• Tidak ada hasil yang ditemukan

 

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Perlakuan pengolahan tanah berpengaruh nyata terhadap diameter batang umur 8 dan 9 MST dan berpengaruh tidak nyata terhadap parameter lainnya. 2. Perlakuan pemberian mulsa berpengaruh tidak nyata pada semua parameter. 3. Interaksi kedua perlakuan menunjukkan berpengaruh nyata terhadap tinggi

tanaman pada umur 3 dan 5 MST, jumlah daun pada umur 6, 8, 9 dan 10 MST, dan diameter batang pada umur 5 MST serta berpengaruh tidak nyata terhadap parameter lainnya. Dan kombinasi perlakuan terbaik yaitu pada perlakuan olah tanah sempurna dan pemberian mulsa alang-alang.

Saran

Berdasarkan penelitian ini maka dapat disarankan bahwa untuk mendapatkan produksi yang tinggi dalam budidaya tanaman sorgum, digunakan sistem olah tanah sempurna dan pemberian mulsa alang-alang.

   

Botani Tanaman

Dalam sistem taksonomi tumbuhan, menurut Stennis (2010) sorgum diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Class: Monocotyledonae, Ordo: Poales, Family: Poaceae, Genus: Sorgum, Species: Sorghum bicolor (L.) Moench.

Seperti akar tanaman jagung tanaman sorgum memiliki jenis akar serabut. Pada ruas batang terendah diatas permukaan tanah biasanya tumbuh akar. Akar tersebut dinamakan akar adventif (Duljapar, 2000).

Batang beruas-ruas dan berbuku-buku, tidak bercabang dan pada bagian tengah batang terdapat seludang pembuluh yang diselubungi oleh lapisan keras (sel-sel parenchym) (http://pustaka.litbang.deptan.go.id, 2011).

Pada daun sorgum terdapat lapisan lilin yang ada pada lapisan epidermisnya. Adanya lapisan lilin tersebut menyebabkan tanaman sorgum mampu bertahan pada daerah dengan kelembaban sangat rendah. Lapisan lilin tersebut menyebabkan tanaman sorgum mampu hidup dalam cekaman kekeringan (Kusuma et al., 2008).

Bunga sorgum tersusun dalam bentuk malai dengan banyak bunga pada setiap malai sekitar 1500-4000 bunga. Bunga sorgum akan mekar teratur dari 7 cabang malai paling atas ke bawah. Malai sorgum memiliki tangkai yang tegak atau melengkung, berukuran panjang atau pendek dan berbentuk kompak sampai terbuka (Dicko et al., 2006).

   

Biji tertutup oleh sekam yang berwarna kekuning-kuningan atau kecoklatcoklatan. Warna biji bervariasi yaitu coklat muda, putih atau putih suram tergantung varietas (http://pustaka.litbang.deptan.go.id, 2011).

Syarat Tumbuh Iklim

Suhu optimum untuk pertumbuhan sorgum berkisar antara 23° C - 30° C dengan kelembaban relatif 20 - 40 %. Pada daerah-daerah dengan ketinggian 800 m dan permukaan laut dimana suhunya kurang dari 20° C, pertumbuhan tanaman akan terhambat. Selama pertumbuhan tanaman, curah hujan yang diperlukan adalah berkisar antara 375 - 425 mm (http://pustaka.litbang.deptan.go.id, 2011).

Sorgum banyak ditanam di daerah beriklim panas dan daerah beriklim sedang. Sorgum dibudidayakan pada ketinggian 0-700 m di atas permukaan laut (dpl). Memerlukan suhu lingkungan 23°-34° C tetapi suhu optimum berkisar antara 23° C dengan kelembaban relatif 20-40%. Sorgum tidak terlalu peka terhadap keasaman (pH) tanah, tetapi pH tanah yang baik untuk pertumbuhannya adalah 5.5-7.5 (Rismunandar, 1989).

Sorgum dapat bertahan pada kondisi panas lebih baik dibandingkan tanaman lainnya seperti jagung, namun suhu yang terlalu tinggi dapat menurunkan produksi biji. Laimeheriwa (1990) menyebutkan sorgum berproduksi baik pada lingkungan yang curah hujannya terbatas atau tidak teratur. tanaman ini mampu beradaptasi dengan baik pada tanah yang sedikit masam hingga sedikit basa.

