PASAK BUMI ( Eurycoma longifolia Jack)
Lampiran 5 Identifikasi Peraturan perundang-undangan terkait dengan wewenang pemerintah dalam pengelolaan HHBK
No Peraturan Wewenang Pemerintah
1 Undang-undang No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan -
Pasal 4 (1,2) : Semua hutan di dalam diwilayah Republik Indonesia termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.Hal ini memberi wewenang kepada pemerintah untuk :
mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan;
menetapkan status wilayah tertentu sebagai kawasan hutan atau kawasan hutan sebagai
118
No Peraturan Wewenang Pemerintah
bukan kawasan hutan; dan
mengatur dan menetapkan hubungan- hubungan hukum antara orang dengan hutan,serta mengatur perbuatan-perbuatan hukum mengenai kehutanan
- Pasal 60, Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan pengawasan kehutanan
- Pasal 29 (3), izin usaha pemanfaatan HHBK pada hutan produksi diberikan kepada : a. perorangan, b. koperasi, c. badan usaha milik swasta, d. BUMN atau BUMD
- Pasal 29 (5), izin usaha pemungutan HHBK pada hutan produksi diberikan pada
perorangan dan koperasi
- Pasal 26 (3), izin usaha pemungutan HHBK pada hutan lindung diberikan kepada perorangan dan koperasi
2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya (KSDAH&E)
Pasal 38, Dalam rangka pelaksanaan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, Pemerintah dapat menyerahkan sebagian urusan di bidang tersebut kepada Pemerintah Daerah 3 Undang-undang No. 32 Tahun
2004 tentang Pemerintah Daerah
Bab III Pembagian Urusan Pemerintahan Pasal 14 (1) Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi merupakan urusan dalam skala kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota, meliputi....j. pengendalian lingkungan hidup
4 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Bab IX Tugas dan Wewenang Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Pada pasal 63, mengatur tentang tugas dan wewenang Pemerintah Pemda Provinsi dan Pemda Kabupaten/Kota dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup 5 Keppres No. 43 Tahun 1978,
tentang Ratifikasi CITES (Convention on International Trades of Endangered Species of Wild Flora and Fauna)
Pemerintah meratifikasi konvensi CITES yang mengatur perdagangan spesies langka dengan mengelompokkan spesies langkayang
dipublikasikan dalam Appendiks I, II, dan III 6 Peraturan Pemerintah Nomor
7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa
Pengelolaan didalam habitat (in situ)
- Pasal 9(1), pemerintah melaksanakan identifikasi di dalam habitat
- Pasal 10 (1) pemerintah melakukan inventarisasi untuk mengetahui populasi
- Pasal 11 (1) pemerintah melakukan pemantauan untuk mengetahui kecenderungan perkebangan populasi
- Pasal 12 (1) pemerintah melakukan pembinaan habitat dan dan populasi untuk menjaga keseimbangan dengan daya dukung habitatnya
119
No Peraturan Wewenang Pemerintah
- Pasal 13 (1) pemerintah melakukan tindakan penyelamatan jenis tumbuhan dan satwa yang terancam punah
- Pasal 14 (1) pemerintah melaksanakan pengkajian, penelitian dan
pengembangan, untuk menunjang tetap terjaganya keadaan genetik dan
ketersediaan sumberdaya jenis tumbuhan dan satwa secara lestari
Pasal 20 (1,2), Pengelolaan di luar habitat (ex situ) hanya dapat dilakukan oleh pemerintah dan dapat bekerjasama sama dengan masyarakat
7 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar
- Pasal 43 (1), Pemerintah menetapkan daftar jenis tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi atas dasar klasifikasi yang boleh dan yang tidak boleh diperdagangkan
- Pasal 44 (1), Pemerintah menetapkan kuota pengambilan dan penangkapan setiap jenis dan jumlah tumbuhan dan satwa liar yang dapat diambil atau ditangkap dari alam untuk setiap kurun waktu 1 (satu) tahun
- Pasal 47 (1), Pemerintah menetapkan kuota jenis dan jumlah tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi untuk keperluan perdagangan dalam setiap kurun waktu 1 (satu) tahun
- Pasal 48 (1), Pemerintah mengendalikan impor setiap jenis tumbuhan dan satwa liar yang dapat dimasukkan ke Indonesia
8 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan
Pasal 63, izin IUPHHBK diberikan oleh : a. Bupati/walikota, pada areal hutan alam
yang berada dalam wilayah
kewenangannya, dengan tembusan kepada Menteri,Gubernur dan Kepala KPH; b. Gubernur, pada areal hutan alam lintas
kabupaten/kota yang berada dalam wilayah kewenangannya, dengan tembusan kepada Menteri, bupati/walikota dan Kepala KPH; atau
c. Menteri, pada areal hutan alam lintas provinsi, dengan tembusan kepada
gubernur, bupati/walikota dan kepala KPH. 9 Peraturan Menteri Kehutanan
Nomor P.35/Manhut-II/2007 tentang Hasil Hutan Bukan Kayu
-Pemerintah menentukan daftar jenis komoditi HHBK yang menjadi urusan Departemen Kehutanan (termasuk dalam daftar adalah pasak bumi)
9 Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
- Pasal 14, izin IUPHKm diberikan kepada kelompok masyarakat setempat yang telah
120
No Peraturan Wewenang Pemerintah
P.37/Manhut-II/2007 tentang Hutan Kemasyarakatan
mendapat fasilitasi pada kawasan hutan yang telah ditetapkan sebagai areal kerja hutan kemasyarakatan dengan surat Keputusan Menteri.
