• Tidak ada hasil yang ditemukan

Terima kasih Pak atas beberapa tanggapan. Yang pertama dengan beberapa penyelidikan. Memang penyelidikan ini diatur di dalam KUHAP. Dalam hukum pidana formil dia mengatur tentang penyelidikan. Disana dijelaskan memang ... sama saya pikir penyelidikannya didalam RUU ini didalam yang di KUHAP. Masalahnya organ yang melakukan penyelidikan. Yang melakukan penyelidikan disini memang disebutkan didalam RUU ini PPATK minta kewenangan itu.

Di kewenangan itu, sehingga diharapkan nantinya apa LHA yang sudah masuk ke Polri ini dan kejaksaan atau penyidik tindak pidana asal bisa sudah bisa dikategorikan itu tindak pidana. Karena dengan bukti permula sudah cukup diartikan ada satu alat bukti yang bisa ditemukan oleh PPATK.

Permasalahannya kalau disitu disebutkan pen y elidikan dalam pasal 76 kalau tidak salah disini ”penyelidik adalah penyelidik PPATK dan tindak pidana, penyelidik tindak pidana asal.” tapi mungkin kalau tidak disebutkan itu alangkah lebih baik hanya diberikan kewenangan penyelidikan.

Di dalam kewenangan itu ada kewenangan penyelidikan disebutkan penyelidik. Dan penyelidik sudah bisa melakukan kewenangan penyelidikan. Karena kalau nanti disebutkan penyelidik, supaya penyelidik itu bisa melakukan kewenangan penyelidikan. Karena kalau disebutkan penyelidikan disitu nanti rancu dengan KUHAP. Tapi tanpa menghilangi kewenangan itu bisa saja 76 ini dihapuskan. Hanya masalahnya disana juga ada tadi, tadi saya sampaikan penyelidikan pro yustisia. Nah penyelidikan pro yustia tidak dikenal kita. Karena penyelidikan itu bukan masuk kepada upaya paksa tidak boleh memanggil. Kalau tadi disampaikan oleh Ibu tadi, pemanggilan itu merupakan suatu upaya paksa. Karena orang yang bisa dipanggil itu adalah yang sudah pada tahap penyidikan. Nah penyidikan itu tentunya kalau tidak di, karena ini termasuk upaya paksa kalau tidak hadir tentu ada sanksinya.

Oleh karena itu di dalam KUHAP ini diatur pemanggilan sekali tidak hadir dengan alasan yang sah kita panggil sekali lagi, tidak hadir kita perintah membawa ini. Kalau penyelidikan tentu ini belum, baru akan menemukan tindak pidana bagaimana bisa di pruyistisia. Oleh karena itu tadi kami sarankan supaya pruyistisia itu dihapus. Karena itu nanti akan rancu, karena namnya pruyistisia nanti akan dipanggil upaya paksa masuk disini.

F-PDIP (ASDY NARANG, SH, M. COMM. LAW) :

Interupsi Pak Ketua, kalau bisa Ketua kita minta jawaban tertulis juga Ketua. Terima kasih KETUA RAPAT :

Baik seperti yang biasa kemarin juga setelah selesai disampaikan tertulis Pak, mungkin tidak hari ini tapi disampaikan tertulis Pak. Disampaikan tertulis hari berikutnya Pak.

Terima kasih.

KADIV BINKUM POLRI :

Baik itu yang berkaitan dengan penyelidikan Pak. Kemudian yang kedua masalah kewenangan PPATK. Yang tadi kami sampaikan kewenangan PPATK ini di dalam RUU ini ditambah. Diperluas, tetapi sanksi pidananya sebagaimana yang diatur didalam Undang-undang

nomor 25 tahun 2003 pasal 10 A dan 17 A itu dihilangkan. Sehingga bisa saja dibocorkan karena disitu memuat kesengajaannya dan kelalaiannya. Jadi kalau lalai pun juga harus ditindak. Nah lalai wah tercecer dan lain sebagainya, diketahui media tidak bisa dituntut.

