• Tidak ada hasil yang ditemukan

Istilah negara merupakan terjemahan dari beberapa kata asing, yakni state

(Inggris), staat (Belanda dan Jerman), atau etat (Perancis). Kata-kata tersebut berasal dari kata latin status atau statum yang memiliki pengertian tentang keadaan yang tegak dan tetap atau sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang tegak dan tetap. Pengertian status atau statum lazim diartikan dalam bahasa inggris dengan standing

atau station (kedudukan). Istilah ini sering pula dihubungkan dengan kedudukan persekutuan hidup antar manusia yang biasa disebut dengan istilah status civitatis

atau status republicae. Dari pengertian yang terakhir inilah kata status selanjutnya dikaitkan dengan kata negara.30

Sedangkan secara terminologi, negara diartikan sebagai organisasi tertinggi di antara satu kelompok masyarakat yang mempunyai cita untuk bersatu, hidup di dalam suatu kawasan dan mempunyai pemerintahan yang berdaulat.31

Menurut Hans Kelsen, istilah negara terkadang digunakan dalam pengertian yang sangat luas untuk menyebut masyarakat atau bentuk khusus dari masyarakat, juga sangat sering digunakan dalam pengertian sempit untuk menyebut suatu organ khusus masyarakat, misalnya pemerintah, atau para subyek pemerintah, bangsa, atau wilayah yang mereka diami.32

Hans Kelsen memberikan sebuah definisi mengenai negara yakni komunitas yang diciptakan oleh suatu tatanan hukum nasional (sebagai lawan dari tatanan hukum Internasional), dan adapun negara sebagai badan hukum adalah suatu personifikasi dari komunitas ini atau personifikasi dari tatanan hukum nasional yang membentuk komunitas ini. Wujud empirik dari hukum positif adalah tatanan hukum nasional yang satu sama lain dihubungkan oleh tatanan hukum internasional.33 Maka dengan demikian, dapat diartikan pula negara sebagai tatanan perbuatan manusia atau yang disebut dengan tatanan hukum, yakni tatanan yang menjadi pedoman bagi

30

A. Ubaedillah, dkk, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, cet. III, (Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007), h. 24.

31Ibid. 32

Hans Kelsen, Teori Umum tentang Hukum dan Negara, Penerjemah: Raisul Muttaqien, cet.

IV, (Bandung: Nusa Media, 2009), h. 261. 33Ibid

perbuatan-perbuatan tertentu manusia dan ide bagi para individu untuk menyesuaikan perbuatannya.34

Negara hukum adalah istilah bahasa Indonesia yang terdiri dari dua suku kata, yakni negara dan hukum. Padanan kata ini menunjukan bentuk dan sifat yang saling mengisi antara Negara di satu pihak dan hukum pada pihak yang lain. 35

Adapun tujuan Negara adalah untuk memelihara ketertiban hukum

(rechtsorde). Oleh karena itu, dapat diartikan bahwa negara hukum adalah negara yang membutuhkan hukum dan sebaliknya pula hukum dijalankan dan ditegakkan melalui otoritas negara.36

Pengertian negara hukum adalah merupakan lawan dari pengertian negara kekuasaan (machtsstaat), dasar pikiran yang mendukungnya ialah kebebasan rakyat

(liberte du citoyen), bukannya kebesaran negara (gloire de I’etat).37

Menurut Wirjono Prodjodikoro, negara hukum berarti suatu negara yang di dalam wilayahnya adalah:

a. Semua alat-alat perlengkapan dari negara, khususnya alat-alat perlengkapan dari pemerintah dalam tindakannya baik terhadap warga negara maupun dalam saling berhubungan masing-masing, tidak boleh sewenang-wenang, melainkan harus memperhatikan peraturan-peraturan hukum yang berlaku;

34Ibid,

h. 271. 35

Majda El-Muhtaj, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia, cet. II, (Jakarta:

Kencana, 2007), h. 19-20. 36

Sudargo Gautama, Pengertian tentang Negara Hukum, (Bandung: Alumni, 1973), h. 20-21.

