• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEDAULATAN RAKYAT, PARTAI

A. Kedaulatan Rakyat

1. Sejarah Kedaulatan Rakyat (Demokrasi)

Dalam perkembangannya, teori kedalatan memiliki beberapa macam antara lain Kedaulatan Tuhan, Kedaulatan Raja, Kedaulatan Negara, kedaulatan Hukum, dan Kedaulatan Rakyat. Di abad 21 ini, Kedaulatan Rakyat yang hampir dipakai oleh seluruh negara-negara di dunia, atau yang lebih dikenal dengan istilah demokrasi.

Pada permulaan pertumbuhannya, demokrasi telah mencakup beberapa asas dan nilai yang diwariskan kepadanya dari masa yang lampau, yaitu gagasan mengenai demokrasi dari kebudayaan Yunani Kuno dan gagasan mengenai kebebasan beragama yang dihasilkan oleh aliran reformasi serta perang agama yang menyusulnya. Sistem demokrasi yang terdapat di negara kota (citystate) Yunani Kuno abad ke-6 sampai abad ke-3 sebelum masehi merupakan demokrasi langsung, yaitu suatu bentuk pemerintahan di mana hak untuk membuat keputusan-keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara yang bertindak berdasarkan prosedur mayoritas.26

Gagasan demokrasi Yunani boleh dikatakan hilang dari muka dunia barat waktu bangsa Romawi berkuasa, yang dikatakan oleh suku bangsa

Eropa Barat dan benua Eropa memasuki Abad Pertengahan dari tahun 600-1400. Masyarakat Abad Pertengahan dicirikan oleh struktur sosial yang feodal, yang kehidupan sosial serta spiritualnya dikuasai oleh Paus dan pejabat-pejabat agama lainnya, yang kehidupan politiknya ditandai oleh perebutan kekuasaan antara para bangsawan satu sama lain. Dilihat dari sudut perkembangan, demokrasi Abad Pertengahan menghasilkan suatu dokumen yang penting, yaitu Magna Charta 1215.

Sebelum abad pertengahan berakhir, di Eropa Barat , pada permulaan abad ke-16, muncul negara-negara nasional (national state) dalam bentuk yang modern, menyebabkan Eropa Barat mengalami beberapa perubahan sosial dan kultural dalam rangka mempersiapkan jalan untuk memasuki zaman yang lebih modern dengan keyakinan bahwa akal dapat memerdekakan diri dari pembatasan-pembatasannya. Dua kejadian ini ialah Renaissnce (1350-1650) yang terutama berpengaruh di Eropa Selatan, seperti Italia, dan Reformasi (1500-1650) yang mendapat banyak pengikutnya di Eropa Utara, seperti Jerman, Swiss, dan sebagainya.

Renaissance adalah aliran yang menghidupkan kembali minat kepada kesuastraan dan kebudayaan Yunani Kuno yang selama Abad Pertengahan telah disisihkan. Aliran ini membelokkan perhatian yang tadinya semata-mata diarahkan kepada tulisan-tulisan keagamaan kearah soal-soal keduniawian dan mengakibatkan timbulnya pandangan-pandang baru. Reformasi serta perang-perang agama yang menyusul, menyebabkan manusia berhasil melepaskan diri dari penguasaan kereja, baik di bidang spiritual dalam bentuk

dogma maupun di bidang sosial dan politik. Hasil dari pergumulan ini ialah timbulnya gagasan mengenai perlunya ada kebebasan beragama serta ada garis pemisah yang tegas antara soal-soal agama dan soal-soal keduniawian, khususnya dibidang pemerintahan. Ini dinamakan pemisahan antara gereja dan negara.

