• Tidak ada hasil yang ditemukan

G. Sosial Ekonomi

3. Keluarga Miskin

Berdasarkan data jumlah masyarakat miskin penerima bantuan iuran (PBI) Jaminan Kesehatan di Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2014 berjumlah 98.977 jiwa terdiri PBI dibiaya APBN sebanyak 88.977 Jiwa dan PBI APBD Kab. Muaro jambi sebanyak 10.000 Jiwa. Hal ini berarti ada sekitar 26,18 % atau turun 2,02 % jika dibandingkan dengan tahun 2013 (28,20 %) jumlah masyarakat miskin yang ada di Kabupaten Muaro Jambi. Berikut Gambaran Penduduk Miskin yang mendapat Jaminan Kesehehatan dari Tahun 2008-2014 dapat kita lihat pada tabel 2.8 di bawah ini :

Tabel 2.8

Jumlah Masyarakat Miskin

Dalam Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2014

Tahun Jml Pddk Jumlah Jiwa Miskin Persen

1 2 3 4 TAHUN 2014 378.117 98.977 26,18 TAHUN 2013 368.715 103.977 28,20 TAHUN 2012 359.547 76.004 21,14 TAHUN 2011 350.605 76.004 21,68 TAHUN 2010 341.888 76.004 22,23 TAHUN 2009 314.598 76.004 24,16 TAHUN 2008 310.676 82.661 26,61

Sumber : Bidang Promkesling Tahun 2014

( Tahun 2013 data jumlah masyarakat miskin di Kab. Muaro Jambi berjumlah 103.977 jiwa terdiri 88.977 penerima kartu jamkesmas dan 15.000 penerima kartu jamkesda dari 368.715 jumlah penduduk yang ada di Kab. Muaro Jambi.

Bila dilihat dari jumlah masyarakat miskin per kecamatan berdasarkan data penerima kartu Jaminan Kesehatan tahun 2014 , dapat digambarkan pada gambar grafik di bawah ini :

Gambar 2.8

Jumlah Masyarakat Miskin

Penerima Kartu Jaminan Kesehatan Menurut Kecamatan Dalam Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2014

Sumber : Bidang Bidang Promkesling Tahun 2014

Dari gambar grafik di atas dapat dilihat bahwa kecamatan yang terbanyak penerima kartu jaminan kesehatan untuk masyarakat miskin adalah Kecamatan Kumpeh (2.258 Jiwa) kemudian diikuti oleh Kec Jaluko (1.492 Jiwa), Mestong (1.249 Jiwa), Sekernan (1.097 Jiwa), Maro Sebo (991 Jiwa), Sungai Gelam (984), Kumpeh Ulu (691 Jiwa), Sei Bahar Utara (565 Jiwa), Sei Bahar Selatan (340 Jiwa), Taman Rajo (170 Jiwa) sedangkan Kecamatan yang paling kecil jumlah penerima kartu melalui pendanaan APBD Kab. Muaro jambi adalah Kecamatan Sungai Bahar (163 Jiwa).

Adapun besaran persentase masyarakat miskin per kecamatan dalam Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2014 dapat dilihat pada gambar 2.9 di bawah ini :

Gambar 2.9

Persentase Masyarakat Miskin

Penerima Kartu Jaminan Kesehatan Menurut Kecamatan Dalam Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2014

Sumber : Bidang Promkesling Tahun 2014

Dari gambar grafik di atas diketahui bahwa kecamatan dengan persentase tertinggi penerima kartu jaminan kesehatan untuk masyarakat miskin adalah adalah Kecamatan Kumpeh (0,60 %) dan yang terendah Kecamatan Taman Rajo dengan persentase hanya 0,04 % dari jumlah penduduk Kabupaten Muaro Jambi pada tahun 2014 (378.117 jiwa).

