• Tidak ada hasil yang ditemukan

II TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Karakteristik Kredit dan Pembiayaan Pada Bank Syariah

Ascarya (2007), mendefinisikan bank syariah sebagai lembaga keuangan yang berfungsi memperlancar mekanisme ekonomi di sektor riil melalui aktivitas usaha (investasi, jual beli, atau lainnya) berdasarkan prinsip syariah, yaitu aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan nilai-nilai syariah yang bersifat makro maupun mikro.

Menurut Boesono dan Hudiono (2007) paling tidak, ada tiga prinsip dalam operasional bank syariah yang berbeda dengan bank konvensional, terutama dalam pelayanan terhadap nasabah, yang harus dijaga oleh para bankir, yaitu: (1) prinsip keadilan, yakni imbalan atas dasar bagi hasil dan margin keuntungan ditetapkan atas kesepakatan bersama antara bank dan nasabah, (2) prinsip kesetaraan, yakni nasabah penyimpan dana, pengguna dana dan bank memiliki hak, kewajiban, beban terhadap resiko dan keuntungan yang berimbang, dan (3)

prinsip ketenteraman, bahwa produk bank syariah mengikuti prinsip dan kaidah muamalah Islam (bebas riba dan menerapkan zakat harta).

2.2.1 Konsep Dasar Bank Syariah

Menurut Tanjung dan Perwataatmadja (2007), bank syariah dirancang untuk terbinanya kebersamaan dalam menanggung resiko usaha dan berbagi hasil usaha antara: pemilik dana (shahibul mal) yang menyimpan uangnya di bank dengan bank selaku pengelola dana (mudharib), dan disisi lain bank selaku pemilik dana dengan masyarakat yang membutuhkan dana, baik yang berstatus pemakai dana maupun pengelola usaha (mudharib).

Pada sisi pengerahan dana masyarakat (funding), shahibul mal berhak atas bagi hasil dari usaha bank sesuai dengan porsi yang telah disepakati bersama. Bagi hasil yang diterima shahibul mal akan naik turun secara wajar sesuai dengan keberhasilan usaha bank dalam mengelola dana yang dipercayakan kepadanya. Tidak ada biaya yang perlu digeserkan, karena bagi hasil bukan konsep biaya. 2.2.2 Konsep Operasi Bank Syariah

Bank syariah merupakan lembaga keuangan yang berfungsi memperlancar mekanisme ekonomi di sektor riil melalui aktivitas investasi atau jual beli, serta memberikan pelayanan jasa simpanan/perbankan bagi para nasabah. Mekanisme kerja bank syariah adalah sebagai berikut: Bank syariah melakukan kegiatan pengumpulan dana dari nasabah melalui deposito/investasi maupun titipan giro dan tabungan. Dana yang terkumpul kemudian diinvestasikan pada dunia usaha melalui investasi sendiri (nonbagi hasil/trade financing) dan investasi dengan pihak lain (bagi hasil/investment financing). Ketika ada hasil, maka bagian keuntungan untuk bank dibagi kembali antara bank dan nasabah pendanaan. Disamping itu, bank syariah dapat memberikan berbagai jasa perbankan kepada nasabahnya (Ascarya, 2007).

Menurut Tanjung dan Perwataatmadja (2007), dalam mengelola dana nasabah bank syariah memiliki empat jenis pendapatan yaitu: pendapatan bagi hasil, margin keuntungan, imbalan jasa pelayanan, sewa tempat penyimpanan harta, dan pengembalian biaya administrasi. Pada pendapatan bagi hasil, besar kecilnya pendapatan tergantung pada pilihan yang tepat dari jenis usaha yang dibiayai. Memberikan porsi bagi hasil yang lebih besar kepada mudharib akan

memotivasi mudharib untuk lebih giat berusaha. Lain halnya pada pendapatan margin keuntungan, pilihan terletak pada apakah ingin sekaligus untung besar per transaksi tetapi menjadi mahal dan tidak laku, atau keuntungan kecil tetapi dengan volume yang besar karena murah dan laku. Pendapatan bank dapat dioptimalkan dengan mengambil kebijakan keuntungan kecil per transaksi untuk memperbanyak jumlah transaksi yang dibiayai.

