• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

3.3. Metode Pengolahan Data

3.3.1. Konsentrasi Klorofil-a dan SPL

Pemrosesan citra satelit Aqua MODIS untuk mendapatkan nilai

konsentrasi klorofil-a dan SPL melalui beberapa tahapan, yaitu: pengumpulan citra (downloat citra level 3), pemotongan citra (cropping), dan konversi data. Data satelit Aqua MODIS level-3 berupa data digital compressed dalam format Hierarchical Data Format (HDF) yang sudah terkoreksi radiometrik dan atmosferik. Data tersebut kemudian diekstrak menggunakan perangkat lunak WinRAR 3.42. Pengolahan data dilanjutkan dengan menggunakan perangkat lunak SeaWIFS Data Analisys System (SeaDas) dengansistem operasi Linux Ubuntu 10.04. Pada tahap ini dilakukan pemotongan citra (cropping ) berdasarkan wilayah penelitian. Hasil (output) dari pemotongan citra dikonversi kedalam bentuk berupa data American Standard Code for Information Interchange (ASCII) yang didalamnya memiliki variabel bujur, lintang, nilai estimasi konsentrasi klorofil-a dan SPL.

Data ASCII kemudian dibuka diperangkat lunak Microsof Excel 2007. Tahap selanjutnya adalah kontrol data ASCII yang bertujuan untuk

menghilangkan data ekstrim tinggi dan data ekstrim rendah yang diperkirakan sebagai nilai dari tutupan awan dan nilai dari daratan. Data ASCII yang telah yang telah terkontrol tersebut kemudian divisualisasikan dalam bentuk grafik time series dengan menggunakkan perangkat lunak Microsof Excel 2007 yang menggambarkan konsentrasi klorofil-a dan SPL secara temporal. Grafik time series ini merupakan rata-rata bulanan dari data SPL dan konsentrasi klorofil-a.

Perata-rataan data mingguan menjadi data bulanan dilakunan dengan menggunakan perangkat lunak Microsof Excel 2007.

Selanjutnya untuk menampilkan sebaran spasial SPL dan klorofil-a

menggunakan perangkat lunak ODV 3. Data yang sudah terkontrol diolah kembali dengan menggunakan ODV 3. Tampilan dari sebaran spasial SPL dan konsentrasi klorofil-a berupa tampilan gambar dengan ekstensi *JPAGE. Secara garis besar tahapan pengolahan data disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Diagram Alir Pengolahan Grafik Konsentrasi Klorofil-a dan Sebaran SPL

3.3.2. Data Hasil Tangkapan

Data hasil tangkapan ikan diolah dengan menggunakan Microsof Excel 2007 untuk mengetahui fluktuasi bulanan hasil tangkapan ikan yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pekalongan, Jawa Tengah. Data hasil tangkapan disajikan dalam bentuk grafik time series dan diinterpretasikan berdasarkan jumlah tertinggi dan terendah hasil tangkapan ikan bulanan.

Produktifitas suatu alat tangkap dapat diduga dengan melihat hubungan antar hasil tangkapan (catch) dengan upaya penangkapan (effort), yang disebut Catch Per Unit Effort (CPUE). Dalam penelitian ini data catch merupakan data hasil tangkapan ikan pelagis yang didaratkan dari sejumlah kapal yang merupakan upaya penangkapan (effort). Hal ini dapat digambarkan melalui persamaan

sebagai berikut (Gulland, 1983 dalam Syarif et al., 2009):

CPUE = ... (1) Keterangan :