Oleh karena itu saran kami dari Polri pasal 10 A dan 17 A itu tetap. Untuk mengimbangi kewenangan PPATK yang cukup besar tadi. Kemudian yang berikutnya masalah kewenangan PPATK itu lebih besar tadi juga kami sarankan untuk melakukan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab. Ini juga sebenarnya kewenangan diskresi untuk melakukan tindakan kepolisian, tindakan polisionil. Seperti kita sering terapkan dalam tindakan lalu lintas. Walaupun ada pelanggaran lalu lintas disitu, nanti kalau mobil ini diberhentikan akan menjadi macet, itu tidak diberhentikan oleh polisi. Nah ini kewenangan distresi. Untuk melakukan tindakan polisionil.

Termasuk juga kalau misalnya tidak ada instansi yang bertanggungjawab terhadap polisi disitu, polisi juga yang habis melakukan tindakan aperta. Nah ini kewenangan-kewenangan polisionel dan sebagainya. Nah kalau ini diberikan kepada PPATK, berupa ada satu rumusan yang jelas itu bisa dijabarkan secara meluas dan itu bisa disalah gunakan. Tadi juga disampaikan tadi kewenangan yang luas, pengawasan, sanksi pidananya juga berkurang, kemudian pengawasan juga, kemudian tidak bisa di tuntut. Ini bisa dijadikan suatu alat yang cukup berbahaya.

Oleh karena itu saran-saran kami tadi dihapus, yang pasal 10 A dan 15 A itu bisa tetap diterapkan karena selama ini berlaku itu. Kemudian kaitannya dengan PPATK berdasarkan independensi sebaiknya ada dimana PPATK. Dan tadi juga dipertanyakan bagaimana dengan merangkap jabatan. Tadi kan karena independsi tentu menurut pendapat kami kan tidak pas kalau itu merangkap jabatan pada fungsi lain. Karena ini bisa saja secara sepihak dibocorkan informasi-informasi itu untuk kepentingan tugas-tugas yang lain. Karena ini juga ada tanggungjawab tugas ini harus selesai, tugas yang lain juga harus selesai. Kalau ini ada kaitannya bisa saja ini ditransfer ke sana melanggar Undang-undang siapa yang mengontrol, tidak ada. Kalau masalah kedudukan, barangkali karena ini menyangkut masalah transaksi keuangan ya memang berada di bawah gubernur BI pak. Supaya memudahkan tugas-tugas PPATK.

Kalau di luar takutnya ada kendala-kendala instansional yang tidak dapat dipecahkan nantinya. Ini pendapat kami. Kemudian juga masalah pengawasan terhadap PPATK. Pengawasan PPATK tidak dijelaskan secara eksplisit di dalam Undang-undang. Sebaiknya dijelaskan secara internal bagaimana sistem pengawasannya, eksternal nya bagaimana. Mungkin ada beberapa substansi yang tidak dapat diketahui tetapi pengawasan terhadap fungsi itu tetap bagaimanapun juga harus ada. Karena kan tadi menghindari a... power tadi.

Masalah kataiannya dana untuk teroris, dana dari negara asing yang perlu pengawasan.

Memang kita sudah koordinasi dengan PPATK bahwa pengawasan terhadap dana-dana yang diduga untuk membiayai kegiatan terorisme ini. PPATK juga menghadapi kesulitan. Kan kita yang memberikan input kepada kita untuk diawasi, itu termasuk tadi atas permintaan penyidik yang bersangkutan. Berdasarkan perbedan penyidik itu bisa dilakukan permintaan kepada PPATK untuk mengawasi aliran dana kepada rekening-rekening tertentu yang diduga digunakan untuk membiayai aktifitas terorisme. Tadi juga dipertanyakan masalah yang berkaitan dengan gambaran kasus, ini ada catatan staf money laundring ini staf yang menangani money laundring. Tahun 2005 Mabes Polri menerima 127, 2006, 273, 2007, 86, 2008, 156, 2009, 301, 2010, 49. Semuanya total 692 LHA. Kemudian yang bisa jadi berkas P21 hanya 80 kasus.

