• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II BIOGRAFI KI HAJAR DEWANTARA

C. Karya-karya Ki Hajar Dewantara

Karya pertama Ki Hajar Dewantara yang diwariskan sampai sekarang adalah Taman Siswa yang menjadi representasi institusi pendidikan pribumi pada masa kolonial dan tetap eksis sampai hari ini.Taman siswa sebuah lembaga pendidikan nasional yang dididirikan oleh Ki Hajar Dewantara atau Soewardi Soeryaningrat di Yogyakarta pada tanggal 3 Juni 1922. Taman Siswa bukan suatu badan perkumpulan yang terdiri dari anggota-anggota, dan bukan milik pribadi. Taman Siswa adalah satu badan perguruan yang sudah diatur dengan kepentingan dan keperluan rakyat, yang diserahkan kepada rakyat umum. Guru-gurunya adalah orang-orang anak bangsa kita sendiri, yang dengan rela dan keikhlasan hatinya bersedia dan menyerahkan diri untuk keperluan rakyat dalam bidang pendidikan dan pengajaran. Dengan prinsip yang

sedemikian rupa, maka Taman Siswa sudah dapat berkembang dan tersebar diseluruh Indonesia.

Lembaga yang berdiri dengan nama National Onderwijs Istituut Taman Siswa ini dikenal sebagai perguruan nasional yang bertujuan mengganti sistem pendidikan dan pengajaran terdahulu yang dipakai pada masa penjajahan Belanda dengan sistem pendidikan yang sesuai dengan kebudayaan Indonesia. Ketika dibuang ke Belanda pada tahun 1913 oleh pemerintah jajahan, Soewardi Soeryaningrat mulai mengenal dan mempelajari pendidikan modern Dr. Maria Montessori dan Jan Lichthart, tokoh pendidikan modern Belanda. Sekembalinya ke Indonesia, sebelum mendirikan Taman Siswa, Ki Hajar Dewantara menjadi guru di sekolah swasta milik kakaknya, R.M. Soejopranoto dan

kemudian mendirikan taman kanak-kanak “Taman Indrya” serta sebuah

khursus guru (Surjomihardjo. 1986: 147).

Lembaga pendidikan Taman Siswa kemudian berkembang menjadi dua bagian, yakni Taman Muda (sekolah dasar 6 tahun) dan Taman

Dewasa atau Mulo Kweekschool yang merangkap taman guru. Meskipun

pendidikan tingkat Taman Dewasa mendapat tentangan dari pemerintah jajahan, banyak lulusannya yang berhasil meneruskan pendidikan ke

AMS (Algemene Middlebare School). Pada saat Jepang masuk ke

Indonesia, tahun 1942, Taman Siswa telah mempunyai cabang 199 tempat yang tersebar di seluruh Pulau Jawa, Bali, Sumatra, Kalimantan,

Sulawesi, Ternate, dan Maluku. Pada saat itu jumlah pengajarnya mencapai 650 orang (Soeratman. 1989: 145).

Cita-cita pendidikan Taman Siswa, yang dikenal sebagai Pancadharma, adalah memberikan kebebasan kepada anak didik dalam

perkembangannya tanpa perintah atau paksaan pendidik;

mengembangkan jasmani dan rohani ke peradaban dan kebudayaan; mengusahakan pengaruh yang baik bagi kodrat alam anak; mengembangkan rasa kebangsaan dan hidup berbangsa; menumbuhkan dan memupukdasar-dasar perikemanusiaan yang merupakan sifat kebangsaan (Surjomihardjo. 1986: 10).

Semboyan pendidikan Taman Siswa adalah Tut Wuri Handayani, ungkapan bahsa Jawa yang berarti mengikuti dari belakang dan memberi kekuatan. Untuk menanamkan rasa kekeluargaan antara guru dan murid , perguruan Taman Siswa mengubah sebutan guru yang pada jaman

penjajahan adalah meneer dan juffrouw menjadi bapak dan ibu.

Perrguruan ini memiliki Majelis Luhur, yang pada awal berdirinya dipimpin oleh Ki Hajar Dewantara, yang juga disebut Bapak Taman Siswa. Pada tahun 1990 Taman Siswa bekerja sama dengan yayasan milik ABRI mendirikan sekolah calon pemimpin bangsa di Magelang yang disebut Sekolah Menengah Atas (SMA) Taruna Nusantara (Ensiklopedi Nasional Indonesia. 2004: 52).

Dengan mendirikan sekolah Taman Siswa yang pertama, maka pada masa itu berarti Suwardi Suryaningrat mengesampingkan

pendekatan politik. Ki Hajar Dewantara dapat mewujudkan keinginan bangsanya, karena usaha untuk mendidik angkatan muda dalam jiwa kebangsaan sesuai dan merupakan bagian penting pergerakan kemerdekaan Indonesia dan dianggap merupakan dasar perjuangan meninggikan derajat rakyat. Banyak perkumpulan dan partai-partai memasukan hal itu dalam programnya.

