• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I : PENDAHULUAN

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan dan pegangan teoritis. Kerangka teori merupakan susunan dari beberapa anggapan, pendapat cara, aturan, asas, dan keterangan sebagai satu kesatuan yang logis menjadi landasan, acuan dan pedoman untuk mencapai tujuan.19

Pentingnya kerangka konsepsional dan landasan atau kerangka teoritis dalam penelitian hukum, dikemukakan juga oleh Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, dimana menurut mereka kedua kerangka tersebut merupakan unsur yang sangat penting.20

Teori menunjukan hubungan antara fakta. Teori menyusun fakta-faktadalam bentuk yang sistematis sehingga dapat dipahami.21 Teori

19Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2004, Halaman 72-73

20Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauann Singkat, Jakarta, Halaman 7

21S Nasution, Metode Research (Penelitian Ilmiah), Jakarta, Bumi Aksara, 2002, Halaman 3

memegang peranan penting dalam penelitian, yakni mengarahkan penelitian, merangkum pengetahuan dalam sistem tertentu dan meramalkan fakta.22

Menurut J. Gijssel dan V, Hoecke teori hukum adalah sebuah upaya untuk kegiatan mempelajari hukum mengintegrasikan lagi ke dalam konteks total dari keterberian-keterbian faktual dan keyakinan idiil yang hidup yang terkait padanya, singkatnya mengintegritaskannya ke dalam masyarakat (pergaulan hidup).23

Teori dipergunakan sebagai landasan atau alasan mengenai suatu variabel bebas tertentu dimasukkan dalam penelitian, karena berdasarkan teori tersebut variabel yang bersangkutan memang bisa mempengaruhi variabel tak bebas atau merupakan salah satu penyebab.24

Kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis. Kerangka teori dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir butir pendapat, teori, tesis, sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui.25

Menurut Satjipto raharjo, kerangka teori dalam penelitian hukum sangat diperlukan untuk membuat jelas nilai-nilai oleh postulat-postulat hukum sampai pada landasan filosofinya yang tertinggi. Teori hukum sendiri boleh disebut sebagai kelanjutan dan mempelajari hukum positif, setidaknya dalam urutan yang demikian itulah kita dapat merekonstruksi kehadiran teori hukum secara jelas.26

22Ibid,. Halaman 9

23I Made Pasek Diantha, Metodologi Penelitian Hukum Normatif dalam Justifikasi Teori Hukum, Denpasar, Prenada Media Group, 2016. Halaman 11

24M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung, Mandar Maju, 1994, Halaman 27

25Ibid., Halaman 80

26Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1999, Halaman 253

Penggunaan teori dalam penelitian hukum sudah pasti menggunakan teori hukum. Teori hukum adalah cabang ilmu yang menganalisis secara kritis dalam perspektif interdispliner, dari berbagai aspek perwujudan (fenomena) hukum secara tersendiri atau menyeluruh, baik dalam konsepsi teoritis maupun dalam pelaksanaan praktis dengan tujuan memperoleh pengetahuan yang lebih baik dan uraian yang lebih jelas tentang bahan-bahan yuridis ini.27 Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori:

1. Teori Positivisme Hukum 2. Teori Kepastian Hukum 3. Teori Perlindungan Hukum

Positivisme hukum adalah bagian yang tidak dapat dilepaskan dari pengaruh perkembangan positivisme (ilmu)28. Dalam definisinya yang paling tradisional tentang hakikat hukum dimaknai sebagai norma-norma positif dalam sistem perundang-undangan, tidak ada hukum diluar Undang-Undang.

Satu-satunya sumber hukum adalah undang-undang yang pandang dalam hukum positivisme ini dipertahankan oleh Hans Kelsen, John Austin dan lain-lain.29 Oleh John Austin dikatakan bahwa hukum dilihat sebagai peraturan-peraturan yang dipaksakan dari penguasa yang berwenang dimana teori yang dilontarkan oleh John Austin ini lebih cocok dengan lebih terpusat pada pemerintah zaman modern. Aktivitasnya justru diturunkan kepada permasalahan konkret dan dapat dilihat dalam Undang-Undang karena hanya

27Sudikno Mertukusumo, Teori Hukum Edisi Revisi, Yogyakarta, Cahaya Atma Pustaka, 2012 Halaman 87

28Fisal, Menerobos Positivisme Hukum, Rangkang Education, Yogyakarta, 2010 Halaman 15

29Lily Rasjidi dan dan Ira Thania Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum, P.T Citra Aditya Bakti Bandung, 2004, Halaman 56

dengan itulah ketentuan hukum dapat diverifikasi dan masalah validasi (legitimasi) aturan tetap diberi perhatian, tetapi standar regulasi yang dijadikan acuannya adalah norma-norma hukum.30 Maka sangat dapat dihubungkan dengan pengaturan peraturan yang berlaku mengenai keabsahaan suatu aktajual beli yang dibuat oleh Pejabat Pembuat AktaTanah yang tidak mencantumkan harga jual beli.