H. Kesehatan Lingkungan

Lingkungan merupakan salah satu variabel yang perlu mendapat perhatian khusus dalam menilai kondisi kesehatan masyarakat. Bersama dengan faktor perilaku, pelayanan kesehatan dan genetik, lingkungan mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Menurut Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia (HAKLI) kesehatan lingkungan adalah suatu kondisi yang mampu menopang keseimbangan

ekologi yang dinamis antara manusia dan lingkungan untuk mendukung tercapainya kualitas hidup manusia yang sehat dan bahagia.

Masalah kesehatan lingkungan murupakan masalah kompleks yang harus diatasi bersama. Untuk menggambarkan keadaan lingkungan akan disajikan indikator-indikator seperti : akses air minum berkualitas, akses terhadap sanitasi layak, rumah tangga kumuh dan rumah sehat.

1. Sarana dan Akses Air Minum Berkualitas

Salah satu tujuan pembangunan prasarana penyediaan air baku untuk memastikan

komitment pemerintah terhadap Millenium Development Goals (MDGs) yaitu

memastikan kelestarian lingkungan hidup dengan menurunkan target hingga setenggahnya proporsi rumah tangga tanpa akses berkelanjutan terhadap air minum layak sanitasi dasar hingga 2015.

Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Penyelenggara air minum dapat berasal dari badan usaha milik negara/ badan usaha milik daerah, koperasi, badan usaha swasta, usaha perorangan, kelompok masyarakat, dan/atau individual yang melakukan penyelenggaraan penyediaan air minum. Syarat-syarat kualitas air minum sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010, diantaranya adalah sebagai berikut :

• Parameter mikrobiologi E Coli dan total Bakteri Kolifrom, kadar maksimum yang diperbolehkan 0 jumlah per 100 ml sampel

• Syarat Fisik : Tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna,

• Syarat Kimia : Kadar besi : maksimum yang diperbolehkan 0,3 mg/l, Kesadahan (maks 500 mg/l), ph 6,5-8,5.

Dalam upaya menentukan kualitas air minum merupakan salah satu upaya pencegahan terjadinya kemungkinan munculnya penyakit berbasis air (waterborn disease) karena air merupakan salah satu media lingkungan yang berperan dalam penyebaran penyakit melalui media pertumbuhan mikrobiologi serta adanya kemungkinan terlarut unsur kimia yang dapat mengganggu kesehatan manusia.

Salah satu pengawasan kualitas air minum pada penyelenggara air minum dilakukan uji petik terhadap kualitas air minum. Amanat Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air yang selanjutnya dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum pada pasal 6 disebutkan bahwa :

1. Air minum yang dihasilkan dari Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) yang digunakan oleh masyarakat pengguna/pelanggan harus memenuhi syarat kualitas berdasarkan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang kesehatan.

2. Air minum yang tidak memenuhi syarat kualitas sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 (satu) dilarang didistribusikan kepada masyarakat.

Upaya pengawasan kualitas air sebagaimana yang diatur didalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 736/MENKES/PER/VI/2010 tentang Tata Laksana Pengawasan Kualitas Air Minum, dilaksanakan oleh dinas kesehatan kabupten/kota sebagai pengawasan eksternal dan penyelenggara air minum sebagai pengawasan internal. Selain itu diatur pula mengenai adanya upaya penyampaian informasi tentang data air minum oleh penyelenggara air minum kedinas kesehatan kabupaten/kota serta upaya penyampaian kondisi kualitas air oleh pemerintah daerah di wilayahnya.

Berdasarkan data pencapaian peningkatan akses air minum layak secara nasional terus-menurus dilakukan, tentunya masih banyak kendala didalam pencapaiannya, antara lain:

1. Rencana Aksi Daerah (RAD) pencapaian target Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan Renstra tidak didukung dengan skema pembiayaan yang jelas untuk implementasi,

2. Belum optimalnya peran pemerintah provinsi dalam menggalang kerjasama antar kabupaten/kota dalam mengembangkan SPAM untuk mencapai sasaran RKP dan Renstra

3. Belum optimalnya keterpaduan antara program dengan pembiayaan pengembangan SPAM perpipaan dan bukan perpipaan terlindungi untuk percepatan pencapaian sasaran air minum layak,

4. Perilaku masyarakat dan pelaku masih kurang memperhatikan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan air minum dan air hasil daur ulang serta sanitasi.

