HASIL DAN PEMBAHASAN
6. Jumlah koloni jamur F. oxysporum
Hasil pengamatan jumlah koloni jamur F. oxysporum yang tumbuh pada
media WA 2% pada pengamatan 60 hsi menunjukkan jumlah koloni tertinggi terdapat pada perlakuan A1 sebesar 80,67 berbeda sangat nyata dengan perlakuan yang menggunakan agens antagonis (perlakuan A2, A3, A4, A5, A6 dan A7). Hal ini
disebabkan pada perlakuan A1 F. oxysporum dapat tumbuh dengan cepat karena tidak
ada agens antagonis yang menghambat pertumbuhan koloni, seperti pada perlakuan A2, A3, A4, A5, A6 dan A7.
Data analisa sidik ragam jumlah koloni jamur F. oxysporum yang tumbuh pada tanaman bawang merah dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini :
Tabel 6: Jumlah Koloni Jamur F. oxysporum pada PDA
Perlakuan Waktu Pengamatan
15 hsi 30 his 45 his 60 his
A0 0.00E(0.71) 0.00F(0.71) 0.00F(0.71) 0.00E(0.71)
A1 65.67A(8.02) 71.00A(8.38) 79.67A(8.90) 80.67A(8.86)
A2 50.67B(7.14) 38.33C(6.23) 35.00C(5.95) 31.67B(5.66) A3 39.67C(6.30) 32.00D(5.66) 30.67D(5.55) 27.33C(5.23) A4 30.69D(5.54) 27.33E(5.24) 24.67E(5.00) 21.33D(4.66) A5 50.67B(7.05) 42.67B(6.44) 38.00B(6.12) 32.00B(5.62) A6 39.00C(6.17) 33.33D(5.69) 31.33D(5.54) 28.33C(5.26) A7 32.33D(5.70) 29.00E(5.40) 25.67E(5.07) 22.00D(4.69)
Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda sangat nyata pada taraf 1% menurut Uji Jarak Duncan. (Angka di dalam kurung adalah hasil Transformasi Data Arc Sin).
Data jumlah koloni jamur F. oxysporum terlihat pada perlakuan A1 (80,67)
berbeda sangat nyata dengan perlakuan A4 (21,33) dan A7 (22,00), demikian juga dengan A3 (27,33) dan A6 (28,33). Hal ini disebabkan adanya sinergi antara kedua
agens antagonis Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. terhadap tanaman sehingga
menghambat perkembangan patogen F. oxysporum. Menurut Shoresh & Harman
(2008) mekanisme perlindungan tanaman oleh Trichoderma sp. dan Gliocladium sp.
tidak hanya menyerang patogen pengganggu tetapi dapat meningkatkan produksi beberapa metabolit sekunder (meningkatkan pertumbuhan tanaman dan akar) dan memacu mekanisme pertahanan tanaman itu sendiri.
Dari Tabel 6 dapat dilihat pada perlakuan A1 menghasilkan jumlah koloni terbanyak, hal ini dikarenakan pada perlakuan A1 tidak terdapat agens antagonis yang dapat melindungi tanaman, selain itu tanaman juga tidak dapat
mempertahankan diri dari serangan F. oxysporum. Shoresh et al. (2010) melaporkan bahwa fungi biokontrol mempunyai kemampuan untuk memicu tanaman memproduksi berbagai senyawa untuk membantu tanaman dari gangguan patogen dan dapat mengatasi berbagai stress lingkungan. Selain itu menurut Howell (2003)
Trichoderma sp. dapat menghasilkan sejumlah besar enzim ekstraseluler β
(1-3)-glukanase dan kitinase. Menurut Schlegel (1994) Gliocladium sp. dapat
mengeluarkan gliovirin dan viridin sebagai antibiotik yang bersifat fungistatik.
