• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evi Sapinatul Bahriah

KAJIAN TEORI Literasi Sains

sebabnya adalah proses pembelajaran kimia yang terjadi di Indonesia masih menitikberatkan pada aspek menghafal konsep, teori, dan hukum tanpa diikuti pemahaman yang bisa digunakan siswa dalam kehidupan nyata mereka. Keadaan ini diperparah dengan pembelajaran yang berorientasi pada tes akhir. Akibatnya ilmu kimia sebagai proses, sikap, dan aplikasi belum tersentuh seutuhnya dalam pembelajaran.

Implikasi dari kenyataan tersebut, guru sebagai ujung tombak pelaksanaan pendidikan di sekolah dihadapkan pada tantangan bagaimana pembelajaran kimia dirancang dan diimplementasikan agar aktif, inspiratif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Bagaimanapun pemilihan dan penggunaan metode dan media pembelajaran yang inovatif dan komunikatif dalam penyampaian materi merupakan komponen pembelajaran yang masih perlu diantisipasi oleh guru.

Berdasarkan permasalahan-permasalahan tersebut, sangat penting untuk dikembangkan suatu model pembelajaran alternatif yang menyenangkan dan interaktif, yang dapat meningkatkan literasi sains tetapi tidak mengurangi esensi materi pelajaran yang dituntut dalam kurikulum nasional. Salah satu alternatif yang dapat diterapkan dalam mengatasi masalah ini adalah dengan memanfaatkan teknologi komputer dalam bentuk multimedia interaktif.

Beberapa pakar multimedia interaktif (Muhammad, 2002; Setiawan, 2007) mengemukakan bahwa pembelajaran multimedia interaktif dapat digunakan untuk menyalurkan pesan, merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong proses belajar. Bentuk-bentuk media yang ditampilkan harus mencerminkan pengalaman belajar. Peningkatan kualitas pengalaman belajar lebih berarti bagi siswa, sehingga diharapkan berdampak pula pada hasil belajarnya.

Penelitian yang mengkaji bagaimana pengaruh penggunaan komputer sebagai multimedia terus berkembang. Hasil penelitian Polla (2000), mengungkapkan bahwa pembelajaran berbantuan komputer mampu menciptakan suatu proses belajar mengajar yang interaktif, sehingga dapat memberikan manfaat optimal bagi siswa dan guru dalam mencapai tujuan pendidikan. Wiratama (2010) mengungkapkan bahwa pemanfaatan laboratorium virtual interaktif pada pembelajaran kesetimbangan kimia dapat meningkatkan kemampuan generik sains dan keterampilan berpikir kritis siswa SMA. Bahriah, E.S (2012) juga mengungkapkan bahwa penggunaan multimedia interaktif dapat meningkatkan literasi sains siswa baik pada aspek konten, proses, konteks, dan sikap sains siswa.

Berdasarkan beberapa hasil penelitian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa secara umum pembelajaran dengan multimedia interaktif dapat diterapkan pada berbagai level pembelajaran dan memberikan dampak positif terhadap hasil belajar. Hal ini sejalan dengan hasil studi PISA yang mengungkapkan bahwa penggunaan komputer sebagai produk teknologi informasi dan komunikasi berhubungan erat dengan pencapaian akademik yang tinggi (Horrison, et al. dalam OECD, 2009). Oleh karena itu, dipandang perlu adanya penelitian lebih lanjut.

Materi yang dipilih dalam penelitian ini adalah kesetimbangan kimia. Hal ini dikarenakan materi kesetimbangan kimia berkaitan dengan kompetensi proses yaitu pengetahuan tidak hanya mengandalkan daya ingat siswa dan berkaitan hanya dengan informasi tertentu dan merupakan salah satu materi kimia yang bersifat abstrak tetapi sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari karena aplikasinya luas. Oleh karena itu, dalam memahami konsep tersebut, siswa dituntut untuk memiliki pemahaman abstraksi yang baik. Untuk membantu mengembangkan konsep abstraksi tersebut guru harus pandai memilih media.

