• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori Etika

Etika dalam bahasa latin adalah ethica, yang berarti falsafah moral. Asal usul kata, etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos yang berarti adat istiadat/ kebiasaan yang baik. Etika merupakan pedoman cara bertingkah laku yang baik dari sudut pandang budaya, susila serta agama. Keraf (1998) menyatakan bahwa etika secara harfiah berasal dari kata Yunani, ethos (jamaknya ta etha), yaitu adat kebiasaan yang baik. Istilah etika dilihat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1998) memiliki tiga arti, yang salah satunya adalah nilai mengenai benar atau salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.

Bartens (2000), merumuskan pengertian etika kepada tiga pengertian: 1) Etika digunakan dalam pengertian nilai-nilai dan norma-norma moral yang

menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.

2) Etika merupakan kumpulan asas atau nilai moral atau kode etik.

3) Etika merupakan ilmu yang mempelajari tentang suatu hal yang baik dan buruk.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa etika merupakan seperangkat aturan/ norma/ pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang

14

harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan oleh sekelompok/ golongan manusia/ masyarakat/ profesi.

2.1.2. Persepsi

Pengertian persepsi merupakan proses untuk memahami lingkungannya meliputi objek, orang, dan simbol atau tanda yang melibatkan proses kongnitif (pengenalan). Proses kongnitif adalah proses dimana individu memberikan arti melalui penafsirannya terhadap rangsangan (stimulus) yang muncul dari objek, orang dan simbol tertentu. Dengan kata lain, persepsi mencakup penerimaan, pengorganisasi, dan penafsiran stimulus yang telah diorganisasikan dengan cara yang dapat mempengaruhi perilaku dan membentuk sikap. Hal ini terjadi karena persepsi melibatkan penafsiran individu pada objek tertentu, maka masing-masing objek akan memiliki persepsi yang berbeda walaupun melihat objek yang sama

Robbins (2006) mendefenisikan persepsi sebagai suatu proses dimana individu menginterpretasikan kesan sensori mereka untuk memberi arti pada lingkungan mereka. Agar individu dapat menyadari dan dapat membuat persepsi, maka ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, yaitu:

1) Adanya objek yang dipersepsikan (fisik).

2) Adanya alat indera/ reseptor untuk menerima stimulus (fisiologis).

3) Adanya perhatian yang merupakan langkah pertama dalam mengadakan persepsi (psikologis).

Persepsi seorang terhadap suatu obyek tidak berdiri sendiri akan tetapi dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik yang berasal dari dalam mupun dari luar

15

dirinya. Setiap orang akan mempunyai persepsi yang berbeda-beda terhadap obyek yang sama. Dari definisi di atas maka pengertian persepsi dalam penelitian ini merupakan pengalaman tentang obyek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Penelitian ini akan melihat persepsi mahasiswa Maksi dan PPAk sehingga akan terlihat persamaan dan perbedaannya serta faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi tersebut.

2.1.3. Muatan Etika dalam Pengajaran Akuntansi

Memasukkan aspek etika langsung pada mata kuliah akuntansi keuangan akan sangat membantu mahasiswa untuk mempertajam moral perception dan moral judgement dari topik-topik yang dibahas. Banyak contoh kasus etika yang disajikan dalam text book dapat digunakan sebagai bahan diskusi, di samping itu juga dibahas kasus dalam konteks Indonesia.

Loebs (1989) mengungkapkan bahwa sebagian besar jurusan akuntansi menyajikan materi pengajaran etika sebagai bagian dari setiap mata kuliah akuntansi, bukan sebagai mata kuliah tersendiri atau terpisah. Konsekuensi jika etika digabungkan dalam mata kuliah akuntansi maka dosen dituntut untuk menguasai materi akuntansi dan sekaligus materi etika.

Berdasarkan hasil survei Haas (2005) yang dilakukan untuk mengetahui pemberian muatan etika pada mata kuliah Pengantar Akuntansi Keuangan pada Universitas negeri dan swasta di New York, yang meliputi 44 program studi akuntansi mengungkapkan bahwa: (1) rata-rata waktu yang digunakan untuk

16

membahas isu etika adalah 3,7 jam per semester untuk 3 jam perkuliahan per minggu, (2) jumlah program studi yang sudah memasukkan muatan etika dalam perkuliahan pengantar akuntansi sebanyak 66%, (3) beberapa responden memasukkan isu etika pada mata kuliah intermediate accounting, auditing, tax, cost accounting, dan advance accounting.

