• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan WIPO, WTO, dan Perjanjian TRIPs

Dalam dokumen Hukum hak kekayaan intelektual (Halaman 35-39)

TINJAUAN TERHADAP PENGATURAN HKI

B. Hubungan WIPO, WTO, dan Perjanjian TRIPs

Ditinjau dari keorganisasian, antara WIPO dan WTO tidak terdapat hubungan hukum. Pengaturan HKI yang diatur dalam perjanjian

Trade Related of Intellectual Property Rights (TRIPs) di bawah payung

WTO lebih lengkap dibandingkan dengan yang diatur WIPO. WTO selain meliputi Konvensi Bern dan Konvensi Paris juga mengadaptasi Konvensi Roma (International Convention for the Protection of Performers,

Producers of Phonograms and Broadcasting Organizations, di Roma pada

tahun 1961), dan Traktat WIPO tentang Sirkuit Terpadu (Treaty on

Intelectual Property in Respect of Integrated Circuit/IPIC Treaty, di

Washing-ton pada tahun 1989). TRIPs telah mengatur secara lengkap mengenai perlindungan HKI. TRIPs merupakan tonggak penting dalam perkem-bangan standard-standard internasional dalam sistem HKI. TRIPs me-miliki karakteristik yang berbeda, antara lain (Lindsey dkk, 2006: 31): - Ruang lingkup perlindungan hukum yang lebih komprehensif yaitu meliputi hak cipta, paten, industrial design, geographic indication,

- Terdapat pengawasan oleh dewan khusus;

- Pemahaman perlindungan HKI yang seimbang dan efektif di-arahkan ke dalam sebuah sistem aturan perdagangan multilateral yang lebih komprehensif;

- Pengaturan yang rinci tentang penegakan dan administrasi HKI dalam sistem hukum nasional;

- Penggunaan mekanisme penyelesaian sengketa WTO yaitu melalui lembaga DSB (Dispute Settlement Body);

- Pembuatan proses yang transparan dan terstruktur guna men-dorong pemahaman hukum HKI yang lebih rinci bagi negara-negara anggota WTO.

Perjanjian TRIPs telah mewajibkan semua anggota WTO yang meratifikasi untuk tunduk pada semua isi perjanjian, termasuk In-donesia yang sudah meratifikasi keanggotaannya melalui Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 tentang The Agreement Establishing The World

Trade Organization.

Masa berlaku penerapan ketentuan TRIPs untuk Indonesia telah habis pada tanggal 1 Januari 2000. Sejak tanggal ini seharusnya TRIPs telah berlaku penuh untuk Indonesia, artinya semua sanksi bisa diber-lakukan sejak tanggal itu. Masa peralihan tersebut sebenarnya dite-tapkan menjadi tiga kelompok pemberlakuan yang disesuaikan dengan kondisi negara masing-masing, Indonesia masuk kategori negara berkembang, antara lain:

- negara maju (developed country) masa berlaku penerapan adalah 1 tahun sesudah WTO berlaku yaitu tanggal 1 Januari 1995; - negara berkembang (developing country) dan negara-negara yang

mengalami peralihan sistem ekonomi, masa berlaku penerapan adalah 5 tahun sesudah 1 Januari 1995;

- negara-negara terbelakang (under development) adalah 11 tahun sesudah 1 Januari 1995.

Pemberlakuan TRIPs bagi Indonesia merupakan konsekuensi yuridis atas masuknya Indonesia sebagai negara anggota WTO (World

Trade Organization) pada tahun 1994 di Marakesh, Maroko. Karena

Indonesia telah meratifikasi keanggotaannya, maka melalui pijakan hukum ini posisi Indonesia berubah menjadi negara yang wajib untuk ikut serta memberikan perlindungan terhadap HKI.

Perjanjian TRIPs selain mewajibkan negara anggota mengakui tiga konvensi dasar HKI yang sebelumnya sudah ada yaitu Berne

Convention, Paris Convention dan Washington Treaty, perjanjian ini juga

memberlakukan tiga prinsip dasar yang berlaku bagi perlindungan semua jenis HKI yaitu (Yuliati, 2004):

- Prinsip National Treatment adalah prinsip di mana negara akan memberikan perlindungan HKI dan perlakuan yang sama baik kepada warga negara sendiri ataupun terhadap warga negara asing (pasal 3 TRIPs).

