• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.1. Gambaran Umum RSUD Kabupaten Padang Lawas Utara

RSUD Gunung Tua Kab. Padang Lawas Utara yang berlokasi di jalan Raya Gunung Tua – Binaga Kab. Padang Lawas Utara, Kualifikasi: Kelas C, dengan jumlah pegawai tetap 100 orang dan pegawai tidak tetap 150 orang.

4.1.1. Sejarah RSUD Gunung Tua

RSUD Gunung Tua mulai dibangun tahun 2000 dan diresmikan pada tahun 2003 oleh Bupati Tapanuli Selatan. Pada tanggal 22 April 2003 Nomor: 050/1071/2003, Kepala Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan memberikan izin penyelenggaraan RSUD Gunung Tua dengan status kelas C.

Seiring dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 37 Tahun 2007 tentang pembentukan Kabupaten Padang Lawas Utara, maka RSUD Gunung Tua menjadi lembaga teknis daerah, sesuai dengan peraturan daerah kabupaten Padang Lawas Utara Nomor : 09 tahun 2010 yang dikepalai seorang direktur.

4.1.2. VISI

Terwujudnya rumah sakit terdepan dan menjadi pilihan utama masyarakat Padang Lawas Utara dan sekitarnya

4.1.3. Misi

1. Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas, terjangkau dan paripurna dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

xli

2. Menyelenggarakan pelayanan penuunjang kesehatan yang berkualitas dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan.

3. Menjadikan tempat rujukan di wilayah kabupaten Padang Lawas Utara dan sekitarnya.

4.1.4. Kelompok Jabatan Fungsional a. Komite Medik

1. Komite medik merupakan kelompok tenaga medik yang keanggotaannya terdiri dari ketua-ketua staf medik fungsional.

2. Komite medik berada di bawah dan bertanggung jawab kepada direktur. 3. Komite medik dipimpin oleh seseorang ketua yang dipilih oleh anggotanya

dan diangkat serta ditetapkan dengan keputusan direktur.

4. Komite medik mempunyai tugas membantu direktur dalam menyusun standar pelayanan medik, memantau pelaksanaannya, pembina etika profesi, mengatur kewenangan staf medik fungsional mengembangkan program pelayanan.

5. Dalam melaksanakan tugasnya komite medik dapat dibantu oleh panitia medik yang anggotanya terdiri dari staff medik fungsional dan tenaga profesi lainnya secara ex-offisio

6. Panitia adalah kelompok kerja khusus yang dibentuk untuk mengatasi masalah.

b. Staf Medik Fungsional

1. Staf medik fungsional merupakan dokter yang bekerja di instalasi dalam jabatan fungsional dan bertanggung jawab kepada ketua komite medik.

2. Staf medik fungsional mempunyai tugas melaksanakan diagnosis pengobatan, pencegahan akibat penyakit, peningkatan dan pemulihan kesehatan dan penyuluhan kesehatan.

3. Dalam melaksanakan tugasnya, staf medik fungsional dikelompokkan berdasarkan keahlian.

4. Kelompok staf medik sebagaimana dimaksud ayat (3) dipimpin oleh seorang ketua yang dipilih oleh seorang ketua yang dipilih anggota kelompoknya untuk masa bakti tertentu.

5. Jumlah besaran staf medik fungsional ditetapkan dengan keputusan kepala daerah.

6. Ketua kelompok staf medik fungsional diangkat dan ditetapkan dengan keputusan direktur.

Staf medik fungsional terdiri dari:

1. Staf Medik Fungsional Penyakit Anak

2. Staf Medik Fungsional Kebidanan dan Penyakit Kandungan 3. Staf Medik Fungsional Bedah

4. Staf Medik Fungsional Penyakit Dalam 5. Staf Medik Fungsional Anestesi

6. Staf Medik Fungsional Radiologi 7. Staf Medik Fungsional Patologi Klinik

xliii 8. Staf Medik Fungsional Neurologi 9. Staf Medik Fungsional Mata

10. Staf Medik Fungsional Telinga, Hidung, dan Tenggorokan (THT) 11. Staf Medik Fungsional Dokter Umum

12. Staf Medik Fungsional Dokter Gigi c. Komite Keperawatan

1. Komite Keperawatan merupakan kelompok profesi perawat/bidan yang anggotanya terdiri dari perawat/bidan.

2. Komite keperawatan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada direktur

3. Komite keperawatan dipimpin oleh seorang ketua yang dipilih oleh anggotanya.

4. Komite keperawatan mempunyai tugas membantu direktur dalam menyusun standar keperawatan, pembinaan asuhan keperawatan, melaksanakan pembina etika profesi keperawatan.