Berdasarkan paparan tersebut, masih jarang peneliti yang mengembangkan pembelajaran multimedia interaktif kesetimbangan kimia untuk meningkatkan literasi sains pada aspek proses sains. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti dan mengembangkan lebih lanjut tentang bagaimana meningkatkan literasi sains siswa pada aspek proses sains melalui pembelajaran berbasis multimedia interaktif.

KAJIAN TEORI Literasi Sains

Paul de Hart Hurt dari Stamford University menyatakan bahwa Scientific Literacy berarti memahami sains dan aplikasinya bagi kebutuhan masyarakat. Literasi sains menurut National Science Education Standards adalah suatu ilmu pengetahuan dan pemahaman mengenai konsep dan proses sains yang akan

memungkinkan seseorang untuk membuat suatu keputusan dengan pengetahuan yang dimilikinya, serta turut terlibat dalam hal kenegaraan, budaya, dan pertumbuhan ekonomi.

PISA mendefinisikan literasi sains sebagai kemampuan menggunakan pengetahuan sains, mengidentifikasi pertanyaan, dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti, dalam rangka memahami serta membuat keputusan berkenaan dengan alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui aktivitas manusia. Definisi literasi sains ini memandang literasi sains bersifat multidimensional, bukan hanya pemahaman terhadap pengetahuan sains, melainkan lebih dari itu. PISA menetapkan tiga dimensi besar literasi sains dalam pengukurannya, yakni proses sains, konten sains, dan konteks aplikasi sains.

PISA juga memandang pendidikan sains berfungsi untuk mempersiapkan warga negara masa depan, yakni warga negara yang mampu berpartisipasi dalam masyarakat yang semakin terpengaruh oleh kemajuan sains dan teknologi. Oleh karenanya pendidikan sains perlu mengembangkan kemampuan peserta didik memahami hakekat sains, prosedur sains, serta kekuatan dan limitasi sains. Peserta didik perlu memahami bagaimana ilmuwan sains mengambil data dan mengusulkan eksplanasi-eksplanasi terhadap fenomena alam, mengenal karakteristik utama penyelidikan ilmiah, serta tipe jawaban yang dapat diharapkan dari sains. Karakteristik utama sains mencakup: pengumpulan data dipandu oleh gagasan dan konsep, sifat tentatif dari pengetahuan sains, keterbukaan terhadap pengujian dan pengkajian, menggunakan argumen logis, serta kewajiban untuk melaporkan metode dan prosedur yang digunakan dalam pengumpulan bukti.

Oleh karena itu, PISA menjadikan proses sains ini sebagai salah satu domain penilaiannya. Namun

dalam perkembangan terakhir, PISA memilih istilah “Kompetensi Sains” sebagai pengganti proses sains. Proses sains merujuk pada proses mental yang terlibat ketika menjawab suatu pertanyaan atau memecahkan masalah, seperti mengidentifikasi dan menginterpretasi bukti serta menerangkan kesimpulan. Termasuk di dalamnya mengenal jenis pertanyaan yang dapat dan tidak di jawab oleh sains, mengenal bukti apa yang diperlukan dalam suatu penyelidikan sains, serta mengenal kesimpulan yang sesuai dengan bukti yang tersedia. PISA juga menetapkan tiga aspek dari komponen proses dalam penilaian literasi sains, yakni: (1)