INTERUPSI F-PDIP (IR. DOLFIE OFP) :

Pimpinan bisa langsung menanggapi ? kalau boleh tahu Pak ini masalahnya kenapa Pak dari 692 hanya sampai 80 saja yang P21.

KADIV BINKUM POLRI :

Yang dilaporkan oleh PPATK ini transaksi hasil analisis, di PPATK itu transaksi-transaksi yang mencurigakan. Contoh misalnya satu hal yang mencurigakan seorang yang mengirim transfer uang misalnya bukan namanya si A tapi ditulis disitu namanya si A. Ini kan satu

hal kondisi yang mencurigkan, kemudian di analisis ada beberapa kali transfer mungkin lama.

Sehingga dicurigai ini ternyata ada yang bisa segera di simpulkan itu bukan merupakan satu tindak pidana yang lain ada yang bisa memang kesulitan dalam proses penyelidikan. Jadi tidak semata-mata yang tidak sampai berkas perkara ini, tidak di proses. Di proses tapi bisa karena bukan merupakan tindak pidana pencucian uang bisa memang karena kesulitan dalam menelusuri aliran dananya.

WAKIL KETUA (H. IRSAL YUNUS, SE, MM) :

Proses tadi yang jadi P21 itu apa tidak di kembalikan ke PPATK atau diteruskan oleh Polri kesimpangsiuran data itu. Atau ada hal lain yang menyebabkan dia tidak jadi P21.

KADIV BINKUM POLRI :

Kasus-kasus yang sudah bisa di selesaikan, karena kasus-kasus yang belum selesai, yang sudah diselesaikan termasuk itu bukan merupakan tindak pidana di informasikan kepada PPATK dan didalam RUU ini sudah ada juga saya lihat, kewenangan PPATK untuk minta perkembangan pelaporan hasil penyelidikan dari Polri.

Kasus-kasus yang belum bisa diselesaikan masih dalam penyelidikan dari Polri. Ini yang belum disampaikan kepada PPATK umpan baliknya.

F-PDIP (IR. DOLFIE OFP) :

Pimpinan, boleh bertanya? Dari laporan yang disampaikan oleh PPATK pak itu sudah temasuk yang aliran dana bank Century atau belum.

KADIV BINKUM POLRI :

Sudah ada. Karena saya tidak membidangi Pak, saya hanya mengepalai yang dari anu.

Pak Jampidsus mengatakan juga sudah masuk ini. Tadi juga ada pertanyaan bahwa PPATK barangkali ada kewenangan penyelidikan bagaimana kalau diperluas menjadi penyidikan ini. Tidak mudah Pak untuk melakukan penyidikan karena memang harus ada kesiapan sarana khusus kesana. Tetapi memang ada tumpang tindih dengan penyidik-penyidik yang lain karena disini juga disampaikan bahwa untuk diberikan kepada penyidik tindak pidana asal, sehingga nanti LHA yang dari PPATK itu tidak diberika kepada Polri, Jaksa Agung, KPK saja tetapi bisa diserahkan kepada PPNS dibidang bea cukai, PPNS di perpajakan, PPNS ditempat tindak pidana asal sehingga nanti mungkin tidak sebanyak ini saja yang masuk ke Polri dan ini memang cukup membantu. Saya pikir sudah menurut kami penyelidikan itu sudah cukup kewenangannya, cukup berarti karena sebetulnya di negara lain itu termasuk ini kegiatan intelegen.

KETUA RAPAT :

Pak Polri, sedikit, perdalaman sedikit. Menyambung dari penyampaian dari Pak Irsal, kalau enggak diteruskan atau tidak punya bukti cukup dikembalikan kepada PPATK sebagian bapak bilangkan? Tetapi ada juga yang masih terus diselidiki, ini menurut masukan dari Polri sebaiknya statusnya jelas Pak, apa tidak? Kalau masih di Polri ini on terus atau tidak, kalau on terus inikan bahaya buat masyarakat. Artinya dalam RUU baru sebaiknya jelas dikembalikan atau ditutup.