5. Ketua komite keperawatan diangkat dan ditetapkan dengan keputusan direktur.

d. Instalasi

1. Instalasi merupakan unit penyelenggara pelayanan fungsional Rumah Sakit Umum Daerah.

2. Instalasi dipimpin oleh seorang kepala dalam jabatan fungsional.

3. Instalasi mempunyai tugas membantu direktur dan penyelenggaraan pelayanan fungsional sesuai dengan fungsinya.

4. Jumlah dan jenis instalasi disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan Rumah Sakit ditetapkan dengan keputusan kepala daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

5. Kepala instalasi diangkat dan ditetapkan dengan keputusan direktur Instalasi terdiri dari:

1. Instalasi Rawat Jalan 2. Instalasi Rawat Inap 3. Instalasi Rawat Darurat 4. Instalasi Bedah Sentral 5. Instalasi Anestesi dan ICU 6. Instalasi Hemodyalisis 7. Instalasi Radiologi 8. Instalasi Farmasi 9. Instalasi Gizi

10. Instalasi Laboratorium 11. Instalasi Rehabilitasi Medik

12. Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit 13. Instalasi Pusat Pelayanan Sterilisasi

14. Instalasi Pengolahan Limbah Rumah Sakit 15. Instalasi Laundry

xlv 4.2. Hasil Penelitian

Dari hasil pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner pada perawat di ruang rawat inap RSUD Kabupaten Padang Lawas Utara yang dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut.

4.2.1. Umur

Adapun distribusi perawat berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.1. Distribusi Perawat Berdasarkan Umur di Ruang Rawat Inap RSUD Kabupaten Padang Lawas Utara.

Umur (Tahun) Frekuensi (Orang) Persentase (%)

≥30 18 60

<30 12 40

Total 30 100

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar perawat berada pada kelompok umur ≥ 30 yaitu sebanyak 18 orang (60%).

4.2.2. Tingkat Pendidikan

Adapun distribusi perawat berdasarkan tingkat pendidikan adalah sebagai berikut. Tabel 4.2. Distribusi Perawat Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Ruang

Rawat Inap RSUD Kabupaten Padang Lawas Utara. Tingkat Pendidikan Frekuensi (Orang) Persentase (%)

DIII Keperawatan 28 93,3

S1 Keperawatan 2 6,7

Total 30 100

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar perawat tingkat pendidikannya DIII Keperawatan yaitu sebanyak 28 orang (93,3%), sedangkan tamatan S1 Keperawatan sebanyak 2 orang (6,7 %).

4.2.3. Status Perkawinan

Adapun distribusi perawat berdasarkan status perkawinan adalah sebagai berikut. Tabel 4.3. Distribusi Perawat Berdasarkan Status Perkawinan di Ruang Rawat

Inap RSUD Kabupaten Padang Lawas Utara. Status Perkawinan Frekuensi (Orang) Persentase (%)

Menikah 17 56,7

Belum Menikah 13 43,3

Total 30 100

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar perawat berstatus menikah yaitu sebanyak 17 orang (56,7 %).

4.2.4. Gambaran Kualitas Tidur

Adapun gambaran kualitas tidur perawat di ruang rawat inap RSUD Kabupaten Padang Lawas Utara dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.4. Distribusi Kualitas Tidur Subjektif Perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Kabupaten Padang Lawas Utara.

Pertanyaan Jawaban Kualitas tidur

secara keseluruhan.

Sangat Baik Cukup Baik Cukup Buruk

Sangat Buruk

N % N % N % N %

11 36,7 12 40 7 23,3 0 0

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa berdasarkan kualitas tidur subjektif paling banyak perawat merasa memiliki kualitas tidur cukup baik yaitu sebanyak 12 orang (40%) dan paling sedikit perawat merasa memiliki kualitas tidur cukup buruk yaitu sebanyak 7 orang (23,3%).

xlvii

Tabel 4.5. Distribusi Latensi Tidur Perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Kabupaten Padang Lawas Utara.