Mengidentifikasi pertanyaan ilmiah; yaitu pertanyaan ilmiah meminta jawaban berlandaskan bukti ilmiah. Termasuk di dalamnya mengenal pertanyaan yang mungkin diselidiki secara ilmiah dalam situasi yang diberikan, mengidentifikasi kata-kata kunci untuk mencari informasi ilmiah tentang suatu topik yang diberikan. (2) Menjelaskan fenomena secara ilmiah; dimana peserta didik mendemonstrasikan kemampuan proses sains ini dengan mengaplikasikan pengetahuan sains dalam situasi yang diberikan. Kompetensi ini mencakup mendeskripsikan atau menafsirkan fenomena, memprediksi perubahan. Kompetensi ini melibatkan pengenalan dan identifikasi deskripsi, eksplanasi, dan prediksi yang sesuai. (3) Menggunakan bukti ilmiah; Kompetensi yang menuntut peserta didik memaknai temuan ilmiah sebagai bukti untuk suatu kesimpulan.

Multimedia Pembelajaran Interaktif

Secara etimologis multimedia berasal dari bahasa latin yang terdiri atas dua kata yaitu multi yang berarti banyak atau bermacam-macam dan medium yang diartikan sebagai perantara atau pengantar terjadinya komunikasi dari pengirim menuju ke penerima (Heinich et al., 1996). Konsep multimedia didefinisikan oleh Haffost (Munir, 2008) sebagai suatu sistem komputer yang terdiri dari hardware dan software yang memberikan kemudahan untuk menggabungkan gambar, video, fotografi, grafik, animasi, suara, teks, dan data yang dikendalikan oleh komputer. Sejalan dengan hal tersebut, Thomson (1994) mendefinisikan multimedia sebagai suatu sistem yang menggabungkan gambar, video, animasi, suara secara interaktif.

Arsyad (2011) juga mengemukakan bahwa multimedia dapat diartikan sebagai lebih dari satu media. Ini bisa kombinasi antara teks, grafik, animasi, suara, atau video, yang mana perpaduan dan kombinasi dua atau lebih jenis media ditekankan pada satu kendali komputer sebagai penggerak keseluruhan gabungan media itu. Multimedia juga merupakan media pengajaran dan pembelajaran yang efektif dan efisien berdasarkan kemampuannya menyentuh berbagai panca indera seperti penglihatan, pendengaran, dan sentuhan, sebagaimana dikemukakan oleh Schade dalam Munir (2008):“Multimedia improves sensory

stimulation, particulary due to the inclusion of interactivity”.

Penggunaan media pembelajaran dapat mendukung keberhasilan pembelajaran karena menurut Munir (2008) media pembelajaran memiliki kelebihan-kelebihan sebagi berikut: (1) Dapat memberikan pemahaman yang lebih dalam terhadap materi pembelajaran yang sedang dibahas, karena dapat menjelaskan konsep yang

sulit atau rumit menjadi mudah atau lebih sederhana. (2) Dapat menjelaskan materi pembelajaran atau objek yang abstrak menjadi konkrit. (3) Membantu pengajar menyajikan materi pembelajaran menjadi lebih mudah dan cepat, sehingga materi pun mudah dipahami, lama diingat, dan mudah diungkapkan lagi. (4) Menarik dan membangkitkan perhatian, minat, motivasi, aktivitas, dan kreativitas belajar peserta didik, serta dapat menghibur peserta didik. (5) Memancing partisifasi peserta didik dalam proses pembelajaran dan memberikan kesan yang mendalam dalam peserta didik. (6) Materi pelajaran yang sudah dipelajari dapat diulang kembali (playback). (7) Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. (8) Membentuk sikap peserta didik dan meningkatkan keterampilan. (9) Peserta didik dapat belajar sesuai dengan karakteristiknya, kebutuhan, minat, dan bakatnya, baik belajar secara individual, kelompok, atau klasikal. (10) Menghemat waktu, tenaga, dan biaya.

METODE

Metode penelitian yang digunakan adalahweak experimental dengan desain The One-Group Pretest- Postest Design (Fraenkel, et al., 2006). Desain The One-Group Pretest-Postest Design adalah desain penelitian yang hanya menggunakan satu kelas, dimana sebelum dan setelah perlakuan diberikan tes. Berikut adalah gambaran desain penelitian yang digunakan.

