• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV DESKRIPSI DAN HASIL ANALISIS DATA

4.2. Interpretasi Data Penelitian

4.2.1. Karakteristik Sosial Ekonomi Petani dan Buruh Tani

Pada komunitas petani yang kehidupan anggotanya berbasis

padasumberdaya agraria, pola hubungan sosial yang terjadi akan terkait erat

dengan penguasaan sumberdaya agraria antar petani. Hubungan sosial yang

berlandaskan pada penguasaan sumberdaya agraria tersebut akan melahirkan

gejala penambahan kelas-kelas petani yang terpolarisasi. Dalam hal ini polarisasi

diartikan sebagai proses perkembangan ketidaksamaan yang mengkutubkan

masyarakat pertanian kelapa sawit di Desa Rokan Baru hanya menjadi dua

lapisan: yakni lapisan “petani pemilik lahan luas/kaya” dan lapisan “Petani

pemilik lahan tetap sekaligus buruh tani yang miskin”. Terkait dengan hal

tersebut, untuk memperoleh secara detail mengenai basis terbentuknya hubungan

patron klien di antara aktor-aktor tersebut, maka pada sub bab ini akan dijelaskan

Desa Rokan Baru dan profil kehidupan sosial ekonomi petani pemilik lahan tetap

yang juga bekerja sebagai buruh tani.

a. Profil Sosial Ekonomi Petani Kelapa Sawit dari Luar Desa

Seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, bahwa petani

pemilik lahan perkebunan kelapa sawit di desa ini terdiri dari petani yang berasal

dari dalam Desa Rokan Baru dan petani yang berasal dari luar Desa Rokan Baru.

Dikatakan petani dari luar Desa Rokan Baru karena petani-petani ini memiliki

lahan pertanian kelapa sawit secara sah di Desa Rokan Baru, namun petani-petani

ini bukanlah masyarakat asli atau bertempat tinggal di desa ini. Dilihat dari tempat

asalnya, informan penelitian yang tergolong dalam petani kelapa sawit yang

berasal dari luar Desa Rokan Baru ini berasal dari beberapa daerah yang ada di

wilayah Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Riau.

Tabel 4.8 Profil Petani Kelapa Sawit dari Luar Desa Rokan Baru

Berdasarkan Asal

No Nama Petani Umur Asal Daerah

1 Mansur 38 Tahun Bagan Batu

2 Irfan 40 Tahun Bagan Batu

3 Sumargo 51 Tahun Bagan Batu

4 Batu Bara 37 Tahun Lubuk Pakam

5 Saam 45 Tahun Kota Pinang

6 Dayat 53 Tahun Kampar

Sumber: Wawancara Penelitian

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa Bapak Mansur (38 tahun), Bapak Irfan

(40 tahun) dan Bapak Sumargo (51 tahun) berasal dari Bagan Batu, Riau.

Informan lainnya yaitu bapak Batu Bara (37 tahun) berasal dari Lubuk Pakam,

Bapak Saam (45 tahun) berasal dari Kota Pinang Sumatera Utara, dan Bapak

Para petani kelapa sawit yang berasal dari luar desa ini, memiliki beberapa

alasan mengenai faktor-faktor mereka mengembangkan kelapa sawit di lahan

gambut Desa Rokan Baru. Seperti yang di ungkapkan Bapak Mansur berikut ini:

“Waktu membeli lahan itu, awalnya untuk meningkatkan

kesejahteraan hidup keluarga bapak. Karena memang benar

investasi itu penting. Jadi waktu itu bapak punya uang 30

juta, dan bapak suruh abang bapak yang Pak Ambik itu

nyarik tanah di tempat dia tinggal. Selain itu karena tanah

gambut itu kan lebih murah daripada tanah yang biasa-biasa

atau tanah keras. Coba uang 30 juta itu di belikan ke tanah

yang biasa-biasa, mana dapat tanah itu”.