- Prinsip Most Favoured Nation adalah prinsip dalam perlindungan HKI yang memberlakukan setiap keringanan, keistimewaan, dan hak untuk didahulukan atau pengecualian yang diberikan oleh satu negara anggota juga akan diberikan langsung dan tanpa syarat kepada negara anggota yang lainnya (pasal 4 TRIPs). - Prinsip Minimal Standart artinya prinsip yang menjelaskan bahwa

TRIPs telah menetapkan standard minimal yang harus dipatuhi dalam pengaturan HKI pada hukum nasional masing-masing negara anggota seperti ruang lingkup perlindungan, jangka waktu perlindungan, prosedur perolehan hak dan pemanfaatan HKI (Bagian II TRIPs).

TRIPs menentukan standard minimum masa perlindungan bagi tujuh bidang HKI. Standard minimal tersebut adalah sebagai berikut: - hak cipta : masa perlindungannya adalah 50 tahun setelah diter-bitkan atau sepanjang hidup pencipta ditambah 50 tahun. Untuk fotografi 25 tahun, sinematografi 50 tahun sejak diumumkan. - merek dagang : selama 7 tahun

- indikasi geografis : selama ciri barang masih ada dalam barang yang bersangkutan.

- desain produk industri : minimum 10 tahun - paten : 20 tahun sejak filing date

- desain rangkaian listrik terpadu : 10 tahun sejak filing date - informasi tertutup : selama informasi tersebut dianggap/bersifat

Perjanjian TRIPs juga memberikan jaminan bagi negara-negara berkembang dan terbelakang guna memenuhi kebutuhan dan kepentingan-kepentingan mereka. Jaminan terebut antara lain meliputi (Lindsey, dkk., 2006: 35):

- Negara anggota diperbolehkan menyesuaikan atau mengubah peraturan perundangannya (hukum nasional) untuk memenuhi kebutuhannya yang bertujuan untuk kepentingan perlindungan gizi dan kesehatan masyarakat, dan untuk kepentingan umum di sektor-sektor utama bagi perkembangan sosial-ekonomi dan teknologi (pasal 8).

- Negara maju dianjurkan menyediakan insentif untuk perusahaan-perusahaan dan lembaga-lembaga di negaranya yang memunyai tujuan melakukan alih teknologi untuk negara-negara terbelakang, sehingga negara-negara tersebut mampu menciptakan teknologi yang bernilai (pasal 66.2).

- Negara-negara maju anggota WTO wajib memberikan kerja sama teknis dan keuangan kepada negara-negara berkembang, mem-bantu memberikan pendampingan mengenai pengaturan HKI, perlindungan dan penegakan hukum HKI, sistem administrasi, dan pelatihan personil (pasal 67).

- Negara-negara berkembang diberikan kelonggaran waktu untuk mengimplementasikan TRIPs (pasal 65.2) dan juga bagi negara-negara terbelakang (pasal 66).

- Negara berkembang diberikan waktu penundaan perluasan per-lindungan paten terhadap bidang teknologi baru yang belum ter-cakup dalam hukum paten yang berlaku sebelumnya (Pasal 65.4). Perjanjian TRIPs memberikan sistem penyelesaian sengketa HKI jika terjadi persoalan di antara negara anggota. Lembaga yang di-maksud adalah DSB (Dispute Settlement Body) yaitu lembaga yang diberikan kewenangan WTO untuk melakukan penyelesaian sengketa. Fungsi DSB adalah untuk menjaga agar tiap anggota selalu meng-hormati hak dan kewajiban masing-masing sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. WTO memberikan ketentuan bahwa peme-rintah yang menjadi pihak di dalam sistem penyelesaian sengketa WTO harus memenuhi beberapa syarat, yaitu (Wager, 2007: 2; Utomo, 2010: 35):

1. Kedua belah pihak wajib mematuhi prosedur penyelesaian sengketa yang ditetapkan oleh WTO

2. Kedua belah pihak dilarang menentukan cara penyelesaian pelang-garan kecuali berdasarkan prosedur yang ditentukan WTO 3. Kedua belah pihak dilarang melakukan tindakan balasan sepihak

kecuali atas dasar putusan DSB.

C. Konvensi Internasional di Bidang HKI yang Sudah Diratifikasi

Dalam dokumen Hukum hak kekayaan intelektual (Halaman 35-39)