Sejarah Taman Siswa adalah sejarah kebangsaan Indonesia. Kelahirannya pada tanggal 3 Juli 1922 dinilai oleh seorang penulis asing tentang Indonesia sebagai titik balik dalam pergerakan Indonesia. Karena kaum revolusioner yang mencoba menggerakan rakyat dengan

semboyan-semboyan asing dan ajaran-ajaran Marxis terpaksa

memberikan tempat untuk gerakan baru, yang benar-benar berasas kebangsaan dan bersikap non kooperatif dengan pemerintah jajahan, seperti tercermin dalam pernyataan Asas Taman Siswa.

Pernyataan Asas Taman Siswa tahun 1922 itu berisi 7 pasal yang dapat diringkas sebagai berikut :

a. Pasal 1 dan 2 mengandung dasar kemerdekaan bagi tiap-tiap orang untuk mengatur dirinya sendiri. Bila diterapkan kepada pelaksanaan pengajaran, maka hal itu merupaan usaha mendidik murid-murid supaya dapat berperasaan, berpikiran dan bekerja merdeka di dalam batas-batas tujuan mencapai tertib-damainya hidup bersama. Di dalam pasal 1 juga terdapat dasar kodrat alam, yang diterangkan perlunya, agar kemajuan sejati dapat diperoleh dengan perkembangan kodrat,

yang terkenal sebagai evolusi. Dasar ini mewujudkan sistem among, yang salah satu seginya adalah mewajibkan guru-guru untuk berperan sebagai “pemimpin yang berdiri di belakang tetapi mempengaruhi” dengan memberi kesempatan kepada anak-anak didik untuk mewujudkan diri sendiri. Inilah yang disebut dengan semboyan Tut Wuri Handayani. Di samping itu guru diharapkan dapat membangkitkan pikiran murid, bila berada di tengah-tengah mereka dan memberi contoh bila di depan murid.

b. Pasal 3 menyinggung kepentingan-kepentingan sosial, ekonomi dan politik. Kecenderungan bangsa kita untuk menyesuaikan diri dengan hidup dan penghidupan kebarat-baratan akan menimbulkan berbagai kekacauan. Sistem pengajaran yang timbul dianggap terlampau mementingkan kecerdasan pikiran, yang melanggar dasar-dasar kodrati yang terdapat dalam kebudayaan sendiri sehingga tidak menjamin keserasian dan dapat memberi kepuasan. Inilah yang disebut dasar kebudayaan.

c. Pasal 4 mengandung dasar kerakyatan. Pernyataan “Tidak ada engajaran bagaimanapun tingginya, dapat berguna, apabila hanya diberikan kepada sebagian kecil orang dalam pergaulan hidup. Daerah

pengajaran harus diperluas”, menjadi dasar pelaksanaan dan wajib belajar bagi segenap mereka yang sudah waktunya mendapat pengajaran.

d. Pasal 5 merupakan asas yang sangat penting bagi semua orang yang ingin mengejar kemerdekaan hidup yang sepenuh-penuhnya. Pokok dari asas ini adalah percaya kepada kekuatan diri sendiri untuk tumbuh dan berkembang.

e. Pasal 6 berisi persyaratan dalam mengejar kemerdekaan diri dengan jalan keharusan untuk membelanjai sendiri segala usaha.

f. Pasal 7 mengharuskan adanya keikhlasan lahir batin bagi guru untuk mendekati anak didiknya (Surjomihardjo. 1986: 37).

Pernyataan asas berisi tujuh pasal itu disebut oleh Dr. Gunning

sebagai “manifest yang penting”. Salah seorang pemimpin Taman Siswa,

Sarmidi Mangunsarkoro menyebutkan pernyataan asas itu sebagai

“lanjutan cita-cita Ki Hajar Dewantara dan kawan-kawannya yang tergabung dalam Gerombolan Selasa Kliwon, sebagai anak rohani gerakan politik kiri dan gerakan kebatinan yang menganjurkan

kebebasan”. Selama delapan tahun sejak berdirinya Taman Siswa, Suwardi Suryaningrat dan pembantu-pembantunya bekerja secara diam- diam. Dalam arti tidak melayani kritik-kritik dari masyarakat kita sendiri maupun dari pihak Belanda, yang bernada meremehkan usaha pendidikan itu. Namun secara teratur gagasan dan usaha pendidikan yang hidup itu dijelaskan melalui majalah pendidikan umum yang diterbitkan, yaitu

Wasita.

