk mayoritas tingkat kepuasan kerja perawat kategori tidak puas. Sebaliknya responden yang mengatakan fungsi manajerial supervisi klinis baik mayoritas tingkat kepuasan kerja perawat kategori puas.
Dalam manajemen keperawatan, kemampuan manajerial yang harus dimiliki oleh kepala ruangan yaitu perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pelaksanaan, pengawasan serta pengendalian, dan evaluasi. Dari beberapa fungsi manajerial kepala ruangan tersebut terlihat bahwa salah satu yang harus dijalankan oleh kepala ruangan adalah bagaimana melakukan pengawasan (supervisi) untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan (Arwani, 2006).
Supervisi yang dilaksanakan oleh seorang atasan harus memiliki prinsip, antara lain didasarkan atas hubungan profesional dan bukan hubungan pribadi, kegiatan yang akan dilaksanakan harus direncanakan secara matang, bersifat suportif, memberikan perasaan aman pada perawat pelaksana, dan harus mampu membentuk suasana kerja yang demokratis. Prinsip lain yang harus dipenuhi dalam kegiatan supervisi adalah harus dilakukan secara objektif dan mampu memacu terjadinya penilaian diri (self evaluation), bersifat progresif, inovatif,
fleksibel, dapat mengembangkan potensi atau kelebihan masing-masing orang yang terlibat, bersifat konstruktif dan kreatif dalam mengembangkan diri yang disesuaikan dengan kebutuhan, dan supervisi harus dapat meningkatkan kinerja perawat dalam upaya meningkatkan kualitas asuhan keperawatan (Depkes RI, 2008).
Siagian (2002) mengatakan bahwa pelaksanaan pengawasan atau supervisi yang efektif merupakan salah satu refleksi dari efektivitas manajerial seorang pemimpin. Oleh karenanya, agar pengawasan terlaksana dengan baik diperlukan suatu sistem informasi yang andal sesuai dengan kebutuhan.
Fungsi manajerial akan meningkatkan rasa tanggung jawab perawat pada praktik keperawatan profesional. Menurut Supratman & Sudaryanto, (2008) kegiatan atau fungsi manajerial dalam supervisi klinis dilakukan dengan melibatkan perawat dalam peningkatan ‘standar’ (contoh: standar operasional prosedur (SOP) yang sudah ada dikaji bersama kemudian diperbaiki hal-hal yang perlu). Bagi perawat, supervisi merupakan kegiatan berkesinambungan untuk meningkatkan kemampuan kerja dan memperbaiki penampilan kerja tenaga perawat dalam memberikan asuhan keperawatan dengan menggunakan sumber yang diperlukan. Dengan supervisi manajerial yang baik dari supervisor (kepala ruangan) maka akan dapat menimbulkan kepuasan bagi bawahan, sebaliknya dengan supervisi yang buruk akan menimbulkan ketidakpuasan bagi perawat.
Dalam penelitian ini terlihat bahwa mayoritas perawat menyatakan bahwa fungsi manajerial supervisi klinis kepala ruangan dalam kategori buruk (55,9%), selebihnya menyatakan dalam kategori baik (44,1%). Ketidakmampuan kepala
ruangan dalam melaksanakan fungsi manajerial supervisi klinis disebabkan kepala ruangan tidak membuat perencanaan yang dapat dijadikan pedoman bagi rawat pelaksana, kepala ruangan tidak membagi tugas perawat berdasarkan SOP dan kompetensi perawat pelaksana, kurangnya koordinasi kepala ruangan dengan perawat pelaksana, kurangnya memberikan motivasi kepada perawat pelaksana setiap pagi, mendelegasikan tugas tidak secara adil, tidak rutin melakukan evaluasi terhadap kinerja perawat di ruangan, penilaian tidak dilakukan secara objektif terhadap kinerja perawat pelaksana.