CPUE = Hasil per upaya tangkap

Ct = Hasil tangkapan pada bulan ke-t

Et = Upaya penangkapan pada bulan ke-t

Bila disuatu daerah terdapat berbagai alat tangkap maka salah satunya harus dipakai sebagai standar dan alat tangkap lain distandarisasi terhadap alat tangkap tersebut. Hal ini disebabkan karena kemampuan tangkap tiap alat tangkap berbeda-beda. Alat tangkap yang menjadi standar adalah alat tangkap yang memiliki produktifitas penangkapan rata-rata paling tinggi. Kemampuan penangkapan atau fishing power index (FPI) dihitung dengan membandingkan produktifitas penangkapan masing-masing alat tangkap terhadap produktifitas alat

tangkap standar. Rumus yang dipakai untuk menghitung FPI adalah sebagai berikut (Gulland, 1983 dalam Syarif et al., 2009):

FPI =

... (2)

Keterangan :

FPI = Fishing Power Index

CPUEidst = CPUE alat tangkap yang akan distandarisasi

CPUEist = CPUE alat tangkap standar

Perhitungan upaya penangkapan standar diperoleh dari hasil kali antara nilai FPI masing-masing alat tangkap yang distandarisasi dengan upaya

penangkapan yang akan distandarisasi.

fs = FPI x fdst ... (3) Keterangan :

fs = upaya penangkapan hasil standarisasi

fdst = upaya penangkapan yang akan distandarisasi

Nilai CPUE dihitung kembali dengan upaya penangkapan yang baru yaitu niai upaya penangkapan setelah dilakukan standarisasi upaya penangkapan.

=

... (4) Keterangan :

CPUESi = Hasil per upaya tangkap yang telah distandarisasi bulan ke i

Ci = Hasil tangkapan pada bulan ke i Ei = Upaya penangkapan pada bulan ke i

3.4. Analisis Data

3.4.1. Analisis Konsentrasi Klorofil-a dan Sebaran SPL

Sebaran konsentrasi klorofil-a dan SPL dari citra Aqua MODIS dianalisis secara spasial dan temporal. Analisis spasial dilakukan secara visual dengan melihat pola persebaran konsentrasi klorofil-a dan SPL setiap bulannya di Laut Jawa. Pola persebaran ini terlihat dari pola degradasi warna konsentrasi klorofil-a dan SPL. Analisis temporal konsentrasi klorofil-a dan SPL dilakukan secara serial tahunan dimana kedua nilai rata-rata parameter ini dimasukkan kedalam grafik. Fluktuasi dari nilai rata-rata kedua parameter ini memperlihatkan fenomena yang terjadi selama periode penelitian.

3.4.2. Analisis Korelasi Konsentrasi Klorofil-a dan Sebaran SPL dengan Hasil Tangkapan Ikan

Hubungan antara konsentrasi klorofil-a dan sebaran SPL dengan hasil tangkapan ikan dilakukan dengan analisis korelasi linear. Analisis korelasi linear merupakan ukuran hubungan linear antara dua peubah acak X dan Y, dan

dilambangkan dengan r (Walpole, 1982). Peubah acak X merupakan nilai dari konsentrasi klorofil-a dan SPL. Sedangkan peubah acak Y merupakan nilai CPUE hasil tangkapan. Ukuran korelasi linear antara dua peubah yang paling banyak digunakan adalah koefisien korelasi momen-hasil kali Pearson atau korelasi Pearson. Adapun rumus korelasi Pearson sebagai berikut (Walpole, 1982):

r =

... (5)

Keterangan :

X = SPL dan klorofil-a Y = CPUE ikan pelagis

Hubungan linear sempurna terjadi antara nilai-nilai X dan Y bila nilai r = +1 atau -1. Bila nilai r mendekati nilai tersebut maka terdapat korelasi yang tinggi antara kedua variabel, sedangkan bila nilai r mendekati nol maka hubungan linear antara nilai X dan Y sangat lemah atau tidak ada sama sekali. Nilai r² memperlihatkan koefisien determinasi contoh yang menjelaskan bilangan yang menyatakan proporsi keragaman total nilai-nilai peubah Y (nilai CPUE) yang dapat dijelaskan oleh nilai-nilai peubah X (SPL dan klorofil-a) melalui hubungan linear (Walpole, 1982).

