• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian dari Maryland Women’s Health, penelitian kohort prosepective dari 1299 wanita yang dilakukan histerektomi untuk penyakit yang bukan keganasan, dilaporkan 66,8% dari pasien memiliki satu atau lebih dari komplikasi sedang, 11,1% memiliki satu atau lebih dari komplikasi berat, dan hanya 0,7% yang mendapatkan komplikasi berat. (kjerulff et al 200a). Kunjungan ulangan ke rumah sakit yang berkaitan dengan histerektomi sekiar 4% dalam tahun pertama. Dengan alasan yang paling sering adalah komplikasi luka operasi, perlengketan karena operasi, sumbatan saluran pencernaan, dan masalah dari saluran kemih. 8

Angka rata-rata komplikasi sangat bervariasi tergantung dari rute histerektomi itu sendiri. Angka komplikasi yang paling rendah adalah simpel vagina histerektomi, walaupun komplikasi itu sendiri akan meningkat bersamaan dengan tindakan yang dilakukan untuk memperbaiki prolaps. Penelitian yang membandingkan antara laparoskopi dengan histerektomi abdominal dan antara laparoskopi dengan histerektomi pervaginam untuk penyakit non keganasan ( Garry et al, 2004). Sebanyak 1346 pasien yang dilakukan operasi, uterus dengan besar lebih dari usia kehamilan 12 minggu dan prolapsus uterus dengan grade 2 atau lebih di singkirkan.

Tabel 3. menunjukkan komplikasi yang terjadi. 9 Komplikasi Abdominal Vaginal Abdominal histerektomi (%) Laparoskopi histerektomi (%) Vaginal Histerektom i (%) Laparaskopi Histerektomi (%) Sedikitnya komplikasi mayor * 6,2 7,2 5,4 6,7 Konversi intraoperative menjadi laparotomi - 3,9 4,2 6,7 Perdarahan banyak 2,4 4,6 2,9 5,1 Cedera usus 1 0,2 0 0 Cedera ureter+ 0 0,9 0 0,3 Cedera kandung kencing 1 2,1 1,2 0,9 Lain-lain - 2,1 2,4 1,8 3,9

*selain konversi intraoperatif menjadi laparotomi

+perdarahan banyak didefenisikan perdarahan yang membutuhkan transfusi darah

-termasuk di dalamnya komplikasi anastesi, kembali ke ruang operasi, hematoma, wound dehiscense.

Penelitian ini juga memperlihatkan keuntungan yaitu rasa sakit yang sedikit, rawatan lebih singkat, penyembuhan yang cepat dan meningkatnya kualitas hidup pada pasien degan histerektomi laparoskopi.9

Komplikasi intraoperative yang paling serius dari histerektomi adalah perdarahan dan cedera dari saluran kemih bagian bawah. Dengan defenisi perdarahan adalah kehilangan darah lebih dari 1000 ml atau dengan kriteria perdarahan yang memerlukan transfusi darah. Dengan menggunakan defenisi tersebut, perdarahan pada saat histerektomi berkisar antara 1 % sampai 3%. Perdarahan setelah operasi biasanya terjadi dari pembuluh darah dari uterus dan ovarium. Perdarahan arteri dari vagina biasanya dari ikatan arteri uterina yang terlepas. Perdarahan dari vena dapat menyebabkan hematoma panggul. Berdasarkan riview sistematis dari Cochrane, angka transfusi antara abdominal, vaginal atau laparoskopi, subtotal histerektomi memiliki angka yang paling rendah dalam perdarahan. Resiko perdarahan meningkat dengan adanya endometriosis , keganasan, pembesaran uterus dengan mioma (> 500gr) dan adanya massa pelvic yang ditemukan durante operasi. 9

2.5.1. Demam dan infeksi intraoperative10 2.5.1.1 Demam

Komplikasi post operatisi yang paling sering adalah demam yang terjadi sekitar 10%-20% wanita. Hal ini terjadi dikarenakan berbagai alasan : 1) infeksi pada area operasi, 2) infeksi dari tempat yang jauh dari

area operasi, 3) penyebab yang tidak diketahui. Demam dapat mengakibatkan peningkatan lama rawatan sekitar 1 sampai 2 hari. Demam yang tidak hilang dengan tanda dan simptom dan adanya temuan laboatorium dengan sangkaan berasal dari area operasi, membutuhkan antibiotik.