Sebab kalau on terus, sementara yang dikembalikan katakanlah 100 yang diajukan kepolisi yan dikembalikan Cuma 10, yang 90 ini on terus diwewenang Polri, bahaya juga Pak. Artinya masyarakat sewaktu-waktu bisa dipanggil lagi oleh Polri. Nah ini menurut masukan dari Polri, apa perlu ada status yang jelas terhadap yang tidak bisa tindaklanjuti atau belum, terima kasih.

KADIV BINKUM POLRI :

Ini kegiatan yang sekarang ini, LHA ini baru row input baru hasil analisis kemudian Polri melakukan penyelidikan. Nah setelah dilakukan penyelidikan terbukti itu ada tindak pidana, kita

tingkatkan menjadi penyidikan sehingga nanti menjadi P21. Memang rangkaiannya masih panjang Pak, kemudian tadi saya sampaikan ada yang masuk menjadi laporan polisi dan diteruskan sampai ke P21, ada yang tidak , ada yang tidak di P21 artinya penyelidikan itu karena sudah terbukti tidak ada bukan tetapi indak pidana, disitu dihentikan oleh Kepolisian. Kemudian ada yang juga masih dalam penyelidikan karena kesulitan-kesulitan tertentu ini penyelidikan. Semua ini hasilnya diberitahukan kepada PPATK kalau dikembalikan tidak dengan kita kembalikan termasuk yang tadi masih dalam penyelidikan karena memang penyelidikan ini tidak ada batasan waktunya, tidak ada batasan waktunya kalau memang nanti diketentuan ini supaya dikembalikan bisa saja itu diatur didalam ini.

KETUA RAPAT :

Jadi artinya tidak ada batas waktu untuk penyelidikan ditingkat ini kalau di Rancangan Undang-undang yang barukan PPATK minta penyelidikan. Katakanlah laporan disampaikan kepada penyidik, ini bisa saja belum terbukti. Penyelidikan-penyelidikan KPPATK pun menurut proses penyelidikan dilakukan polisi atau tindakan polisi ini juga membuahkan tersangka, kalau misalnya belum kalau tidak ketahuanlah. Kalau belum ini sampai batas kapan menurutnya.

Menurut Rancangan Undang-undang yang baru memang ga ada saya lihat tapikan ini bisa membahayakan dan merugikan masyarakat juga.

KADIV BINKUM POLRI :

Didalam Rancangan Undang-undang yang baru ini, PPATK tidak bisa membatasi waktunya kapan penyelidikan sampai berakhir, hanya dia punya kewajiban bukti permulaan yang cukup itu hanya menemukan satu alat bukti sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini saja.

Jadi berapa lama penyelidikan dilakukan oleh PPATK, ini juga tidak ada batasan waktunya dalam Rancangan Undang-Undang ini.

KETUA RAPAT :

Maaf bukan maksud penyelidikan PPATK, PPATK kan sudah menyampaikan ke kepolisian. Kepolisian akhirnya tidak bisa membuahkan satu nilai pembuktian yang akurat untuk menjadi tersangka atau penyidikan. Nah ini bagaimana on terus atau ya udah kalau memang ga cukup dikembalikan lagi atau ga cukup, itu pertanyaannya pak.

KADIV BINKUM POLRI :

Kalau dikembalikan tidak pak, tetapi kita beritahukan bahwa LHA no sekian-sekian ini masih dalam proses penyelidikan. Didalam Rancangan Undang-undang ini juga sudah dicantumkan.

F.PDI.P (IR. DOLFIE OFP) :

Saya tanya sedikit pak? kembali ke 692 tadi pak, kan 80 sudah P21 yang benar-benar dianggap ditutup kasusnya berapa pak?

