• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN A.Latar Belakang

2. Manfaat Penelitian

Adapun hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat dan kontribusi sebagai berikut:

12 1. Bagi Penulis

Manfaat penelitian ini adalah sebagai bagian prasyarat untuk menempuh gelar sarjana di Fakultas Ekonomik dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Selain itu, dengan adanya penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan penulis, khususnya dalam hal yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi keinginan/niat konsumen di Indonesia dalam menggunakan atau mengkonsumsi produk halal. 2. Bagi Dunia Akademis

Hasil penelitian ini bermanfaat sebagai referensi perpustakaan, yang bisa digunakan sebagai referensi perbandingan objek penelitian yang sama khususnya tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi keinginan konsumen dalam mengkonsumsi produk halal.

3. Bagi Pemerintahan

Sebagai bahan masukan agar lebih peduli terhadap masalah konsumsi produk halal. Karena mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, maka dari itu pemerintah Indonesia harus lebih memperhatikan akan konsumsi produk halal.

4. Bagi Pihak Konsumen

Sebagai pihak yang berurusan langsung dengan kegiatan konsumi. Dengan adanya penelitian ini, konsumen akan lebih tahu

13 tentang produk halal, baik dari kemasannya, unsur/zatnya, cara memperolehnya, maupun penggunaannya. Dan semestinya konsumen lebih memperhatikan lagi akan kegiatan konsumsinya. 5. Bagi Pihak Produsen

Sebagai pihak yang berhubungan dengan konsumen. Produk halal sebagai upaya peningkatan mutu, agar mengetahui pentingnya mendapatkan sertifikasi halal untuk produknya.

14 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori

1. Teori Tindakan Beralasan (Theory of Reasoned Action)

Teori ini menjelaskan komponen-komponen yang menyatu dan menyeluruh dari sikap sebagai suatu rancangan yang dapat menjelaskan dan memprediksi perilaku secara lebih tepat. Model ini menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi niat perilaku, yaitu sikap terhadap perilaku, dan norma subjektif.

Norma subjektif menunjuk pada tekanan sosial yang dirasakan untuk mengambil atau tidak mengambil tindakan/perilaku (B. S. Dharmmesta, 1998). Norma subjektif dapat diukur secara langsung dengan mengevaluasi pendapat masyarakat terhadap, misalnya hal-hal yang dekat dengan mereka untuk dipikirkan pada tindakan/perilaku ini.

2. Keinginan (Intensi) Mengkonsumsi Produk Halal a. Pengertian Intensi (Keinginan)

Intensi merupakan posisi seseorang pada dimensi probabilitas subjektif yang melibatkan hubungan antara dirinya dan beberapa tindakan. Sebuah intensi berperilaku, oleh karena itu, mengacu pada probabilitas subjektif seseorang yang akan melakukan beberapa perilaku (Fishbein & Ajzen, 1975).

15 Intensi juga dapat didefinisikan sebagai maksud, pamrih, keinginan, tujuan, suatu perjuangan guna mencapai satu tujuan, ciri-ciri yang dapat dibedakan dari proses-proses psikologis, yang mencakup referensi atau kaitannya dengan suatu objek (Chaplin, 2000). Sedangkan menurut Ajzen (2005), intensi diartikan sebagai kecenderungan tingkah laku, yang hingga terdapat waktu dan kesempatan yang tepat akan diwujudkan dalam bentuk tindakan.

Dari beberapa pernyataan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa intensi merupakan kemungkinan seseorang untuk menampilkan perilaku tertentu dengan faktor motivasional yang mempengaruhi bagaimana usaha yang digunakan untuk menampilkan perilaku tersebut. Semakin kuat intensi untuk memunculkan perilaku maka akan semakin besar kemungkinan perilaku yang akan ditampilkan.

b. Aspek-aspek Intensi

Intensi sebagai niat untuk melakukan suatu tindakan demi mencapai tujuan tertentu memiliki beberapa aspek. Menurut Fishbein dan Ajzen (1975) intensi memiliki empat aspek, yaitu:

1) Perilaku (behavior), yaitu tindakan spesifik yang nantinya akan diwujudkan.

