• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ikan kembung banyar ( Rastrelliger kanagurta)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

MUSIM PERALIHAN II 8.0°

4.1.3 Musim penangkapan ikan

4.1.3.4 Ikan kembung banyar ( Rastrelliger kanagurta)

Hasil perhitungan IMP menunjukkan bahwa antara bulan Juli - Oktober mempunyai nilai IMP diatas 100%. Sedangkan antara bulan Januari- Mei nilai IMP-nya dibawah 100% (Gambar 44). Bulan Juli-Oktober merupakan musim penangkapan ikan kembung banyar (Rastrelliger kanagurta) yang baik di Laut Jawa dan sekitarnya. Sedangkan bulan Januari–Mei adalah bulan yang kurang baik bagi penangkapan ikan kembung banyar. Puncak musim penangkapan ikan kembung banyar berdasarkan perhitungan nilai IMP terjadi pada bulan September (146,97%). Bulan Mei merupakan musim paceklik bagi penangkapan ikan kembung banyar. 0 20 40 60 80 100 120 140 160

Des Feb Apr Jun Ags Okt

Bulan In de k M u si m Indek musim normal

Gambar 44 Nilai indek musim penangkapan (IMP) ikan kembung banyar

(Rastrelliger kanagurta) hasil tangkapan kapal purse seine

Pekalongan tahun 2002-2007.

4.1.3.5 Ikan tembang/juwi (Sardinella spp.)

Hasil perhitungan IMP menunjukkan bahwa antara bulan Juni-Juli dan September-November mempunyai nilai IMP diatas 100%. Sedangkan antara bulan Desember-Mei, bulan Agustus nilai IMP-nya dibawah 100% (Gambar 45). Bulan Juni-Juli dan September-November merupakan musim penangkapan ikan tembang/juwi (Sardinella spp.) yang baik di Laut Jawa dan sekitarnya. Sedangkan bulan Desember–Mei dan bulan Agustus adalah bulan yang kurang baik bagi penangkapan ikan tembang/juwi. Puncak musim penangkapan ikan tembang/juwi berdasarkan perhitungan nilai IMP terjadi pada bulan Juni (156,77%). Bulan Maret merupakan musim paceklik bagi penangkapan ikan tembang / juwi.

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

Des Feb Apr Jun Ags Okt Bulan In d ek s M u si m Indek musim normal

Gambar 45 Nilai indek musim penangkapan (IMP) ikan tembang/juwi (Sardinella spp.) hasil tangkapan kapal purse seinePekalongan tahun 2002-2007.

4.2 Pembahasan

Hasil tangkapan purse seine Pekalongan selama periode 2002-2007 berfluktuasi baik bulanan maupun tahunan. Perubahan hasil tangkapan bulanan, diduga disebabkan oleh peningkatan jumlah upaya penangkapan dan perubahan pola musim. Peningkatan dan penurunan hasil tangkapan berkorelasi dengan peningkatan dan penurunan jumlah upaya penangkapan (Gambar 46). Peningkatan hasil tangkapan selama bulan Juli-Oktober yang diikuti oleh peningkatan jumlah upaya (kapal purse seine) yang beroperasi dan penurunan hasil tangkapan dari bulan Oktober–Maret disebabkan yang diikuti oleh adanya penurunan jumlah upaya (kapal purse seine) yang beroperasi membuktikan fenomena tersebut.

Respon nelayan purse seine terhadap kenaikan bahan bakar minyak (BBM) dengan cara menurunkan jumlah upaya penangkapan ikan dan memperbanyak hari operasi di laut, diduga telah menyebakan penurunan jumlah upaya penangkapan. Strategi ini dimaksudkan untuk menghemat biaya transportasi dari dan ke daerah penangkapan (fishing ground), karena biaya operasi penangkapan purse seine sebagian besar berupa bahan bakar (solar) mencapai sekitar 45%nya dari total biaya operasional. Perubahan pola penangkaan ini juga telah mengakibatkan perubahan hasil tangkapan yang didaratkan.

0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 2002 2003 2004 2005 2006 2007 H as il t ang k a pa n (t o n) 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 J u m lah up ay a (un it k ap al ) Hasil tangkapan Upaya

Gambar 46 Perkembangan hasil tangkapan dan jumlah upaya (kapal purse seine

Pekalongan) tahun 2002-2007.

Sedangkan perubahan hasil tangkapan tahunan diduga disebabkan oleh perubahan kelimpahan sumberdaya ikan yang ada di laut. Seperti terlihat di Gambar 46 hasil tangkapan tertinggi dicapai pada tahun 2004, hal ini disebabkan adanya peningkatan jumlah upaya (kapal purse seine) yang beroperasi. Apabila kita lihat daerah penangkapannya (fishing ground) pada tahun tersebut kapal

purse seine Pekalongan banyak terkonsentrasi di sekitar perairan Selat Makasar dan pada musim peralihan II terkonsentrasi di sekitar perairan Masalima. Sebaliknya penurunan hasil tangkapan disebabkan adanya penurunan jumlah upaya (kapal purse seine) yang beroperasi. Disamping itu juga disebabkan oleh berubahnya komposisi hasil tangkapan. Sesuai dengan pendapat Atmaja et al.(1986) yang menyatakan bahwa ikan layang mendominasi hasil tangkapan

purse seine di Laut Jawa, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa meskipun

komposisi hasil tangkapan antar tahun berubah, ikan layang masih mendominasi hasil tangkapan antar tahun.