Kedua aliran pikiran tersebut, mempersiapkan orang Eropa Barat pada masa 1650-1800 menyelami masa Aufklarung (Abad Pemikiran) beserta Rasionalisme, suatu aliran pikiran yang ingin memerdekakan pemikiran manusia dari batas-batas yang ditentukan oleh gereja dan mendasarkan pemikiran atas akal (ratio) semata-mata.27 Kebebasan berpikir membuka jalan untuk meluasakan gagasan ini dibidang politik. Timbullah gagasan bahwa manusia mempunyai hak-hak politik yang tidak boleh diselewengkan oleh raja dan mengakibatkan dilontarkannya kecaman-kecaman terhadap raja, yang menurut pola yang sudah lazim pada masa itu mempunyai kekuasaan tak terbatas.

Monarki-monarki absolut ini telah muncul dalam masa 1500-1700, sesudah berakhirnya Abad Pertengahan. Raja-raja absolut menganggap dirinya berhak atas tahtanya berdasarkan konsep “Hak Suci Raja” (Divine Right of Kings). Kecaman-kecaman yang dilontarkan terhadap gagasan absolutisme mendapat dukungan kuat dari golongan menengah (middle class) yang mulai berpengaruh berkat majunya kedudukan ekonomi serta mutu pendidikannya.

27 Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 238-241.

Pendobrakan terhadap kedudukan raja-raja absolut ini didasarkan atas suatu teori rasionalistis yang umumnya dikenal sebagai social contract (kontrak sosial). Salah satu dari gagasan kontrak sosial ialah bahwa dunia dikuasai oleh hukum yang timbul dari alam yang mengandung prinsip-prinsip keadilan yang universil. Kontrak sosial beranggapan bahwa raja diberi kekuasaan oleh rakyat untuk menyelenggarakan penertiban dan menciptakan suasana dimana rakyat dapat menikmati hak-hak alamnya dengan aman.

Sebagai akibat dari pergolakan tersebut, pada akhir abad ke 19 gagasan mengenai demokrasi mendapat wujud yang konkrit sebagai program dan sistem politik. Demokrasi pada tahap ini semata-mata bersifat politis dan mendasarkan dirinya atas azas-azas kemerdekaan individu, kesamaan hak (equal rights) serta hak pilih untuk semua warga negara (universal suffrage)28

Sejak awal abad ke-20, gelombang aspirasi kearah kebebasan dan kemerdekaan umat manusia dari penindasan dan penjajahan meningkat tajam dan terbuka dengan menggunakan “pisau” demokrasi dan HAM sebagai instrument perjuangan yang efektif dan membebaskan.29

2. Pengertian Kedaulatan Rakyat

Kedaulatan adalah sebuah istilah hukum yang sangat dalam dan jauh arti maknanya, walaupun mempunyai perbatasan yang tegas bagi para ahli

28

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005), h. 55-56.

29

Jimly Asshiddiqie, Menuju Negara Hukum Yang Demokratis (Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2008), h. 533.

hokum internasional.30 Sifat khusus pada suatu negara yang membedakannya dengan semua unit perkumpulan lainnya adalah negara memiliki kekuasaan untuk membuat dan melaksanakan undang-undang dengan segala cara maupun paksaan yang diperlukan. Kekuasaan seperti ini disebut kedaulatan.31 Kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi untuk menentukan hukum dalam negara. Sifat-sifat kedaulatan itu tunggal, asli, dan tidak terbagi.32Jadi kalau suatu undang-undang atau tindakan menimbulkan percekcokan dalam suatu negara, maka kekuasaan tertinggi itulah yang akan menjatuhkan putusan terakhir. Itulah yang terkuasa, yang berdaulat.33

Secara internal, istilah ini bermakna supermasi seseorang atau sekumpulan orang didalam negara atas individu-individu atau perkumpulan individu dalam wilayah yuridiksinya. Secara eksternal, berarti independensi mutlak satu negara sebagai suatu keseluruhan dalam hubungannya dengan negara-negara lainnya. Secara etimologi, kata kedaulatan berarti superiritas belaka, tetapi ketika diterapkan pada negara, kata tersebut berarti superioritas dalam arti khusus.34

Menurut Locke: “Negara diciptakan karena suatu perjanjian

kemasyarakatan antara rakyat. Tujuannya ialah melindungi hak milik, hidup,

30

Muhammad Yamin, Naskah Persiapan UUD 1945 Jilid Ketiga (Jakarta: Siguntang, 1960), h. 893.