No Pertanyaan Jawaban 1 Waktu yang dibutuhkan untuk tertidur setiap malam.

< 15 menit 16-30 menit 31-60 menit nit

N % N % N % N %

18 60 9 30 3 10,0 0 0

2.

Tidak bisa tidur dalam waktu 30 menit. Tidak selama sebulan terakhir Kurang dari sekali dalam seminggu Sekali atau dua kali dalam seminggu Tiga kali atau lebih dalam seminggu N % N % N % N % 6 20 22 73,3 2 6,7 0 0

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa berdasarkan latensi tidur, paling banyak perawat membutuhkan waktu untuk tidur selama <15 menit yaitu sebanyak 18 orang (60 %), tidak ada perawat yang membutuhkan waktu untuk tidur lebih dari 60 menit. Paling banyak perawat tidak bisa tidur dalam waktu 30 menit selama kurang dari sekali dalam seminggu yaitu sebanyak 22 orang (73,3%).

Tabel 4.6. Distribusi Durasi Tidur Perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Kabupaten Padang Lawas Utara.

Pertanyaan Jawaban Lama tidur di

malam hari (Ini mungkin berbeda dari jumlah waktu yang dihabiskan di tempat tidur)

> 7 jam 6 – 7 jam 5 – 6 jam < 5 jam

N % N % N % N %

23 76,7 7 23,3 0 0 0 0

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa berdasarkan durasi tidur, paling banyak perawat memiliki lama tidur selama >7 jam yaitu sebanyak 23 orang (76,7%) dan paling sedikit perawat memiliki lama tidur selama 6-7 jam yaitu sebanyak 7 orang (23,3%).

Tabel 4.8. Distribusi Efisiensi Tidur Perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Kabupaten Padang Lawas Utara.

Pertanyaan Jawaban Jam tidur di malam

hari

20.00 WIB 21.00 WIB 22.00 WIB ≥ 23.00 WIB

N % N % N % N %

1 3,3 13 43,3 8 26,7 8 26,7

Jam bangun di pagi hari

04.00 WIB 05.00 WIB 06.00 WIB 7.00 WIB

N % N % N % N %

2 6,7 14 46,7 14 46,7 0 0

Efisiensi Tidur > 85 % 75 – 84 % 65 – 74 % < 65 %

N % N % N % N %

xlix

Berdasarkan efisiensi tidur, paling banyak perawat tidur jam 21.00 WIB yaitu sebanyak 13 orang (43,3%). Paling banyak perawat bangun tidur di pagi hari pada pukul 05.00 WIB dan 06.00 WIB, masing-masing sebanyak 14 orang (46,7%). Paling banyak perawat memiliki efisiensi tidur >85% yaitu sebanyak 29 orang (96,7%). Tabel 4.9. Distribusi Gangguan Tidur Pada Perawat di Ruang Rawat Inap

RSUD Kabupaten Padang Lawas Utara. Pernyataan Jawaban Seberapa sering mengalami kesulitan tidur karena... Tidak selama sebulan terakhir Kurang dari sekali dalam seminggu Sekali atau dua kali dalam seminggu Tiga kali atau lebih dalam seminggu N % N % N % N % b. Bangun di tengah malam atau dini hari 10 33,3 19 63,3 1 3,3 0 0 a. Harus bangun untuk ke kamar mandi 8 26,7 20 66,7 2 6,7 0 0

b. Tidak bisa bernapas dengan nyaman 27 90 3 10 0 0 0 0 c. Batuk atau mendengkur keras 28 93,3 2 6,7 0 0 0 0 d. Merasa kedinginan 24 80 6 20 0 0 0 0 e. Merasa kepanasan 1 3,3 17 56,7 12 40 0 0 f. Mengalami mimpi buruk 6 20 23 76,7 1 3,3 0 0

