• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesesuaian Nilai Ketatanegaraan Islam dalam Pemilihan Umum di Indonesia

BAB V Merupakan penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran

ANALISIS KETATANEGARAAN ISLAM DALAM PENETAPAN KEPALA NEGARA DI INDONESIA

A. Kesesuaian Nilai Ketatanegaraan Islam dalam Pemilihan Umum di Indonesia

Sebagaimana agama yang paripurna , Islam tidak hanya mengatur dimensi hubungan antara manusia dengan Khaliknya, tetapi juga antara sesama manusia. Islam adalah agama yang universal artinya semua nilai-nilai yang diajarkan dapat dipraktekan dalam kehidupan social bermasyarakat dan bernegara. Diantara nilai-nilai yang dapat dijadikan sandaran perpijak adalah nilai musyawarah, nilai keadilan, nilai persamaan, nilai amanah, dan masih banyak lagi nilai-nilai yang terkandung yang bisa diterapkan dalam sistem pemerintahan. Lalu apakah nilai-nilai Islam tersebut dapat diterapkan di Negara-negara demokrasi diantaranya ialah Indonesia, didalam konstitusinya dijelaskan Indonesia merupakan negara republik yang menganut serta mengamalkan sistem demokrasi umumnya negara demokrasi mencantumkan adanya hak asasi manusia dimana dalam melaksanakan hak asasi manusia harus ada nilai-nilai persamaan, keadilan serta pemilihan umum agar terpeliaharanya negara yang demokratis.

Seiring dengan menguatnya kesadaran global akan arti penting HAM dewasa ini, persoalan tentang Universalitas HAM dan hubungannya dengan berbagai sistem nilai atau tradisi agama terus menjadi pusat perhatian dalam dalam perbincangan wacana HAM kontemporer. Harus diauki bahwa agama berperan memberikan landasan etik kehidupan manusia.

Penting pula dicermati bahwa dengan menyadari sejarah panjang kemanusian sejagat dengan segala dinamikanya memberikan pengaruh bagi perkembangan pemikiran, khususnya dalam wilayah ketatanegaraan Indonesia. Jika kita melirik hal ihwal ketatanegaraan Indonesia, maka hal pertama dan terpenting dilakukan adalah menoleh ke dalam seluk beluk konstitusi Indonesia, yang diakui sebagai dasar hukum bagi ketatanegaraan Indonesia.1

Dalam sejarah UUD 1945, perubahan UUD merupakan sejarah baru bagi masa depan konstitusi Indonesia. Perubahan UUD 1945 dilakukan sebagai buah dari amanat reformasi pembangunan nasional sejak turunnya rezim Soeharto (1967-1998). Terdapat empat kali amandemen atau perubahan yang berturut-turut telah dilakukan sejak tahun 1999 sampai dengan 2002.

Khusus mengenai peraturan HAM, dapat dilihat pada perubahan Kedua UUD 1945 tahun 2000. Perubahan dan kemajuan signifikan adalah dengan dicantumkannya persoalan HAM secara tegas dalam sebuah bab sendiri, yakni Bab XA (Hak Asasi Manusia) dari mulai Pasal 28A sampai 28J. penegasan HAM kelihatannya menjadi semakin eksplisit, sebagaimana ditegaskan pada pasal 28A yang berbunyi, (setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya). Kemajuan lain dapat juga dilihat pada pasal 28I yang berbunyi : ( hak hidup, hak untuk tidak dipaksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak

1

. Majda El-Muhtaj,Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia,( Jakarta: Kencana, 2005), hal. 60.

40

untuk dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun).

Berdasarkan ketentuan dari seluruh konstitusi yang berlaku di Indonesia dapat dikatakan bahwa konseptualisasi HAM di Indonesia telah mengalami proses dialektika yang serius dan panjang. Pentingnya pengaturan HAM dalam konstitusi menggambarkan komitmen atas upaya penegakan hukum dan HAM. Selain itu, beragamnya muatan HAM dalam konstitusi secara maksimal telah diupayakan untuk mengakomodasi hajat dan kebutuhan perlindungan HAM, baik dalam konteks pribadi, keluarga, masyarakat dan sebagai warga negara Indonesia.