Untuk melihat gambaran sehubungan dengan Sarana dan Akses Air Minum di Kabupaten Muaro Jambi, berdasarkan data dinas kesehatan Kabupaten Muaro Jambi di bawah ini :

Gambar 2.10

Penduduk Dengan Akses Berkelanjutan Terhadap Air Minum Berkualitas(Layak) Menurut Kecamatan Dalam Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2014

Dari gambar grafik di atas diketahui bahwa kecamatan yang memiliki sumber/ akses air minum layak di Kab. Muaro Jambi sebesar 66,25%, Kecamatan dengan persentase tertinggi Kecamatan Mestong sebesar 70,35%, dan persentase terendah terdapat di kecamatan Kumpeh sebesar 57 % sedangkan kecamatan lainnya rata-rata 60% lebih berbanding dari jumlah penduduk masing-masing kecamatan dalam Kabupaten Muaro Jambi.

Gambar 2.11

Penduduk Dengan Akses Berkelanjutan Terhadap Air Minum Berkualitas(Layak) Yang Bukan Jaringan Perpipaan PDAM/BPSPAM Menurut Kecamatan

Dari gambar grafik di atas diketahui penduduk menggunakan fasilitas air minum sendiri/ akses air minum layak yang bukan jaringan perpipaan PDAM/SPAM di Kab. Muaro Jambi sebesar 62,75%, Kecamatan dengan persentase tertinggi Kecamatan Sungai Bahar sebesar 71,83%, dan persentase terendah terdapat di kecamatan Taman Rajo sebesar 46,50% berbanding dari jumlah penduduk masing-masing kecamatan dalam Kabupaten Muaro Jambi.

Gambar 2.12

Penyelengara Air Minum Yang Diperiksa Kualitas Air Minum

Yang Memenuhi Syarat Kesehatan Dalam Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2014

Dari gambar grafik di atas diketahui Penyelenggara Air Minum di Kab. Muaro Jambi sebanyak 207 Penyelenggara Air Minum, diperiksa sebanyak 119 sampel (57,49%), dari sampel yang diperiksa Penyelenggara Air Minum terdapat 97 yang memenuhi syarat kesehatan.

Gambar 2.13 : Persentase Kualitas Air Minum Di Penyelenggara Air Minum Yang Memenuhi Syarat Kesehatan Menurut Kecamatan

Untuk lebih detail mengenai keterkaitan sarana dan akses air berkualitas dapat dilihat pada halaman lampiran buku Profil Kesehatan (tabel 60, 61, 65, 66)

2. Sarana dan Akses Terhadap Sanitasi Dasar

Akses terhadap air bersih dan sanitasi merupakan salah satu fondasi inti dari masyarakat yang sehat. Air bersih dan sanitasi yang baik merupakan elemen penting yang menunjang kesehatan manusia. Sanitasi berhubungan dengan kesehatan lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Buruknya kondisi sanitasi akan berdampak negatif di banyak aspek kehidupan, mulai dari turunnya kualitas lingkungan hidup masyarakat, tercemarnya sumber air minum bagi masyarakat, meningkatnya jumlah kejadian diare dan munculnya berbagai penyakit lainnya. Hal tersebut sangat erat berhubungan dangan perilaku masyarakat antara lain buang air besar sembarangan seperti dikali/ sungai.