16 2) Sasaran (target), yaitu objek yang menjadi sasaran perilaku. Objek yang menjadi sasaran dari perilaku spesifik dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu:

(a) Orang atau obyek tertentu (particular object),

(b) Sekelompok orang atau obyek (a class of object), dan (c) Orang atau obyek pada umumnya (any object).

3) Situasi (situation), yaitu situasi yang mendukung untuk dilakukannya suatu perilaku (bagaimana dan dimana perilaku itu akan diwujudkan). Situasi dapat pula diartikan sebagai lokasi dan keadaan terjadinya perilaku.

4) Waktu (time), yaitu waktu terjadinya perilaku yang meliputi waktu tertentu, dalam satu periode atau tidak terbatas dalam satu periode. Misalnya waktu yang spesifik (hari tertentu, tanggal tertentu, jam tertentu), periode tertentu (bulan tertentu) dan waktu yang tidak terbatas (waktu yang akan datang). Berdasarkan aspek-aspek intensi dari kedua pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa intensi memiliki empat aspek, yaitu perilaku atau tindakan, sasaran, situasi, dan waktu. c. Intensi Mengkonsumsi Produk Halal

Intensi untuk mengkonsumsi produk halal merupakan kemungkinan subjektif seseorang untuk mengkonsumsi produk halal dengan faktor motivasional yang menunjukkan kemauan dan usahanya

17 untuk menampilkan perilaku tersebut. Untuk dapat menampilkan perilaku secara akurat, maka intensi mengkonsumsi produk halal dapat diuraikan melalui empat aspek intensi yang telah dijelaskan sebelumnya. Dimana mengkonsumsi produk halal merupakan perilaku yang spesifik dan sasaran objek dilakukannya perilaku. Sedangkan situasi dan waktu adalah situasi dan waktu saat dilakukannya perilaku mengkonsumsi produk halal. Dengan semakin besarnya intensi seseorang untuk mengkonsumsi produk halal, maka semakin besar pula peluang perilaku mengkonsumsi produk halal akan ditampilkan.

3. Norma Subjektif

a. Pengertian Norma Subjektif

Norma subjektif merupakan faktor sosial yang mengacu pada tekanan sosial yang dirasakan untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku (Ajzen, 1991). Smith dan McSweneey (2007) menjelaskan norma subjektif merupakan tekanan sosial yang dirasakan mengenai tampilan dari perilaku tersebut.

Menurut White dkk. (2009), menyatakan bahwa pengaruh sosial diwakili oleh konsep norma subjektif yaitu yang menggambarkan sejumlah tekanan dari seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku. Sedangkan Bidin, dkk (dalam Falahuddin, Heikal, Khaddafi, 2014) norma subjektif dikaitkan dengan keyakinan yang

18 disampaikan oleh orang lain, baik secara individu atau melalui respon kelompok.

Berdasarkan pendapat di atas menurut para ahli bahwa kesimpulan dari pengertian norma subjektif atau norma sosial merupakan faktor sosial yang mengacu pada tekanan sosial yang dirasakan mengenai tampilan dari perilaku tersebut, untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku. b. Komponen Norma Subjektif

Komponen norma subjektif menurut Smith dan McSweeney (2007) terdiri dari:

1) Norma Injunctive

Komponen norma subjektif yaitu norma injunctive karena berkaitan dengan tekanan sosial yang dirasakan dari orang lain yang dianggap penting (significant others) untuk melakukan suatu perilaku.

2) Norma Deskriptif

Norma deskriptif mencerminkan persepsi seseorang terhadap perilaku orang lain.

3) Norma Moral

Norma moral dapat didefinisikan sebagai internalisasi aturan-aturan moral individu. Norma moral menekankan pada membangun perasaan pribadi tanggung jawab, daripada tekanan sosial langsung dirasakan.

