• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG NOVEL, SOSIOLOGI SASTRA

3. Setting Sosial

2.3 Interaksi Sosial

Interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial, oleh karena tanpa interaksi sosial, tak akan mungkin ada kehidupan bersama. Bertemunya orang-perorangan secara badaniah belaka tidak akan menghasilakan pergaulan hidup dalam suatu kelompok sosial. Pergaulan hidup semacam itu baru akan terjadi apabila orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia bekerja sama, saling berbicara, dan seterusnya untuk mencapai suatu tujuan bersama, mengadakan persaingan, pertikaian (konflik) dan sebagianya. Maka dapat dikatakan bahwa interaksi sosial adalah proses sosial, pengertian mana menunjuk pada hubungan-hubungan sosial yang dinamis.

Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang-perorangan dengan kelompok manusia. Apabila dua orang bertemu, interaksi sosial dimulai pada saat itu. Mereka saling menegur,

berjabat tangan, saling berbicara atau bahkan saling berkelahi. Aktivitas-aktivitas samacam itu merupakan bentuk-bentuk interaksi sosial.

Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat, yaitu:

1. Adanya kontak sosial (social contact) 2. Adanya komunikasi.

Kata kontak berasal dari bahasa latin con atau cum (yang artinya bersama- sama) dan tango (yang artinya meyentuh), jadi artinya secara harafiah adalah bersama-sama meyentuh. Secara fisik, kontak baru terjadi apabila terjadi hubungan badaniah, sebagai gejala sosial itu tidak perlu berarti suatu hubungan badaniah, oleh karena orang dapat mengadakan hubungan dengan pihak lain tanpa meyentuhnya, seperti misalnya, dengan cara berbicara dengan pihak lain tersebut.

Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk yaitu: 1. Antara orang perorangan.

2. Antara orang perorangan dengan suatu kelompok manusia atau sebaliknya.

3. Antara suatu kelompok manusia dengan kelompok manusia lainya. Kontak sosial tersebut dapat bersifat positif atau negatif. Yang bersifat positif mengarah pada suatu kerja sama, sedangkan yang bersifat negatif mengarah pada suatu pertentangan atau pertikaian (konflik).

Arti terpenting dari komunikasi adalah bahwa seseorang memberikan tafsiran pada perilaku orang lain (yang berwujud pembicaraan, gerak-gerak badaniah atau sikap), perasaan-perasan apa yang ingin disampaikan oleh orang

tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberikan reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang lain tersebut.

Dengan adanya komunikasi tersebut, sikap-sikap dan perasaan-perasaan suatu kelompok manusia atau orang perseorangan dapat diketahui oleh kelompok- kelompok lain atau orang-orang lainnya. Hal itu kemudian merupakan bahan untuk menentukan reaksi apa yang akan dilakukannya. Komunikasi memungkinkan kerja sama antara orang perorangan atau antara kelompok- kelompok manusia dan memang komunikasi merupakan salah satu syarat terjadi kerja sama. Akan tetapi tidak selalu komunikasi menghasilkan kerja sama bahkan suatu pertikaian/konflik mungkin akan terjadi sebagai akibat salah paham atau karena masing- masing tidak mau mengalah. Bentuk-bentuk interaksi sosial dapat berupa kerja sama (cooperation), persaingan (competition) dan bahkan dapat juga berbentuk pertentangan atau pertikaian (conflict). Konflik terjadi sesudah timbul emosi, rasa benci dan rasa marah, sehingga pihak-pihak yang bersangkutan ingin menyerang, melukai, merusak atau memusnahkan pihak lain.

2.4 Konflik Sosial

Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya ( http://id.wikipedia.org/wiki/Konflik).

Pribadi maupun kelompok yang menyadari adanya perbedaan-perbedaan misalnya ciri-ciri badaniah, emosi, unsur-unsur kebudayaan, pola-pola perilaku dan seterusnya dengan pihak lain. Ciri tersebut dapat mempertajam perbedaan

yang ada hingga menjadi suatu pertentangan atau pertikaian (conflict). Perasaan memegang peranan penting dalam mempertajam perbedaan-perbedaan tersebut sedemikian rupa, sehingga masing-masing berusaha untuk saling menghancurkan. Perasaan mana biasanya berwujud amarah dan rasa saling benci yang menyebabkan dorongan-dorongan untuk melukai atau menyerang pihak lain, atau untuk menekan dan menghancurkan individu atau kelompok yang menjadi lawan. Pertentangan atau pertikaian adalah suatu proses sosial di mana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuanya dengan jalan menentang pihak lain yang disertai ancaman dan/atau kekerasan.

Konflik terjadi karena adanya interaksi yang disebut komunikasi. Hal ini dimaksudkan apabila kita ingin mengetahui konflik berarti kita harus mengetahui kemampuan dan perilaku komunikasi. Konflik pun tidak hanya diungkapkan secara verbal tapi juga diungkapkan secara nonverbal seperti dalam bentuk raut muka, gerak badan, yang mengekspresikan pertentangan. Konflik tidak selalu diidentifikasikan sebagai terjadinya saling baku hantam antara dua pihak yang berseteru, tetapi juga diidentifikasikan sebagai ‘perang dingin’ antara dua pihak karena tidak diekspresikan langsung melalui kata–kata yang mengandung amarah ( http://id.wikipedia.org/wiki/Konflik).