Menurut konsep dan defenisi MDGs, disebutkan akses sanitasi layak apabila penggunaan fasilitas tempat buang air besar milik sendiri atau bersama, jenis kloset yang digunakan jenis leher angsa dan tempat pembuangan akhir tinjanya menggunakan tangki septik atau sarana pembuangan air limbah (SPAL). Jika pembuangan tinja mengunakan jamban harus memenuhi syarat sebagai berikut:

2. Tidak boleh terjadi kontaminasi pada air tanah yang mungkin memasuki mata air atau sumur.

3. Tidak boleh terkontaminasi air permukaan

4. Tinja tidak boleh terjangkau oleh lalat dan hewan lain.

5. Tidak boleh terjadi penanganan tinja segar, atau bila memang benar-benar diperlukan, harus dibatasi seminimal mungkin

6. Jamban harus bebas dari bau atau kondisi yang tidak sedap dipandang 7. Metode pembuatan dan pengoperasian harus sederhana dan tidak mahal

Disamping itu perlu upaya meningkatkan akses air bersih dan sanitasi dasar yang layak melalui program bantuan pemerintah pusat dan daerah dalam hal ini dinas kesehatan dan instansi terkait.

Berdasarkan data pencapaian peningkatan sarana dan akses terhadap sanitasi dasar terdapat kendala yang dihadapi dalam upaya pencapaian target yaitu :

1. Proses peningkatan perubahan perlaku tidak dapat dilakukan secara instan, cenderung membutuhkan waktu yang relative lama agar masyarakat dapat mengadopsi perilaku yang lebih sehat dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun demikian, kondisi sosial budaya yang sangat bervariasi dapat mempengaruhi cepat lambatnya perubahan perilaku.

2. Belum meratanya ketersediaan sarana air minum dan sanitasi dasar yang mudah, murah dan terjangkau oleh masyarakat.

3. Kondisi geografis yang sangat bervariasi mengakibatkan sulitnya menentukan pilihan teknologi sanitasi yang dapat diterapkan didaerah tersebut.

Untuk melihat gambaran sehubungan dengan Sarana dan Akses Terhadap Sanitasi Dasar di Kabupaten Muaro Jambi, berdasarkan data dinas kesehatan Kab. Muaro Jambi dibawah ini :

Gambar 2.14

Penduduk Dengan Akses Terhadap Fasilitas Sanitasi Yang Layak ( Jamban Sehat) Dalam Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2014

Dari gambar grafik di atas diketahui penduduk menggunakan dengan akses sanitasi layak (Jamban Sehat) di Kab. Muaro Jambi sebanyak 273.951 atau 72,45%.

Untuk lebih detail mengenai keterkaitan Sarana dan Akses Terhadap Sanitasi Dasar dapat dilihat pada halaman lampiran buku Profil Kesehatan (tabel 62, tabel 63)

3. Rumah Tangga Kumuh

Tabel 2.9. Indikator komposit Rumah Tangga Kumuh

No. Kategori Indikator Bobot

1. Air Minum Tidak Layak 15%

2. Sanitasi Tidak Layak 15%

3. Sufficient Living Area 35%

Suatu Rumah Tangga dinyatakan sebagai rumah tangga kumuh apabila nilai hasil perhitungan indikator komposit rumah tangga lebih 35%. Sufficient living area adalah luas lantai hunian per kapita >7,2m2 (Peraturan Menteri Perumahan Rakyat). Durability of housing dihitung dari rumah tangga yang menghuni bangunan dengan kriteria : (i)jenis atap terluas terbuat ijuk/rumbia dan lainnya, (ii)jenis dinding terluas dari bambu dan lainnya, (iii)jenis lantai terluas tanah. Apabila minimal 2 kriteria terpenuhi, maka rumah tangga tersebut dapat dikategorikan sebagai rumah tangga kumuh.

4. Rumah Sehat

Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan pasal 162 dan 163 mengamanatkan bahwa upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, baik fisik, kimia, biologi maupun sosial yang memungkinkan setiap orang mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Pada pasal 163 ayat 2 mengamanatkan bahwa lingkungan sehat antara lain mencakup lingkungan pemukiman.Untuk menjalakan amanat dari pasal tersebut maka untuk penyelenggaraan penyehatan pemukiman difokuskan pada peningkatan rumah sehat. Rumah sehat adalah rumah yang memenuhi kriteria minimal: akses air minum, akses jamban sehat, ventilasi, dan pencahayaan (Kepmenkes Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan dan Permenkes Nomor 1077/PER/V/MENKES/2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara dalam Ruang Rumah).