   

Sorgum dapat bertoleransi pada kisaran kondisi tanah yang luas. Tanaman ini dapat tumbuh baik pada tanah-tanah berat yang sering kali tergenang. Sorgum juga dapat tumbuh pada tanah-tanah berpasir. Sorgum dapat tumbuh pada pH tanah berkisar 5,0-5,5 dan lebih bertoleransi terhadap salin (garam) tanah dari pada jagung. Tanaman sorgum dapat berproduksi pada tanah yang terlalu kritis bagi tanaman lainnya (Laimeheriwa, 1990).

Salah satu yang mendukung pada pengolahan lahan sorgum adalah tanah liat berlempung yang kaya akan humus. Sorgum tidak akan tumbuh dengan baik pada tanah yang tergenang atau pada tanah rawa. Walaupun sorgum lebih mampu bertahan pada kondisi air yang tergenang dibandingkan dengan tanaman jagung namun drainase yang baik lebih cocok untuk pertumbuhannya (Thakur, 1980).

Pengolahan Tanah

Ketersedian air tanah dan kompetisi dengan gulma dipengaruhi oleh tindakan pengolahan tanah secara intensif. Tindakan olah tanah akan menghasilkan kondisi kegemburan tanah yang baik untuk pertumbuhan akar (Rachman et al., 2004), sehingga membentuk struktur dan aerasi tanah lebih baik dibanding tanpa olah tanah. Namun, pengolahan tanah yang dilakukan secara intensif dapat menurunkan kualitas tanah karena porositas tanah yang tinggi dan kemantapan agregrat yang menurun sehingga evaporasi tinggi. Tanpa olah tanah populasi gulmanya lebih rendah dan menghasilkan kualitas tanah yang lebih baik secara fisik maupun biologi (meningkatkan kadar bahan organik tanah, kemantapan agregrat dan infiltrasi) serta hasil tanaman jagung yang relatif sama dibandingkan dengan perlakuan olah tanah intensif (Silawibawa et al., 2003).

   

Di Indonesia saat ini dikenal istilah pengolahan tanah konvensional dan pengolahan tanah konservasi. Dalam pengolahan tanah konvensional (biasa) tanah diolah dengan cara membalik tanah secara sempurna, dihaluskan dan diratakan. Bahkan, dilakukan dengan terlebih dahulu pengumpulan sisa-sisa tanaman dan gulma lalu dibakar. Olah tanah konservasi dapat dicapai dengan pengolahan tanah minimum dan tanpa pengolahan tanah. Pengolahan tanah minimum dilakukan sesuai dengan yang diperlukan tanaman biasanya hanya pada barisan tanaman yang akan ditanami atau dengan hanya melonggarkan lapisan tanah bagian atas (Santoso, 2004).

Pengolahan tanah pada budidaya sorgum tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman sorgum. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Munthe (2012) yang menyatakan bahwa perlakuan pengolahan tanah berpengaruh tidak nyata pada komponen pertumbuhan dan produksi sorgum namun perlakuan tanpa olah tanah cenderung menunjukkan hasil terbaik yaitu dengan rataan bobot kering tajuk 154,20 g, bobot kering akar 33,95 g, rasio tajuk akar 4,44, produksi per sampel 101,94 g, produksi per hektar 7,28 ton, dan indeks panen 0,15.

Mulsa

Mulsa adalah material penutup tanaman budidaya yang dimaksudkan untuk menjaga kelembaban tanah serta menekan pertumbuhan gulma dan penyakit sehingga membuat tanaman tersebut tumbuh dengan baik. Dengan adanya bahan mulsa di atas permukaan tanah, benih gulma akan sangat terhalang. Akibatnya tanaman yang ditanam akan bebas tumbuh tanpa kompetisi dengan gulma dalam penyerapan hara mineral tanah. Tidak adanya kompetisi dengan gulma tersebut merupakan salah satu penyebab keuntungan yaitu meningkatnya