Hal yang sama juga dikatakan oleh Bapak Irfan:

“Karena sanggupnya cuma bisa beli sawit di tanah gambut.

kalau gambut kan masih murah dibandingkan tanah yang

keras. Lagian kalau sawit yang ditanam di tanah gambut

sudah berhasil, sekali panen hasilnya bisa banyak. Ada

teman saya Cuma 1 hektar, hasil sawitnya 1 ton lebih

permanen”

Informan lainnya, yaitu Bapak Margo juga mengatakan seperti berikut ini:

“Karena bertani sawit di tanah gambut itu lebih banyak

hasilnya daripada sawit yang ditanam di tanah keras seperti

ini. Perbandingannya gini, ini berdasarkan perbandingan

sawit saya yang di tanah keras dengan yang di gambut ya...

kalau di gambut itu sehektar bisa 2 ton-an, sedangkan kalau

di tanah keras paling cuma seton kurang. Susahnya digambut

ini cuma masalah rumput yang cepat kali tumbuh dan

kebakaran. sudah itu kalau sawitnya masih proses perawatan

atau baru nanam, susahnya itu bibit-bibit sawit yang baru di

tanam itu di rusak hama, entah itu sejenis serangga atau

babi. Tapi kalau udah berhasil atau berbuah sawit itu, bisa

banyak penghasilan dari situ, karena kalau gak di pupuk

juga tetap banyak buahnya, beda sama kelapa sawit di tanah

keras, nggak berbuah kalau nggak di pupuk”.

Dari hasil wawancara di atas, terlihat bahwa faktor-faktor petani sawit dari

luar Desa Rokan Baru memilih bertani kelapa sawit di Desa Rokan Baru adalah

berkaitan dengan kemampuan ekonomi petani dalam membeli lahan kelapa sawit,

kelapa sawit di tanah mineral. Faktor lainnya adalah berkaitan dengan

produktivitas hasil buah kelapa sawit yang ditanam di lahan gambut lebih tinggi

atau lebih banyak dibandingkan dengan kelapa sawit yang ditanam di tanah

mineral. Faktor terakhir ialah, karena biaya perawatan kelapa sawit di lahan

gambut relatif lebih rendah dibandingkan dengan besarnya pendapatan yang di

terima petani.

Hasil dari bertani kelapa sawit tergantung dari luas tanah yang dimiliki

oleh masing-masing petani kelapa sawit. Lahan kelapa sawit yang dimiliki oleh

para petani-petani ini tidak hanya lahan yang dimiliki petani dari luar desa yang

berlokasi di Desa Rokan Baru, melainkan juga yang di luar Desa Rokan Baru.

Singkatnya, berikut data hasil wawancara mengenai luas lahan dan pendapatan

yang di peroleh oleh petani kelapa sawit yang berasal dari luar Desa Rokan Baru.

Tabel 4.9 Profil Petani Kelapa Sawit dari Luar Desa Rokan Baru

Berdasarkan Luas Lahan dan Penghasilan

Nama

Petani

Lahan di Luar Desa

Rokan Baru

Lahan di Desa Rokan

Baru

Total

Luas Lahan

(Hektar)

Penghasilan

Per Bulan

(Rp)

Luas Lahan

(Hektar)

Penghasilan

Per Bulan

(Rp)

Luas Lahan

(Hektar)

Penghasilan

Per Bulan

(Rp)

Mansur 4 3.500.000 3 3.000.000 7 6.500.000

Irfan 2 3.200.000 2 1.700.000 4 4.900.000

Sumargo 5 5.300.000 10 8.600.000 15 13.900.000

Batu Bara 3 3.000.000 6 3.500.000 9 6.500.000

Saam 2 3.100.000 4 2.200.000 6 5.300.000

Dayat 4 3.300.000 10 4.000.000 14 7.300.000

Sumber: Wawancara Penelitian

Tabel di atas menunjukkan bahwa total penghasilan petani dari hasil

perkebunan kelapa sawit bervariasi tergantung dari luas lahan yang mereka miliki.