Masalah teknik pengajaran dihadapkan pada beberapa pilihan yaitu: (1) diberikan tutorial dengan sistem satu arah, (2) kasus dan diskusi, dan (3) simulasi/ role playing. Cara pertama pada umumnya dirasa kurang efektif, teknik yang dianggap efektif adalah dengan diskusi dan simulasi. Untuk membahas kasus dengan teknik diskusi diperlukan persiapan yang matang, dan pemilihan kasus yang relevan. Hiltebeitel dan Jones (1992) melakukan penelitian dengan eksperimen tentang penilaian instruksi etis dalam pendidikan akuntansi. Penelitian ini dilaksanakan selama dua semester pada tahun ajaran 1989-1990, dengan menggunakan instrumen berupa 14 daftar prinsip-prinsip perilaku etis yang dikembangkan oleh Lewis (1988). Hasil analisis dari pre-test dan post-test yang dilakukan menunjukkan bahwa pengambilan keputusan etis dipengaruhi oleh pengintegrasian etika dalam mata kuliah yang diajarkan.

Berdasarkan hasil survei Warth (2000) yang dikutip oleh Hass (2005) mengungkapkan bahwa sebagian besar KAP mengandalkan para akademisi untuk memberikan bekal materi perilaku etika yang diharapkan dapat diterapkan dalam profesi. Clikeman dan Henning (2000) melakukan penelitian tentang sosialisasi etika pada program studi akuntansi dan bisnis. Riset dilakukan dengan mengukur respon mahasiswa tentang praktik manajemen laba. Fokus utamanya adalah untuk

17

mengetahui kecenderungan mahasiswa apakah lebih mengutamakan pelaporan keuangan untuk kepentingan manajemen (intern) atau kepentingan pemakai eksternal. Hasilnya menunjukkan bahwa pada mahasiswa baru (junior), baik akuntansi dan bisnis cenderung mengutamakan pelaporan keuangan untuk kepentingan manajemen. Namun kemudian setelah mahasiwa yang dijadikan sampel tersebut telah menjadi senior ternyata terjadi perubahan, yaitu: (1) untuk mahasiswa akuntansi cenderung untuk mengutamakan kepentingan pemakai eksternal, dan (2) untuk mahasiswa bisnis ternyata semakin kuat untuk mengutamakan kepentingan manajemen. Mahasiswa akuntansi senior menjadi lebih mempertimbangkan kepentingan pihak eksternal adalah merupakan cerminan bahwa selama perkuliahan telah terjadi proses sosialisasi etika.

2.1.4. Persepsi Etis terhadap Manipulasi Keputusan Operasional dan Manipulasi Akuntansi

Merchant (1990) memilah tindakan manajemen laba sebagai operating decisions manipulation (manipulasi keputusan operasi) dan accounting manipulation (manipulasi akuntansi). Manipulasi keputusan operasi berkaitan dengan keputusan-keputusan operasi yang mempengaruhi arus kas dan laba perusahaan pada suatu periode tertentu, seperti menggeser pengeluaran yang sudah dianggarkan tahun ini ke tahun berikutnya agar laba tahun ini menjadi lebih besar sementara manipulasi akuntansi berkaitan dengan memanfaatkan

18

fleksibilitas dalam pemilihan metode-metode akuntansi untuk mengubah angka laba seperti perubahan metode penyusutan dan perubahan besarnya cadangan.

Parfet (2001) mengklasifikasikan manipulasi keputusan operasi sebagai praktik yang wajar karena dilakukan untuk menstabilkan atau memperoleh hasil yang positif melalui perencanaan operasional sebagai bagian dari well-managed business sedangkan manipulasi akuntansi dianggap ilegal karena intervensi terhadap penyusunan laporan keuangan ditujukan untuk menyembunyikan kinerja operasional sesungguhnya dengan menciptakan catatan akuntansi artificial atau melonggarkan estimasi-estimasi melebihi batas-batas yang rasional. Bruns dan Merchant (1990) serta Fischer dan Rosenzweig (1995) menemukan bahwa tindakan manipulasi keputusan operasional secara etika lebih dapat diterima dibanding dengan tindakan manipulasi akuntansi. Penelitian Fischer dan Rosenzweig merupakan replikasi dari penelitian Bruns dan Merchant dengan obyek yang berbeda. Obyek penelitian Bruns dan Merchant adalah manajer atau pengambil keputusan sementara obyek Fischer dan Rosenzweig adalah akuntan. Manipulasi keputusan operasional secara etika lebih dapat diterima oleh responden, Fischer dan Rosenzweig berpendapat hal tersebut disebabkan oleh cara pandang manusia pada umumnya terhadap etika dimana etika dipandang sebagai peraturan (rule). Maka pelanggaran terhadap peraturan akuntansi yang dinyatakan secara eksplisit dipandang lebih tidak etis dibanding manipulasi keputusan operasi dimana dalam penelitian mereka manipulasi tidak dinyatakan secara eksplisit sebagai peraturan.