2.5.1.2. Infeksi pada Area Operasi10,11,12

Walaupun data yang ada sangat bervariasi, namun infeksi pada daerah operasi histerektomi berkisar antara 3%-5%, dan meningkat 12% pada wanita obese. Faktor pasien yang dapat meningkatkan infeksi pada area operasi : obesitas, usia, kondisi medis, kehilangan darah, trauma jaringan, malnutrisi, merokok, flora normal pada vagina, immunosupresif (Walsh et al, 2009; Boesch and Umek,2009). Faktor yang mempengaruhi wanita obese menyebabkan peningkatan angka infeksi dikarenakan : sedikitnya vaskularisasi subtcutaneus, peningkatan tekanan intraabdomen yang menyebabkan regangan pada jahitan luka operasi, pertumbuhan bakteri pada kulit, angka prevalensi hiperglisemia, lamanya operasi, dan penurunan kadar antibiotik profila ksis pada jaringan ( walsh et al, 2009). Rute histerektomi juga sangat berperan: Rievie Cochrane (Nieboer et al 2009) melaporkan bahwa histerektomi vagina memiliki angkat komplikasi demam dan infeksi yang paling sedikit dibandingkan dengan histerektomi abdominal (OR 0,42). Dan histerktomi laparoskopi lebih sedikit infeksi dinding abdomen dibandingkan dengan histerekotomi abdominal (OR 0,31).

2.5.2.Trauma Saluran Kemih bagian bawah10

Termasuk di dalamnya trauma kandung kencing, trauma ureter, trauma urethral, fistula vesikovagina, sekitar 0,5%-3% dari tindakan histerektomi. Terdapat peningkatan kejadian trauma saluran kemih bagian bawah pada wanita dengan riwayat operasi seksio sesarea, penyakit panggul, kehamilan, keganasan. Sistematis review dari 27 penelitian memperlihatkan histerektomi laparoskopi memiliki resiko 2,6 kali mengalami resiko trauma saluran kemih dibandingkan dengan histerektomi perabdominal.

2.5.3. Trauma kandung kencing10

Trauma kandung kencing yang terjadi pada histerektomi sekitar 0,5-2% dari semua kasus. Beberapa penelitian memperlihatkan peningkatan trauma kandung kencing pada histerektomi pervaginam, namun penelitian lainnya tidak. Trauma kandung kencing terjadi karena ligasi, trauma panas dan kauter, atau sistostomi. Perlengketan antara uterus dan kandung kencing, misalnya pada riwayat operasi seksio sesarea, dapat meningkatan angka kejadian sistostomi. Dan usaha untuk memperbaiki trauma kandung kencing harus secepat mungkin dilakukan karena dapat meningkatkan angkat kesakitan seperti demam, peningkatan lama rawatan, fistua vesiko vagina, dan tambahan operasi lainya. Jika ada sangkaan terjadinya trauma pada kandung kencing, maka dapat dilihat dengan melakukan pengisian secara retrograde kandung kencing dengan cairan methyen blue, dan dilihat ada atau tidaknya ekstravasasi dari

cairan tersebut. Jika terjadi trauma kandung kencing, dapat dijahit dengan menggunakan benang 2-0/3-0.