7. Produksi
Data analisa sidik ragam produksi tanaman bawang merah dapat dilihat pada Tabel 7 berikut ini :
Tabel 7: Produksi Bawang Merah
Perlakuan Waktu Pengamatan
15 hst 30 hst 45 hst 60 hst 75 hst
A0 1.20A(1.30) 1.48A(1.41) 1.71B(1.49) 1.93B(1.56) 2.09C(1.61)
A1 0.90B(1.18) 1.18D(1.30) 1.40D(1.38) 1.54D(1.45) 1.92E(1.56)
A2 0.93B(1.20) 1.25C(1.32) 1.63B(1.46) 1.93B(1.56) 2.09C(1.61)
A3 0.93B(1.20) 1.35B(1.36) 1.67B(1.47) 1.97B(1.57) 2.19B(1.64)
A4 1.23A(1.32) 1.55A(1.43) 1.87A(1.54) 2.08A(1.61) 2.34A(1.68)
A5 0.91B(1.18) 1.25C(1.32) 1.52C(1.42) 1.68C(1.48) 2.01D(1.58)
A6 0.94B(1.20) 1.33C(1.35) 1.61B(1.45) 1.80B(1.56) 2.12B(1.62)
A7 1.12A(1.27) 1.43B(1.39) 1.73B(1.49) 2.03B(1.58) 2.18B(1.64)
Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda sangat nyata pada taraf 1% menurut Uji Jarak Duncan. (Angka di dalam kurung adalah hasil Transformasi Data Arc Sin).
Data pengamatan analisa sidik ragam produksi bawang merah menunjukkan bahwa hasil tertinggi terdapat pada perlakuan A4 sebesar 2,34 kg/ha dan yang
terendah pada perlakuan A1 sebesar 1,92 kg/ha. Penggunaan Trichoderma sp. dan
dikemukakan Herlina & Dewi (2010) salah satu mikroorganisme fungsional yang
dikenal sebagai pupuk biologis adalah jamur Trichoderma sp.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa terdapat peningkatan produksi
tanaman bawang merah dengan menggunakan Trichoderma sp. dan Gliocladium
sp. selain dapat digunakan sebagai agens antagonis yang dapat menekan pertumbuhan
penyakit F. oxysporum. Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. juga dapat
meningkatkan produksi yang dihasilkan tanaman. Anggraeni (2004) mengemukakan
bahawa pengaruh Trichoderma sp. terhadap ketahanan tanaman dapat menghasilkan
elisator yang dapat menginduksi ketahanan tanaman. Trichoderma sp. juga diketahui
dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman yang menghasilkan peningkatan perkecambahan, peningkatan pembungaan dan peningkatan berat tanaman pada tanah.
Uji Antagonisme Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. secara in-vitro
Uji Antagonisme Trichoderma sp. terhadap F. oxysporum 1 Hari setelah inokulasi
Trichoderma sp.
F. oxysporum
2 Hari setelah inokulasi
Trichoderma sp.
Zona hambatan
F. oxysporum
3 Hari setelah inokulasi
Trichoderma sp.
Zona hambatan
F. oxysporum
4 Hari setelah inokulasi
Trichoderma sp.
F. oxysporum
Uji Antagonisme Gliocladium sp. terhadap F. oxysporum 1 Hari setelah inokulasi
Gliocladium sp.
F. oxysporum
2 Hari setelah inokulasi
Gliocladium sp.
Zona hambatan
F. oxysporum
3 hari setelah inokulasi
Gliocladium sp.
Zona hambatan
F. oxysporum
4 Hari setelah inokulasi
Gliocladium sp.
Zona hambatan
F. oxysporum
Pengamatan uji antagonisme secara in-vitro dilakukan dengan menggunakan
metode ganda (dual method) pada PDA dalam cawan petri yang berdiameter 9 cm.
Pengamatan tipe interaksi dan mekanisme pada 4 hari setelah inokulasi antara
antagonis dan F. oxysporum mulai menunjukkan sifat antagonis, dimana
Trichoderma sp. menghambat pertumbuhan dan menutupi permukaan koloni F. oxysporum sedangkan Gliocladium sp. menghambat pertumbuhan F. oxysporum dan membentuk zona hambatan.
Pengamatan penghambatan F. oxysporum dilakukan pada hari pertama sampai
hari keempat setelah inokulasi. Pada pengamatan hari pertama masih belum terlihat
persaingan antara Trichoderma sp. dan Gliocladium sp.terhadap F. oxysporum. Hal
ini dikarenakan masing-masing jamur masih memiliki ruang yang cukup untuk tumbuh pada media biakan.