sa nyeri

30 100 0 0 0 0 0 0

j. Alasan lain, jelaskan

- - - -

Berdasarkan gangguan tidur, perawat yang kesulitan tidur karena bangun di tengah malam paling banyak mengalaminya selama kurang dari sekali dalam seminggu yaitu sebanyak 19 orang (63%). Perawat yang mengalami kesulitan tidur karena harus bangun ke kamar mandi paling banyak mengalaminya selama kurang dari sekali dalam seminggu yaitu sebanyak 20 orang (66,7%). Sedangkan kesulitan tidur karena tidak bisa bernapas dengan nyaman paling banyak perawat tidak mengalaminya selama sebulan terakhir yaitu sebanyak 27 orang (90 %). Perawat yang mengalami kesulitan tidur karena batuk atau mendengkur dengan keras hanya sebanyak 2 orang (6,7 %). Perawat yang mengalami kesulitan tidur karena merasa kedinginan dalam sebulan terakhir hanya sebanyak 6 orang (20 %), paling banyak perawat tidak mengalaminya yaitu sebanyak 24 orang (80%). Perawat yang mengalami kesulitan tidur karena merasa kepanasan paling banyak mengalaminya selama kurang dari sekali dalam seminggu yaitu sebanyak 17 orang (56,7%). Perawat yang mengalami kesulitan tidur karena mengalami mimpi buruk paling banyak mengalaminya selama kurang dari sekali dalam seminggu yaitu sebanyak 23 orang (76,7%). Tidak ada perawat yang mengalami kesulitan tidur karena merasa nyeri dalam sebulan terakhir.

li

Tabel 4.10. Distribusi Penggunaan Obat Tidur Pada Perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Kabupaten Padang Lawas Utara.

Pertanyaan Jawaban

Seberapa sering minum obat untuk membantu tidur. Tidak selama sebulan terakhir Kurang dari sekali dalam seminggu Sekali atau dua kali dalam seminggu Tiga kali atau lebih dalam seminggu N % N % N % N % 24 80 4 13,3 2 6,7 0 0

Berdasarkan penggunaan obat tidur, sebanyak 4 orang (13,3%) mengonsumsi obat tidur kurang dari sekali dalam seminggu. Sebanyak 2 orang (6,7%) mengonsumsi obat tidur sekali atau dua kali dalam seminggu.

Tabel 4.11. Distribusi Disfungsi Siang Hari Pada Perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Kabupaten Padang Lawas Utara.

Pertanyaan Jawaban Seberapa sering kesulitan untuk tidak mengantuk saat mengemudi, makan, atau bersosialisasi Tidak selama sebulan terakhir Kurang dari sekali dalam seminggu Sekali atau dua kali dalam seminggu Tiga kali atau lebih dalam seminggu N % N % N % N % 19 63,3 11 36,7 0 0 0 0 Seberapa besar masalah itu telah mengurangi antusiasme untuk menyelesaikan sesuatu. Tidak ada masalah sama sekali hanya masalah yang sangat kecil Sedikit masalah Masalah yang sangat besar N % N % N % N % 15 50 15 50 0 0 0 0

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa berdasarkan disfungsi siang hari, paling banyak perawat tidak mengalami kesulitan untuk tidak mengantuk saat mengemudi, makan, atau bersosialisasi selama sebulan terakhir yaitu sebanyak 19 orang (63,3%) dan paling sedikit perawat mengalaminya kurang dari sekali dalam seminggu yaitu sebanyak 11 orang (36,7%). Berdasarkan pertanyaan “seberapa besar masalah itu telah mengurangi antusiasme untuk menyelesaikan sesuatu” paling banyak perawat menjawab “tidak ada masalah sama sekali” dan “hanya masalah yang sangat kecil” yaitu masing-masing sebanyak 15 orang (50%).

4.2.5. Kualitas Tidur

Adapun kualitas tidur perawat di ruang rawat inap RSUD Kabupaten Padang Lawas Utara dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.12. Kualitas Tidur Perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Kabupaten Padang Lawas Utara.

Kualitas Tidur Perawat Jumlah

Frekuensi (orang) Persentase (%)

Baik 20 66,7

Buruk 10 33,3

Total 30 100

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar perawat memiliki kualitas tidur yang baik yaitu sebanyak 20 orang (66,7%). Sebanyak 10 perawat memiliki kualitas tidur buruk yaitu 9 orang (33,3%)

4.2.6. Keluhan Kesehatan

Adapun keluhan kesehatan perawat di ruang rawat inap RSUD Kabupaten Padang Lawas Utara dapat dilihat pada tabel berikut.

liii

Tabel. 4.13. Distribusi Keluhan Kesehatan Perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Kabupaten Padang Lawas Utara.

