• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Tegakan Hutan Pesantren

Dalam dokumen MODEL PENGELOLAAN HUTAN PESANTREN (Halaman 51-58)

BAB IV KONDISI UMUM

HASIL DAN PEMBAHASAN

2. Pengadaan Benih dan Bibit

5.2. Potensi Tegakan Hutan Pesantren

Hutan Pesantren Darunnajah 2 Cipining saat ini luasnya 52 hektar, dan terbagi ke dalam 5 kelas umur, dimana setiap umur luas tegakannya tidak sama.

Adapun tempat untuk pengambilan plot contohnya, untuk umur 1 tahun pada blok kapling segaraan, umur 2 tahun di blok kapling cikarang, umur 3 tahu di blok kapling sibali, umur 4 tahun di blok kapling gudawang, dan umur 5 tahun di blok kapling gudawang.

Potensi tegakan hutan pesantren menunjukkan adanya perbedaan setiap umurnya. Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 5 volume tiap hektar masing-masing umur adalah 8,883 m3, 13,258 m3, 40,029 m3, 139,251 m3, dan 130,007 m3. Selanjutnya, volume total tegakan mangium semua umur di hutan pesantren adalah sebesar 1909,838 m3. Berikut tabel potensi tegakan hutan pesantren:

Tabel 5. Potensi tegakan mangium (Acacia mangium) di hutan pesntren

Umur (tahun) Luas (ha) Diameter rata-rata (cm) Taksiran tinggi (m) Taksiran volume/ batang (m3) Jumlah batang/ ha Volume/ ha (m3/ ha) Volume total (m3) 1 15 3,00 2,5 0,002 4.580 8,883 133,245 2 10 5,00 4,5 0,008 1.760 13,258 132,580 3 18 7,50 7,0 0,024 1.650 40,029 720,522 4 5 14,50 11,0 0,141 990 139,251 696,255 5 4 15,50 12,0 0,176 740 130,007 520,028

Tabel 5 menunjukkan bahwa volume per hektar yang paling besar adalah pada tegakan berumur 4 tahun yaitu sebesar 139,251 m3/ha dan terkecil adalah pada umur 1 tahun yaitu sebesar 8,883 m3/ha. Dapat dilihat bahwa tegakan yang berumur 5 tahun volumenya lebih kecil daripada yang berumur 4 tahun. Hal tersebut karena jumlah tegakannya pada umur 5 tahun lebih sedikit, dan dipengaruhi perbedaan ukuran diameter yang selisihnya tidak jauh berbeda. Kemudian dari semua umur luas arealnya berbeda, dimana dari masing-masing umur luasnya adalah 15 ha, 10 ha, 18 ha, 5 ha, dan 4 ha. Luas areal yang berbeda tersebut mengakibatkan volume totalnya berbeda. Bisa dilihat tegakan yang berumur 5 tahun volume totalnya adalah 520,028 m3 lebih kecil dari tegakan yang berumur 4 tahun yang volume totalnya adalah 696,255 m3. Tetapi tegakan yang

berumur 3 tahun volume totalnya paling besar yaitu 720,522 m3. Hal ini terjadi karena tegakan bermur 3 tahun memiliki areal yang paling luas.

Gambar 14. Jumlah tanaman mangium pada setiap umur (batang/ ha)

Gambar 14 menunujukkan bahwa terjadi penurunan jumlah batang/ha pada setiap umur tanaman. Berdasarkan hasil penelitian, pada saat tanaman mangium berumur satu tahun jumlah tanaman per hektar adalah 4.580 batang. Sedangkan saat tanaman mencapai umur lima tahun, jumlah tanaman per hektar adalah 740 batang. Dengan demikian terjadi pengurangan batang dengan bertambahnya umur tanaman. Berdasarkan hasil pengamatan, terjadi perubahan jarak tanam pada setiap umurnya. Pada umur 1 tahun, jarak tanam yang dibuat adalah 1 x 1,5 m, sedangkan pada umur 2 tahun jarak tanam 2 x 3 m. Hal ini sesuai dengan pernyataan kepala biro usaha pesantren bahwa terdapat perbedaan perlakuan jarak tanam pada saat awal penanaman. Jumlah batang yang sangat jauh pada umur 2 tahun dan 1 tahun, disebabkan karena pada tanaman umur 2 tahun sejak awal tanamnya dengan jarak tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan jarak tanam di hutan pesantren tidak sama pada awal penanaman. Selanjutnya pada umur 4 tahun terjadi pengurangan, hal ini karena terjadi kegiatan penjarangan pada umur 3 tahun. Berdasarkan hasil wawancara bahwa kegiatan penjarangan dilakukan pada umur 3 dan 4 tahun. Kegiatan penjarangan ini dilakukan lebih

ditekankan pada tujuan produksi, dimana tujuan produksi kayu adalah untuk kayu pertukangan, sehingga pesantren perlu melakukan kegiatan penjarangan agar hasil kayu untuk pertukangan memiliki kualitas yang baik. Krisnawati et al. (2007) mengatakan bahwa keputusan untuk melakukan penjarangan atau tidak pada tanaman mangium harus didasarkan pada pertimbangan tujuan produksi. Jika tujuan utamanya adalah produksi kayu pulp, dimana tidak ada perbatasan ukuran produk, maka penjarangan tidak perlu dilakukan.Penjarangan hanya dilakukan apabila tujuan penanaman adalah untuk menghasilkan kayu gergajian dan vinir.