KADIV BINKUM POLRI :

Yang dihentikan penyelidikannya, mungkin kami nanti memberikan data yang lengkap karena saya tidak siap data, nanti kami berikan data yang lengkap berapa yang masuk, berapa yang proses penyelidikan, berapa yang sudah dihentikan penyelidikannya dan berapa yang maju ke Kejaksaan. Itu akan lebih akurat.

Kemudian tadi pasal 93 tentang Wajib Diberikan Pelindungan Kepada Saksi, ini memang disebutkan disini pelindungan yang secara umum, pelindungan yang secara khusus. Kemudian pertanyaannya apakah ada kendala bagi Polri untuk menberikan pelindungan, tentu pelindungan

ini bisa dilakukan berbagai cara teknis dilapangan. Nah selama ini yang kita berikan kepada LPSK Lembaga Pelindungan Saksi dan Korban yang minta pelindungan kesana tentu ini kita lakukan dengan tugas-tugas rutin kita, karena kasus-kasus yang demikiankan tidak terlalu banyak. Tetapi kalau misalnya nantinya dari dengan penyidik ini secara luas kepada tindak yang menangani tindak pidana asal yang minta bantuan pelindungan tetapi tetap kita berikan karena ini sudah diamademenkan didalam Undang-undang, baik didalam Rancangan Undang-undang.

Saya pikir, kita tidak ada kendala masalah-masalah pelindungan. Kemudian tadi pertanyaan saksi yang dikonpotir dengan pelaku. Memang didalam sistem pembuktian kita melihat bukti ini termasuk keterangan saksi dan keterangan tersangka, itu merupakan satu alat bukti tetapi keterangan saksi yang tidak sinkron dengan keterangan tersangka tentu pasti ada hal yang harus kita cari. Didalam teknis penyidikan kita ada berita acara konfortasi. Nah ini tentu kita bisa melakukan konpotir terhadap saksi yang keterangannya pada satu hal ini tidak sinkron, ini memang diatur hal seperti itulah teknis penyidikan dari keterangan ini ada pelaporan atau saksi yang merasa terancam bisa minta pelindungan kepada pihak kepolisian.

Saya tadi juga tidak paham masalah ruang bagi bank untuk melapor ini, perlu revisi Undang-undang perbankan. Ini memang harus sinkron karena disatu sisi disini lembaga keuang termasuk perbankan hak punya kewajiban untuk melaporkan transaksi yang mencurigakan, disatu sisi ada rahasia perbankan. Rahasia bank ini tentu harus sinkron.

Kemudian didalam Rancangan Undang-undang ini memang dimungkinkan membentuk satu suatu tugas bersama karena tadi saya katakan bahwa didalam tindak money laundering ini cukup komplek antar lintas sectoral ini, kasus lintas sektoral cukup rumit sehingga akan lebih efektif mana kala kasus tersebut itu bisa dibuat dibentuk satgas penyelidikannya. Misalnya sekaranng ada kasus Bank century, kasus-kasus yang seperti itu mungkin penyelidikan-penyelidikan dipihak Perbankan dari PPATK dengan penyidik bergabung bersama untuk bisa melakukan penyelidikan supaya bisa efektif karena kalau masing-masing terkendala masalah prosedur dan birokrasi yang agak sulit. Contohnya belum ada, karena dimungkinkan disini pak, dibentuk.

Kemudian dari Pak Ahmad Yani tadi masalah yang berkaitan ketentuan pasal 1 ayat 3, masalah ketentuan umum memang perlu. Ketentuan umum pasal 1 ayat 3 huruf d dan pasal 1 ayat 5, memang beberapa hal yang perlu ada sinkronisasi tadi saya sampaikan bahwa disini tidak disebutkan definisi pencucian uang tetapi hanya disebutkan transaksi keuang yang mencurigakan.

Apakah ini sama? kalau misalnya sama tentu bisa aja, kalau tidak sama tentu harus dirumuskan kembali.