2.5.4. Trauma ureter10

Resiko terjadinya trauma ureter terjadi pada 0,2%-0,8% setelah abdominal histerektomi, 0,05% - 1% setelah vaginal histerektomi, dan 0,2%-3,4% setelah laparoskopi histerektomi. Lokasi yang paling sering adalah 3-4 cm distal ureter pada tempat bersilangnya ureter dengan arteri uterina memasuki kandung kencing. Penilaian trauma ureter harus dilakukan secara cepat selama operasi untuk menghindari komplikasi lebih lanjut.

Jika terdapat kecurigaan terjadinya trauma ureter, maka durante operasi dapat dilakukan sistoskopi dengan indigo carmine untuk melihat patensi ureter. Dan sebagai tambahan, bahkan ada beberapa para ahli yang menyarankan melakukan sistoskopi secara rutin terhadap semua tindakan histerektomi. Ureteral cateter dapat ditempatkan sebelum operasi walaupun tidak direkomendasikan. Intraoperative retrograde uterogram sangat efektif dalam melokalisasi trauma ureter dan sangat efektif dalam memeperbaiki ureter tersebut. Tehnik lain adalah dengan melakukan open atau laparoskopi dengan retroperitoneal diseksi ureter untuk melihat truma, atau dengan sistoskopi melalui insisi sistostomi.

2.5.5. Fistula Vesikovagina10

Komplikasi ini merupakan komplikasi jarang dalam histerektomi dengan angka insidensi 0,1%-0,2%. Langkah yang dapat dilakukan untuk

menghindari komplikasi ini adalah dengan mengidentifikasi tempat yang tepat antara serviks dan kandung kencing, dengan menggunakan gunting diseksi daripada menggunakan diseksi secara tumpul atau elektrokauter. Melalui penelitian dengan menggunakan hewan, kejadian fistula sangat erat hubungannya dengan trauma kandung kencing yang tidak terdeteksi. Diagnosis dapat dilakukan dengan menggunakan sistoskopi atau mengisi kandung kencing dengan methylen blue dan menempatkan tampon pada vagina. Jika tidak ada tampak methilen blue, maka fistel harus ditegakkan dengan menggunakan rute intravenous atau dengan menggunakan evaluasi radiologis dengan IVP atau CT-Scan. Fistula yang kecil dapat sembuh spontan setelah 6-12 minggu setelah dilakukan drainage vagina, namun jika tidak terjadi penyembuhan, terapi operasi diperlukan.

2.5.6. Trauma Usus10

Trauma usus terjadi sekitar 0,1%-1% dari tindakan histerektomi. Trauma usus halus biasanya terjadi saat hendak memasuki kavum abdomen terutama pada pasien dengan adhesi intrabdomen. Laserasi kecil dapat diperbaiki dengan jahitan dua lapis Trauma usus dapat dilakukan penjahitan dua lapisan, lapisan pertama dengan benang 3-0 yang dapat diabsobrsi untuk mukosa dan lapisan kedua dengan menggunakan benang silk 3-0/2-0 dengan jahitan interrupted. Trauma rektum sering terjadi pada tindakan histerektomi pervaginam, ketika melakukan usaha perbaikan rektokel, atau pada kasus perlengketan kavum douglas dengan keganasan atau malignansi. Laserasi kecil dapat

diperbaiki dengan jahitan dua lapis namun jika laserasi besar harus dilakukan tindakan pembedahan diversi colostomi atau rektal reseksi.

2.5.7. Eviserasi Puncak Vagina10,13

Dehisense dari puncak vagina sangat jarang terjadi, apakah dengan atau tanpa eviserasi dari usus halus, sangat jarang namun dapat terjadi dengan menggunakan operasi robotik atau total laparoskopi. Waktu rata-rata antara terjadinya eviserasi tersebut sekitar 11 minggu, dan 6 dari 10 pasien dengan komplikasi ini mengalami juga eviserasi usus. Penelitian terbaru menunjukkan terjadinya eviserasi puncak vagina pada penggunakan bedah robotik dan radikal histerektomi 4,1% dengan eviserasi usus sepertiga kasus (Kho et al 2009).

Dokumen terkait