Bapak Mansur yang memiliki total luas lahan 7 hektar memiliki penghasilan Rp.

bulan dari 4 hektar kelapa sawit miliknya, Bapak Sumargo berpenghasilan Rp.

20.600.000 per bulan dari 17 hektar lahan sawit yang dimilikinya, Bapak Batu

Bara berpenghasilan Rp.6.500.000 per bulan dari 9 hektar kelapa sawit yang

dimilikinya, Bapak Saam berpenghasilan 5.300.000 per bulan dari 6 hektar kelapa

sawit yang dimilikinya, dan Bapak Dayat berpenghasilan Rp. 7.300.000 per bulan

dari 14 hektar kelapa sawit yang dimilikinya.

Berdasarkan data yang dikutip dari lapangan, peneliti juga menemukan

bahwa beberapa dari petani-petani ini juga memiliki penghasilan lain yang

diperoleh dari usaha-usaha atau pekerjaan yang tidak berkaitan dengan perannya

sebagai petani kelapa sawit. Seperti yang terangkum dalam tabel berikut ini:

Tabel 4.10Jenis Usaha/ Pekerjaan Lain yang Dimiliki Petani

No Nama Petani Jenis Usaha / pekerjaan Penghasilan (Rp)

1 Mansur Ketua Kelompok tani 3.000.000

2 Irfan - -

3 Sumargo Toke Getah Karet 4.000.000

4 Batu Bara Wiraswasta 4.000.000

5 Saam - -

6 Dayat - -

Sumber: Wawancara Penelitian

Dari seluruh informan petani kelapa sawit di atas, tiga di antaranya

memiliki penghasilan tambahan yang diperoleh dari pekerjaan lain di luar dari

profesinya sebagai petani kelapa sawit. Seperti Bapak Mansur yang memperoleh

tambahan pendapatan sebesar Rp. 3.000.000,- dari pekerjaan sebagai ketua

kelompok tani, Bapak Sumargo yang memperoleh penghasilan Rp. 4.000.000,-

dari pekerjaannya sebagai toke getah karet, dan Bapak Batu Bara yang

memperoleh penghasilan Rp. 4.000.000,- dari pekerjaannya sebagai wiraswasta.

Sedangkan Bapak Irfan, Bapak Saam, dan Bapak Dayat tidak memiliki

b. Profil Sosial Ekonomi Buruh Tani

Dalam proses produksi pertanian, petani yang berasal dari luar desa kerap

memanfaatkan tenaga orang lain atau buruh tani untuk mengelola perkebunan

kelapa sawit miliknya.Pada masyarakat pertanian di Desa Rokan Baru, buruh tani

yang dimaksud di sini adalah penduduk Desa Rokan Baru yang memiliki lahan

tetap secara sah, dan untuk menambah penghasilan keluarganya, penduduk ini

juga menjalankan perannya sebagai buruh tani bagi petani lainnya. Jadi, profesi

sebagai buruh tani di desa ini bukanlah suatu pekerjaan utama yang di geluti oleh

beberapa masyarakat petani, melainkan suatu pekerjaan sampingan yang bertujuan

untuk menambah pendapatan dari pekerjaan utama sebagai petani.

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil wawancara di lapangan, lahan

tetap yang dimiliki oleh buruh tani ini rata-rata memiliki luas 1 - 3 hektar. Untuk

lebih jelasnya, berikut data-data luas lahan tetap yang dimiliki oleh informan yang

bekerja sebagai buruh tani tersebut:

Tabel 4.11 Luas Lahan Buruh Tani

No Nama Luas Lahan

1 Ambik 1 ½ Hektar

2 Giso 1 Hektar

3 Sakimun 3 Hektar

4 Sumardi 2 ½ hektar

5 Rendi 1 Hektar

Sumber: Wawancara Penelitian

Dari Tabel di atas terlihat bahwa, buruh tani yang memiliki lahan pertanian

paling luas adalah Bapak Sakimun, yaitu seluas 3 hektar, kemudian Bapak

Sumardi 2 ½ hektar, Bapak Ambik 1 ½ hektar, serta Bapak Giso dan Bapak Rendi

masing-masing 1 hektar. Buruh tani menganggap luas lahan yang mereka miliki

profesi buruh tani menjadi sebuah pilihan untuk menambah pendapatan

keluarganya. Seperti yang di yang diutarakan oleh Bapak Sakimun berikut ini:

“Kalau bagi bapak pekerjaan menjaga ladang orang itu

bukan cuma sekedar mengisi waktu kosong sebelum manen di

kebun bapak, tapi bapak memang butuh. Kalau gak ada kerja

sampingan itu ya nggak cukup kebutuhan keluarga bapak.

Tiap bulan bapak wajib mentransfer uang ke anak bapak

yang mondok di Duri. Belum lagi adik-adiknya yang SD

sama SMP, walaupun gratis ada Dana Bos tapikan

uang-uang yang lain, uang-uang jajannya masak nggak ada, ya kan?

Lumayanlah uang dari jaga sawit orang itu untuk nutupi,

walaupun uangnya sedikit”

Informan lainnya, yaitu Bapak Rendi juga mengatakan berikut ini:

“Aku ini kan nikah mudah bang, lahir tahun 94, istri

kelahiran 97. Sekolah tamat SMP. Kerja jaga ladang ini pun

karena orang tua saya kenal sama Bapak Margo itunya.

Sekarang aja baru punya ladang sehektar itupun orang tua

ku yang belikan. Ladang itu belum banyak penghasilannya,

karena sawitnya masih kecil, penghasilannya baru 100-200

kg. Ya jaga ladanglah biar anak sama istri bisa makan”.

Dari pernyataan informan di atas tergambarkan bahwa untuk memperoleh

penghasilan tambahan, pekerjaan menjadi buruh tani menjadi solusi bagi para

petani-petani ini untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka. Sebab, penghasilan

dari lahan tetap yang mereka miliki tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan

rumah tangga yang beraneka ragam. Sehingga dengan menjadi buruh tani bagi

petani-petani yang berasal dari luar Desa Rokan Baru ini, penghasilan tambahan

dapat mereka peroleh untuk mencukupi kebutuhan keluarganya.

Adapun perbandingan mengenai besaran pendapatan yang diperoleh buruh

tani dari hasil kebun pribadi dengan upah yang diterima buruh tani dari pekerjaan

Tabel 4.12 Pendapatan Buruh Tani dari Hasil Perkebunan Kelapa Sawit

Milik Pribadi dan Menjadi buruh

Nama

Kebun Milik Pribadi Kebun Tempat Bekerja

Menjadi Buruh Tani

Total

Penghasilan

(Rp)

Luas Lahan

(Hektar)

Penghasilan

(Rp)

Luas Lahan

(Hektar)

Penghasilan

(Rp)

Ambik 1 ½ 1.200.000 10 2.000.000 3.200.000

Giso 1 1.000.000 3 800.000 1.800.000

Sakimun 3 2.300.000 2 700.000 2.800.000

Sumardi 2 2.000.000 4 1.000.000 3.000.000

Rendi 1 400.000 10 1.000.000 1.400.000

Sumber: Wawancara Penelitian

Dari tabel di atas terlihat Bapak Ambik yang bekerja menjadi buruh pada

lahan seluas 10 hektar mendapatkan tambahan penghasilan sebanyak Rp.

2.000.000 per bulan, Bapak Giso mendapat tambahan penghasilan Rp. 800.000

per bulan, Bapak Sakimun mendapat tambahan penghasilan Rp. 700.000 per

bulan, Bapak Sumardi mendapat tambahan penghasilan Rp. 1.000.000 per bulan,

dan Bapak Rendi mendapat tambahan penghasilan sebanyak Rp. 1.000.000 per

bulan.

4.2.2. Pola Hubungan Patron Klien antara Petani dengan Buruh Tani

Dokumen terkait