19 4. Sikap

a. Pengertian Sikap

Menurut Ajzen (2005) sikap adalah suatu disposisi untuk respon positif atau negative terhadap benda, orang, institusi atau peristiwa. Kemudian definisi sikap menurut Smith dan McSweeney (2007) sikap merupakan evaluasi dari target perilaku. Selanjutnya Allport (dalam Hogg dan Vaughan, 2011) menjelaskan sikap adalah kondisi mental dan neural dari kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon individu pada semua objek dan situasi terkait.

Sedangkan Macchia dkk. (2013) menjelaskan bahwa sikap merupakan evaluasi hasil dari suatu perilaku tertentu sebagai positif atau negatif.

Berdasarkan definisi menurut para ahli, penulis menyimpulkan sikap adalah evaluasi atau penilaian dari target suatu perilaku.

b. Komponen-komponen Sikap

Menurut Fishbein dan Ajzen (1975), terdapat tiga komponen dalam sikap yaitu:

1) Kognitif, yaitu mencerminkan persepsi dan pemikiran mengenai objek sikap.

2) Afek, yaitu suatu persamaan atau evaluasi terhadap objek, meliputi perasaan dan evaluasi (sikap).

20 5. Religiusitas

a. Pengertian Religiusitas

Religiusitas menurut Muzakkir (2013:371) adalah sikap keberagaman seseorang atau kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan agama. Religiusitas menurut ajaran Islam dapat diketahui melalui beberapa aspek penting yaitu: aspek keyakinan terhadap ajaran agama (akidah), aspek ketaatan terhadap ajaran agama (syariah atau ibadah), aspek penghayatan terhadap ajaran agama (ihsan), aspek pengetahuan terhadap ajaran agama (ilmu), dan aspek pelaksanaan ajaran agama dalam kehidupan sosial (muamalah yang dipandu akhlaq al-karimah).

Keberagamaan atau religiusitas diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia. Aktivitas beragama bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual (beribadah), tapi juga ketika melakukan aktivitas lain yang didorong oleh kekuatan supranatural. Bukan hanya berkaitan dengan aktivitas yang tampak dan dapat dilihat mata, tapi juga aktivitas yang tak tampak dan terjadi dalam hati seseorang. Karena itu, keberagamaan seseorang akan meliputi beberapa sisi atau dimensi. Dengan demikian, agama adalah sebuah sistem yang berdimensi banyak (Ancok dan Fuat, 2015:76).

Orang-orang yang mempunyai nilai religiusitas yang tinggi akan selalu berusaha patuh terhadap ajaran-ajaran agama, menjalankan ritual agama meyakini doktrin-doktrin agama, beramal dan selanjutnya merasakan

21 pengalaman-pengalaman beragama. Sikap religius adalah keadaan dalam diri seseorang dapat merasakan dan mengakui adanya kekuatan tertinggi yang menaungi kehidupannya dengan cara melaksanakan semaksimal nya perintah Tuhan dan meninggalkan seluruh larangan-Nya, sehingga hal ini akan membawa ketenangan dan ketentraman pada dirinya (Muzakkir, 2013:376). b. Konsep Religiusitas

Menurut Glock dan Strak dalam Ancok (2015:77-78) ada lima dimensi religiusitas, yaitu dimensi keyakinan (ideologis), dimensi peribadatan atau praktek agama (ritualistik), dimensi penghayatan (eksperiensial), dimensi pengamalan (konsekuensial), dimensi pengetahuan agama (intelektual).

1) Keyakinan

Dimensi ini berisi pengharapan-pengharapan dimana orang religius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan mengakui kebenaran doktrin tersebut. Setiap agama mempertahankan seperangkat kepercayaan dimana para penganut diharapkan akan taat. Walaupun demikian, isi dan ruang lingkup keyakinan itu bervariasi tidak hanya di antara agama-agama, tetapi seringkali juga di antara tradisi dalam agama yang sama.

2) Praktik agama

Dimensi ini mencakup perilaku pemujaan, ketaatan, dan hal-hal yang dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang

22 dianutnya. Praktik-praktik keagamaan ini terdiri dari dua kelas penting, yaitu ritual dan ketaatan.