26

4.1Distribusi SPL secara Spasial dan Temporal

Pola distribusi SPL sangat erat kaitannya dengan pola angin yang bertiup pada suatu daerah. Wilayah Indonesia sendiri dipengaruhi oleh angin musim (monsoon) yaitu angin musim barat dan angin musim timur. Pada saat musim barat (Desember – Februari) SPL di Laut Jawa dipengaruhi oleh massa air yang berasal dari Laut Cina Selatan dan bergerak mendorong massa air yang berasal dari Laur Flores dan Selat Makassar. Hal ini berdampak pada distribusi SPL di Laut Jawa (Gambar 6). Musim barat adalah musim dimana bumi belahan utara sedang berlangsung musim dingin dan bumi belahan selatan sedang berlangsung musim panas (Nontji, 2005).

Bulan Desember merupakan awal dari musim barat dimana terlihat SPL Laut Jawa masih relatif hangat dengan kisaran SPL antara 30°C - 31°C (Gambar 6). Laut Jawa bagian timur terlihat lebih hangat dari pada Laut Jawa bagian barat yang didominasi oleh SPL sebesar 31°C. Pada wilayah Laut Jawa bagian barat memiliki SPL yang relatif lebih rendah dari daerah Laut Jawa bagian lainnya dengan nilai SPL lebih rendah dari 30°C. Hal ini diduga terjadi karena masih adanya pengaruh dari massa air musim sebelumnya yaitu musim peralihan 2 dimana arah angin pada bulan Desember masih dominan bertiup dari arah timur ke barat. Bulan Januari dan Februari merupakan puncak dari musim barat dimana angin secara penuh sudah mengarah ke timur menyusuri Laut Jawa ke arah Laut Flores dan Selat Makassar.

27 Musim Barat Musim Peralihan 1

Catatan : (A. = Januari) (B. = Februari)(C. = Maret) (D. = April) (E. = Mei) (L. = Desember)

Bulan Januari SPL Laut Jawa menunjukkan penurunan suhu yang cukup signifikan. Bulan ini SPL rata-rata berkisar antara 27°C - 29°C. Penurunan ini terlihat jelas dengan adanya massa air yang bersuhu dibawah 28°C yang berada di Laut Jawa bagian tengah, sedangkan massa air dengan suhu besar dari 30°C hanya berada di perairan di Selatan Kalimantan Selatan.(Gambar 6). Bulan Februari SPL di Laut Jawa menunjukkan terjadinya peningkatan dengan rata-rata SPL berkisar antara 29°C – 31°C dengan SPL yang lebih hangat yang berada di Laut Jawa bagian timur.

Bulan Maret merupakan awal dari musim peralihan 1 (Maret – Mei) dimana angin barat masih berhembus tetapi kecepatannya sudah berkurang. Pada daerah Ujung Timur Laut Jawa terjadi benturan arah angin yang menuju ke arah barat yang berbenturan dengan arah angin yang menuju ke arah timur. Pada bulan Maret SPL Laut Jawa penyebarannya sudah tidak beraturan dengan kisaran SPL antara 29°C – 30°C. SPL yang masih tinggi terdapat pada daerah-daerah disekitar Pesisir Utara Jawa dan Selatan Kalimantan dan semakin rendah SPL menuju perairan lepas pantai.

Bulan April dan bulan Mei arah angin sudah tidak menentu. Khususnya pada bulan Mei angin musim timur sudah mulai masuk ke perairan Laut Jawa sedangkan angin musim barat peranannya sudah sangat lemah. Hal ini

menyebabkan melemahnya arus yang bergerak dari arah barat ke arah timur sehingga SPL di Laut Jawa cenderung hangat. Bulan April SPL Laut Jawa berkisan antara 31°C – 32°C. Suhu yang masih tinggi terlihat nyata pada laut bagian Selatan Pulau Kalimantan dengan suhu maksimum sebesar 32°C.

