• Tidak ada hasil yang ditemukan

6. Kerjasama Regional

3.1. Kerangka Analisis

Secara garis besar, ada dua aspek yang menjadi fokus pembahasan dalam studi ini, yakni mengukur daya saing sektor industri agro negara-negara Indonesia, Thailand dan China, serta menganalisis faktor-faktor pendorong daya saing pada negara-negara tersebut. Untuk menjawab kedua hal itu digunakan pendekatan analisis I-O antarnegara yang dianggap mampu memaparkan dengan jelas kondisi daya saing industri agro suatu negara, dan menguraikan secara komprehensif bagaimana suatu negara dapat meningkatkan daya saing industri agronya.

Penggunaan I-O antarnegara dalam analisis daya saing industri agro akan memberi manfaat yang besar karena selain diperoleh nilai daya saing melalui pengukuran IIC (Index of International Competitiveness) dan IDC (Index of Domestic Competitiveness), dapat juga ditelusuri berbagai indikator ekonomi lainnya seperti, (1) keterkaitan antarsektor baik itu dalam negara sendiri maupun antar negara yang diterjemahkan melalui angka backward linkage effect, (2) kinerja ekonomi berupa marjin bruto dan efisiensi, dan (3) sumber pertumbuhan melalui dekomposisi struktural yang diturunkan dari dua I-O antar waktu, yang menggambarkan faktor-faktor penyebab pertumbuhan output sektor industri agro. Ketiga indikator ekonomi ini dijadikan sebagai acuan untuk mengetahui bagaimana suatu negara mampu meningkatkan daya saing sektor industri agronya.

Berdasarkan pemikiran-pemikiran di atas, dan sesuai dengan permasalahan serta tujuan yang telah disampaikan sebelumnya, maka dapat disampaikan

kerangka analisis dalam studi ini sebagaimana yang terlihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Kerangka Pemikiran Daya Saing Industri Agro Berdasarkan Pendekatan Input-Output Indonesia, Thailand, dan China Seperti halnya model I-O satu negara, dalam I-O antar negara juga ada komponen output antara dan input antara, serta permintaan akhir dan input primer. Perbedaan yang sangat mencolok adalah mengenai keterkaitan antarsektor produksi yang dapat melintasi luar negara. Jika pada I-O satu negara keterkaitan keterkaitan antarsektor produksi hanya dilihat di dalam negara itu sendiri, maka

Ekspor Impor Suplai Domestik

Daya Saing Internasional dan Domestik

Input Output Antarwaktu

Input Antara

Input Primer

Keterkaitan Antarsektor dan

Kinerja Industri

Agro Dekomposisi Struktural

Faktor-Faktor Daya Saing

Strategi Peningkatan Daya Saing Industri Agro

Indonesia I-O Antarnegara Indonesia,

pada I-O antar negara keterkaitan antarsektor produksi tidak hanya dilihat di dalam negara itu sendiri, namun juga ditunjukkan lebih jauh kepada antar negara.

Unsur keterkaitan sektor antar negara yang dapat digunakan untuk menghitung daya saing adalah permintaan akhir yang berupa ekspor bersih, yakni ekspor setelah dikurangi impor. Menggunakan kedua komponen ekspor bersih ini dihitung IIC (Index of International Competitiveness) dan IDC (Index of Domestic Competitiveness) yang menjadi indikator-indikator daya saing suatu sektor industri agro. Berdasarkan indikator-indikator tersebut dapat ditentukan apakah suatu sektor industri agro memiliki daya saing atau tidak. Fokus pembahasan studi ini lebih melihat apakah daya saing suatu sektor industri agro meningkat atau tidak jika dibandingkan pada tahun sebelumnya. Untuk memotret keadaan tersebut, dapat digunakan dua tabel I-O antaranegara dan antarwaktu. Dalam penelitian ini digunakan I-O antar negara Indonesia, Thailand dan China periode 1995 dan 2000, yang disarikan dari Asian Input-Output Table 2000 (IDE-Jetro, 2006).

Kalau dari perhitungan daya saing sektor industri agro di suatu negara mengalami kenaikan daya saing, timbul pertanyaan yang kritis bagaimana negara tersebut mampu menaikkan daya saingnya? Pertanyaan ini dapat dijelaskan dengan menganalisis indikator-indikator ekonomi sektor industri agro dalam suatu negara diantara dua periode yang meliputi kondisi kinerja industri agro, keterkaitan antarsektor dan antar negara, dan dekomposisi struktural.