Salah satu strategi yang bisa dikembangkan untuk meningkatkan rumah sehat adalah memperkuat jejaring penyehatan permukiman didaerah

bekerjasama dengan tim penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK), Kader PKK tersebut dapat diberdayakan sebagai kader kesehatan lingkungan yang menilai rumah dengan instrumen kartu rumah.

Untuk melihat gambaran persentase capaian rumah sehat di Kabupaten Muaro Jambi, berdasarkan data dinas kesehatan Kab. Muaro Jambi dibawah ini :

Gambar 2.15

Persentase Rumah Sehat Dalam Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2014

Dari gambar grafik di atas diketahui Rumah Sehat di Kab. Muaro Jambi tahun 2013 sebanyak 63.050 atau 69,05% dan 28.264 jumlah rumah yang belum memenuhi syarat kesehatan atau 30,95%, untuk tahun 2014 sebanyak 63.894 Rumah Sehat atau 69,97%.

I. Perilaku Masyarakat

Untuk menggambarkan keadaan perilaku masyarakat yang berpengaruh terhadap kesehatan, ada beberapa indikator yang berkaitan dengan perilaku masyarakat,

diantaranya Sanitasi Total Berbasis Masyarakat, Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dan Kawasan Tanpa Rokok.

1. Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)

Peningkatan akses terhadap air minum yang berkualitas perlu diikuti dengan perilaku yang hegienis untuk mencapai tujuan kesehatan, melalui pelaksanaan STBM. Dalam kerangka pembangunan kesehatan, sektor air minum, sanitasi dan higienis merupakan satu kesatuan dalam prioritas pembangunan bidang kesehatan dengan titik berat pada upaya promotif-preventif dalam perbaikan lingkungan untuk mencapai salah satu sasaran MDGs. STBM menjadi ujung tombak keberhasilan pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan secara keseluruhan. STBM sebagai pilihan pendekatan, strategi dan program untuk mengubah perilaku higiesnis dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan menggunakan metode pemicu dalam rangka mencapai target MDGs. Dalam pelaksanaan STBM mencakup 5 (lima) pilar yaitu:

1. Stop buang air besar sembarangan 2. Cuci tangan pakai sabun

3. Pengelolaan air minum dan makanan yang aman di rumah tangga 4. Pengelolaan sampah dengan benar, dan

5. Pengelolaan limbah cair rumah tangga dengan aman.

Pemerintah memberikan prioritas dan komitmen yang tinggi terhadap kegiatan STBM, hal ini tercantum pada instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2010 yang mempertegas Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 852/MENKES/SK/IX/2008 dan Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor 132 Tahun 2012 terkait dengan STBM. Tujuan dari STBM adalah untuk mencapai kondisi sanitasi total dengan mengubah perilaku higienis dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat.

Berdasarkan data dikutip dari buku Profil Kesehatan Indonesia 2012 pelaksanaan STBM masih terdapat kendala dan hambatan, belum optimal investasi bidang air minum dan sanitasi seperti investasi PDAM dan Sanitasi di pedesaan dan akselerasi edukasi perilaku sehat melalui pelaksanaan STBM.

Untuk mengatasi kendala tersebut, maka dilakukan upaya advokasi untuk meningkatkan investasi bidang air minum dan sanitasi terutama masyarakat miskin, perluasan program Air Bersih untuk Rakyat serta meningkatkan edukasi perilaku sehat dengan akselerasi STBM.

Untuk melihat gambaran sehubungan STBM di Kabupaten Muaro Jambi, dapat dilihat di bawah ini :

Gambar 2.16: Desa Melaksanakan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat Dalam Kab. Muaro Jambi Tahun 2014

Gambar 2.17: Desa Melaksanakan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat Dalam Kab. Muaro Jambi Tahun 2014

Dari gambar grafik di atas diketahui Kabupaten Muaro Jumbi memiliki 155 Desa, sebanyak 35 desa (22,58%) melaksanakan STBM, 76 desa (49,03%) stop buang air besar sembarangan dan Desa STBM sebanyak 47 Desa (30,32%).

2. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

Keluarga mempunyai peran penting dalam meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat, karena dalam keluarga terjadi komunikasi dan interaksi antara anggota keluarga yang menjadi awal penting dari suatu proses pendidikan perilaku. Pelaksanaan perilaku hidup bersih dan sehat sejak dini dalam keluarga dapat menciptakan keluarga yang sehat dan aktif dalam setiap upaya kesehatan di masyarakat.

Dalam upaya meningkatkan kesehatan anggota keluarga, Bidang Promosi & Kesehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Muaro Jambi yang merupakan perpanjang tangan/ pendelegasian dari kementerian kesehatan RI berupaya meningkatkan persentase rumah tangga ber-PHBS.

PHBS di rumah tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar tahu, mau dan mampu mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat. Untuk mencapai rumah tangga ber-PHBS, terdapat 10 perilaku hidup bersih dan sehat yang dipantau, yaitu :

(1). Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan (2). Memberi ASI ekslusif

(3). Menimbang balita setiap bulan (4). Menggunakan air bersih

(5). Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun (6). Menggunakan jamban sehat

(7). Memberantas Jentik di rumah sekali seminggu (8). Makan buah dan sayur setiap hari

(9). Melakukan aktivitas fisik setiap hari, dan (10). Tidak Merokok didalam rumah.

Untuk melihat gambaran sehubungan rumah tangga ber-PHBS di Kabupaten Muaro Jambi, dapat dilihat di bawah ini :

Gambar 2.18: Rumah Tangga Berperilaku Hidup Bersih Dan Sehat (Ber-PHBS) Dalam Kab. Muaro Jambi Tahun 2014

Gambar 2.19: Persentase Rumah Tangga Berperilaku Hidup Bersih Dan Sehat (Ber-PHBS) Dalam Kab. Muaro Jambi Tahun 2014

Dari gambar grafik di atas diketahui Kabupaten Muaro Jumbi memiliki 83.708 rumah tangga, diantaranya sebanyak 61.344 rumah tangga (73,3%) yang dipantau, dan 43.823 rumah tangga yang ber-PHBS (71,4%).

3. Kawasan Tanpa Rokok (KTR)

Kawasan Tanpa Rokok (KTR) adalah ruangan atau area yang dinyatakan untuk melakukan kegiatan produksi, penjualan, iklan, promosi dan atau pengguna rokok. Penetapan KTR merupakan upaya perlindungan untuk masyarakat terhadap resiko ancaman gangguan kesehatan karena lingkungan tercemar asap rokok. KTR merupakan tanggung jawab seluruh komponen bangsa baik individu, masyarakat parlemen, maupun pemerintah, untuk melindungi generasi sekarang maupun yang akan datang. Komitmen bersama dari lintas sektor dan berbagai elemen akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan KTR. Ruang lingkup KTR meliputi, tempat-tempat umum, tempat

kerja tertutup, Sarana Kesehatan, tempat proses belajar mengajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah, dan angkutan umum.

Pemerintah telah menetapkan/ mengupaya kebijakan Kawasan Tanpa Rokok untuk melindungi seluruh masyarakat dari bahaya asap rokok melalui Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 115 ayat 1 dan Pemerintah Daerah wajib menetapkan dan menerapkan KTR diwilayahnya sesuai Pasal 115 ayat 2, serta Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 188/Menkes/PB/I/2011 dan Nomor 7 tahun 2011 tantang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok, dikuatkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Berdasarkan data sumber Profil Kesehatan Indonesia, kurun waktu 2011-2012 sudah ada 27 Provinsi, 85 Kabupaten/Kota diwilayah kerjanya yang memiliki peraturan perundang-undangan tentang pencegahan dan penanggulangan dampak merokok terhadap kesehatan (surat Edaran/Instruksi/SK/Peraturan Gubernur/Perda/Perwali/Perbub).

BAB III

Dokumen terkait