1. Nilai Keadilan

Kalangan ahli hukum dan pemerhati masalah kenegaraan/politik tidak sesering ulama hukum Islam dalam membicarakan makna keadilan, berikut urgensitas komitmen para penguasa untuk berpegang teguh dan menerapkannya, termasuk juga para aparat negara yang berhubungan dengan kepentingan umum. Perintah melaksanakan keadilan itu sebagi tujuan dari pemerintahan.2

Rasulullah saw. Bersabda, “Umat ini akan baik selama mereka

mengatakan benar, menghukum dengan adil, memberi kasih apabila diminta kasih. Juga, makhluk yang paling dicintai oleh Tuhan adalah pemimpin yang adil dan yang paling dibenci adalah seorang pemimpin yang berlaku lalim, juga. Pada hari akhir nanti aka nada yang memanggil

2

mana kezhaliman? Mana orang-orang yang membantu kezhaliman ? meraka semua akan berkumpul sampai ada yang mencacat dosa-dosa

mereka lalu meraka semua masuk neraka”

Secara umum, keadilan sebagaimana yang didefinisikan oleh para ulama fiqih dan para muffasir adalah melaksanakan hukum Tuhan, manusia menghukum sesuai dengan syariat agama sebagaimana telah diwahyukan Allah kepada nabi-nabiNya dan rasul. Syariat Islam adalah penyempurnaan syariat-syariat yang telah ada sebelumnya.

Allah berfirman di dalam surat An-Nisa ayat 58

      Artinya : sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang member pengajaran kepadamu. Sungguh Allah maha mendengar, maha melihat. (QS An-Nissa ayat 58).

2. Nilai musyawarah

Konklusi bai’ah mengandung suatu proses seleksi. Di situlah syura,sebagaimana diketahui, memainkan peranana penting untuk menentukan pilihan ummah tentang orang yang dipandang paling tepat menduduki jabatan sebagai pemimpin. Jika pemilihan itu ditentukan

melalui bai’ah, maka focus musyawarah bergeser kepada kawasan lain,

yakni kepentingan masyarakat. Jadi, andaikata bai’ah berarti akhir sebua

42

maka. Musyawarah merupakan penjajagan penelitian dan perkiraan dengan tujuan meraih cita-cita atau keputusan paling baik yang berkaitan dengan semua persoalan, termasuk masalah kepemimpinan.3

Al-Qur’an banyak menjelaskan sisi penting musyawarah atau konsultasi. Ayat-ayat tersebut membuktikan bahwa Islam tidak hanya memandang konsultasi sebagai suatu prosedur yang direkomendasikan, tetapi merupakan sebuah tugas keagamaan. Al-Qur’an 42-38 .

 





 Artinya : dan bagi orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan dan melaksanakan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka, dan menginfakan sebagian dari rezeki yang kami berikan kepada mereka. (QS Asy-syura ayat 38).

Konsep Ibnu Taimiyah tentang musyawarah atau konsultasi sama luasnya dengan konsep yang ia kemukakan tentang bai’ah. Ia mengehendaki adanya musyawarah yang lebih efektif dan umum. Seorang pemimpin seharusnya tidak hanya menimba (meminta) pertimbangan dari ulama, tetapi semua kelas dalam masyarakat dan siapa saja yang mampu memberikan suatu pendapat yang dinamis. Hanya saja, ada batasan yang melingkari berlakunya konsultasi secara wajar.

Dalam prinsip syariat Islam tidak meemberikan konsepsi yang tetap atau ketetapan yang mengikat. Inilah salah satu rahasia kekenyalan syariat

3

. Khalid Ibrahim Jindan, Teori Politik Islam Telaah Kritis Ibnu Taimiyah tentang Pemerintah Islam, (Surabaya: Risalah Gusti, 1995), hal. 82.