(a) Ritual, mengacu kepada seperangkat ritus, tindakan keagamaan formal dan praktek-praktek suci yang semua mengharapkan para pemeluk melaksanakan.

(b) Ketaatan, ketaatan atau ritual bagaikan ikan dengan air, meski ada perbedaan penting. Apabila aspek ritual dan komitmen sangat formal dan khas publik, semua agama yang dikenal juga mempunyai perangkat tindakan persembahan dan kontemplasi personal yang relatif spontan, informal, dan khas pribadi.

3) Pengalaman

Dimensi ini berisikan dan memperhatikan fakta bahwa semua agama mengandung penghaapan-pengharapan tertentu, meski tidak tepat jika dikatakan bahwa seseorang beragama dangan baik pada suatu waktu akan mencapai pengetahuan subjektif dan langsung mengenai kenyataan terakhir (bahwa akan mencapai suatu kontak dengan kekuatan supranatural). Dimensi ini berkaitan dengan pengalaman keberagamaan, perasaan-perasaan, persepsi-persepsi, dan sensasi-sensasi yang dialami seseorang atau didefinisikan oleh suatu kelompok keagamaan (atau suatu masyarakat) yang melihat komunikasi, walaupun kecil, dalam suatu esensi

23 ketuhanan, yaitu dengan Tuhan, kenyataan terakhir, dengan otoritas transendental.

4) Pengetahuan agama

Dimensi ini mengacu kepada harapan bahwa orang-orang yang beragama paling tidak memiliki sejumlah mengenai dasar-dasar, keyakinan, ritus-ritus, kitab suci, dan tradisi-tradisi. Dimensi pengetahuan dan keyakinan jelas berkaitan satu sama lain, karena pengetahuan mengenai suatu keyakinan adalah syarat bagi penerimanya. Walaupun demikian, keyakinan tidak perlu diikuti oleh syarat pengetahuan, juga demua pengetahuan agama tidak selalu bersandar kepada keyakinan.

5) Pengamalan atau konsekuensi

Dimensi ini mengacu pada identifikasi akibat-akibat keyakinan keagamaan, praktik, pengalaman, dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari. Walaupun agama banyak menggariskan bagaimana pemeluknya seharusnya berpikir dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari, tidak sepenuhnya jelas sebatas mana konsukuensi-konsekuensi agama merupakan bagian dari komitmen keagamaan atas semata-mata berasal dari agama.

24 6. Harga

a. Pengertian Harga

Harga adalah nilai suatu barang yang dinyatakan dengan uang. Dalam arti luas harga adalah jumlah dari seluruh nilai yang ditukarkan oleh konsumen atas manfaat memiliki atau menggunakan produk atau jasa tersebut (Fitria Engla Sagita, 2012: 4).

Menurut Tjiptono (2005 : 241) dalam penelitian yang dilakukan oleh Purwati menyebutkan harga adalah satuan moneter atau ukuran lainnya (termasuk barang dan jasa) yang ditukarkan agar memperoleh hak kepemilikan atau pengunaan suatu barang atau jasa (Purwati dkk, 2012: 262).

Harga pasar menurut Sukirno adalah nilai suatu barang yang ditentukan oleh pembayaran yang dilakukan konsumen untuk memperoleh barang tersebut (Sukirno, 2010: 36).

Menurut Kotler dan Amstrong (2008: 345) dalam Sagita (2012: 4), harga adalah sejumlah uang yang ditagih atas suatu produk atau jasa, atau jumlah semua nilai yang diberikan oleh pelanggan untuk mendapatkan keuntungan dari memiliki atau menggunakan suatu produk atau jasa..

Menurut Stanton (dalam Rosvita 2010 : 24) ada empat indikator yang mencirikan harga yaitu: (Fitri Engla Sagita, 2012: 4)

b. Keterjangkauan harga.