31

C. F. Strong, Konstitusi-Konstitusi Politik Modern: Kajian Tentang Sejarah Dan Bentuk-Bentuk Konstitusi Dunia (Bandung: Penerbit Nusa Media, 2008), h. 8.

32

Abu Daud Busroh, Ilmu Negara (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h. 69.

33

Tan Malaka, Merdeka 100%: Tiga Percakapan Ekonomi Politik (Jakarta: Marjin Kiri, 1987), h. 12.

34

dan kebebasan, baik terhadap bahaya dari dalam maupun bahaya-bahaya dari luar. Orang memberikan hak-hak alamiah kepada masyarakat,

tetapi tidak semuanya.”35

Teori kedaulatan rakyat ini antara lain juga diikuti oleh Immanuel Kant, yaitu yang mengatakan bahwa tujuan Negara itu adalah untuk menegakan hukum dan menjamin kebebasan daripada para warga negaranya.36

Kedaulatan rakyat dapat diartikan dua macam:

a. Kedaulatan rakyat dalam arti: rakyatlah yang diangap menjadi sumber atau asal segala kekuasaan dalam negara. Segala hokum dan peraturan yang diciptakan oleh rakyat harus ditaati lebih dari hokum atau peraturan manapun juga, lebih dari hukum yang diperintahkan oleh Tuhan sekalipun. Dalam hal ini berlakulah

semboyan: “suara rakyat suara Tuhan”.

b. Kedaulatan rakyat dalam arti: rakyat merupakan tempat kekuasaan yang tertinggi, kekuasaan mana sebenarnya karunia Tuhan. Karena souvereiniteit menurut paham ini karunia Tuhan, maka kebenaran hokum rakyat wajib diukur (diselaraskan) dengan kehendak Tuhan.37

3. Konsep Demokrasi

Ada bermacam-macam istilah demokrasi. Semua konsep ini memakai itilah demokrasi, yang menurut asal kata berarti “rakyat berkuasa” atau

35Ni’matul Huda, Ilmu Negara, h. 189.

36

Soehino, Ilmu Negara (Yogyakarta: Liberty, 2005), h. 161.

37

“goverment or rule by the people”. (Kata Yunani demos berarti rakyat, kratos/kratein berarti kekuasaan/ berkuasa).38

Tokoh yang menjadi bapak dari ajaran ini adalah J. J. Rousseau. Menurut teori ini, rakyatlah yang berdaulat dan mewakilkan atau menyerahkan kekuasaannya kepada negara. Kemudian negara memecah menjadi beberapa kekuasaan yang diberikan kepada pemerintah ataupun lembaga perwakilan. Apabila pemerintah tidak melaksanakan tugasnya sesuai dengan kehendak rakyat, maka rakyat akan bertindak untuk mengganti pemerintah itu. Kedaulatan rakyat ini, didasarkan pada kehendak umum yang disebut dengan volonte generale oleh Rousseau.39

Kemauan bersama (volonte generale) ini, sebagai suatu kualitas. Kemauan bersama senantiasa bertujuan kebaikan dan kepentingan bersama, ia senantiasa benar dan adil. Ia akan mengalahkan kepentingan diri, yang menurut pendapat Rousseau memang tidak akan muncul apabila manusia itu dibiarkan berpikir sendiri tanpa dipengaruhi oleh bisikan dan hasutan dari luar. Kemauan bersama, katanya, tidak sama dengan kemauan semua sekutu (volonte des tous), ini termasuk dalam lingkungan kuantitas, yakni berupa jumlah dari kemauan-kemauan yang ada. Kemauan bersama, adalah pemegang kedaulatan yang tidak terbatas, tidak dapat diserahkan dan tidak dapat pula dibagi-bagi. Kedaulatan terletak pada pihak yang memerlukan kemauan bersama, jadi rakyat keseluruhan. Kemauan bersama juga

38

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, h. 50.