- Pasal 19, Berdasarkan penetapan areal kerja hutan kemasyarakatan dan fasilitasi, maka : a. Gubernur, pada areal kerja hutan
memasyarakatan lintas kabupaten/kota yang ada dalam wilayah kewenangannya
memberikan IUPHKm dengan tembusan Menteri Cq. Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, Bupati/ Walikota, dan Kepala KPH.
b. Bupati/Walikota, pada areal kerja hutan kemasyarakatan yang ada dalam wilayah kewenangannya memberikan IUPHKm dengan tembusan kepada Menteri cq. Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan, Gubernur, dan Kepala KPH;
- Pasal 35 (3), Menteri, Gubernur dan Bupati/ Walikota sesuai kewenangannya melakukan pembinaan dan pengendalian terhadap pelaksanaan pemanfaatan hutan
kemasyarakatan yang dilaksanakan oleh pemegang izin:
a. Menteri, menyusun pedoman penyelenggaraan pemanfaatan hutan kemasyarakatan, melakukan monitoring dan evaluasi;
b. Gubernur, memberikan bimbingan, arahan dan supervisi, monitoring, dan evaluasi; c. Bupati/Walikota, melakukan fasilitasi
sebagaimana tersebut pada pasal 12 melalui kegiatan pendampingan, monitoring dan evaluasi secara partisipatif
10 Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.18/Manhut-II/2007 tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Pengenaan Pemungutan dan Pembayaran Provisi Sumberdaya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR)
Bab V Pengendalian dan Pengawasan (pasal 18) :
1. Kepala Dinas Kabupaten/kota pada setiap triwulan melakukan rekonsiliasi administratif terhadap SPP dan LHP dari WB 2. Kepala Dinas Kabupaten/kota pada
setiap Januari tahun berikutnya melakukan rekonsiliasi administratif SP yang diterbitkan selama 1 tahun dengan LHP
11 Permenhut No. 49/Menhut- II/2008 tentang Hutan Desa -
Pasal 15 (3), Gubernur dapat melimpahkan kewenangan pemberian hak pengelolaan hutan desa kepada Bupati/Walikota
- Pasal 16, Surat Keputusan Pemberian Hak Pengelolaan Hutan Desa disampaikan oleh Gubernur kepada Lembaga Desa dengan tembusan kepada Menteri dan
121
No Peraturan Wewenang Pemerintah
Bupati/Walikota
- Pasal 45 (1), Menteri, Gubernur, Bupati/ Walikota melakukan pembinaan dan pengendalian untuk menjamin
terselenggaranya pengelolaaan hutan desa yang efektif sesuai tujuan
- Pasal 45 (2), Pembinaan dan Pengendalian oleh Menteri, Gubernur dan Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1): a. Menteri, berwenang membina dan
mengendalikan kebijakan hutan desa yang dilaksanakan Gubernur, dan/atau
Bupati/Walikota;
b. Gubernur, berwenang membina dan mengendalikan kebijakan hutan desa yang dilaksanakan oleh Bupati/Walikota. -Pasal 45 (3), (3) Menteri, Gubernur dan
Bupati/Walikota sesuai kewenangannya melakukan pembinaan dan pengendalian terhadap pelaksanaan hutan desa yang dilaksanakan oleh pemegang hak atau izin: a. Menteri, menyusun pedoman pengelolaan
hutan desa, monitoring, dan evaluasi; b. Gubernur, memberikan bimbingan, arahan
dan supervisi, monitoring, dan evaluasi; c. Bupati/Walikota, melakukan pelatihan,
monitoring, dan evaluasi 12 Permenhut No. P.21/Menhut-
II/2009 tentang Kriteria dan Indikator HHBK Unggulan
- Salahsatu kriteria untuk menetapkan HHBK unggulan adalah kriteria faktor kelembagaan karena menyangkut pelaku dan tata aturan produksi.