37

b. Semua orang (penduduk) dalam hubungan kemasyarakatan harus tunduk pada peraturan-peraturan hukum yang berlaku.38

Adapun menurut Franz MagnisSuseno, dari segi moral politik terdapat empat alasan utama untuk menuntut agar negara diselenggarakan dan dijalankan tugasnya berdasarkan: (1) kepastian hukum; (2) tuntutan perlakuan yang sama; (3) legitimasi demokratis; (4) tuntutan akal budi. Berdasarkan hal demikian, selanjutnya Prof. Magnis memberikan penjelasan mengenai ciri-ciri negara hukum yang secara etis relevan, antara lain: (1) kekuasaan dijalankan sesuai dengan hukum positif yang berlaku; (2) kegiatan negara berada dibawah control kekuasaan kehakiman yang efektif; (3) berdasarkan sebuah Undang-Undang Dasar yang menjamin hak-hak asasi manusia; dan (4) menurut pembagian kekuasaan.39

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum.40 Pasal ini mengandung makna perwujudan Indonesia yang diidealkan dan dicita-citakan, karena itu selayaknya diadakan eksplorasi mengenai reformasi hukum dan konstitusi, serta bentukan cita negara hukum dituju agar dapat mewujudkan Indonesia yang demokratis, berkeadilan, dan berakhlak.41

38

Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Ilmu Negara dan Politik, (Bandung: Eresco, 1971), h. 38. 39

Franz Magnis Suseno, Etika Politik Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern,

(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1999), h. 295-298. 40

Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Lihat Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi, h. 64.

41

Jimly Asshiddiqie, Menuju Negara Hukum yang Demokratis, (Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer, 2009), h. 184.

Miriam Budiardjo menjelaskan mengenai sistem pemerintahan Negara Indonesia dengan mengacu kepada Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, yang salah satunya yaitu Negara Indonesia berdasar atas Hukum (Rechtsstaat) tidak berdasar atas kekuasaan belaka (Machtsstaat).42

Menurut Stahl, sebagaimana yang dikutip oleh Majda El-Muhtaj, terdapat empat unsur berdirinya Rechtsstaat atau negara hukum, yaitu:

1. Hak-hak manusia;

2. Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu; 3. Pemerintah berdasarkan peraturan-peraturan;

4. Peradilan administrasi dalam perselisihan.43

Adapun ciri-ciri Rechtsstaat menurut Ni’matul Huda, antara lain sebagai berikut:

1. Adanya Undang-Undang Dasar atau konstitusi yang memuat ketentuan tertulis tentang hubungan antara penguasa dan rakyat.

2. Adanya pembagian kekuasaan negara.

3. Diakui dan dilindunginya hak-hak kebebasan rakyat.44

Selanjutnya, Jimly Asshiddiqie menjelaskan bahwa terdapat beberapa prinsip pokok sebagai pilar-pilar utama yang menyangga negara modern yang layak menyandang gelar sebagai negara hukum, diantaranya adalah:45

42

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 106.

43

Majda El-Muhtaj, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia, h. 23.

44 Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, cet. VI, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), h. 82.

45

1. Supremasi Hukum (supremacy of law)

2. Persamaan dalam hukum (equality before the law) 3. Asas legalitas (due process of law)

4. Pembatasan kekuasaan

5. Organ-organ ekskutif Independen 6. Peradilan bebas dan tidak memihak 7. Peradilan tata usaha Negara

8. Peradilan Tata Negara (constitutional court)

9. Perlindungan Hak Asasi Manusia

10. Bersifat demokratis (democratiche rechtsstaat)

11. Berfungsi sebagai sarana mewujudkan tujuan berbegara (welfare state)

12.Transparansi dan kontrol sosial.

2. Demokrasi

Secara etimologi, kata demokrasi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yakni “demos” (rakyat) yang berarti rakyat atau penduduk suatu tempat, dan “cratos

atau “cratein”” yang berarti kekuasaan atau kedaulatan.46 Jadi, “demos-cratein” atau

demos-cratos” (demokrasi) adalah kekuasaan atau kedaulatan rakyat, kekuasaan

tertinggi berada dalam keputusan rakyat, rakyat berkuasa, pemerintahan berasal dari rakyat dan kekuasaan oleh rakyat.47

46

A. Ubaedillah, dkk, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, h. 131.

47

Masykuri Abdillah, Demokrasi di Persimpangan Makna, (Yogyakarta: Tiara Wacana,

1999), h. 71. Lihat juga Miriam Budiarjo, Demokrasi di Indonesia: Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Pancasila, (Jakarta: Gramedia, 1996), h. 50.