Islam yang tetapup to datekini dan esok maka sehubungan dengan situasi dan kondisi yang berubah dan berbeda-beda, Islam menawarkan metode paling baik, yaitu menyerahkan sepenuhnya kepada kebijaksanaan otak manusia untuk mengelolanya, mengatur dan memikirkannya sesuai dengan situasi dan kondisi yang berkaitan dengan topik masalah yang akan di musyawarahkan.

Sementara itu dalam negara Indonesia Mohammad Yamin melihat tiga dampak positif suatu musyawarah. Pertama, dengan musyawarah manusia memperluas perjuangannya, kedua, dengan musyawarah suatu masalah tidak hanya dipikirkan oleh perorangan, ketiga, permusyawaratan menghilangkan misunderstanding atau salah pengertian4. Di samping itu, musyawarah itu sendiri adalah suatu kewajiban dapat ditingkatkan. Dalam struktur masyarakat Indonesia yang asli, kepala desa selalu bermusyawarah langsung dengan warga, apabila ada suatu hal yang akan diputuskan yang menyangkut kepentingan seluruh warga desa. Akan tetapi, apabila jumlah warga desa sudah sedemikian besarnya, maka musyawarah langsung seperti itu tidak dapat dilaksanakan lagi. Dalam hal yang demikian, permusyawaratan dilakukan melalui perwakilan. Ini sesuai dengan pengertian MPR dalam perubahan UUD 1945 yang berbunyi MPR adalah lembaga permusyawaratan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara, adapun tugas dan wewenang MPR sesudah amandemen atau perubahan UUD 1945 ialah, pertama, mengubah dan menetapkan

4

. S. Silalahi, Dasar-dasar Indonesia Merdeka Persi Para Pendiri negara,(Jakarta:PT Gramedia Utama, 2001), hal. 270.

44

UUD, kedua, melantik presiden dan wakil presiden, ketiga, memberhentikan Presiden dan wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut UUD, keempat, melantik Wapres menjadi Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya, kelima, memilih dan melantik Presiden dan Wapres apabila keduanya berhenti secara bersamaan.5

3. Nilai Persamaan

Persamaan dalam Islam adalah prinsip dasar dan agung nilainya bagi

kehidupan manusia. Ia merupakan salah satu mutiara Qur’ani yang

diturunkan bagi seluruh lapisan masyarakat sebagai landasan berpijak di dalam mengerjakan amal kebaiakan6Allah berfirman :

      Artinya: wahai manusia sesungguhnya kami telah menciptakan kamu sekalian dari laki-laki dan perempuan, dan menjadikan kalian bersuku-suku dan berbangsa-bangsa supaya kalian saling kenal-mengenal antara satu dengan lainnya. Sesungguhnya orang yang paling mulia di anatara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. (QS al-Hujarat:13). Walhasil manusia itu sama. Allah menjadikan mereka bersuku-suku dan berbangsa-bangsa, agar mereka saling mengenal dan tolong menolong. Bukan malah sebaliknya, untuk saling menyombongkan diri menurut ras dan diskriminasi bangsa. Hal antar sesama. Dan tidak pula untuk berbangga diri atas dasar perbedaan warna, pangkat dan juga golongan.

5

. Bahan Tayangan Materi Sosialisasi Undang-Undang Dasar negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan ketetapan MPR RI, (Jakarta:Sekretariat Jendral MPR RI, 2011), hal. 47-48.

6

. Hamidullah dkk,Politik Islam Konsepsi dan Dokumentasi, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1987), hal. 171-172.

Untuk itulah Islam menganjurkan untuk mengikis habis akar-akar fanatisme dan golongan, serta membuang jauh-jauh kebanggan atas keturunan dan warna kulit. Kemudian Islam menyatakan standar kemuliaan seorang adalah kebaiakan perilaku dan budi perkerti serta kadar takwanya kepada Allah Yang Mahakuasa.

B. Perbandingan Penetapan Kepala Negara dalam Islam Dengan Penetapan