Masih tingginya SPL ini disebabkan karena sedikitnya pergerakan air yang melintasi Laut Jawa akibat hilangnya pengaruh dari angin musim barat dan belum besarnya pengaruh dari angin musim timur. Air laut ini terkesan diam menempati kolom perairan Laut Jawa sehingga pengaruh dari faktor meteorologi seperti suhu udara dan intensitas sinar matahari menyebabkan perlahan-lahan SPL Laut Jawa meningkat. Nontji (2005), menyatakan pada musim peralihan arus sudah mengalir ke arah barat di pantai Selatan Kalimantan dan di lepas pantai Utara Jawa arus sudah mengalir ke arah timur sehingga dibeberapa tempat terjadi olakan (eddies).

Bulan Mei memperlihatkan terjadinya penurunan SPL dengan rentang nilai 30°C - 31°C. Penurunan ini terjadi di daerah perairan Laut Jawa bagian timur. Hal ini diduga terjadi karena mulai adanya pengaruh dari musim timur yang membawa massa air yang bersuhu lebih rendah. Musim timur (Juni – Agustus) ditandai dengan terjadinya tekanan udara yang tinggi di atas daratan Australia dan tekanan udara yang rendah di atas daratan Asia sehingga arah angin pada musim timur bergerak dari timur ke barat. Pergerakan arah angin ini

menyebabkan arus yang membawa massa air dari Laut Flores dan Selat Makassar melintasi perairan Laut Jawa menuju Laut Cina Selatan. Massa air yang bergerak ini mempunyai SPL yang cukup rendah jika dibandingkan dengan SPL pada musim barat (Gambar 7).

Pengaruh dari musim timur sudah terasa sejak bulan Juni dimana dari Gambar 7 dapat dilihat SPL dengan nilai 29°C mulai memasuki perairan Laut Jawa mulai dari perairan Selatan Kalimantan Selatan sampai perairan Utara Pulau Madura. Secara perlahan massa air yang dingin ini mendorong massa air yang lebih hangat dengan SPL sebesar 30°C kearah Laut Jawa bagian barat.

30 Gambar 7. Distribusi SPL Musim Timur dan Musim Peralihan 2 Tahun 2006

Pada bulan Juli SPL Laut Jawa berkisar antara 28°C - 29°C . Massa air dengan SPL sebesar 28°C yang berasal dari Selat Makassar dan Laut Flores memasuki Laut Jawa sampai ke perairan Selatan Kalimantan Tengah. Massa air ini mendorong massa air dengan SPL sebesar 29°C sampai ke perairan Utara Jawa Barat. Bulan Agustus merupakan bulan puncak dari musim timur yang ditandai dengan turunnya SPL Laut Jawa sampai suhu 27°C pada perairan Utara Pulau Madura. Massa air dengan suhu 28°C terdorong oleh angin sampai ke perairan Utara Jawa Tengah. Massa air dengan suhu 29°C hanya terlihat disebagian kecil pesisir Utara Jawa Barat.

Musim peralihan 2 terjadi antara bulan September – November. Bulan September dan Oktober musim peralihan 2, angin masih didominasi oleh angin musim timur dan pada bulan November yang merupakan akhir dari musim peralihan 2, angin di Laut Jawa arahnya sudah tidak menentu karena adanya dorongan angin yang berasal dari arah barat sebagai pertanda akan dimulainya angin barat. Bulan September SPL Laut Jawa masih stabil dikisaran suhu 28°C. Penyebaran SPL yang relatif rendah ini mencapai perairan lepas pantai Utara Jawa Barat. Pada daerah perairan Utara Pulau Madura SPL yang terlihat lebih rendah dengan suhu sekitar 27°C. SPL dengan suhu 29°C hanya terlihat di daerah pesisir pantai. Hal ini diduga terjadi akibat adanya pengaruh suhu dari daerah daratan.