Pada penyaluran dana pada masyarakat, sebagian besar pembiayaan bank disalurkan dalam bentuk barang/jasa yang dibelikan bank untuk nasabahnya. Dengan demikian, pembiayaan hanya diberikan apabila barang/jasanya telah ada terlebih dahulu, baru ada uang. Dengan metode tersebut maka masyarakat dipacu untuk memproduksi barang/jasa selanjutnya barang yang dibeli/diadakan menjadi jaminan utang (collateral).

2.2.3 Jenis-jenis Pembiayaan Utama pada Bank Syariah

Sebagai sektor bisnis riil yang berpotensi untung maupun rugi, sektor pertanian sangat relevan untuk mendapatkan modal dari lembaga pembiayaan perbankan syariah. Prinsip perbankan syariah didasarkan atas prinsip syirkah (kemitraan usaha) dengan menerapkan sistem profit-loss sharing dalam operasionalnya.

Menurut Wibowo dan Widodo (2005), ada tujuh jenis pembiayaan utama pada bank dengan sistem bagi hasil, yaitu:

1) Pembiayaan Musyarakah, yaitu pembiayaan sebagian kebutuhan modal pada suatu usaha untuk jangka waktu terbatas sesuai dengan kesepakatan. Hasil usaha bersih dibagi antara bank sebagai penyandang dana (shahibul mal) dengan pengelola usaha (mudharib) sesuai kesepakatan. Umumnya, porsi bagi hasil ditetapkan sesuai dengan persentase kontribusi masing- masing. Pada akhir jangka waktu pembiayaan, dana pembiayaan dikembalikan kepada bank. Pada pembiayaan musyarakah bank boleh ikut serta dalam manajemen proyek yang dibiayai.

2) Pembiayaan Mudharabah, yaitu pembiayaan seluruh kebutuhan modal pada suatu usaha untuk jangka waktu terbatas sesuai kesepakatan. Hasil usaha bersih dibagi antara bank penyandang dana (shahibul mal) dengan pengelola usaha (mudharib) sesuai kesepakatan. Umumnya, porsi bagi

hasil ditetapkan bagi mudharib lebih besar daripada shahibul mal. Pada akhir jangka waktu pembiayaan, dana pembiayaan dikembalikan kepada bank. Pada pembiayaan mudharabah bank tidak boleh ikut serta dalam manajemen proyek yang dibiayai. Biasanya pembiayaan dengan akad ini diberikan untuk pembiayaan aneka barang seperti pembelian sepeda motor.

3) Pembiayaan Murabahah, yaitu pembiayaan berupa talangan dana yang dibutuhkan nasabah untuk membeli suatu barang/jasa dengan kewajiban mengembalikan talangan dana tersebut seluruhnya pada waktu jatuh tempo. Bank memperoleh margin dari transaksi jual-beli antara bank dengan pemasok dan antara bank dengan nasabah. Model pengembalian talangan dana seluruhnya pada waktu jatuh tempo biasanya diberikan kepada objek pembiayaan yang tidak segera menghasilkan, seperti misalnya untuk kebutuhan traktor petani tidak mungkin dibayar kembali sebelum tanamannya menghasilkan.

4) Pembiayaan Bai’u Bithaman Ajil, yaitu pembiayaan berupa talangan dana yang dibutuhkan nasabah untuk membeli suatu barang/jasa dengan kewajiban mengembalikan talangan dana tersebut secara menyicil sampai lunas dalam jangka waktu tertentu sesuai kesepakatan. Bank memperoleh margin keuntungan dari transaksi jual-beli antara bank dengan pemasok dan antara bank dengan nasabah. Model pengembalian talangan dana secara menyicil biasanya diberikan kepada objek pembiayaan yang dapat segera menghasilkan seperti misalnya untuk kebutuhan kendaraan angkutan umum yang segera dapat menghasilkan setelah kendaraan diterima.