Gambar 15. Grafik Volume/ ha tanaman mangium pada setiap umur

Gambar 15 menunjukkan kecenderungan volume/ha tanaman mangium pada setiap umur. Berdasarkan grafik tersebut, dapat dilihat bahwa semakin umur tanaman tersebut bertambah, maka volume juga akan semakin meningkat. Ini menunjukkan bahwa adanya pertambahan ukuran diameter dan tinggi seiring dengan bertambahnya umur tanaman.

Gambar 15 juga menunjukkan bahwa volume tanaman dalam satu hektar yang paling tinggi adalah pada tanaman mangium yang berumur 4 tahun. Sedangkan pada umur 5 tahun terjadi penurunan volume. Adanya penurunan volume pada umur 5 tahun ini disebabkan karena jumlah batang yang lebih kecil, kemudian ukuran diameter rata-rata yang hanya beda 1 cm, sehingga memberikan

pengaruh terhadap perbedaan volume antara tanaman yang berumur 4 tahun dan 5 tahun, dimana volume tanaman yang berumur 5 tahun lebih kecil daripada yang berumur 4 tahun.

5.3. Industri Penggergajian dan Pemasaran Hasil Hutan Pesantren 5.3.1. Industri Penggergajian

Industri penggergajian (Gambar 16) merupakan bagian usaha dari pesantren yang didirikan tahun 2007. Usaha ini dibangun dalam rangka meningkatkan nilai kayu, sehingga nilai jual kayu lebih tinggi dibanding kayu glondongan. Selain itu, pesantren mendirikan usaha ini agar hasil kayu dari hutannya bisa langsung diproses menjadi kayu olahan untuk kebutuhan infrastruktur pesantren. Gambar 17 menunjukkan produk yang dihasilkan dari industri penggergajian. Jenis produk yang dihasilkan dari industri penggergajian adalah balok, kaso, reng, papan, dan racuk (bahan baku spring bed). Adapun pasokan bahan baku kayunya sendiri tidak hanya dari hutan pesantren, tapi berasal dari hutan rakyat masyarakat sekitar. Kayu yang berasal dari masyarakat sekitar pada umumnya jenis kayu sengon, jengkol, mangium, duren, dan kecapi.

Setiap harinya, industri penggergajian pesantren baru mampu memproduksi 1 m3 balok, 0,75 m3 kaso, 0,25 m3 reng, 0,5 m3 papan, dan 0,3 m3 racuk. Jika diasumsikan produksi kayu gergajian tiap hari berjalan, maka dalam satu tahun industri penggergajian pesantren mampu memproduksi kayu gergajian sebanyak 1.034,45 m3.

Gambar 16. Industri penggergajian Gambar 17. Hasil industri penggergajian Selain itu, usaha yang diproduksi oleh indusrtri penggergajian adalah membuat peti telur (Gambar 18). Peti telur ini bahannya berasal dari sisa kayu pembuatan kayu gergajian, dan yang dipakai untuk membuat peti telur adalah bagian kulitnya. Pembuatan peti telur merupakan usaha yang bekerja sama dengan

sebuah perusahaan ayam petelor yaitu PT. Anwar Sirad, dimana perusahaan tersebut memesan pembuatan peti telur kepada pesantren. Perusahaan tersebut memesan ke pesantren 1800 peti per minggunya. Hanya saja, saat ini pesantren belum mampu untuk membuat sebanyak itu dalam satu minggu, karena kurangnya tenaga kerja. Saat ini, pesantren baru mampu membuat peti telur sebanyak 400 buah per minggunya. Peti telur ke perusahaan dengan harga Rp 2.800/peti. Selain peti telur, limbah dari industri penggergajian berupa sebetan dan serbuk gergaji. Sebetan dijual untuk dijadikan bahan bakar pembuatan batako. Limbah tersebut dijual per mobil pick up dengan harga Rp 160.000,-. Adapun serbuk gergaji dijual untuk dijadikan bahan produksi jamur tiram dengan harga Rp 250.000,- per mobil truk.

Gambar 18. Hasil pembuatan peti telur

Berdasarkan hasil penelitian yang ditampilkan pada Tabel 6, menunjukkan bahwa hasil jual dari industri penggergajian adalah sebesar Rp 1.433.455.000,-. Selanjutnya, produk yang paling banyak dihasilkan dari industri penggergajian adalah kayu balok. Bisa dilihat produksi per tahun untuk kayu balok adalah sebanyak 365 m3 dengan hasil jualnya sebesar Rp 584.000.000/tahun. Banyaknya jumlah produksi kayu balok lebih disebabkan karen permintaan pasar.