19

2.1.5. Etika Penyusunan Laporan Keuangan

Etika menyusun laporan keuangan merupakan serangkaian prinsip dasar yang digunakan untuk memulai menyusun laporan keuangan. Prinsip dasar yang digunakan untuk memulai menyusun laporan keuangan adalah semua konsep, ketentuan, prosedur, metode dan teknik baik secara teoritis maupun praktis yang dituangkan dalam Prinsip Dasar Akuntansi yang berlaku umum, yang di dalamnya terdapat Standar Akuntansi Keuangan (SAK). SAK (2009) menyatakan laporan keuangan dikatakan sesuai dengan prinsip akuntansi apabila suatu laporan keuangan memiliki ciri khas yang membuat informasi dalam laporan keuangan berguna bagi pengguna. Hal ini dituangkan dalam karakteristik kualitatif laporan keuangan yaitu salah saji (misstate), pengungkapan (disclosure), biaya dan manfaat (cost and benefit), dan tanggung jawab (responsibility).

Pemahaman etika dalam penyusunan laporan keuangan sangat diperlukan oleh akuntan, dimana suatu program pelatihan etika yang komprehensif meninggikan kepedulian dan tanggung jawab akuntan. Pembaca laporan keuangan harus memperoleh gambaran yang jelas, maka laporan keuangan yang disusun harus didasarkan pada prinsip akuntansi yang berlaku umum, dan di Indonesia prinsip akuntansi disusun oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Unsur etika penyajian laporan keuangan yang layak terdiri dari empat kategori yaitu misstate, disclosure, cost and benefit, dan responsibility. Hardianti (2010) serta Yulianti dan Fitriani (2005) juga menyebutkan bahwa terdapat empat kategori dalam etika penyusunan laporan keuangan yaitu sikap terhadap misstate, disclosure, cost and benefit, dan responsibility.

20

2.1.6. Moralitas

Istilah Moral berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata moral yaitu mos sedangkan bentuk jamaknya yaitu mores yang masing-masing memiliki arti yang sama yaitu kebiasaan, adat. Arti kata moral adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan yang membedakan hanya bahasa asalnya saja yaitu ‘etika’ dari bahasa Yunani dan ‘moral’ dari bahasa Latin. Moralitas (dari kata sifat Latin moralis) memiliki arti yang pada dasarnya sama dengan ‘moral’, hanya ada nada lebih abstrak. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk.

Kohlberg (1971) menyatakan bahwa moral kognitif adalah faktor penentu dalam pengambilan keputusan etis. Pengukuran terhadap perkembangan moral kognitif seseorang tidak hanya dapat diamati dari perilakunya saja, namun juga harus melihat kesadaran moral seseorang dalam membuat suatu keputusan. Jones (1991) juga menyatakan bahwa pemahaman seseorang terhadap moral dalam mengambil suatu keputusan etis bergantung pada dirinya sendiri (pengalaman, orientasi etika dan komitmen profesional) dan situasi (nilai etika organisasi).

Trevino (1986) menyatakan bahwa faktor organisasional berpengaruh terhadap perilaku etis seseorang. Seseorang memiliki alasan untuk melakukan suatu tindakan yang dianggap benar berdasarkan komitmen dan melihat hal tersebut sebagai dasar mengevaluasi suatu aturan (Velasques, 2005).

21

2.1.7. Manajemen Laba

Informasi laba menjadi bagian dari laporan keuangan yang dianggap paling penting, karena informasi tesebut secara umum dipandang sebagai representasi kinerja manajemen pada periode tertentu. Praktik manajemen laba mungkin dapat dipertimbangkan untuk memperbaiki kinerja manajemen, tindakan ini mendapat keleluasaan dengan memilih kebijakan akuntansi tertentu dari seperangkat kebijakan akuntansi yang diperkenankan (Scott, 1997). Manajemen laba adalah tindakan yang ditujukan untuk memaksimumkan utilitas manajer dan cenderung untuk menguntungkan diri mereka (manajer) sendiri dengan cara mempengaruhi proses pelaporan keuangan.