25 d. Daya saing harga.

e. Kesesuaian harga dengan manfaat. 7. Label Halal

Kata halal berasal dari bahasa Arab yang berarti “melepaskan” dan “tidak terikat”. Secara etimologi, halal berarti hal-hal yang boleh dan dapat dilakukan karena bebas atau tidak terikat dengan ketentuan-ketentuan yang melarangnya. Sertifikat halal adalah suatu fatwa tertulis dari Majelis Ulam Indonesia (MUI) yang menyatakan kehalalan suatu produk sesuai dengan syariat Islam. Sertifikat halal ini merupakan syarat untuk mendapatkan izin pencantuman label halal pada kemasan produk dari instasi pemerintah yang berwenang. Adapun yang dimaksud dengan produk halal adalah produk yang memenuhi syarat kehalalan sesuai dengan syariat Islam (Burhanuddin, 2011: 140), yaitu:

a. Tidak mengandung babi dan bahan yang berasal dari babi

b. Tidak mengandung bahan-bahan yang diharamkan seperti; bahan-bahan yang berasal dari organ manusia, darah, kotoran-kotoran, dan lain sebagainya, c. Semua bahan yang berasal dari hewan halal yang disembelih menurut tata

cara syariat Islam,

d. Semua tempat penyimpanan, tempat penjualan, pengolahan, tempat pengelolaan dan transportasinya tidak boleh digunakan untuk babi. Jika pernah digunakan untuk babi atau barang yang tidak halal lainnya terlebih dahulu harus dibersihkan dengan tata cara yang diatur menurut syariat Islam,

26 e. Semua makanan dan minuman yang tidak mengandung khamar,

f. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang label halal dan iklan pangan menyebutkan label adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian dari kemasan pangan.

Produk kosmetik memang tidak dimakan dan masuk ke dalam tubuh. Oleh karena itu kosmetik biasanya dikaitkan dengan masalah suci atau najis. Produk tersebut bisa dikatakan haram jika produk kosmetik tersebut mengandung bahan-bahan najis, seperti turunan hewan (kolagen) ataupun bagian dari tubuh manusia, misalnya plasenta (www.republika.co.id).

Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan pangan yang dikemas dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan wajib mencantumkan label pada, didalam, dan atau dikemasan pangan. Label yang dimaksud tidak mudah lepas dari kemasannya, tidak mudah luntur atau rusak, serta terletak pada bagian kemasan pangan yang mudah dilihat dan dibaca.

Menurut Peraturan Pemerintah Pasal 10 Nomor 69, setiap orang yang memproduksi atau memasukkan pangan yang dikemas ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan dan menyatakan bahwa pangan tersebut halal bagi umat Islam, bertanggung jawab atas kebenaran pernyataan tersebut dan wajib mencantumkan keterangan atau tulisan halal pada label.

27 B. Penelitian Terdahulu

Kajian pustaka tentang penelitian terdahulu bertujuan untuk mengetahui hubungan antara penelitian yang pernah dilakukan. Dibawah ini penulis akan memberikan kesimpulan hasil penelitian yang pernah dilakukan:

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No. Nama Peneliti, Tahun dan Judul Penelitian

Model Analisis Hasil Penelitian

1. Suddin Lada, Geoffrey Harvey Tanakinjal dan Hanudin Amin (2009): Predicting Intention to Choose Halal Products Using Theory of Reasoned Action

Regresi Linear Berganda TRA adalah model yang valid dalam prediksi niat untuk memilih produk halal. Sikap dan norma subjektif ditemukan secara positif berkaitan dengan niat.

28 2. Mohd. Haziq bin

Jalaluddin, Zahrul Hisyam bin Jefrry, dan Veera Pandiyan Kaliani Sundram (2010): Predicting Intention to Choose Halal Products Using Theory of Reasoned Action

Regresi Linear Berganda Niat untuk memilih produk halal dipengaruhi oleh sikap dan norma subjektif

3. Zainin Bidin, Hasnah Haron, Yuserrie Zainuddin, dan Ishak Ismail (2005): Factors Influencing

Pearson Correlations dan teknik regresi sederhana dan berganda

Keyakinan pribadi dari calon mahasiswa tentang masa depan akuntan

merupakan pengaruh utama dari sikap mereka untuk memilih jurusan akuntansi.

