• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEOR

2.1.3 Kesadaran

2.1.3.1 Pengertian Kesadaran

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2005: 570), kesadaran berasal dari kata sadar yang mendapat imbuhan ke-an yang berarti insyaf; yakin; merasa; tahu; dan mengerti. Kesadaran berarti 1) keadaan mengerti; akan harga dirinya timbul karena ia diperlakukan secara tidak adil; 2) hal yang dirasakan atau dialami oleh seseorang.

Suhatman (2009: 27) mendefinisikan kesadaran sebagai keadaan sadar akan perbuatan. Sadar berarti merasakan atau ingat (pada keadaan yang sebenarnya), tahu dan mengerti. Kesadaran merupakan unsur dalam manusia dalam memahami realitas dan bagaimana cara bertindak atau menyikapi suatu realitas. Refleksi merupakan bentuk dari pengungkapan kesadaran yang mana ia dapat memberikan atau bertahan dalam situasi dan kondisi tertentu dalam lingkungan.

Bedasarkan kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kesadaran adalah keadaan mengerti ataupun merasakan yang berguna bagi manusia untuk memahami realitas bagaimana cara bertindak atau menyikapi suatu realitas.

2.1.3.2 Tujuan Kesadaran

Given (2012:213-214) menjelaskan bahwa tujuan dari kesadaran adalah agar dapat mengambil tindakan atau suatu keputusan yang dipilih melalui cara yang selektif dan berani menentukan arah tujuan dengan mempertimbangkan sisi positif dan negatif. Kesadaran memiliki tujuan untuk mempertimbangkan suatu tindakan atau keputusan yang akan diambil dari sisi positif maupun negatifnya sehingga dari pertimbangan tersebut seseorang dapat mengarah pada tujuan yang telah ditentukan.

2.1.3.3 Klasifikasi Kesadaran

Fakih mengungkapakan bahwa Freire (dalam Yunus, 2004: 49- 50) selalu berusaha mengarahkan pendidikan sebagai usaha untuk menghumanisasi diri dan sesama, yaitu melalui tindakan sadar untuk mengubah dunia. Dalam rangka pemanusiaan dan pembebasan itulah, Freire melihat penyadaran (conscientizacao) sebagai inti pendidikan. Freire sendiri menganalogikan kesadaran manusia menjadi kesadaran magis, naïf, dan kritis. Berikut merupakan penjabaran dari ketiga analogi yang diungkapkan Freire (dalam Yunus, 2004: 50-51).

1. Kesadaran Magis (magical consciousness)

Kesadaran magis adalah kesadaran masyarakat yang tidak mampu melihat kaitan antara satu faktor dengan faktor lainnya. Kesadaran magis lebih melihat faktor dari luar manusia (natural maupun supranatural) sebagai penyebab dari ketidaberdayaannya. Proses pendidikan yang menggunakan logika ini tidak memberikan kemampuan analisis yang berkaitan antara sistem dan struktur terhadap suatu permasalahan masyarakat. Siswa dalam hal

ini menerima “keberanian” dari guru, tanpa ada mekanisme untuk memahami “makna” ideologi dari setiap konsepsi ataas kehidupan

15

2. Kesadaran naif (naival consciousness)

Kesadaran naïf adalah kesadaran yang menitik beratkan pada aspek manusia menjadi akar permasalahan dalam masyarakat. Kesadaran ini menganggap bahwa masalah etika, kreatifitas, need for achievement sebagai penentu perubahan sosial. Pendidikan dalam konteks ini tidak mempertanyakan sistem dan struktur, bahkan sistem dan struktur yang ada dianggap sdah baik dan benar yang merupakan faktor given, oleh sebab itu tidak perlu dipertanyakan lagi. Tugas pendidikan adalah bagaimana membuat dan mengarahkan agar siswa dapat masuk dan beradaptasi dengan sistem yang sudah benar tersebut.