Dari tabel di atas, berdasarkan keluhan kesehatan berupa kehitaman di sekitar mata, sebagian besar perawat kadang-kadang mengalaminya yaitu sebanyak 26 orang (86,7%). Berdasarkan keluhan kesehatan berupa bengkak di kelopak mata sebagian besar perawat tidak pernah mengalaminya yaitu sebanyak 28 orang (93,3%). Berdasarkan keluhan kesehatan berupa gangguan saluran pencernaan, sebagian perawat kadang-kadang mengalaminya yaitu sebanyak 25 orang (83,3%). Berdasarkan keluhan kesehatan berupa lemah sebagian besar perawat kadang-kadang No Keluhan Kesehatan Ya, sering Ya,

kadang-kadang Tidak Pernah Jumlah N % N % N % N % 1 Kehitaman di sekitar mata 1 3,3 26 86,7 3 10 30 100 2 Bengkak di kelopak mata 0 0 2 6,7 28 93,3 30 100 3 Gangguan saluran pencernaan 2 6,7 25 83,3 3 10 30 100 4 Lemah 11 36,7 19 63,3 0 0 30 100 5 Letih 14 46,7 16 53,3 0 0 30 100 6 Lesu 13 43,3 17 56,7 0 0 30 100 7 Sakit kepala 7 23,3 21 70 2 6,7 30 100 8 Mata perih 1 3,3, 25 83,3 4 14,4 30 100

mengalaminya yaitu sebanyak 19 orang (63,3%). Berdasarkan keluhan kesehatan berupa letih sebagian besar perawat kadang-kadang mengalaminya yaitu sebanyak 16 orang (53,3%). Berdasarkan keluhan kesehatan berupa lesu sebagian besar perawat kadang-kadang mengalaminya yaitu sebanyak 17 orang (56,7%). Berdasarkan keluhan kesehatan berupa sakit kepala sebagian besar perawat kadang-kadang mengalaminya yaitu sebanyak 21 orang (70%). Berdasarkan keluhan kesehatan berupa mata perih sebagian besar perawat kadang-kadang mengalaminya yaitu sebanyak 25 orang (83,3%).

lv BAB V PEMBAHASAN 5.1. Gambaran Kualitas Tidur

Berdasarkan hasil pengumpulan data melalui kuesioner yang dilakukan, berdasarkan kualitas tidur subjektif paling banyak perawat merasa memiliki kualitas tidur cukup baik yaitu sebanyak 12 orang (40%) dan paling sedikit perawat merasa memiliki kualitas tidur cukup buruk yaitu sebanyak 7 orang (23,3%). Perbedaan antara hasil kualitas tidur subjektif dengan kualitas tidur yang diukur dengan PSQI disebabkan karena jawaban perawat sangat bersifat subjektif tanpa disertai pengetahuan tentang kualitas tidur yang baik dan buruk.

Berdasarkan latensi tidur, paling banyak perawat membutuhkan waktu untuk tidur selama <15 menit yaitu sebanyak 18 orang (60 %), tidak ada perawat yang membutuhkan waktu untuk tidur lebih dari 60 menit. Paling banyak perawat tidak bisa tidur dalam waktu 30 menit selama kurang dari sekali dalam seminggu yaitu sebanyak 22 orang (73,3%). Pada individu normal latensi tidur biasanya terjadi kira-kira 10-20 menit (Majid, 2009). Dilihat dari keadaan tersebut dapat diketahui bahwa sebagian perawat memiliki latensi tidur yang normal.

Berdasarkan durasi tidur, paling banyak perawat memiliki lama tidur selama >7 jam yaitu sebanyak 23 orang (76,7%) dan paling sedikit perawat memiliki lama tidur selama 6-7 jam yaitu sebanyak 7 orang (23,3%). Dalam sebuah penelitian menjelaskan apabila dilihat dari segi usia individu seorang bayi normal membutuhkan

waktu untuk tidur selama 16-18 jam sehari, sedangkan manusia dewasa normal rata-rata membutuhkan waktu tidur antara 7-8 jam sehari.

Dalam hal durasi tidur, mayoritas perawat tidak mengalami masalah karena durasi tidur mereka normal. Jumlah kebutuhan istirahat dan tidur tiap individu bervariasi menurut usia. Seseorang mungkin merasa cukup beristirahat dengan 4 jam tidur, sementara yang lain membutuhkan 10 jam untuk tidur (Potter & Perry, 2005). Menurut Kozier (2004) kebutuhan istirahat dan tidur seseorang bergantung kepada umur, penyakit fisik, obat-obatan, stresemosional, dan lingkungan.