5) Pembiayaan Bai assalam, yaitu pembiayaan berupa talangan dana yang dibutuhkan nasabah untuk membeli suatu barang/jasa yang sudah wujud tetapi masih harus menunggu waktu penyerahannya, dengan kewajiban mengembalikan talangan dana tersebut secara menyicil atau dibayar sekaligus sampai lunas dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan. Bank memperoleh marjin keuntungan dari transaksi jual beli antara bank dengan pemasok dan antara bank dengan nasabah

6) Pembiayaan Istishna, yaitu pembiayaan berupa talangan dana yang dibutuhkan nasabah untuk membeli suatu barang/jasa yang belum wujud dan harus dibuat sesuai spesifikasi yang telah ditetapkan dengan kewajiban mengembalikan talangan dana tersebut secara menyicil atau dibayar sekaligus sampai lunas dalam jangka waktu tertentu sesuai kesepakatan. Bank memperoleh margin keuntungan dari transaksi jual beli antara bank dengan pemasok dan antara bank dengan nasabah.

7) Pembiayaan Ijarah, yaitu pembiayaan berupa talangan dana yang dibutuhkan nasabah untuk memiliki suatu barang/jasa dengan kewajiban menyewa barang tersebut sampai jangka waktu tertentu sesuai kesepakatan. Pada akhir jangka waktu tersebut, pemilikan barang dihibahkan kepada nasabah atau dibeli oleh nasabah. Bank memperoleh margin keuntungan melalui pembelian dari pemasok dan sewa dari nasabah.

8) Pembiayaan ar-Rhan, yaitu pembiayaan berupa pinjaman dana tunai dengan jaminan barang bergerak yang relatif nilainya tetap seperti perhiasan emas, perak, intan, berlian, dan batu mulia, untuk jangka waktu tertentu sesuai kesepakatan. Nasabah diwajibkan membayar utangnya pada saat jatuh tempo dan membayar sewa tempat penyimpanan barang jaminannya. Bank memperoleh pendapatan berupa sewa tempat penyimpanan barang jaminan.

9) Pembiayaan Qardhul Hassan, yaitu pembiayaan berupa pinjaman tanpa dibebani biaya apapun bagi kaum dhuafa yang merupakan asnaf zakat/infak/shadaqah dan ingin memulai usaha kecil-kecilan. Nasabah hanya diwajibkan mengembalikan pinjaman pokoknya saja pada waktu jatuh tempo sesuai dengan kesepakatan dengan membayar biaya-biaya administrasi yang diperlukan. Nasabah yang berhasil dianjurkan membayar zakat/infaq/shadaqah untuk memperkuat dana qardhul hasan. Bank memperoleh pengembalian biaya administrasi dan menampung zakat dari nasabah yang berhasil usahanya.

Dari jenis-jenis pembiayaan diatas, setidaknya ada empat jenis produk pembiayaan syariah yang dipandang ideal untuk sektor pertanian yaitu

mudharabah, murabahah, bai assalam dan musyarakah. Produk mudharabah dan murabahah lebih preferable sebagai pilihan utama dibandingkan produk pembiayaan lainnya. Namun yang secara konsep sangat cocok untuk sektor pertanian adalah pembiayaan bai assalam.

2.2.4 Aplikasi Metode Bagi Hasil

Wibowo dan Widodo (2005), dalam konsep ekonomi syariah uang dipandang sebagai flow concept. Uang harus berputar dalam perekonomian dan tidak mengenal metode time value of money karena metode ini menambahkan nilai kepada uang semata-mata dengan bertambahnya waktu dan bukan usaha. Konsep ekonomi syariah justru mengenal money value of money, yaitu waktu memiliki nilai ekonomi dan manajemen moneter yang efisien dan adil tidak didasarkan pada penerapan metode bunga.

Pada bank syariah, kepentingan nasabah penyimpan dana, bank, dan debitur, dapat diharmonisasikan karena dengan metode bagi hasil, kepentingan pihak ketiga tersebut paralel, yaitu memperoleh imbalan bagi hasil sesuai dengan keadaan yang benar-benar terjadi. Untuk itu manajemen bank akan berusaha mengoptimalkan keuntungan pemakai dana.

2.3 Perbandingan antara Bank Syariah dengan Bank Konvensional