39

Jazim Hamidi, dkk, Teori Hukum Tata Negara: A Turning Point Of The State

merupakan sumber hukum yang senantiasa harus didasarkan pada

“bersamanya” bukan diuntukkan bagi seseorang atau segolongan.40

Oleh karena negara untuk kepentingan bersama, maka menurut Montesquieu kekuasaan negara haruslah dipisah-pisahkan.41

Salah satu konsep demokrasi yang kita kenal ialah demokrasi konstitusional. Demokrasi Konstitusional sendiri memiliki ciri tersendiri, yaitu terbatasnya kekuasaan pemerintah serta tidak dibenarkannya tindakan sewenang-wenang pemerintah kepada masyarakat. Kedua hal itu termaktub secara gambling dalam konstitusi, yang menjadi acuan bagi pemerintah. Ciri tersebut memiliki nafas yang sama dengan pernyataan Lord Acton, “power tends to corrupt, absolute power corrupts absolutely” (manusia yang memiliki kekuasaan cenderung akan menyalah-gunakannya, dan apabila manusia memiliki kekuasaan yang absolute atau tidak terbatas, tentunya akan disalah gunakan). Pemisahan dan/atau pembagian kekuasaan, sehingga kekuasaan tidak terpusat hanya pada satu lembaga atau individu, dalam prakteknya di Indonesia dapat dilihat melalui tiga lembaga Negara utama yang berperan dalam menjalankan roda pemerintahan, yaitu eksekutif (presiden), legislatif (DPR) serta yudikatif (MA).

Sama halnya dengan sang induk, demokrasi konstitusional juga berkembang merespon pada tuntutan zamannya. Setelah pada abad 19 menitik beratkan pada penegakan hokum serta HAM, dalam

40

Firdaus Syam, Pemikiran Politik Barat: Sejarah, Ideologi, Dan Pengaruhnya Terhadap Dunia Ke-3 (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), h. 155.

41

C. S. T. Kansil dan Christine S. T. Kansil, Ilmu Negara (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), h. 160.

perkembangannya dewasa ini, terdapat syarat-syarat bagi penyelenggaraan demokrasi konstitusional, yaitu:

a. Perlindungan konstitusionil, yang mencakup perlindungan terhadap hak-hak individu serta prosedur untuk memperoleh perlindung tersebut.

b. Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak. c. Pemilihan umum yang bebas.

d. Kebebasan untuk menyatakan pendapat.

e. Kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan beroposisi. f. Pendidikan kewarganegaraan (civic education).42

Ciri khas demokrasi konstitusionil adalah :

a. Gagasan bahwa pemerintah yang demokratis adalah pemerintah yang terbatas kekuasaannya dan tidak dibenarkan bertindak sewenang-wenang terhadap negaranya.

b. Pembatasan tercantum dalam konstitusi.

c. Disebut “constitutional government

Konsep demokrasi konstitusional memiliki tiga aspek utama, yaitu penataan lembaga negara, proses legislasi, dan judicial review.

Aspek pertama, penataan lembaga negara merupakan hal penting karena lembaga negara ini yang menjalankan kekuasaan negara. Prinsip pembagian kekuasaan (division of powers) yang semula diagungkan diganti

42 B. Harimurti, “Sistem Pemerintahan Indonesia-Demokrasi Konstitusional”, artikel

diakses pada 10 Januari 2014 dari http://www.koranpagi.com/sistem-pemerintahan-indonesia/

pemisahan kekuasaan (separation of powers) dengan prinsip checks and balances. Perubahan signifikan dengan meninggalkan doktrin supremasi parlemen menjadi supremasi konstitusi.Pemisahan kekuasaan dimaksudkan agar tidak terjadi penumpukan kekuasaan yang berpeluang disalahgunakan.