Berdasarkan efisiensi tidur, paling banyak perawat tidur jam 21.00 WIB yaitu sebanyak 13 orang (43,3%). Paling banyak perawat bangun tidur di pagi hari pada pukul 05.00 WIB dan 06.00 WIB, masing-masing sebanyak 14 orang (46,7%). Berdasarkan durasi tidur, paling banyak perawat tidur lebih dari 7 jam yaitu sebanyak 26 orang (86,7%). Tidak ada perawat yang tidur kurang dari 5 jam. Paling banyak perawat memiliki efisiensi tidur >85% yaitu sebanyak 29 orang (96,7%).

Berdasarkan hasil pengumpulan data diketahui bahwa gangguan tidur yang dialami responden paling banyak umumnya disebabkan oleh karena bangun di tengah malam paling yaitu sebanyak 19 orang (63%), harus bangun ke kamar mandi yaitu sebanyak 20 orang (66,7%), merasa kepanasan yaitu sebanyak 17 orang (56,7%), mengalami mimpi buruk yaitu sebanyak 23 orang (76,7%). Sedangkan kesulitan tidur karena tidak bisa bernapas dengan nyaman hanya sebanyak 3 orang (10%) yang mengalaminya. Gangguan saluran nafas (upper airway obstructive) pada saat tidur ditandai dengan peningkatan pernafasan selama apnea, peningkatan usaha

lvii

otot dada dan dinding perut dengan tujuan memaksa udara masuk melalui obstruksi. Gangguan ini semakin berat bila memasuki fase REM. Gangguan saluran nafas ini ditandai dengan nafas megap-megap atau mendengkur pada saat tidur. Mendengkur ini berlangsung 3-6 kali bersuara kemudian menghilang dan berulang setiap 20-50 detik (Japardi, 2002). Hampir semua o8urang pernah mengalami gangguan tidur selama masa kehidupannya. Diperkirakan tiap tahun 20%-40% orang dewasa mengalami kesukaran tidur dan 17% diantaranya mengalami masalah serius (Japardi, 2002).

Pada orang normal, gangguan tidur yang berkepanjangan akan mengakibatkan perubahan-perubahan pada siklus tidur biologiknya, menurun daya tahan tubuh serta menurunkan prestasi kerja, mudah tersinggung, depresi, kurang konsentrasi, kelelahan, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi keselamatan diri sendiri atau orang lain. Menurut beberapa peneliti gangguan tidur yang berkepanjangan didapatkan 2,5 kali lebih sering mengalami kecelakaan mobil dibandingkan pada orang yang tidurnya cukup (Japardi, 2002).

Berdasarkan penggunaan obat tidur, sebanyak 6 orang (20%) mengonsumsi obat tidur kurang dari sekali dalam seminggu. Penggunaan obat tidur dapat memberikan efek samping yang berhubungan dengan meliputi: residual daytime

sedation, gangguan kognitif, motor incoordination, ketergantungan, rebound

insomnia. Obat tidur yang dijual bebas sering kali membuat seseorang mengantuk

dan menolong mereka untuk tertidur. Hal ini akan berlangsung lama, artinya orang yang mengkonsumsi obat ini akan tetap merasakan kantuk setelah mereka terbangun

dari tidur (Handayani, 2008). Tipe obat tidur yang diperoleh dengan resep dokter bekerja dengan baik untuk membantu seseorang untuk tertidur dan mempertahankan tidur, bahkan sampai sepanjang hari. Walau bagaimanapun tidak dianjurkan bagi seseorang untuk terbiasa mengkonsumsinya (misalnya lebih dari satu atau dua kali dalam seminggu) karena tidak ada penelitian pada pekerja shift dan penggunaan obat tidur dalam jangka waktu yang lama. Penggunaan obat tidur oleh pekerja shift di setiap waktu pada saat mereka ingin tertidur sepanjang hari bukanlah jalan keluar yang baik. Pada beberapa orang, obat tidur dapat diperoleh dengan mudah, mereka selalu menggunakan obat tidur ketika ingin tertidur. Apabila hal ini terus berlangsung, orang tersebut akan menjadi gelisah atau mudah marah jika konsumsi obat tidur dihentikan. Penggunaan obat tidur dalam waktu yang lama akan menimbulkan rasa kantuk yang berlebihan setelah terbangun dari tidur (Handayani, 2008).