29 Students’ Intention to Enroll in Bachelor of Accounting Degree: An Application of Theory of Reasoned Action 4. Ni Made Rastini (2013): PENGARUH SIKAP DAN NORMA SUBYEKTIF MASYARAKAT KOTA DENPASAR TERHADAP NIAT BELANJA

Regresi Linear Berganda keyakinan dan norma subyektif secara serempak mempengaruhi niat belanja konsumen pada pasar tradisional, dimana variabel norma subyektif lebih dominan mempengaruhi niat belanja tersebut.

30 PADA PASAR TRADISIONAL 5. Murwanto Sigit (2006) : PENGARUH SIKAP DAN NORMA SUBYEKTIF TERHADAP NIAT BELI MAHASISWA SEBAGAI KONSUMEN POTENSIAL PRODUK PASTA GIGI CLOSE UP

Regresi Linear Berganda a) sikap dan norma subyektif secara bersama-sama (simultan)berpengaruh terhadap niat beli,

b) sikap konsumen secara parsial berpengaruh terhadap niat beli, dan c) normasubyektif secara parsial berpengaruh terhadap niat beli.

31 6. Zainol Bidin, Kamil Md. Idris, dan Faridahwati Mohd Shamsudin (2009): Predicting Compliance Intention on Zakah on Employment Income in Malaysia: An Application of Reasoned Action Theory Structural Equation Modeling

Norma subjektif dan sikap mempengaruhi niat

kepatuhan zakat penggajian

7. Muniaty Aisyah (2014): Pengaruh Lingkungan Eksternal Terhadap

Metode kuantitatif yang bersifat Explanatory Research

Perilaku religius konsumen berpengaruh signifikan terhadap niat mereka untuk membeli produk berlabel halal, dan konsumen hanya

32 Kecenderungan Membeli Produk Berlabel Halal yang Dimediasi Perilaku Religius Konsumen

niat untuk membeli produk halal. Karena perilaku religius konsumen yang tinggi, niat konsumen untuk membeli produk berlabel halal juga menjadi tinggi. 8. GolnazRezai,

Zainal Abidin Mohamed, Mad Nasir Shamsu-din dan Eddie Chiew F.C (2009) : Concern for Halalness of Halal-Labelled Food Product among Moes-lem Consumers in Malaysia: Evaluation of

Analisis Deskriptif dan Uji Chi-Square

Konsumendengantingkat religiusitasdan pendidikan yang lebih tinggi

cenderungkhawatir tentangstatushalalproduk makananhalal.

33 Selected

Demographic Factors

9. Phuah Kit Teng, Wan Jamaliah Wan Jusoh, Hoe Koon Siong, dan Mohammad Mahdi Mesbahi (2013): Awareness, Recognition And Intention: Insights From A Nonmuslim Consumer Survey Regarding Halal Labeled Food Products In Malaysia AnalisisDeskriptif, Uji Reliabilitasdan AnalisisChi-Square

Penelitian ini menunjukkan sebagian

besarkonsumennon-Muslim sadar tentangmakanan berlabel halal danlogoHalal JAKIMpada produkpangan. Selain itu, konsumennon-Muslim yang

memilikitingkatpendidikan tinggi, status lajang danusia antara26-35mengenalilogoHalal JAKIMpadaproduk makanantetapi hanyakonsumen yang memilikitingkat pendidikan tinggi,tingkat pendapatan,

34 berasal dari daerahperkotaan danyang masihlajangmemiliki pemahaman yanglebih tinggi darikonsepHalal. Hasilnyamenunjukkan bahwawilayah geografiskonsumennon-Muslim, tingkat pendidikan dan tingkat pendapatanyang lebih tinggimemiliki niatuntuk membelimakananberlabelha laldaripada rekan-rekanmereka. 10. Endang S Soesilowati (2009): Peluang Usaha Produk Halal di Pasar

Metode kuantitatif 1. Kesadaranumat

IslamdiBantententanghalald anharammakanancukup tinggi.