Gambar 1. Weak Experimental dengan Desain

The One-Group Pretest-Postes Design

Dimana: O1 = Pretes; O2 = Postes; X = Pembelajaran dengan multimedia interaktif

Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA-Reguler Tahun Pelajaran 2011/2012 di SMA X Jakarta. Subjek penelitian berjumlah 31 siswa yang terdiri dari 17 orang siswa laki-laki dan 14 siswa perempuan dan dipilih dengan cara purposive sampling. Adapun instrumen yang digunakan adalah tes pilihan ganda.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan selama 4 kali pertemuan (6x40‘). Pada pertemuan pertama dilakukan pretes dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan literasi awal siswa. Pertemuan kedua dan ketiga dilakukan implementasi pembelajaran dengan menggunakan multimedia interaktif kesetimbangan kimia. Setelah proses perlakuan selesai, kegiatan diakhiri dengan pemberian postes, yang bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan literasi sains siswa pada aspek proses sains.

Dari kegiatan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data skor pretes, postes, dan N-Gain (%) tentang kemampuan literasi sains siswa. Berikut adalah Tabel 1 yang menggambarkan hasil belajar siswa pada aspek proses sains sebelum dan setelah implementasi pembelajaran dengan menggunakan software

multimedia interaktif.

Tabel 1. Hasil Belajar Siswa pada Aspek Proses Sains

Indikator

Proses Sains No. Soal

Rata-rata (%) N-Gain

(%)

Pretes Postes

Mengidentifikasi isu ilmiah 18, 22 17,7 82,3 74,2

Menjelaskan fenomena ilmiah 1, 2,

3,4,5,6,7,8,9,10,12,1 3,14,15,17,19,21,23,

24,25

52,3 89,7 72,5

Menggunakan bukti ilmiah 11, 16, 20 21,5 84,9 78,5

Rata-rata 30,5 85,6 75,1

Berdasarkan data pada Tabel 1, dapat dilihat bahwa secara umum semua aspek proses sains mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Hal ini dapat ditunjukkan oleh nilai rata-rata N-Gain (%) sebesar 75,1

(kategori tinggi) yang menunjukkan adanya peningkatan rata-rata tes dari 30,5 menjadi 85,6. Peningkatan hasil belajar pada aspek proses sains dapat dilihat juga pada Gambar 2 di bawah ini.

Gambar 2. Grafik peningkatan hasil belajar siswa pada aspek proses sains dengan P-1= Mengidentifikasi

isu ilmiah; P-2= Menjelaskan fenomena ilmiah; dan P-3= Menggunakan bukti ilmiah

Berdasarkan data pada Gambar 2, dapat dilihat bahwa secara umum semua aspek proses sains mengalami peningkatan yang cukup signifikan.Hal ini dapat ditunjukkan oleh nilai rata-rata N-Gain (%) dari masing-masing indikator. Nilai rata-rata N-Gain (%) indikator “Mengidentifikasi isu ilmiah” yaitu sebesar 74,2 (kategori tinggi), nilai rata-rata N-Gain (%) indikator “Menjelaskan fenomena ilmiah” yaitu sebesar 72,5 (kategori tinggi), dan nilai rata-rata N-Gain (%) indikator “Menggunakan bukti ilmiah” yaitu sebesar 78,5 (kategori tinggi). Setiap indikator pada aspek proses sains mengalami peningkatan pada kategori tinggi. Hal ini dikarenakan dalam penyampaian konsep kesetimbangan banyak ditampilkan simulasi, gambar, animasi, dan video yang memuat konteks-konteks yang dekat dengan siswa dan merangsang keingintahuan mereka untuk memperdalam lebih jauh konsep ini. Hal ini sesuai dengan pendapat Levie dan Lentz (1982) yang mengemukakan bahwa media visual berfungsi untuk atensi, afektif, kognitif, dan kompansatoris.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa literasi sains siswa pada setiap aspek proses sains mengalami peningkatan dengan nilai rata-rata N-Gain (%) pada indikator