Berdasarkan disfungsi siang hari, paling banyak perawat tidak mengalami kesulitan untuk tidak mengantuk saat mengemudi, makan makanan, atau terlibat dalam kegiatan sosial yaitu sebanyak 19 orang (63,3%).

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa sebagian besar perawat memiliki kualitas tidur yang baik yaitu sebanyak 20 orang (66,7%). Sebanyak 10 orang (33,3%) memiliki kualitas tidur buruk. Ketika memiliki kualitas tidur baik, maka segala aktivitas tubuh dan aktivitas kehidupan sehari-hari akan berjalan lancar. Sebaliknya, jika kualitas tidur buruk, berbagai efek negatif muncul. Antibodi menjadi lemah, berdasarkan studi JAMA, mereka yang tidur kurang dari 7 jam per malam bisa

lix

3 kali lebih rentan mengalami rasa dingin. Kualitas tidur seseorang tidak selamanya tergantung dari lamanya waktu yang dihabiskan untuk tidur, akan tetapi juga dipengaruhi oleh kondisi fisik dan emosional. Tidur yang berkualitas baik adalah tidur yang nyenyak, tidak terlalu sering terbangun di tengah malam, dan apabila terbangun akan mudah untuk tertidur kembali serta tidak mengalami gangguan-gangguan yang berarti sedangkan kualitas tidur yang berkualitas buruk sebaliknya (Handayani, 2008). Kualitas tidur dipengaruhi oleh shift kerja. Tidur siang tidaklah seefektif tidur pada malam hari karena terdapat banyak gangguan. Biasanya memakan waktu dua hari istirahat untuk menggantikan waktu tidur malam akibat kerja shift malam (Pulat, 2002). Kualitas tidur merupakan sumber kesegaran, tenaga, dan vitalitas yang dibutuhkan untuk mengoptimalkan kebutuhan keesokan harinya. Kualitas tidur akan naik apabila ada keseimbangan antara tidur fase NREM dan fase REM (Kompas, 2003).

Dekker et.al., menyatakan bahwa kualitas tidur pekerja dengan shift kerja berbeda dengan pekerja yang tidak shift kerja (Wijaya dkk, 2006). Survei Tepas et. al. (1985) menunjukkan bahwa tenaga kerja shift malam kurang tidur, shift sore banyak tidur dan shift pagi lama tidurnya yaitu antara shift malam dan shift sore. Demikian pula survey Smith et. Al. (1982) menunjukkan bahwa shift malam paling menonjol berpengaruh terhadap kualitas, time, dan periode tidur (Wijayanti, 2004).

Sebagian besar perawat yang mengalami kualitas tidur buruk disebabkan karena mereka banyak yang mengalami kesulitan tidur dan gangguan tidur. Hal ini

dapat terjadi karena ruang tidur mereka yang kurang nyaman, kurang melakukan exercise setiap pagi, mengalami stres kerja, dan gangguan tidur yang lainnya.

5.2. Keluhan Kesehatan

Berdasarkan hasil pengumpulan data melalui kuesioner yang dilakukan, berdasarkan keluhan kesehatan berupa kehitaman di sekitar mata, sebagian besar perawat kadang-kadang mengalaminya yaitu sebanyak 26 orang (86,7%).

Orang yang kurang tidur biasanya terlihat pucat dan kurang lancarnya penyebaran darah dan karena daerah mata jauh lebih sensitive dibandingkan daerah tubuh lainnya maka perubahan akan jauh lebih terlihat dengan munculnya lingkaran hitam (Anonim, 2013).

Berdasarkan keluhan kesehatan berupa gangguan saluran pencernaan, sebagian perawat kadang-kadang mengalaminya yaitu sebanyak 25 orang (83,3%). Gangguan pencernaan dapat terjadi karena kurangnya zat kimia bernama TFF2 di dalam perut/usus yang mampu memperbaiki kerusakan jaringan. TFF2 akan timbul pada malam hari, jadi ketika orang yang kurang tidur dan kebanyakan begadang kadar zat tersebut menurun (Anonim, 2013).

Berdasarkan keluhan kesehatan berupa lemah sebagian besar perawat kadang-kadang mengalaminya yaitu sebanyak 19 orang (63,3%). Berdasarkan keluhan

Dokumen terkait