- Dan salah satu kriteria indikatornya adalah Aturan tentang komoditas bersangkutan Menunjukkan ketersediaan peraturan dan tingkat pengaturan komoditas tersebut. Komoditas yang telah diatur dengan Peraturan Menteri atau bahkan yang lebih tinggi (nilai 3) berarti komoditas tersebut memiliki nilai lebih karena telah memiliki dasar hukum dan aturan yang jelas dalam pengembangan selanjutnya, terlebih lagi kalau peraturan dimaksud berkaitan dengan tata perniagaan atau pemasaran
13 Permenhut No. 19/Menhut- II/2009 tentang Strategi Pengembangan HHBK Nasional
Faktor pendukung pengembangan HHBK : Pengembangan kebijakan/regulasi tentang HHBK yang dapat memfasilitasi
terselenggaranya kebijakan yang lebih bersifat insentif daripada disinsentif serta penerapan pemerintahan yang baik (good governance). 11 Permenhut Nomor - Pasal 2, Kepala KPH:
122
No Peraturan Wewenang Pemerintah
P.47/Menhut-II/2013 tentang Pedoman, Kriteria dan Standar Pemanfaatan Hutan di Wilayah Tertentu pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi
a. Mengidentifikasi, mendeliniasi, memetakan, dan merancang wilayah tertentu serta mengintegrasikannya dalam proses pelaksanaan tata hutan dan menyusun Rencana Pengelolaan Hutan;
b. Mengusulkan Rencana Pengelolaan Hutan sebagaimana dimaksud pada huruf a untuk disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk;
c. mempublikasikan Rencana Pengelolaan Hutan sebagaimana dimaksud pada huruf b kepada pihak ketiga
- Pasal 3, Usulan Rencana Pengelolaan Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b sekaligus sebagai usulan pelimpahan kewenangan dalam melakukan pemanfaatan wilayah tertentu
- Pasal 13, Ketentuan tentang pembinaan dan pengendalian pemanfaatan hutan di wilayah tertentu pada KPHL dan KPHP diatur lebih lanjut oleh Peraturan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam dalam hal wilayah tertentu berada di Kawasan Hutan Lindung, dan Peraturan Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan dalam hal wilayah tertentu berada di Kawasan Hutan Produksi
12 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 381/Menkes/SK/III/2007 tentang Kebijakan Obat Tradisional Nasional (KONTRANAS)
- Strategi KONTRANAS :
g. Koordinasi antara instansi yang berwenang dalam hal menangani tumbuhan obat, terutama tukar menukar informasi menyangkut data spesies tumbuhan obat yang ditemukan dari hasil survei
h. Peningkatan kerjasama dan koordinasi antar berbagai pemangku kepentingan berdasarkan azaz tata kelola yang baik (good governance)
i. Penyiapan peraturan yang tepat untuk menjamin pengembangan obat tradisional j. Pengembangan dan perlindungan terhadap
hak kekayaan intelektual (HKI) yang berhubungan dengan ramuan obat tradisional asli Indonesia dan hasil pengembangan IPTEK di bidang obat tradisional berbasis sumber daya hayati Indonesia
13 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 006Tahun 2012 tentang Industri dan Obat Tradisional
Pasal 8, Menteri dalam pemberian izin industri dan usaha di bidang obat tradisional
mendelegasikan kewenangan pemberian izin untuk :
123
No Peraturan Wewenang Pemerintah
Ekstrak Bahan Alam (IEBA ) kepada Direktur Jenderal;
b. Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT) kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi; dan
c. Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT) kepada Kepala Dinas Kesehatan
124