   

permukaan tanah, energi air hujan akan ditanggung oleh bahan mulsa tersebut sehingga agregat tanah tetap stabil dan terhindar dari proses penghancuran. Semua jenis mulsa dapat digunakan untuk tujuan mengendalikan erosi. Fungsi langsung mulsa terhadap sifat kimia tanah terjadi melalui pelapukan bahan-bahan mulsa. Fungsi ini hanya terjadi pada jenis mulsa yang mudah lapuk seperti jerami padi, alangalang, rumput-rumputan, dan sisa-sisa tanaman lainnya. Hal ini merupakan salah satu keuntungan penggunaan mulsa sisa-sisa tanaman dibanding mulsa plastik yang sukar lapuk. Teknologi pemulsaan dapat mencegah evaporasi. Dalam hal ini air yang menguap dari permukaan tanah akan ditahan oleh bahan mulsa dan jatuh kembali ke tanah. Akibatnya lahan yang ditanam tidak kekurangan air karena penguapan air ke udara hanya terjadi melalui proses transpirasi. Melalui proses transpirasi inilah tanaman dapat menarik air dari dalam tanah yang didalamnya telah terlarut berbagai hara yang dibutuhkan tanaman (Fauzan, 2002).

Mulyatri (2003) berpendapat bahwa mulsa dapat meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah sehingga kehilangan air dapat dikurangi dan memelihara temperatur dan kelembapan tanah. Ini ditunjukkan dengan hasil pengamatan pada lahan yang diberi mulsa memiliki temperatur tanah yang cenderung menurun dan kelembaban tanah yang cenderung meningkat seiiring meningkatnya dosis pemulsaan. Kelembaban tanah dan temperatur tanah yang optimal, akan berpengaruh pada ketersedian air di bawah permukaan tanah. Kondisi seperti ini sangat menguntungkan bagi tanaman, yang berpengaruh pada fase pengisian polong sehingga dapat meningkatkan hasil biji.

   

Widyasari et al (2011) menjelaskan bahwa perlakuan sistem olah tanah

maksimal yang dikombinasikan dengan pemulsaan 12 ton ha-1 jerami padi tidak berbeda nyata dengan perlakuan sistem olah tanah maksimal yang dikombinasikan dengan pemulsaan 8 ton ha-1 jerami padi pada komponen hasil dikarenakan perlakuan pemulsaan jerami 8 ton ha-1 sudah cukup dapat menekan keberadaan gulma tanpa mengganggu pertumbuhan tanaman kedelai. Ini dibuktikan dengan perlakuan pemulsaan jerami 8 ton ha-1 memiliki bobot kering gulma yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan pemulsaan 12 ton ha-1.

Tithonia diversifolia merupakan tumbuhan yang mampu tumbuh di sembarang tempat dan tanah. Tithoniadapat tumbuh baik dari ketinggian 20 meter diatas permukaan laut sampai 900 meter diatas permukaan laut. Di Afrika

Tithonia sering tumbuh pada lahan bebas atau pada lahan yang tidak

dimanfaatkan. Tithonia sangat banyak digunakan sebagai tanaman hias, makanan

ternak, makanan unggas, kayu bakar, kompos, pengendalian erosi tanah, dan sebagai pupuk hijau terutama bagi sumber N dan K (Hakim, 2001).

Menurut Jama et al (2000) tumbuhan tithonia ialah tumbuhan semak yang

dapat berfungsi sebagai pembatas lahan atau tumbuh liar ditepi jalan dan tithonia ini dapat juga digunakan sebagai pakan ternak. Tumbuhan yang tumbuh liar dan berlimpah ini memiliki kadar biomassa yang cukup tinggi, yakni 3,3-5,5% N, 0,2-0,5% P dan 2,3-5,5% K.

   

tanaman pangan. Hal ini sesuai dengan Syam et al (1995) yang menyatakan

bahwa hasil biji kering kacang hijau tertinggi dicapai dengan pemberian takaran mulsa yang optimum 5,60 ton per ha yaitu 232,76 gram apabila mulsa diaplikasikan saat tanam.

   

PENDAHULUAN

Dokumen terkait