Bulan Oktober SPL Laut Jawa menunjukkan terjadinya peningkatan. massa air dengan SPL 29°C mulai memasuki Laut Jawa mendorong massa air yang bersuhu 28°C menuju Selata Makassar dan Laut Flores. Bulan November SPL Laut Jawa naik pada kisaran suhu 29°C - 30°C. Disepanjang daerah pesisir

pantai menunjukkan suhu yang lebih hangat dan penurunan suhu massa air semakin turun menuju parairan lepas pantai. Bulan November merupakan akhir dari musim peralihan 2. dan pada bulan berikutnya siklus pergerakan massa air di Laut Jawa kembali berulang setiap tahunnya.

Perbedaan yang signifikan antara musim peralihan 1 dan 2 dapat dilihat pada SPL rata-rata yang mendominasi perairan. Pada musim peralihan 2, SPL yang terdapat di Laut Jawa lebih rendah jika dibandingkan dengan SPL pada musim peralihan 1. Hal ini terjadi karena pada musim timur, massa air yang bergerak masuk perairan Laut Jawa yang berasal dari Selat Makassar dan Laut Flores mempunyai SPL lebih rendah jika dibandingkan dengan massa air yang masuk ke Luat Jawa pada musim barat. Sehingga pemanasan massa air yang tertahan di Laut Jawa pada musim peralihan 1 dan 2 dalam jangka waktu yang sama menyebabkan SPL pada musim peralihan 2 lebih rendah jika di bandingkan dengan SPL pada musim peralihan 1.

Siklus pergerakan massa air di Laut Jawa selama rentang waktu penelitian menunjukkan pola yang hampir sama setiap tahunnya. Hal ini menyebabkan penyebaran SPL di Laut Jawa tahun 2007-2010 (Lampiran 1) menunjukkan pola yang hampir sama dengan tahun 2006 (Gambar 6 dan Gambar 7). Perbedaan yang terlihat terdapat adanya kecenderungan naiknya SPL di Laut Jawa dari tahun 2009-2010. Kanaikkan SPL ini menyebabkan naiknya suhu rata-rata di Laut Jawa setiap bulannya.

Distribusi SPL Laut Jawa jika dilihat secara multi waktu tertera seperti terlihat pada Gambar 8. Dalam kurun waktu tahun 2006 – 2010 rata-rata SPL perairan Laut Jawa dari citra satelit MODIS berkisar antara 27,9°C – 31,4°C. Hal

ini hampir sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Karif (2010), dimana rata-rata SPL Laut Jawa dari citra satelit MODIS yang terekam berkisar antara 27,11°C – 31,73°C. Hal ini tidak berbeda jauh juga dilaporkan oleh Nontji (2005), dimana SPL Laut Jawa berkisar antara 28°C - 31°C. Rata-rata SPL mengikut i pola pergerakan angin musim yang ada di perairan Laut Jawa. SPL terendah terjadi pada saat musim barat dan musim timur sedang SPL tertinggi terjadi pada musin Peralihan 1 dan 2.

Gambar 8. Fluktuasi SPL rata-rata bulanan Januari 2006 – Desember 2010

Pada musim barat (Desember – Februari) SPL Laut Jawa berkisar antara 28,49°C – 30,65°C, sedangkan untuk musim timur (Juli – Agustus) SPL berkisar pada nilai 27,96°C – 30,10°C. Musim peralihan 1 (Maret – Mei) rata-rata SPL berkisar antara 29,46°C – 31,49°C dan musim peralihan 2 (September – November) berada pada nilai suhu 28,01°C – 30,65°C (Lampiran 3)

Dari Gambar 8, terlihat ada beberapa bulan yang menunjukkan nilai SPL yang cukup tinggi atau cukup rendah dibandingkan dengan bulan-bulan

sebelumnya. SPL tertinggi terlihat terjadi pada bulan Maret 2007, Maret 2009, dan Maret 2010. Bulan-bulan in merupakan bulan dimana puncak dari musim peralihan 1. Sebagai mana yang telah dijelaskan diatas, musim peralihan 1 merupakan musim dengan nilai SPL tertinggi setiap tahunnya. Untuk SPL terendah terlihat terjadi pada bulan Agustus 2006, Agustus 2007, Agustus 2008. Bulan-bulan ini merupakan bulan dari puncak musim timur yang membawa massa air yang lebih dingin dari Selat Makassar dan Laut Flores menuju Laut Jawa.