Secara terminologi, demokrasi adalah suatu keadaan negara di mana dalam sistem pemerintahannya kedaulatan berada di tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat, rakyat berkuasa, pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat.48

Menurut Henry B. Mayo, demokrasi didasari oleh beberapa nilai: 1. Menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara melembaga;

2. Menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang sedang berubah;

3. Menyelenggarakan pergantian pimpinan secara teratur; 4. Membatasi pemakaian kekerasan sampai minimum;

5. Mengakui serta menganggap wajar adanya keanekaragaman dalam masyarakat yang tercermin dalam keanekaragaman pendapat, kepentingan, serta tingkah laku; 6. Menjamin tegaknya keadilan.49

Negara Republik Indonesia pernah menerapkan beberapa macam bentuk demokrasi, sebagaimana Miriam Budiardjo menjelaskannya dalam sejarah demokrasi Negara Republik Indonesia, antara lain sebagai berikut:

2) Masa Republik Indonesia I (1945-1959), yaitu masa Demokrasi Konstitusional yang menonjolkan peranan parlemen serta partai-partai dan yang karena itu dapat dinamakan Demokrasi Parlementer.

48

A. Ubaedillah, dkk, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, h. 131.

49

Henry B. Mayo, An Introduction to Democratic Theory, (New York: Oxford Univercity Press, 1960), h. 70.

3) Masa Republik Indonesia II (1959-1965), yaitu masa Demokrasi Terpimpin yang dalam banyak aspek telah menyimpang dari demokrasi konstitusional yang secara formal merupakan landasannya, dan menunjukan beberapa aspek demokrasi rakyat.

4) Masa Republik Indonesia III (1965-1998), yaitu masa Demokrasi Pancasila yang merupakan demokrasi konstitusional yang menonjolkan sistem presidensial. 5) Masa Republik Indonesia IV (1998-Sekarang), yaitu masa reformasi yang

menginginkan tegaknya demokrasi di Indonesia sebagai koreksi terhadap praktik-praktik politik yang terjadi pada masa Republik Indonesia III.50

Sebuah organisasi pakar hukum Internasional, International Commission of Jurists (ICJ) secara intens melakukan kajian terhadap konsep negara hukum dan unsur-unsur esensial di dalamnya.51 Komisi ini merumuskan syarat-syarat pemerintahan demokratis di bawah rule of law52, yakni:

1. Perlindungan konstitusional, artinya selain menjamin hak-hak individual, konstitusi harus pula menentukan tekhnis-prosedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin;

2. Lembaga kehakiman yang bebas dan tidak memihak; 3. Pemilihan umum yang bebas;

4. Kebebasan menyatakan pendapat;

50

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, h. 127-128. 51

P.S. Atiyah, Law and Modern Society, (Oxford: Oxford University Press, 1995), h. 106.

52

Albert Venn Dicey memperkenalkan istilah rule of law yang secara sederhana diartikan

dengan keteraturan hukum. Lihat Majda El-Muhtaj, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia, h.

24, dan lihat lebih lanjut A.V. Dicey, An Introduction to The Study of The Law of The Constitution, (London: Mac Millan, 1973), h. 202-203.

5. Kebebasan berserikat/berorganisasi dan beroposisi; 6. Pendidikan kewarganegaraan.53

Adapun unsur-unsur yang diperlukan bagi tegaknya suatu negara yang demokratis adalah:54

1. Partai Politik

Partai politik adalah suatu kelompok terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini adalah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik (biasanya dengan cara konstitusional) untuk melaksanakan programnya.55

Mengenai hakikat kekuasaan partai politik, Radbruch sebagaimana dikutip oleh Harun Alrasid, menyatakan bahwa kekuasaan rakyat berarti kekuasaan partai politik dan menentang eksistensi partai politik berarti menentang demokrasi.56

Adapun fungsi partai politik adalah:57 1. Sarana komunikasi politik;

2. Sarana sosialisasi politik;

3. Sarana rekrutmen kader dan anggota politik; 4. Sarana pengatur konflik.

53

Majda El-Muhtaj, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia, h. 27. 54

A. Ubaedillah, dkk, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, h. 148-157.

55

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, h. 403-404.