3. Kesadaran kritis (critical consciousness)

Kesadaran kritis yang merupakan kesadaran terpenting bagi Freire, kesadaran ini lebih melihat aspek sistem dan struktur sebagai sumber masalah. Pendekatan stuktural menghindari

blaming the victims dan lebih menganalisis secara kritis struktur dan sistem sosial, politik, ekonomi, budaya, dan implikasi pada masyarakat. Paradigm kritis dalam pendidikan, yaitu agar siswa mampu mengidentifikasi ketidakadilan dalam sistem dan struktur yang ada, kemudian mampu menganalisis bagaimana sistem struktur itu bekerja, serta bagaimana mentransformasikannya. Tugas pendidikan dalam paradigma kritis adalah menciptakan ruang dan kesempatan agar sisa terlibat dalam proses penciptaan struktur yang secara fundamental baru dan lebih baik.

Analogi yang diungkapkan oleh Freire (dalam Yunus, 2004: 51) diatas dapat membeikan gambaran tentang tindakan manusia yang trgantung pada pemahaman mereka tentang kenyataan. Setiap tindakan pemahaman mnentukan setiap setiap tindakan tanggapan. Jika manusia mempunyai kesadaran magis, mereka akan bertindak secara magis dan gagal untuk keluar dari penindasan. Jika pemahaman mereka naïf, tindakan-tindakan mereka dapat dengan

mudah direduksi menjadi irasional. Jika pemahaman mereka atas kenyataan adalah pemahaman kritis maka tanggapan mereka dapat menjadi transitif, yaitu kombinasi dari refleksi dan tindakan dalam praksis yang autentik.

2.1.3.4 Menumbuhkan Kesadaran Kritis

Kesadaran kritis amat penting bagi manusia, oleh sebab itu sejak dini seseorang harus ditumbuhkan. Menumbuhkan kesadaran kritis dapat dilakukan dalam pendidikan. Berikut ini merupakan hal- hal yang perlu diperhatikan guru dalam menumbuhkan kesadaran krtitis (Suhatman, 2009: 67).

1. Proses pembelajaran yang dilakukan guru harus berpusat pada siswa.

2. Guru berperan sebagai pembimbing bagi siswa. Guru memfasilitasi siswa dalam proses pembelajaran sehingga siswa dapat mengalami dan menyukai materi yang sedang diajarkan. 3. Guru harus mampu mengembangkan metode dialogis dalam

diskusi, memberikan kesempatan bagi siswa untuk dapat berpikir secara kritis dan mengendapkan pengetahuan, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk bertanya, berdebat, bereksplorasi untuk menumbuhkan pemahaman yang baru.

4. Dalam proses pembelajarannya guru harus mampu membuat suasana pembelajaran menjadi semenarik mungkin. Hal ini berguna agar siswa menjadi senang dan termotivasi untuk belajar semakin giat, sehingga otak terangsang untuk dapat menerima pengetahuan/ pemahaman baru lebih cepat.

5. Perencanaan yang baik dan media yang mampu membantu siswa mengalami proses pembelajaran akan dapat membuat siswa menemukan dan merumuskan sendiri pengetahunnya.

6. Guru harus berani mengubah paradigma berpikirnya, yaitu menjauh diri dari ketakutan maupun keeganan untuk mengubah

17

cara mengajarnya dari yang tidak selektif menjadi lebih selektif dan terbuka akan perubahan.

7. Kesadaran kritis akan terbentuk jika siswa merasa bebas dalam berpikir, berpendapat, dan mengekspresikan diri dalam suasama belajar yang terbuka, tidak banyak aturan-aturan yang membelenggu, multi nilai, multi kebenaran,dan diperbolehkan untuk salah, serta menerapkan metode ilmiah.

8. Kesadaran kritis akan membentuk pola pemahaman tentang suatu konsep yang kuat tidak hanya sekedar menghafal, mampu untuk mencerna pengetahuan secara mendalam, dan memiliki cara berpikir yang kritis dalam menghadapi permasalahan di lingkungan sekitar.

Berdasarkan delapan kriteria tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk menumbuhkan kesadaran kritis guru harus membuat suasana pembelajaran menjadi semenarik mungkin, menggunakan media-media pengajaran yang memadai, dan metode yang sesuai serta membebaskan siswa untuk mengeksplorasi lebih mendalam tentang materi yang sedang diajarkan.

Dokumen terkait