Prinsip checks and balances ditandai fungsi legislasi di tangan Dewan Perwakilan Rakyat (dan Dewan Perwakilan Daerah), tetapi presiden masih memiliki hak mengajukan rancangan undang-undang, membahas, dan memberikan persetujuan. Kekuasaan legislasi juga dikontrol dan diimbangi Mahkamah Konstitusi dalam menguji konstitusionalitas undang-undang (judicial review). Begitu pula kekuasaan eksekutif dikontrol dengan fungsi pengawasan DPR dan DPD.

Prinsip ini melengkapi doktrin pemisahan kekuasaan dengan kelemahan tidak mungkin kekuasaan mutlak diisi orang-orang dan fungsi yang murni berbeda dan terpisah.Tetapi, pemisahan kekuasaan ini bukan tanpa masalah. Janedjri menyatakan, bisa muncul ketegangan yang mengganggu fungsi masing lembaga negara karena beda tafsir atas kekuasaan masing-masing dan personifikasi lembaga dengan pribadi pejabat. Hubungan tidak sehat manakala melibatkan hubungan emosional.

Aspek kedua, yaitu pembuatan hukum melalui proses legislasi. Pembentukan hukum harus dilakukan melalui mekanisme demokratis dan cerminan ideal dan kebutuhan masyarakat. Hak-hak konstitusional, termasuk hak-hak masyarakat hukum adat, tidak boleh dilanggar norma yang hierarkinya lebih rendah karena konstitusi akan turun derajat tertingginya.

Selain itu, Janedjri juga mengulas secara mendalam prasyarat demokratisasi pembentukan undang-undang agar terpenuhi yaitu dengan ada keterbukaan, forum publik, dan partisipasi dari masyarakat.

Aspek ketiga yaitu judicial review. Mekanisme ini penegasan prinsip checks and balances, memperkuat negara demokrasi konstitusional, dan mengawal konstitusi sebagai supreme law dan menjaga konstitusi agar hidup.43

Carol C. Gould mengklasifikasikan demokrasi dalam tiga model, yaitu (1) model individualisme liberal, (2) model pluralis, dan (3) model sosialisme holistik. Teori model demokrasi model individualisme liberal menjeaskan demokrasi sebagai pelindung orang dari kesewenang-wenangan kekuasaan pemerintah, dan mendudukan pemerintah sebagai pelindung kebebasan seluruh rakyat dari ancaman dan gangguan. Model demokrasi ini menginginkan kesamaan universal bagi seluruh rakyat dan kesamaan hak bagi seluruh rakyat itu dalam proses politik. Pandangan ini ditandai oleh one man one vote.

Teori model pluralis merupakan kebalikan dari individualisme abstrak yang menekankan kepentingan pribadi individu-individu yang saling lepas. Dalam hal ini pluralisme memusatkan perhatian pada kepentingan kelompok sebagai agregasi dari kepentingan individual, dan pemunculannya akan mengakibatkan konflik dalam proses politik. Sehingga demokrasi politik

43

Flory Kresinda Sonnie, “Konsep Demokrasi dan Demokrasi Konstitusional Indonesia”, artikel diakses pada 10 Januari 2014 dari

ditafsirkan sebagai sistem pemerintahan yang menengahi konflik (kompetisi) itu untuk memperoleh keseimbangan sosial. Menurut teori ini demokrasi politik memaksimumkan terwakilinya individu-individu yang kepentingannya mungkin tidak akan diwakili secara memadai oleh kekuasaan kelompok tempat ia bergabung. Teori ini juga menyatakan bahwa pluralisme melindungi kebebasan memilih para individu dengan menyediakan alternatif-alternatif politik yang mampu mewakili pluralitas kelompok kepentingan (interest group) ataupun partai. Struktur politik yang diciptakannya adalah menutup kemungkinan hegemoni dari suatu kelompok atau partai tunggal.

Model pandangan ketiga, sosialisme holistik, merupakan salah satu pendekatan yang menekankan demokrasi ekonomi dan muncul untuk menanggapi ditolaknya kenyataan hubungan sosial dan ekonomi yang dilontarkan oleh individualisme liberal.44

Dokumen terkait