Kelimpahan ikan menjadi kunci terhadap kegiatan penangkapan ikan. Bila dalam operasi penangkapan hasil tangkapan yang diperoleh kurang memadai, maka nelayan tidak akan melaut untuk beberapa waktu sampai datang musim ikan. Berdasarkan hasil penelitian ini, ditunjukkan bahwa kelimpahan ikan (CPUE) ikan tahunan tertinggi dicapai pada tahun 2003 (Gambar 47), sedangkan jumlah upaya dan hasil tangkapan tertinggi pada tahun 2004 (Gambar 46).

Apabila kita lihat nilai CPUE bulanan, nilai CPUE tertinggi dicapai pada bulan Agustus (36,34 ton/unit). Tingginya nilai kelimpahan (CPUE) tersebut akan mendorong nelayan untuk melaut, sehingga pada bulan tersebut merupakan puncak musim penangkapan ikan di Laut Jawa dan sekitarnya.

0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 2002 2003 2004 2005 2006 2007 H as il t an gk apa n (t o n) 0 5 10 15 20 25 30 35 C P U E ( to n /u n it k a p a l) Hasil tangkapan CPUE

Gambar 47 Perkembangan hasil tangkapan purse seine dengan CPUE ikan yang tertangkap di Laut Jawa tahun 2002-2007.

Berubahnya hasil tangkapan ikan, telah mendorong untuk berkembangnya daerah penangkapan ikan. Hal ini tidak hanya dari semakin bertambah luasnya daerah penangkapan yang diikuti pula dengan perjalanan mencari gerombolan ikan, tetapi juga menambah jumlah hari operasi penangkapan. Sesuai dengan pendapat Atmaja et al.(1986), lama operasi kapal purse seine di laut mengalami perubahan dari rata-rata 4,2 hari pada tahun 1976 menjadi rata-rata 11,2 hari pada tahun 1984, atau terjadi kenaikan sebesar 167%. Bahkan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, kapal purse seine Pekalongan mempunyai lama operasi di laut rata-rata 73 hari per trip.

Selain dari sisi area dan strategi penangkapan, juga terjadi perluasan waktu operasi penangkapan ikan. Berdasarkan hasil penelitian ini, pada musim barat (walaupun keadaan cuaca dan gelombang sangat tidak menguntungkan) dan musim peralihan I banyak nelayan yang melakukan penangkapan ikan dan mengarahkan haluannya menuju ke perairan Selat Makasar. Hal ini menurut Sadhotomo (1998) diduga karena secara umum ikan besar cenderung berasosiasi

dengan sub area Matasiri dan Selat Makasar (Lumu-lumu) pada periode akhir musim timur (November–Desember) dan awal musim barat (Januari- Maret). Sementara pada musim timur, para nelayan banyak menangkap ikan sampai perairan Laut Cina Selatan. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Sadhotomo (1995), yang menyatakan bahwa setiap tahun selama musim peralihan I sampai dengan musim timur (bulan Maret sampai dengan Juli) sejumlah kapal

purse seine ukuran besar dari Pekalongan melakukan penangkapan ikan pelagis kecil di Laut Cina Selatan. Selanjutnya pada musim peralihan II banyak nelayan menuju ke perairan sekitar Kepulauan Masalima. Fakta lain dari hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa pengoperasian kapal purse seine di Laut Jawa tidak lagi ditentukan oleh musim penangkapan, hal ini didasarkan pada fakta masih beroperasinya kapal-kapal purse seine di tiap daerah penangkapan (fishing ground) pada setiap musim.

Selanjutnya, berdasarkan nilai indek musim penangkapan (IMP), dapat diketahui bahwa puncak musim penangkapan ikan berbeda-beda. Puncak musim penangkaan layang (Decapterus spp.) terjadi pada bulan Agustus (musim timur).

Musim penangkapan ikan siro (Amblygaster sirm) dan selar bentong (Selar

crumenophthalmus) terjadi pada bulan Desember (musim barat), sedangkan

musim penangkapan ikan kembung banyar (Rastrelliger kanagurta) pada bulan September (musim peralihan II) dan ikan tembang/juwi (Sardinella spp.) pada bulan Juni (musim timur). Perubahan musim penangkapan ikan tersebut telah mendorong terhadap berubahnya daerah penangkapan ikan. Saat musim barat dimana banyak kapal terkonsentrasi di perairan Selat Makasar (Gambar 10) terjadi puncak musim ikan siro dan bentong. Pada musim timur, dimana kapal

purse seine Pekalongan banyak beroperasi di sekitar perairan Laut Cina Selatan, Masalima, Selat Makasar dan Bawean terjadi musim ikan layang dan tembang/juwi.