Banyak sekolah yang telah berdiri terlebih dulu kemudian menyerahkan sekolahnya kepada Taman Siswa, seperti sekolah Budi

Utomo di Jatibaru Jakarta, dan Sekolah Rakyat di Bandung. Menjelang kongresnya yang pertama, maka penerbitan resmi pemerintah Hindia Belanda mencatat pada tahun 1930, bahwa di Jawa terdapat pusat-pusat kegiatan pemeliharaan kesejahteraan penduduk yang diusahakan oleh bangsa sendiri. Disebutnya ada tiga pusat kegiatan, yaitu yang

diusahakan oleh Muhammadiyah, Indonesische Studieclub Surabaya dan

Taman Siswa.

Mengenai Taman Siswa penerbitan pemerintah Hindia Belanda itu menguraikan antara lain sebagai berikut:

Pertama, semula didirikan pada tahun 1922 di Yogyakarta, sekarang ini perguruan Taman Siswa meliputi 40 cabang, tiga diantaranya di Sumatra Timur dan empat di Kareridenan Kalimantan Selatan dan Timur dengan jumlah murid 5.140 orang. Ibu Pawiyatan di Yogyakarta terdiri dari sebuah MULO dengan 238, sekolah rendah dengan 362 murid dan Schakelschool dengan 97 murid. Sejak tahun 1925, pada waktu sekolah rendah untuk pertama kali meluluskan muridnya, rata-rata 70 persen dari mereka telah lulus ujian pegawai negeri rendah dan ujian masuk MULO atau sekolah teknik. Banyak

diantaranya yang melanjutkan pelajaran ke MULO-Kweekschool, yang

didirikan pada tahun 1924.

Kedua, lulusan MULO pada tahun 1928, dari lima diantara sembilan, dan pada tahun 1929, enam diantara 14 telah lulus ujian masuk AMS atau rata-rata berarti 45 persen, sedangkan 24 lulusan Taman Guru

(MULO ditambah satu tahun teori dan satu tahun pendidikan praktek) sekarang semuanya bekerja sebagai guru pada Taman Siswa atau lembaga pendidikan partikelir lainnya. Pada tahun 1929 yang mendaftarkan diri sebagai murid MULO begitu besar sehingga banyak yang ditolak. Para ahli telah memberikan penilaian yang baik terhadap Taman Siswa di Yogyakarta (Tamansiswa. 1977 : 506).

2. Tulisan Ki Hajar Dewantara yang dibukukan

Tulisan-tulisan yang diwariskan Ki Hajar Dewantara kemudian dikumpulkan dan diterbitkan oleh Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa Yogyakarta diantaranya ;

a. Karya Ki Hajar Dewantara Bagian Pertama Pendidikan pada tahun 1977: tentang Pendidikan Buku ini khusus membicarakan gagasan dan pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam bidang pendidikan di antaranya tentang hal ihwal Pendidikan Nasional. Tri Pusat Pendidikan, Pendidikan Kanak-Kanak, Pendidikan Sistem Pondok, Adab dan Etika, Pendidikan dan Kesusilaan.

b. Karya Ki Hajar Dewantara Bagian Kedua Kebudayaan pada tahun 1994: tentang Kebudayaan Dalam buku ini memuat tulisan-tulisan mengenai kebudayaan dan kesenian di antaranya: Asosiasi Antara Barat dan Timur, Pembangunan Kebudayaan Nasional, Perkembangan Kebudayaan di Jaman Merdeka, Kebudayaan nasional, Kebudayaan Sifat Pribadi Bangsa, Kesenian Daerah dalam

Persatuan Indonesia, Islam dan Kebudayaan, Ajaran Pancasila dan lain-lain.

c. Karya Ki Hajar Dewantara Bagian Ketiga: tentang Politik dan Kemasyarakatan. Dalam buku ini memuat tulisan-tulisan mengenai politik antara tahun 1913-1922 yang menggegerkan dunia imperialis Belanda, dan tulisan-tulisan mengenai wanita, pemuda dan perjuangannya.

d. Karya Ki Hajar Dewantara Bagian Keempat: tentang Riwayat dan Perjuangan Hidup Penulis: Ki Hajar Dewantara Dalam buku ini melukiskan kisah kehidupan dan perjuangan hidup perintis dan pahlawan kemerdekaan Ki Hajar Dewantara.

Karya Ki Hajar Dewantara masih banyak yang diterbitkan setelah beliau wafat. Ada beberapa tulisan beliau yang begitu terkenal, diantaranya tulisan Ki Hajar Dewantara yang paling fenomenal adalah berupa sistem pendidikan yang dicetuskan oleh beliau, yang berbunyi:

Ing Ngarsa Sung Tulada, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani. Sistem Among menuntut kesabaran dalam penerapannya bagi pengajar, nampak dalam teori ini Ki Hajar Dewantara berusaha memberikan gambaran ideal tentang peran manusia dalam segala waktu.