Aliran positivisme hukum hanya dikaji dari aspek lahiriahnya, apa yang muncul bagi realitas kehidupan sosial, tanpa memandang nilai-nilai dan norma-norma seperti keadilan, kebenaran, kebijaksanaan, dan lain-lain yang melandasi aturan-aturan hukum tersebut, maka nilai-niali ini tidak dapat ditangkap oleh panca indra. Sebenarnya positivisme hukum juga mengakui hukum di luar undang-undang, akan tetapi dengan syarat: “hukum tersebut ditunjuk atau dikukuhkan oleh undang-undang”. Disamping itu, pada dasarnya kaum positivisme hukum tidak memishkan antara hukum yang ada atau berlaku (positif) dengan hukum yang seharusnya ada, yang berisi norma-norma ideal, akan tetapi dalam positivisme menganggap, bahwa kedua hal tersebut harus dipisahkan dalam bidang-bidang yang berbeda.31

Prinsip-prinsip yang dijadikan pegangan kaum positivisme hukum, maka terlihat dengan jelas, bahwa aliran positivisme mempunyai pengaruh terhadap filsafat hukum, yang berwujud dengan nama positivisme hukum.

Sebelum positivisme hukum terlebih dahulu ada aliran pemikiran dalam ilmu

30 Ketut Oka Setiawan, Modal Teori Hukum, Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Yogyakarta, Jakarta, 2007. Halaman 21

31Johni Najwan, Implikasi Aliran Positivisme Terhadap Pemikiran Hukum, Implikasi Aliran Positivisme Terhadap Pemikiran Hukum - Journal UNJA https://online-journal. unja. ac. id/ index.

php/jimih/article/.../176, Palembang, halaman 8

hukum yaitu legisme. Pemikiran hukum ini berkembang semenjak abad pertengahan dan telah banyak berpengaruh di berbagai negara, tidak terkecuali di Indonesia. Aliran ini mengidentikkan hukum dengan undang-undang, tidak ada hukum hukum di luar undang-undang. Aliran legisme, menganggap undang-undang sebagai barang keramat, dan mendorong para penguasa untuk memperbanyak undang-undang samapi seluruh kehidupan diatur secara yuridis. Mereka berpikir, bila terdapat peraturan-praturan yang baik, hidup bersama akan berlangsung dengan baik.32

Aliran positivisme merupakan suatu aturan yang mengedepankan undang-undang tertulis, mendapat dukungan kuat di wilayah hukum kontinental, yang memiliki kecendrungan akan adanya kodifikasi hukum.

Semangat kodifikasi ini sebenarnya diilhami pula oleh hukum Romawi. Pada zaman romawi, kekuasaan yang menonjol dari raja adalah membuat peraturan melalui dekrit, yang dari berbagai dekrit ini dijadikan rujukan memutus berbagai perkara.Dimana dengan teori positivism ini dapat ditemukan jawaban dari permasalahan berdasarkan peraturan-peraturan yang mengatur tentang keabsahaan suatu AktaJual Beli PPAT yang tidak mencantumkna harga jual.

Untuk selanjutnya Teori Kepastian Hukum mengandung 2 (dua) pengertian yaitu pertama adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, dan kedua berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum itu individu dapat

32Budiman Kusumohamidjojo, Ketertiban Yang Adil,: Problematika Filsafat Hukum, Jakarta Grasindo, 1999, halaman 47

mengetahui apa saja yang boleh dilakukan oleh negara terhadap individu.

Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam undang-undang melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim antara putusan hakim yang satu dengan putusan hakim lainnya untuk kasus yang serupa yang telah diputusakan.33

Kepastian hukum menurut Jan Michiel Otto mendefinisikan sebagai kemungkinan bahwa dalam situasi tertentu:

1. Tersedia aturan-aturan yang jelas (jernih), konsisten dan mudah diperoleh diterbitkan oleh dan diakui karena (kekuasaan) negara.

2. Instansi-instansi penguasa (pemerintah) menerapkan aturan-aturan hukum tersebut secara konsisten dan juga tunduk dan taat kepadanya.

3. Warga secara prinsipil menyesuaikan prilaku mereka terhadap aturan-aturan tersebut.

4. Hakim-hakim-hakim (peradilan) yang mandiri dan tidak berpikir menerapkan aturan-aturan hukum tersebut secara konsisten sewaktu mereka menyelesaikan sengketa hukum.

5. Keputusan peradilan secara konkrit dilaksanakan.34

Teori kepastian hukum menegaskan bahwa tugas hukum itu menjamin kepastian hukum dalam hubungan-hubungan pergaulan kemasyarakatan.

Terjadi kepastian yang dicapai “oleh karena hukum”. Dalam tugas itu tersimpul dua tugas lain yakni hukum harus menjamin keadilan maupun

33Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Kencana Pranada Media Group, 2008, halaman 158

34Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Sinar Grafindo, 2011, halaman 70

hukum harus tetap berguna. Akibatnya kadang-kadang yang adil terpaksa dikorbankan untuk yang berguna.