56

Harun Alrasid, “Masalah Pengisian Jabatan Presiden Sejak Sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia 1945 Sampai Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat 1993”, (Disertasi S3 Program Pascasarjana, Universitas Indonesia, 1993), h. 40.

57

Partai politik memegang peranan dalam mengadakan pemilihan umum di negara demokrasi.58 Maka dapat dikatakan bahwa partai politik merupakan salah satu elemen terpenting didalam pelaksanaan pemilihan umum, khususnya pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden. Hal tersebut terbukti dalam salah satu pasal di dalam ketentuan Undang-Undang59 yakni bahwasanya calon Presiden dan calon Wakil Presiden diusulkan dalam 1 (satu) pasangan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik. Maka dapat difahami bahwa terdapat fungsi lainnya dari partai politik, yakni adalah untuk mengajukan calon-calon bagi jabatan publik untuk dipilih oleh rakyat sehingga dapat mengontrol atau mempengaruhi tindakan-tindakan politik.60 2. Pemilihan Umum (Pemilu)

Hal lain yang diperlukan bagi tegaknya sebuah Negara yang demokratis sekaligus dapat mencegah terjadinya penyelewengan kekuasaan dalam sistem yang demokratis adalah adanya mekanisme pelaksanaan pemerintahan atas dasar prinsip-prinsip demokrasi, mekanisme itu antara lain melalui pemilihan umum (pemilu) yang dilaksanakan secara teratur serta kompetisi yang terbuka dan sederajat diantara partai-partai politik.61

Hans Kelsen menjelaskan bahwa prinsip demokrasi dari penentuan kehendak sendiri, dibatasi kepada prosedur pencalonan organ-organ khusus (perwakilan).

58 Harun Alrasid, “Masalah Pengisian Jabatan Presiden Sejak Sidang Panitia Persiapan

Kemerdekaan Indonesia 1945 Sampai Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat 1993”, h. 40.

59

Pasal 8 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.

60

Syamsuddin Haris, Pemilu Langsung di Tengah Oligarki Partai: Proses Nominasi dan Seleksi Calon Legislatif Pemilu 2004, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005),h. 243.

61

Bentuk pencalonan yang demokratis adalah pemilihan. Apabila pada kenyataannya pemilihan tersebut tidak mencerminkan kehendak dari mayoritas pemilih atau yang tanggung jawabnya kepada para pemilihnya tidak dapat ditegakkan, maka bukanlah perwakilan yang sesungguhnya.62

Berdasarkan beberapa hal yang telah dijelaskan di atas, maka dapat difahami bahwa prinsip demokrasi dalam pelaksanaannya mesti diletakan diatas prinsip-prinsip moral yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) sebagai kodrat yang diberikan Tuhan. Penghargaan dan penerapan kebebasan, persamaan, dan partisipasi politik melalui pemilu dan melalui perwakilan rakyat yang representatif diwujudkan dalam mekanisme partai politik sebagai salah satu wadah penyelenggara pemilu rakyat yang tentunya tidak akan lepas dari peran dan dukungan rakyat sebagai warga negara.63

Maka dengan demikian, partai politik sebagai salah satu pilar demokrasi mempunyai wewenang untuk melakukan seleksi calon Presiden dan Wakil Presiden. hal demikian sebagaimana pada umumnya praktik pencalonan Presiden dan Wakil Presiden di Negara Demokrasi.64

Demokrasi Negara Republik Indonesia ditunjukan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yakni kedaulatan berada di tangan

62

Hans Kelsen, Teori Umum tentang Hukum dan Negara, Penerjemah: Raisul Muttaqien, h.

409. 63

Saiful Mujani, Muslim Demokrat: Islam, Budaya Demokrasi, dan Partisipasi Politik di Indonesia Pasca Orde Baru, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007), h. 192.

64 H. 40.

rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar atau konstitusi.65 Oleh karena itu, agar derap demokrasi dapat berputar sesuai sumbu konstitusi, maka pelaksanaan demokrasi yang diwujudkan dengan diselenggarakannya pemilihan umum, pembentukan aturan dan pelaksanaan kewenangan lembaga Negara harus berdasarkan konstitusi.66