35 Global Perilaku Konsumen Muslim dalam Konsumsi Makanan Halal mempromosikan danmengontrolperilaku keagamaandalam hal konsumsimakananhalaldian ggapsedikitsensitif. 3. Semakin tinggi tingkatreligiusitasresponden , semakin besar perhatianmerekauntuk mengkonsumsi makananhalal.

4. Kriteria yang paling pentinguntuk makananhalalbagi respondenMuslimdiBantena dalahbahwa makanan merekaharusmembebaskand agingbabidan alkohol. Sebagian besar respondenmenyatakanbahw

36 aharga yang lebih

tinggidariprodukhalaltidaka kanmengurangi

jumlahpembelianproduk-produkmakananhalal. 5. Sikap Muslim Banten sangat dominan dalam mempengaruhi perilaku konsumsi mereka terhadap makanan halal,

dibandingkan dengan norma subyektif dan kontrol

perilakunya. 11. Teguh Widodo (2013): The Influence Of Muslim Consumer’s Perception Toward Halal Explanative Reasearch Level

Untuk mempelajari dan mencoba untuk menyelidiki dan juga menjelaskan bagaimana persepsi konsumen Muslim terhadap variabel (keamanan, nilai-nilai agama, kesehatan dan

37 Food Product On Attitude And Purchase Intention At Retail Stores

eksklusivitas) dari produk makanan halal yang disajikan dalam

menampilkan POP sikap pengaruh produk halal konsumen Muslim terhadap produk makanan halal. Selanjutnya bagaimana sikap konsumen Muslim terhadap produk makanan halal yang disajikan dalam menampilkan POP pengaruh produk halal membeli niat produk makanan halal. Dalam penelitian ini, populasi penelitian adalah konsumen Muslim yang tinggal di Perancis dan datang dari berbagai negara latar belakang. Yang mereka

38 biasanya membeli produk makanan halal yang hadir di titik menampilkan

pembelian produk halal di toko-toko ritel, terutama produk makanan daging atau produk makanan olahan yang berasal dari daging. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semuahipotesisyang dirumuskanterbuktiberpenga ruh positifdansignifikan. 12. Jusmaliani (2010): Pengaruh Komitmen Beragama Dalam Perilaku Konsumsi

analisis deskripif dan korelasi pearson

Secara statistik, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi komitmen beragama seseorang, akan semakin kuat pula putusan untuk mengkonsumsi makanan

39

Makanan Halal halal (hasil perhitungan

korelasi Pearson sebesar 0,565). Dan juga sebagian besar responden bersedia membayar berapapun selisih harga yang ditawarkan asalkan produk tersebut merupakan produk makanan, minuman, obat-obatan maupun kosmetika yang memiliki labelisasi halal baik dari MUI maupun lainnya. 13. Tawfik Salah Mohammed Ben Bisher Al-Nahdi (2008): Intention To Patronage Halal Restaurants Analisis Regresi Berganda Penelitian menunjukkan hubungan yang signifikan dan positif diantara pandangan orang lain dan tanggapan kontrol perilaku dengan maksud untuk mengunjungi restoran halal

40 Among

Malay-sian Muslims An Issue Of Halal Perception

tetapi sikap tidak

menunjukkan hubungan yang signifikan. Keagamaan ditemukan memiliki efek positif pada hubungan antara pandangan orang lain dan tanggapan kontrol perilaku terhadap niat untuk mengunjungi restoran halal. Sementara studi ini

menemukan suasana restoran memoderatkan hubungan antara tanggapan kontrol perilaku dengan maksud untuk mengunjungi restoran halal. 14. Abdul Wahid Hasyim (2015):Analisis Pengaruh Analisis Regresi Berganda

Penelitian ini memiliki hasil yang menunjukkan variabel silmutaneously seperti pendapatan rumah tangga,

41 Pendapatan Masyarakat, Harga dan Religiusitas terhadap Komsumsi Produk Halal

harga dan religiusitas akan mempengaruhi konsumsi produk halal dengan nilai F statistik 23.429 (23,429> 2,737). uji parsial

menunjukkan bahwa pendapatan rumah tangga dan religiusitas memiliki pengaruh yang signifikan dan reaksi positif terhadap

Dokumen terkait