Kemudian masalah penyelidikan, penyelidikan sesuai dengan pasal 1 ayat 5 sama dengan yang ada di Hukham, saya pikir tidak menyalahi norma. Pasal 78 ayat 4, apakah tidak menganut iquality be for the law yang berkaitan dengan penyelidik pada PPATK tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana dalam pelaksanaan pengakhiran penghentian sementara, mutasi atau pemblokiran harta kekayaan. ini yang tadi saya katakan, termasuk salah satu kewenangan yang cukup luas dan tidak ada sanksinya sehingga saran kami tadi pasal 10a dan pasal 17a yang ada pada Rancangan Undang-undang sekarang, pada Undang-undang Nomor 25 tahun 2003 itu bisa diberlakukan untuk mengimbangi ini pak.

Sejak kapan dimulai penyelidikan oleh PPATK, tentu dimulainya sejak ada transaksi yang mencurigakan. Transaksi yang mencurigakan itu sudah ada beberapa hal yang mencurigakan disini sudah ada didalam pengertiannya di pasal 1 ayat 3 itu juga disebutkan disana. Sehingga bila ditemukan hal itu tentu dimulailah penyelidikan pasal 2 tentang tindak pidana pak, yang didalam pasal 2 yang termasuk dalam pasal 2 apakah ini tidak terlalu luas kalau saya lihat dalam Undang-undang Nomor 25 tahun 2003, bedanya hanya satu kasus saja. ini hampir sama tetapi menurut kami ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang tindak pidana pencucian uang disini karena ini menyangkut masalah kerjasama dengan negara lain. Memugkinkan kerjasama dengan negara lain, harus ada dual criminality. Artinya di negara kita masuk didalam perbuatan criminal, dinegara lain juga masuk didalam perbuatan criminal kalau tidak ini tidak bisa dikerjasamakan. seperti

perjudian itu bisa dianggap criminal tapi lain tidak, kita bisa dikerjasamakan. Nah ini kalau rumusannya mau ditertibkan atau ditinjau ulang tentu dimasukan. Diteliti satu persatu, mungkin ada kasus-kasus yang tidak bisa dikerjasamakan dengan pihak luar.

Undang-undang tadi, yang menyebutkan bahwa banyak Undang-undang yang tidak bisa diaplikasikan, yang tidak dapat diaplikasikan seperti Undang-undang tindak pidana korupsi.

Sebagaimana kami sampaikan bahwa memang saya khawatir kalau misalnya pihak pelapor ini diperluas dengan serta merta seperti ini yang artinya tidak bertahap. Ada kewajiban dan sanksi, ada kewajiban yang cukup banyak disitu sehingga kewajiban-kewajiban ini yang cukup banyak dan jangkauannya juga cukup luas. Ini saya khawatir bisa diaplikasikan artinya seperti pedangan perhiasan, ada orang membeli sampai 500 juta tidak dilaporkan. Ini kan suatu bentuk pelanggaran.

Dia punya kewajiban untuk melaporkan, tapi karena dia untuk kepentingan pelanggannya akhirnya tidak dilaporkan. Akhirnya ini menjadi suatu Undang-Undang yang tidak dapat diaplikasikan dan itu menurut kami saya katakan dapat diberlakukan bertahap. Itu akan lebih baik.

Bagaimana kalau politik anggaran dalam penegakan hukum, itu Pak bisa menambahkan, ya memang ini akan sangat membantuk kami dalam proses penegakan hukum ini kan tidak diberikan kepada polisi semua. polisi semua, Jaksa dan KPK yang selama ini diberikan LHA ini.

tetapi nanti juga dibagi ke penyidik tindak pidana asal. Dengan Rancangan Undang-undang ini kami merasa sangat terbantu Pak kalau misalnya nanti penyelesaian. Sehingga tidak numpuk pada beban penyidikan itu tidak ha nya kepada kepolisian semata dengan kejaksaan dan KPK tetapi juga kepada tindak pidana asal sehingga apa yang tadi disampaikan bahwa kalau misalnya ini semakin kasus yang ditangani tetapi semakin banyak juga penyidik yang banyak melakukan penyelidikan bagi kami juga terasa ringan.