Motivasi untuk melakukan manajemen laba biasanya timbul akibat pressure baik dari dalam maupun dari luar perusahaan. Pressure dari dalam perusahaan biasanya berhubungan dengan perfoma keuangan yang tidak mencapai target yang telah ditentukan. Motivasi ini semakin kencang bila performa keuangan berhubungan dengan reward berupa insentif keuangan, seperti bonus atau untuk mendapatkan kompensasi yang maksimal. Sedangkan motivasi dari luar, biasanya justru datang dari pihak top manajemen yang ingin menunjukkan bahwa berkat kepemimpinan mereka performa keuangan perusahaan telah menjadi lebih baik.

2.1.8. Salah Saji

Laporan keuangan suatu perusahaan harus terhindar dari salah saji yang disengaja agar tidak menimbulkan kesalahan bagi pihak manajemen dalam

22

pengambilan keputusan baik itu yang bersifat krusial maupun tidak. Manajer dilarang melakukan salah saji secara sengaja dengan berbagai alasan, karena laporan keuangan tersebut tidak akan mencerminkan kondisi perusahaan yang sebenarnya. Kejujuran seorang akuntan sangat dibutuhkan dalam menyusun laporan keuangan. Kejujuran dianggap sebagai netralitas dalam penyusunan laporan keuangan. Indikator dalam salah saji tersebut adalah laporan keuangan harus terhindar dari salah saji yang disengaja maupun tidak disengaja.

2.1.9. Pengungkapan

Laporan keuangan merupakan komponen sentral dari pelaporan keuangan dan memegang peran penting dalam mengkomunikasikan efek dari berbagai transaksi serta kejadian-kejadian ekonomi lain bagi para pengambil keputusan. Untuk itu laporan keuangan harus dapat menyediakan informasi mengenai perusahaan dan operasinya kepada pihak yang berkepentingan sebagai basis dalam pengambilan keputusan yang disajikan secara bervariasi sesuai dengan kebutuhan dan masalah yang tercakup. Secara konseptual pengungkapan merupakan bagian integral dari pelaporan keuangan, dan secara teknis pengungkapan merupakan langkah akhir dalam proses akuntansi, yaitu penyajian informasi dalam bentuk seperangkat penuh pernyataan keuangan. Variasi tersebut antara lain meliputi informasi mengenai laba atau rugi terhadap investasi untuk mengidentifikasikan hubungan-hubungan informasi tersebut, maka diperlukan analisis data yang diungkapkan dalam perhitungan laporan laba rugi, posisi arus kas, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan tersebut sebagai

23

komponen laporan keuangan. Pengungkapan meliputi (1) penyediaan informasi yang cukup akurat, dan tepat waktu kepada berbagai pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan, (2) mempublikasikan segala sesuatu informasi keuangan serta informasi lainnya yang material dan berdampak signifikan pada kinerja perusahaan.

2.1.10.Biaya dan Manfaat

Terkait dengan biaya dan manfaat, perusahaan harus mengungkapkan laporan keuangan walaupun beban yang digunakan dalam pengungkapan laporan keuangan tersebut besar, karena semakin tinggi tingkat materialitas yang diungkapkan oleh perusahaan dalam laporan keuangan, manfaat yang di dapatkan atas pengungkapan tersebut juga akan semakin besar bagi stakeholder. Biaya dan manfaat ini meliputi pengungkapan atas laporan keuangan yang bersifat signifikan dan pengungkapan laporan keuangan secara detail walaupun biaya yang dikeluarkan perusahaan relatif besar. Menurut SAK (2009) tujuannya adalah untuk mencapai suatu keseimbangan yang tepat diantara berbagai karakteristik untuk memenuhi tujuan laporan keuangan.

2.1.11 Tanggung Jawab

Tanggung jawab adalah rasa tanggung jawab yang harus dimiliki oleh manajer. Hal ini dapat dilihat dari sikap profesionalisme manajer dalam menyusun laporan keuangan. Tanggung jawab mengharuskan pihak manajemen bertanggung jawab atas apa yang dilaporkan dalam laporan keuangan artinya pihak manajemen

24

harus membuat laporan itu sesuai dengan kenyataan sebenarnya sehingga laporan keuangan itu memberikan informasi yang dapat dipercaya bagi penggunanya. Indikator tanggung jawab adalah profesionalisme akuntan dalam menyusun laporan keuangan, dan penyajian laporan keuangan yang sesuai dengan kenyataan.