Perubahan musim penangkapan ikan tersebut, diduga berkaitan dengan sistem musim di Laut Jawa. Wyrtki (1961) menyatakan bahwa pada musim timur di sekitar Laut Banda dan Selat Makasar terjadi up-welling sehingga daerah sekitarnya menjadi subur. Kesuburan perairan tersebut terbawa arus ke Laut Jawa mengakibatkan Laut Jawa selama dan sesudah musim timur menjadi subur.

Sedangkan pada musim peralihan II banyak kapal purse seine terkonsentrasi di sekitar perairan Masalima dan terjadi puncak musim ikan kembung banyar.

Pada musim timur (Juni-Agustus) arus permukaan di Laut Jawa menuju ke arah barat dan massa air tersebut membawa salinitas yang berkadar tinggi (32%o- 33,75%o). Massa air bersalinitas tinggi yang berasal dari Laut Flores tersebut memasuki Laut Jawa, dengan membawa ikan layang yang bersifat stenohaline. Pada tahap awal, ikan layang dari Laut Flores yang masih kecil mengikuti arus sampai Pulau Bawean, sehingga pada bulan Juni-September ikan layang dewasa banyak tertangkap di Laut Jawa (Hardenberg 1937, diacu dalam Wiyono 2001).

Apabila kita lihat dari nilai indek musim penangkapan ikan layang bulan Juni (103,57%) dan nilai CPUE triwulannya (17,69 ton/unit) maka pada bulan Juni khususnya dan musim timur umumnya secara relatif cukup baik untuk penangkapan ikan layang. Kelayakan penangkapan itu juga didukung dengan adanya pola musim yang memungkinkan ikan layang hidup dan berkembang di Laut Jawa dan sekitarnya, sehingga hasil tangkapan ikan layang menguntungkan.

Setelah berakhirnya musim timur, datang musim peralihan II (dari musim timur ke musim barat) pada bulan September-November. Arus permukaan di Laut Jawa pada musim ini tidak menentu, sedangkan salinitas rata-ratanya masih tinggi (34%o). Diduga pengaruh musim timur masih nyata pada awal musim peralihan ini sehingga hasil tangkapan ikan masih sangat tinggi. Keberhasilan hasil tangkapan ikan layang sampai akhir musim peralihan ini karena nutrien yang disuplai dari Laut Banda dan Selat Makasar telah menyuburkan Laut Jawa dan menjadikan plankton yang merupakan makanan pokok ikan layang hidup dengan subur. Apabila dilihat dari perubahan salinitas yang tidak begitu jauh, diduga ikan layang masih mampu mempertahankan aktivitas dan metabolismenya sehingga tidak perlu mengadakan ruaya ke tempat lain. Diduga hal inilah yang menyebabkan banyak kapal purse seine Pekalongan beroperasi di sekitar perairan Masalima pada musim peralihan II (Gambar 10).

Nilai CPUE bulanan terendah dicapai pada bulan Februari-Maret (Gambar 9) atau tepatnya pada akhir musim barat dan awal musim peralihan I. Fenomena ini membawa dampak pada sedikitnya armada purse seine yang beroperasi di Laut Jawa, yang ditunjukkan dengan rendahnya nilai IMP pada bulan-bulan tersebut.

Waktu luang tersebut dimanfaatkan oleh nelayan untuk memperbaiki kapal maupun jaringnya.

Bulan Februari merupakan akhir dari musim barat, dan bulan Maret-April adalah musim peralihan dari musim barat menuju musim timur. Asikin (1971) menyatakan bahwa sebelum musim barat tiba terjadi perubahan pola arus di Laut Jawa, yang membawa dampak menurunnya kadar salinitas Laut Jawa dan pada akhirnya mempersempit daerah penyebaran ikan layang, sehingga kelimpahan ikan layang menjadi turun. Lebih lanjut dikatakan bahwa pada bulan Februari- Maret di Laut Jawa kosong akan ikan layang, karena salinitas permukaan turun oleh desakan air yang berasal dari arah barat yang membawa kadar salinitas rendah. Pada musim barat di Laut Jawa bagian barat berlangsung musim hujan sehingga desakan massa air dari sungai di Sumatera dan air hujan mengakibatkan rendahnya salinitas di perairan tersebut. Diduga hal inilah yang menyebabkan banyak kapal purse seine Pekalongan yang beroperasi di Selat Makasar pada musim barat (Gambar 10).

Pada akhir musim barat sampai musim peralihan I, arah arus tidak menentu dan salinitas permukaan semakin rendah yaitu sekitar 31,25- 32 %o. Ikan layang mulai meninggalkan Laut Jawa dan mencari tempat lain yang kondisi lingkungannya sesuai dengan kebutuhan hidupnya. Sebagai konsekuensinya, hasil tangkapan ikan layang pada akhir musim barat sampai musim peralihan I rendah.

Dokumen terkait