Soerjono Soekanto mengemukakan 4 faktor penyebab terjadinya konflik yaitu :

- Perbedaan antar individu; merupakan perbedaan yang menyangkut perasaan, pendirian, atau ide yang berkaitan dengan harga diri, kebanggan, dan identitas seseorang. Sebagai contoh anda ingin suasana belajar tenang tetapi teman anda ingin belajar sambil bernyanyi, karena menurut teman

anda itu sangat mundukung. Kemudian timbul amarah dalam diri anda. Sehingga terjadi konflik.

- Perbedaan kebudayaan; kepribadian seseorang dibentuk oleh keluarga dan masyarakat. Tidak semua masyarakat memiliki nilai-nilai dan norma yang sama. Apa yang dianggap baik oleh satu masyarakat belum tentu baik oleh masyarakat lainnya. Interaksi sosial anta rindividu atau kelompok dengan pola kebudayaan yang berlawanan dapat menimbulkan rasa amarah dan benci sehingga berakibat konflik.

- Perbedaan kepentingan; setiap kelompok maupun individu memiliki kepentingan yang berbeda pula. Perbedaan kepentingan itu dapat menimbulkan konflik diantara mereka.

- Perubahan sosial; perubahan yang terlalu cepat yang terjadi pada suatu masyarakat dapat mengganggu keseimbangan sistem nilai dan norma yang berlaku, akibatnya konflik dapat terjadi karena adanya ketidaksesuaian antara harapan individu dengan masyarakat.Sebagai contoh kaum muda ingin merombak pola perilaku tradisi masyarakatnya, sedangkan kaum tua ingin mempertahankan tradisi dari nenek moyangnya. Maka akan timbulah konflik diantara mereka.

Pertentangan atau konflik mempunyai beberapa bentuk khusus:

1. Pertentangan pribadi. Tidak jarang terjadi bahwa dua orang sejak mulai berkenalan sudah saling tidak menyukai. Apabila permulaaan yang buruk tadi dikembangkan, maka timbul rasa saling membenci. Masing-masing pihak berusaha memusnahkan pihak lawanya. Makian-makian diucapkan, penghinaan dilontarkan dan seterusnya sampai timbul kekerasan fisik.

2. Pertentangan rasial. Misalanya, pertentangan antara orang-orang Negro dengan orang-orang kulit putih di Amerika Serikat

3. Pertentangan antara kelas-kelas sosial. Pada umumnya ia disebabkan oleh perbedaan kepentingan.

4. Peretentangan politik. Biasanya pertentangan ini menyangkut antara golongan-golongan dalam suatu masyarakat, maupun antara negara-negara yang berdaulat.

5. Pertentangan yang bersifat internasional.

Berdasarkan Sifatnya konflik dapat di bagi menjadi dua, yaitu:

- Konflik destruktif, merupakan konflik yang muncul karena adanya perasaan tidak senang, rasa benci dan dendam dari seseorang ataupun kelompok orang. Pada titik tertentu konflik ini dapat merusak atau menghancurkan sebuah hubungan.

- Konflik konstruktif, merupakan konflik yang bersifat fungsional, konflik ini muncul karena adanya perbedaan pendapat dari kelompok-kelompok dalam menghadapi suatu permasalahan.

Pengertian konflik secara sosiologis tidak jauh berbeda dengan pengetian konflik yang dijabarkan dalam ilmu sastra. Manusia adalah makluk konfliktis (homo conflictus), yaitu makluk yang selalu terlibat dalam perbedaan, pertentangan, dan persaingan baik sukarela dan terpaksa. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, konflik berarti pertentangan atau percekcokan. Pertentangan sendiri bisa muncul ke dalam bentuk pertentangan ide maupun fisik antara dua belah fihak yang bersebrangan, Susan Novri (2009:4).

Konflik dalam sebuah karya fiksi sangatlah penting dalam pembentukan alur cerita. Ada dua elemen yang membangun alur adalah konflik dan klimaks. Setiap konflik utama selalu bersifat fundamental, membenturkan “sifat-sifat” dan “kekuatan-kekuatan” tertentu seperti kejujuran dengan kemunafikan, kenaifan dengan pengalaman atau individualistis dan kemauan beradaptasi, Stanton (2007:13). Konflik menyaran pada pengertian sesuatu yang bersifat tidak menyenangkan yang terjadi dan atau dialami oleh tokoh-tokoh cerita yang, jika tokoh-tokoh itu mempunyai kebebasan untuk memilih, ia tidak akan memilih peristiwa itu menimpa dirinya, Meredith & Fitzgerald dalam Nuriyantoro, (1995:122).

Dokumen terkait