2.2. Penelitian Terdahulu

Puspasari (2012) menguji pengaruh moralitas individu dan pengendalian internal terhadap kecenderungan individu untuk melakukan kecurangan akuntansi di sektor pemerintahan. Moralitas individu dan pengendalian internal dihipotesiskan saling berinteraksi dalam mempengaruhi kecenderungan kecurangan akuntansi. Untuk menguji hal tersebut dilakukan eksperimen yang melibatkan 57 mahasiswa pascasarjana Magister Ekonomika Pembangunan Universitas Gadjah Mada. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara moralitas individu dan pengendalian internal. Individu dengan level moral rendah cenderung melakukan kecurangan akuntansi pada kondisi tidak terdapat elemen pengendalian internal.

Yulianti dan Fitriani (2005) meneliti perbedaan persepsi mahasiswa akuntansi dalam etika penyusunan laporan keuangan. Teknik analisis yang digunakan adalah uji Mann-Whitney. Sampel terdiri atas 139 mahasiswa jurusan akuntansi program S1 reguler serta mahasiswa dengan jurusan non akuntansi sebanyak 124 orang. Pengujian dilakukan atas perbedaan dengan program studi akuntansi lain, jumlah sampel yang digunakan adalah 156 mahasiswa program diploma akuntansi, 110 mahasiswa program ekstensi akuntansi dan 62 mahasiswa

25

program Profesi Akuntansi. Hasilnya menunjukkan bahwa mahasiswa akuntansi tingkat akhir lebih menolak manajemen laba dibandingkan mahasiswa baru (tingkat satu). Mahasiswa akuntansi secara keseluruhan juga lebih menolak manajeman laba dibandingkan mahasiswa jurusan non akuntansi. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan akuntansi secara spesifik mengajarkan mengenai sikap terhadap manajemen laba.

Inggarwati dan Kaudin (2010) meneliti tentang persepsi etis pelaku akuntansi terhadap praktik manajemen laba berdasarkan profesi akuntansi dan gender. Sampel berjumlah 156 orang yang terdiri dari praktisi akuntansi serta para akademisi yang diambil dari perguruan tinggi di Jawa Tengah. Metode pengumpulan sampel dalam penelitian adalah covenience sampling. Teknik analisis menggunakan uji Mann-Whitney. Hasilnya akademisi memandang manajemen laba lebih etis dibanding praktisi. Praktisi akuntansi lebih bisa menerima manajemen laba melalui manipulasi keputusan operasi daripada melalui manipulasi akuntansi. Dari sisi gender, tidak ditemukan perbedaan yang nyata antara persepsi etis pelaku akuntansi perempuan dan laki-laki. Hasil yang sama juga ditemukan pada pembedaan gender pada kelompok mahasiswa dan kelompok yang sudah bekerja.

Muatan etika dalam pengajaran akuntansi keuangan dan dampaknya terhadap persepsi etika mahasiswa diteliti oleh Utami dan Indriawati (2006). Sampel penelitian eksperimen ini adalah mahasiswa yang sedang menempuh mata kuliah akuntansi keuangan menengah di Fakultas Ekonomi Universitas Mercu Buana. Jumlah sampel yang diteliti sebanyak 29 kelompok eksperimen dan 31

26

kelompok kontrol. Teknik analisis yang digunakan yaitu Two Way Anova. Hasilnya adalah muatan etika tidak berpengaruh terhadap persepsi etika, Interaksi muatan etika dan prestasi mahasiswa berpengaruh signifikan terhadap persepsi etika, dan pemberian muatan etika yang diintegrasikan dalam kurikulum dapat meningkatkan sensitivitas mahasiswa terhadap isu-isu etika.

Yulaika (2011) meneliti persepsi etis pelaku bisnis dan mahasiswa akuntansi terhadap praktik manajemen laba dengan teknik analisis Mann-Whitney. Metode pengumpulan sampel dalam penelitian ini adalah survei. Sampel penelitian adalah pelaku bisnis dan mahasiswa akuntansi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi pelaku bisnis dan mahasiswa akuntansi terhadap manajemen laba. Mahasiswa akuntansi memiliki kecenderungan tidak dapat menerima praktik manajemen laba dari segi etika dibandingkan pelaku bisnis.

Penelitian mengenai sosialisasi kode etik profesi menyangkut manajemen laba pada mahasiswa akuntansi di salah satu Universitas di Amerika dilakukan oleh Clikeman dan Henning (2000). Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa mahasiswa akuntansi lebih tidak menyetujui manajemen laba pada tahun-tahun akhir kuliah mereka dibandingkan tahun-tahun awal. Ringkasan hasil penelitian sebelumnya disajikan pada Lampiran 1.

Dokumen terkait