Bagaimana partisipasi masyarakat yang melaporkan Tindak Pidana Pencucian Uang. Ini dimungkin kan dimana karena di dalam Rancangan Undang-undang tidak ada ruang untuk melaporkan. Sebaiknya memang harus diakomodasi dalam Undang-Undang ini tapi bagaimana prosedurnya untuk melaporkan ke PPATK atau ke polisian. Nah ini tentu harus ada dasar hukumnya. Kalau itu dianggap sebagai suatu tindak pidana biasa secara umum dia bisa melaporkan ke instansi kepolisian yang sekarang, seperti tindak pidana biasa.

Kemudian dari Pak Andi Rahmat tadi, menanyakan maksud dari penjelasan kami tadi pasal 19. Maksud kami begini Pak. Pihak pelapor wajib menyimpan catatan dan dokumen paling singkat itu 5 tahun. Di dalam RUU ini, tidak ada sanksi manakala barang bukti yang wajib disimpan ini nanti dihilangkan. Sengaja di hilangkan, karena ini proses penyelidikan kemudian masuk ke penyidikan. Penyidikan bisa saja terjadi satu tahun kemudian, nah dokumen-dokumen yang diperlukan ini kan perlu disimpan. Kemudian hari dari pihak pelapor ini tidak bisa menyediakan dokumen yang diminta. Padahal menurut ketentuan Undang-undang ini wajib disimpan. Nah disini tidak ada sanksi yang bisa menjeratnya, kalau tidak ada biayanya ya saya tanya saja untuk kepentingan. Karena ini menyangkut biasanya nasabahnya. Penyedia jasa keuangan dan nasabah-nasabah tertentu bagaimana dia bisa menarik nasabah ini untuk menggunakan transaksi menyimpan uangnya di bank ini. Kalau misalnya terlalu banyak diberikan informasi, diberikan dokumen-dokumen terhadap Polisi akan merugikan bank itu sendiri. Padahal di dalam Undang-undang ini kan wajib, kewajiban untuk menyimpan, ini maksud kami kalau itu diminta dan kemudian hari tidak bisa diberikan padahal ada kewajiban. Ini sanksinya apa, ini tidak ada disini.

Kemudian dari Pak Andi Rahmat tadi, menanyakan maksud dari penjelasan kami tadi pasal 19. Maksud kami begini Pak. Pihak pelapor wajib menyimpan catatan dan dokumen paling singkat itu 5 tahun. Di dalam RUU ini, tidak ada sanksi manakala barang bukti yang wajib disimpan ini nanti dihilangkan. Sengaja di hilangkan, karena ini proses penyelidikan kemudian masuk ke penyidikan. Penyidikan bisa saja terjadi satu tahun kemudian, nah dokumen-dokumen yang diperlukan ini kan perlu disimpan. Kemudian hari dari pihak pelapor ini tidak bisa menyediakan dokumen yang diminta. Padahal menurut ketentuan Undang-undang ini wajib disimpan. Nah disini tidak ada sanksi yang bisa menjeratnya, kalau tidak ada biayanya ya saya tanya saja untuk kepentingan. Karena ini menyangkut biasanya nasabahnya. Penyedia jasa keuangan dan nasabah-nasabah tertentu bagaimana dia bisa menarik nasabah ini untuk menggunakan transaksi menyimpan uangnya di bank ini. Kalau misalnya terlalu banyak diberikan informasi, diberikan dokumen-dokumen terhadap Polisi akan merugikan bank itu sendiri. Padahal di dalam Undang-undang ini kan wajib, kewajiban untuk menyimpan, ini maksud kami kalau itu diminta dan kemudian hari tidak bisa diberikan padahal ada kewajiban. Ini sanksinya apa, ini tidak ada disini.

Dokumen terkait