“Mengidentifikasi isu ilmiah” sebesar 74,2 (kategori tinggi), indikator “Menjelaskan fenomena ilmiah” sebesar 72,5 (kategori tinggi), dan indikator “Menggunakan bukti ilmiah” sebesar 78,5 (kategori tinggi). SARAN

Adapun saran-saran demi perbaikan antara lain: software multimedia yang dihasilkan belum dapat memberikan konstribusi yang maksimal untuk mamantapkan konsep-konsep yang bersifat hitungan sehingga diperlukan penguatan dengan penambahan jam pelajaran. Software multimedia interaktif ini juga masih perlu perbaikan terutama pada simulasi percobaan serta konsep-konsep yang bersifat mikroskopik.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto S. 2006. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara. Arsyad A. 2004. Media pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Bahriah ES. 2012. Pengembangan Multimedia Interaktif Kesetimbangan Kimia Untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa. Tesis SPs UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Fraenkel J, Wallen NE. 2006. How to Design and Evaluate Research in Education Seventh Edition. San Francisco: The McGraw-Hill Companies.

Holbrook J. 1998. “A Resource Book for Teachers of Science Subjects”. UNESCO.

0,0 20,0 40,0 60,0 80,0 100,0 P-1 P-2 P-3 17,7 52,3 21,5 82,3 89,7 85,0 74,2 72,5 78,5 R ata -r ata

Aspek Proses Sains

PRETES POSTES N-Gain (%)

Hayat B, Yusuf S. 2010. Mutu Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Heinich R, et al. 1996. Instructional Media and Technology for Learning. New Jersey: Pretince Hall. Inc. Meltzer DE. 2002. “The Relationship between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Grains in

Physics: A Possible “Hidden Variable” in Diagnostice Pretest Scores”. American Journal Physics. 70, (12), 1259-1286.

Matlin MW. 1994. Cognition. Fort Worth: Harcourt Brace Publishers.

Mudzakir A. 2005. Chemie im Kontext (Konsepsi Inovatif Pembelajaran Kimia di Jerman). Seminar Nasional Pendidikan Kimia.

Munir. 2008. Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bandung: Alfabeta.

OECD-PISA. 2006. Science Competencies for Tomorrow’s World. Volume 1: Analysis. USA. OECD-PISA. OECD. 2009. PISA 2009 Assesment Framework: Key Competences in Reading, Mathematics, and Science. PISA. 2000. The PISA 2000 Assesment of Reading, Mathematical and Scientific Literacy. [Online]. Tersedia:

http://www.pisa.oecd.org/dataoecd/44/63/33692793.pdf. [26 Februari 2011]. Polla Gerardus. 2000. Buletin Pelangi Indonesia. Jakarta: UNJ.

Retmana LR. 2010. Pembelajaran Berbasis Multimedia Interaktif untuk Meningkatkan Kemampuan Literasi Sains Siswa SMP. Tesis S2 UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Setiawan A. 2007. Dasar-dasar Multimedia Interaktif (MMI). Tesis S2 UPI Bandung: Tidak diterbitkan. Thiagarajan S, et al. 1974. Intructional Development for Training Teacher of Exceptional Children.

Minnesota: Indiana University.

Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2006. Jakarta: Depdiknas. Wallen NE. 2006. How to Design and Evaluate Research in Education Seventh Edition. San Francisco: The

McGraw-Hill Companies.

Wiratama BS. 2010. Pemanfaatan Laboratorium Virtual Interaktif Pada Pembelajaran Kesetimbangan Kimia Untuk Meningkatkan Kemampuan Generik Sains dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMA. Tesis SPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

KAJIAN EVALUASI HASIL BELAJAR MELALUI PENERAPAN PENILAIAN