Pendapatan dari industri penggergajian di atas belum dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan. Adapun biaya yang dikeluarkan selama setahun dari usaha ini adalah sebesar Rp 1.116..900.000 (Tabel 7). Berdasarkan olah data keuntungan rata-rata per tahun yang diperoleh pesantren dari usaha ini adalah sebesar Rp 316.555.000,-.

Tabel 6. Pendapatan rata-rata per tahun usaha industri

Jenis produk Satuan Produksi rata-rata (unit/tahun) Harga jual (Rp/unit) Hasil jual (Rp/tahun) Balok m3 365,00 1.600.000 584.000.000 Kaso m3 273,75 900.000 246.375.000 Reng m3 91,50 1.100.000 100.650.000 Papan m3 182,50 1.200.000 219.000.000 Racuk m3 121,70 700.000 85.190.000

Peti telur Buah 19.200,00 2.800 53.760.000

Sebetan Pick up 792,00 160.000 126.720.000

Serbuk gergaji Truk 48,00 250.000 12.000.000

Jasa Rental 120.000 5.760.000

Total 1.433.455.000

Tabel 7. Pengeluaran rata-rata per tahun industri penggergajian

No. Jenis pengeluaran Biaya (Rp/tahun)

1 Operator Bensaw 21.900.000 2 Operator Chainsaw 91.250.000 3 Kuli panggul 182.500.000 4 Solar 18.250.000 5 Asahan gergaji 73.000.000 6 Bahan baku 730.000.000 Total 1.116.900.000

5.3.2. Saluran Pemasaran Hasil Hutan Pesantren

Kegiatan pengelolaan hutan pesantren tidak berhenti sampai kegiatan pemanenan saja, tetapi ada tahapan berikutnya adalah kegiatan penjualan kayu atau pemasaran kayu. Berdsarkan hasil wawancara penjualan kayu hutan pesantren biasanya dalam bentuk kayu gelondongan dan kayu olahan. Namun saat ini, penjualan kayu gelondongan dihentikan, karena nilai jualnya tidak terlalu tinggi, ditambah pesantren memiliki fasilitas penggergajian yang cukup untuk mengolah kayu yang dihasilkan, sehingga kayu yang dihasilkan saat ini adalah

kayu olahan. Kayu olahan dijual setelah melalui proses pengolahan di industri penggegajian milik pesantren, sehingga menambah nilai manfaat kayu dan harga jualnya menjadi lebih mahal.

Gambar 19 memperlihatkan bahwa hasil hutan berupa kayu sebelum dijual diproses dahulu untuk dijadikan kayu olahan. Telah dijelaskan bahwa salah satu alasan penebangan di hutan pesantren adalah karena kebutuhan untuk pesantren sendiri. Dalam konteks tersebut, jika pohon yang telah ditebang ingin dijadikan kayu olahan, maka untuk pengolahannya pihak pesantren menyewa mesin penggergajian kepada industri penggergajian pesantren. Sebaliknya untuk kayu yang akan dijual, maka pihak industri penggergajian membeli bahan bakun berupa kayu gelondongan kepada pengurus hutan pesantren yang selanjutnya diolah di industri penggergajian. Ini menunjukkan bahwa aliran dana tetap berputar di dalam tubuh pesantren, hanya saja perpindahannya dari unit satu ke unit lainnya. Sebagai contoh unit rumah tangga pesantren membeli kayu kepada unit usaha pesantren. Selanjutnya, Gambar 19 menunjukkan adanya saluran dari industri penggergajian ke konsumen. Konsumen tidak hanya pembeli pada umumnya, tetapi konsumen tersebut bisa juga pesantren darunnajah yang lainnya, yaitu Pesantren Darunnajah 1, 3, 4, 8, dan 9.

Gambar 19. Saluran pemasaran hasil hutan Pesantren Darunnajah 2 cipining

Selain itu, pesantren juga menjual kayu dari hasil penjarangan dalam bentuk kayu bulat, dimana kayu yang berdiameter < 10 cm dijual per batang dan panjang kayu adalah 3 – 4 m. Kayu tersebut dijadikan kayu bakar yang dijual ke industri

Hutan pesantren 1. Kayu gelondongan 2. Kayu bakar Rumah tangga pesantren - Meja belajar - Kursi - dll - Industri penggergajian 1. Kayu olahan 2. Kayu limbah Konsumen kayu olahan Industri batu bata

batu batu. Kemudian, terdapat limbah berupa sebetan dan serbuk gergaji dimana limbah tersebut merupakan sisa dari industri penggergajian yang dijual per mobil pick up dan mobil truk.

Dalam dokumen MODEL PENGELOLAAN HUTAN PESANTREN (Halaman 51-58)

Dokumen terkait