Van Apeldorn mengemukakan dua pengertian tentang kepastian hukum, seperti berikut:

1. Kepastian hukum berarti dapat ditentukan hukum apa yang berlaku untuk masalah-masalh kongkrit. Dengan dapat ditentukan masalah-masalah kongkrit. Dengan dapat ditentukan masalah-masalah kongkrit, pihak-pihak yang berperkara sudah dapat mengetahui sejak awal ketentuan-ketentuan apakah yang akan dipergunakan dalam sengketa tersebut.

2. Kepastian hukum berarti perlindungan hukum, dalam hal ini pihak yang bersengketa dapat dihindari dari kesewenang-wenangan penghakiman.35 Dengan memakai teori Kepastian hukum dapat diketahui dan ditemukannya jawaban dari permasalahan tentang keabsahaan suatu AktaJual Beli PPAT yang tidak mencantumkan harga jual beli.

Sedangkan terkait dengan teori perlindungan hukum, ada beberapa ahli yang menjelaskan bahasan ini antara lain yaitu Fitgerald, Satjipto Raharjo, Philipus M Hanjon dan Lily Rasyidi.

Fitzgerald mengutip istilah teori perlindungan hukum dari Salmond bahwa hukum bertujuan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai kepentingan dalam masyarakat karena dalam suatu lalulintas kepentingan, perlindungan terhadap kepentingan tertentu dapat dilakukan dengan cara membatasi berbagai kepentingan dilain pihak kepentingan hukum adalah mengurusi hak dan kepentingan manusia, sehingga hukum memiliki otoritas tertinggi untuk menentukan kepentinga manusia yang perlu diatur dan dilindungi. Perlindungan hukum harus melihat tahapan yakni perlindungan hukum lahir dari suatu ketentuan hukum dan segala peraturan hukum yang diberikan oleh masyarakat yang pada dasarnya merupakan kesepakatan

35Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2005, Halaman 59-60

masyarakat tersebut untuk mengatur hubungan perilaku antara anggota-anggota masyarakat dan antara perseorangan dengan pemerintah yang dianggap mewakili kepentingan masyarakat.36

Menurut Satjipto Rahardjo, Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak yang diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.37

Selanjutnya menurut Philipus M. Hadjon bahwa perlindungan hukum bagi rakyat sebagai tindakan pemerintah yang bersifat preventif dan reprentif.

Perlindungan Hukum yang preventif bertujuan untuk bersikap berhati-hati dalam pengambilan keputusan berdasarkan diskresi dan perlindungan yang resprentif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa termasuk penanganannya di lembaga peradilan.38

Sedangkan menurut Lily Rasjidi dan I.B Wysa Putra bahwa hukum dapat di fungsikan untuk mewujudkan perlindungan yang sifatnya tidak sekedar adaptif dan fleksibel, melainkan juga predektif dan antipatif.39

Dari uraian para ahli diatas memberikan pemahaman bahwa perlindungan hukum merupakan gambaran dari bekerjanya fungsi hukum untuk mewujudkan tujuan-tujuan hukum, yakni keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada subyek hukum sesuai dengan aturan hukum, baik itu yang yabg bersifat preventif maupun dalam bentuk yang bersifat represif, baik yang secara tertulis maupun tidak tertulis dalam rangka menegakkan peraturan hukum.

2. Kerangka Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Karena konsep adalah sebagai penghubung yang menerangkan sesuatu yang sebelumnya hanya baru ada dalam pikiran. Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi dan realits. Dengan

36 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, Halaman 53,

37 Ibid, Halaman 69

38 Ibid, Halaman 54

39 Lily Rasjidi dan I.B Wysa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Rusda Karya, Bandung, 1993, Halaman 118

demikian konsepsi dapat diartikan pula sebagai sarana untuk mengetahui gambaran umum pokok penelitian yang akan dibahas sebelum memulai penelitian masalah yang akan diteliti. Konsep diartikan pula sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal khusus yang disebut defenisi operasional.40

Dalam penelitian ini, ada beberapa konsep dasar dalam rangka menyamakan persepsi untuk dapat menjawab permasalahan penelitian, antara lain:

1. Keabsahan, berasal dari kata absah. Keabsahanan memiliki arti dalam kelas nomina atau kata benda sehingga keabsahan dapat menyatakan nama dari seseorang, tempat, atau semua benda, dan segala yang dibedakan yang berarti juga memiliki sifat yang sah.

2. AktaJual Beli merupakan dokumen yang membuktikan adanya peralihan hak atas tanah dari pemilik sebagai penjual kepada pembeli sebagai pemilik baru.

3. Pejabat Pembuat AktaTanah berdasarkan PP No. 37 Tahun 1998 Pasal 1 butir 1) menyebutkan pengertian Pejabat Pembuat AktaTanah adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-aktaautentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik atas Satuan Rumah Susun.

4. Harga Jual adalah sejumlah kompensasi (uang atau barang) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi barang atau jasa.

40 Sumadi Surya Brata, Metodologi Penelitian, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2008, Halaman 28

Dalam hal ini harga jual dari hasil kesepakatan jual beli tanah yang seharusnya dicantumkan dalam AktaJual Beli.

Dokumen terkait