Dalam konsep among ini manusia ideal adalah orang yang dapat

menempatkan diri (menyesuaikan diri) sedang berada pada peran yang bagaimanakah dia. Apakah di depan, di tengah atau di belakang. Dan dalam setiap kondisi di depan, di tengah maupun di belakang itu orang

ideal ini harus dapat memberikan peran yang berarti bagi orang lain di sekitarnya. Ki Hajar Dewantara memang telah membuktikan sebagai figur yang dapat dijadikan sebagai panutan bagi insan pendidikan di Indonesia, bahkan di dunia.

Baru-baru ini salah satu buku karya Ki Hajar Dewantara dijadikan referensi oleh Finlandia, yang membuat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan miris di Indonesia buku itu tidak terbaca sehingga diambil dan dipraktekan oleh negara lain. Salah satu topik yang diangkat dalam buku tersebut adalah tentang kondisi belajar yang menyenangkan. Pemerintah Finlandia telah mengikuti pandangan Ki Hajar Dewantara dengan mengubah sistem belajar dan situasi di sekolah menjadi lebih nyaman dan menggembirakan, berbeda dengan sekolah dan instansi pendidikan di Indonesia yang murid-muridnya lebih banyak

merasa stress saat belajar. “Di sana disebutkan taman, bukan yang lain.

Kita harus dorong agar murid-murid kita bisa merasa seperti di taman,

dan mereka harus bisa merasa ketagihan belajar”, kata Anies Baswedan

(Belamirnus. 2014: 1).

Ungkapan tut wuri handayani dijadikan logo pendidikan di

Indonesia, sehingga masyarakat umum tidak asing dengan istilah tersebut yang artinya dari secara lengkap adalah: tut wuri handayani (dari belakang seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan), ing madya mangun karsa (di tengah atau di antara murid, guru harus menciptakan prakarsa dan ide), dan ing ngarsa sung tulada (di depan,

seorang pendidik atau guru harus dapat memberi teladan atau contoh tindakan baik). Semboyan ini masih tetap dipakai dalam dunia pendidikan kita, terutama di sekolah-sekolah Taman Siswa.

Sisi lain jiwa kepahlawanan Ki Hajar juga sulit ditandingi oleh tokoh pendidikan lainnya, banyak teori yang dihasilkan oleh Ki Hajar Dewantara ini diciptakan beliau pada jaman penjajahan atau jaman perjuangan. Pertanyaanya adalah apakah konteks perjuangan yang dikemukakan beliau pada jaman dahulu tetap relevan dengan jaman sekarang. Sebab perjuangan pada jaman dulu diartikan sebagai perang melawan penjajah. Sedang dalam konteks sekarang perjuangan lebih merupakan berjuang untuk mencapai prestasi.Untuk ukuran jaman yang semakin maju ini banyak nilai-nilai tradisional yang memerlukan pembaharuan pada penerapannya. Banyak aspek dalam nilai tradisional yang kurang terbuka terhadap inovasi (pembaharuan) yang sedang berkembang. Hal ini apabila dibiarkan jelas sangat mempengaruhi daya kreativitas masyarakat kita.

3. Karya dan peninggalan Ki Hajar Dewantara lainnya

a. Tahun 1912 mendirikan Surat Kabar Harian De Ekspres (Bandung), Harian Sedya Tama (Yogyakarta) Midden Java (Yogyakarta), KaumMuda (Bandung), Utusan Hindia (Surabaya), Cahya Timur (Malang) ( Ensiklopedi Nasional Indonesia Jilid 4, 1989: 330),

b. Mendirikan monumen Nasional “Taman Siswa” pada tanggal 3 Juli 1922( Ensiklopedi Nasional Indonesia Jilid 4, 1989 : 331),

c. Tahun 1913 mendirikan Komite Bumi Putra bersama Cipto Mangunkusumo, untuk memprotes rencana perayaan 100 tahun. d. Mendirikan IP (Indice Partij) tanggal 16 September 1912 bersama

Dauwes Dekker dan Cjipto Mangunkusumo ( Ensiklopedi Nasional Indonesia Jilid 4, 1989 : 330),

e. Tanggal 8 Maret 1955 ditetapkan pemerintah sebagai perintis

Kemerdekaan Nasional Indonesia,

f. Tanggal 19 Desember 1956 mendapat gelar kehormatan Honoris

Causa dalam ilmu kebudayaan dari Universitas Negeri Gajah Mada, g. Tanggal 17 Agustus dianugerahi oleh Presiden/Panglima Tertinggi

Dokumen terkait