Suatu sektor industri agro dianggap mampu menaikkan daya saing jika dapat meningkatkan marjin bruto dan tingkat efisiensi. Dalam model I-O antar

OUTPUT 1 INPUT ANTARA OUTPUT 2 OUTPUT 1 INPUT ANTARA OUTPUT 2 KETERKAITAN KE BELAKANG ANTARNEGARA NEGARA X NEGARA Y

negara, semua indikator kinerja tersebut dapat diukur dengan menggunakan nilai transaksi output antara, input antara, dan input primer atau nilai tambah.

Faktor-faktor yang menyebabkan tinggi rendahnya daya saing dapat juga ditelusuri melalui analisis keterkaitan antarsektor baik dalam negara itu sendiri, maupun antarnegara, khususnya keterkaitan ke belakang. Asumsinya jika keterkaitan ke belakang antar sektor domestik semakin tinggi, itu menandakan bahwa negara tersebut mampu memperkuat daya saing sektor industri agronya, karena tidak tergantung pada negara lain. Akan tetapi, jika keterkaitan antar sektor dan antar negara semakin besar, maka daya saing sektor industri agro yang diciptakan semakin lemah, karena situasi itu menandakan bahwa sektor industri agro negara tersebut sangat tergantung dengan output antara dari negara lain, dengan kata lain hal tersebut menandakan semakin tingginya impor input antara dari negara lain, dimana keterkaitan kebelakangnya terlihat lebih besar pada negara yang mengekspor input antara tersebut. Fenomena ini dapat dilihat secara sederhana dalam alur keterkaitan ke belakang antarsektor dan antar negara hipotesis pada Gambar 4.

Gambar 4. Alur Keterkaitan ke Belakang Antar Sektor

KET ER K AI T AN KE BEL AKAN G D O M E ST IK KET ER K AI T AN KE BEL AKAN G D O M E ST IK

Bertambahnya output sektor industri agro dapat disebabkan karena meningkatnya permintaan input antara, permintaan konsumsi domestik, permintaan dari luar negeri, ataupun karena adanya subtitusi impor. Keempat faktor ini secara tidak langsung dapat juga mempengaruhi naik tidaknya daya saing sektor industri agro suatu negara.

Keempat hal tersebut dapat dijadikan sebagai faktor-faktor pendorong yang menyebabkan daya saing sektor industri agro meningkat. Dalam model I-O antar negara, analisis faktor-faktor pendorong output atau daya saing tersebut dapat ditelusuri dengan metode dekomposisi struktural yang akan menghasilkan apakah suatu sektor tersebut tumbuh karena faktor dominan permintaan domestik, promosi ekspor, subtitusi impor, atau perubahan teknologi yang menggambarkan perubahan permintaan input antara. Berdasarkan hasil dekomposisi tersebut dapat diketahui dan dipelajari bagaimana suatu negara mampu menaikkan daya saing sektor industri agronya.

Setelah diketahui seberapa besar peningkatan daya saing sektor industri agro di suatu negara, yang kemudian diteruskan dengan menganalisis dan mempelajari bagaimana suatu negara dapat menaikkan daya saingnya, maka selanjutnya dengan menggunakan dua temuan empiris tersebut akan ditentukan implikasi kebijakan bagi negara Indonesia dalam rangka meningkatkan daya saing sektor industri agronya yang diketahui selama dasawarsa ini selalu mengalami penurunan, dan kalah bersaing dengan negara-negara lain.

Penelitian terhadap perindustrian dan perdagangan Indonesia dengan menggunakan tabel Input-Output tahun 1995-2000, industrial linkage analysis

hasilnya dimuat di Jurnal The Developing Economies yang diterbitkan oleh IDE-Jetro pada bulan Maret 2005. Dari penelitian yang dilakukan oleh Hayashi (2005) dengan menggunakan growth factor decomposition method, diperoleh hasil bahwa permintaan dalam negeri dan ekspor berkontribusi positif pada pertumbuhan output Indonesia sejak 1985. Pada perode 1995-2000, permintaan ekspor yang didukung oleh devaluasi Rupiah menjadi penopang perekonomian Indonesia ketika permintaan domesti turun drastis.

Masalah yang dihadapi oleh industri manufaktur Indonesia selama tahun 1985-2000 adalah melemahnya investasi sebagai mesin pertumbuhan. Tingkat pertumbuhan tahunan output pada industri manufaktur yang distimulasi invetasi terus menurun dari 2.4 persen pada tahun 1985-1990 menjadi 1.6 persen pada tahun 1990-1995 dan mencapai -0.7 persen pada tahun 1995-2000. Menurut Hayashi (2005) bahwa investasi yang berkelanjutan -terutama FDI- diperlukan untuk meningkatkan teknologi dan memperkuat daya saing industri manufaktur Indonesia di pasar internasional.