Pada pengamatan hari kedua, Trichoderma sp. mulai menunjukkan persaingan
dengan F. oxysporum. Pertumbuhan Trichoderma sp. yang sangat cepat sedikit
menghambat pergerakan F. oxysporum yang agak lambat. Mekanisme penghambatan
Trichoderma sp. ini adalah persaingan. Menurut Papavizas (1985) Trichoderma sp.
merupakan jenis yang sangat agresif dalam berkompetisi, selain itu Trichoderma sp.
memiliki kemampuan tumbuh dan membentuk koloni yang sangat cepat. Sunarwati & Yoza (2010) melaporkan besar kecilnya koloni antagonis yang tumbuh menunjukkan kemampuannya dalam berkompetisi dengan patogen.
Pada hari ketiga Gliocladium sp. menunjukkan adanya persaingan dengan F.
oxysporum. Pertumbuhan kedua antagonis saling mendekati patogen dan hampir menutupi seluruh bagian petri sehingga membentuk zona hambatan. Adanya zona
hambatan yang berwarna bening pada pertemuan antara Trichoderma sp. dan
Gliocladium sp. dengan F. oxysporum menandakan telah terjadi mekanisme antibiosis.
Pada pengamatan hari keempat Trichoderma sp. telah menutupi seluruh
bagian petri dan mulai melilit permukaan koloni F. oxysporum. Mekanisme ini
menunjukkan adanya kemampuan Trichoderma sp. sebagai hiperparasitisme yang
dapat melilit hifa patogen dan melakukan penetrasi. Howell (2003) melaporkan
Trichoderma sp. dapat menekan pertumbuhan jamur endogen pada media agar dengan menutupi keberadaan mereka. Nurbailis (2000) juga melaporkan
hiperparatisisme Trichoderma sp. terhadap F. oxysporum dengan adanya hifa
antagonis yang melilit dan berpenetrasi pada hifa patogen.
Pada pengamatan hari keempat Gliocladium sp. masih terus membentuk zona
hambatan. Mekanisme antagonis Gliocladium sp. terhadap F. oxysporum terjadi
secara antibiosis yaitu terbentuknya zona hambatan yang berwarna bening. Zona
hambatan ini terbentuk karena Gliocladium sp. dapat mengeluarkan senyawa biotik
yaitu antibiotik. Mekanisme lisis pada hifa patogen ditandai dengan berubahnya warna hifa patogen menjadi jernih dan kosong karena isi sel dimanfaatkan oleh agen antagonis sebagainutrisi serta kemampuan agen antagonis menghasilkan enzim yang
dapat melisiskan dindingsel patogen. Winarsih (2007) melaporkan Gliocladium sp.
dapat mengeluarkan antibiotik gliotoksin, glioviridin, dan viridin yang bersifat fungistik.
Besarnya persentase penghambatan pertumbuhan Trichoderma sp. dan
Gliocladium sp. terhadap pertumbuhan F. oxysporum dapat dilihat pada Tabel 8 di bawah ini:
Tabel 8. Persentase Penghambatan Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. Terhadap
pertumbuhan F. oxysporum
Perlakuan Zona Hambatan (%)
1 his 2 hsi 3 hsi 4 hsi
Trichoderma sp. 0.00 13.06 23.65 29.08
Gliocladium sp. 0.00 12.84 19.05 27.16
Dari Tabel 8 dapat dilihat zona penghambatan Trichoderma sp. dan
Gliocladium sp. belum terlihat pada pengamatan hari pertama setelah inokulasi.
Selanjutnya zona hambatan Trichoderma sp. meningkat dari 2 hsi sampai 4 hsi yaitu
sebesar 13,06, 23,65 dan 29,08, sedangkan zona hambatan Gliocladium sp. dari 2 hsi
sampai 4 hsi masing-masing 12,84, 19,05 dan 27,16.
Data pengamatan menunjukkan bahwa persentase penghambatan
Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. terhadap pertumbuhan F. oxysporum semakin
hari semakin meningkat, pertumbuhan F. oxysporum tertekan dan terhambat sehingga
cenderung menjauhi antagonis. Menurut Achmad et al. (2010) tertekannya
pertumbuhan jamur patogen menunjukkan mekanisme kompetisi dalam antagonisme, dalam hal ini jamur antagonis lebih kompetitif dalam memanfaatkan ruang tumbuh dan nutrisi.