Dalam kurun waktu 5 tahun, pergerakan rata-rata SPL di Laut Jawa cenderung mengalami peningkatan. Hal ini dapat terlihat pada trend SPL pada Gambar 8 dimana terjadi trend SPL yang naik dari tahun 2006 – 2010. Kenaikan SPL di Laut Jawa ini berkisar 1°C dalam jangka waktu 5 tahun atau 0.2°C setiap tahunnya. Siregar dan Gaol (2010) menyebutkan telah terjadi kenaikan SPL di perairan Laut Jawa sebesar 0,1°C setiap tahunnya dari tahun 2001-2010.

Pada musim barat tahun 2006 sampai akhir musim peralihan 2 tahun 2008 rata-rata SPL di Laut Jawa cenderung stabil dan peningkatan SPL tidak terlalu signifikan dari tahun-ketahunnya. Tetapi pada awal musim barat 2009 sampai akhir musim peralihan 2 tahun 2010, kenaikan SPL di Laut Jawa lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Kenaikan ini diduga disebabkan oleh faktor-faktor meteorologi seperti kenaikan suhu udara yang terjadi di Laut Jawa dalam kurun waktu tahun 2009 - 2010.

4.2Distribusi Klorofil-a secara Spasial dan Temporal

Fitoplankton dapat hidup subur pada perairan disekitar muara sungai atau diperairan lepas pantai dimana terjadi air naik (upwelling). Pada dua lokasi ini terjadi proses penyuburan lingkungan perairan akibat masuknya zat hara dari luar kelingkungan tersebut. Perairan Laut Jawa merupakan perairan yang relatif dangkal dengan rata-rata kedalaman Laut Jawa sekitar 40 meter. Laut Jawa merupakan laut yang kaya akan kandungan zat hara kerena disepanjang pesisir pantai yang berada di Laut Jawa bermuara sungai-sungai besar yang membawa zat hara dari daratan ke wilayah perairan laut khususnya di pesisir pantai Selatan Kalimantan (Hadikusumah, 2008).

Musim barat merupakan musim angin yang membawa banyak hujan sedangkan musim timur sedikit membawa hujan (Nontji, 2005). Pada awal musim barat sekitar bulan Desember penyebaran klorofil-a di Laut Jawa berkisar antara 0.1 mg/m³ – 3 mg/m³ (Gambar 9). Penyebaran klorofil-a terkonsentrasi di

perairan Selatan Pulau Kalimantan dan konsentrasi klorofil-a akan terus menurun menuju perairan lepas pantai. Perairan lepas pantai sendiri menunjukkan

konsentrasi klorofil yang kecil dari 0,5 mg/m³. Untuk perairan Utara Pulau Jawa, penyebaran konsentrasi klorofil-a relatif kecil.

Bulan Januari dan Februari merupakan puncak dari musim barat. Intensitas curah hujan yang tinggi pada bulan-bulan ini mempengaruhi penyebaran

klorofil-a (Gambar 12) akibat dari banyaknya zat hara yang dibawa oleh aliran sungai yang bermuara di Laut Jawa. Pada Bulan Januari, konsentrasi klorofil-a di Selatan Kalimantan mencapai 3,5 mg/m³ dan di perairan Utara Jawa sebesar 1,5 mg/m³ .

36 Gambar 9. Distribusi Klorofil-a Musim Barat dan Musim Peralihan 1 Tahun 2006

Daerah penyebaran klorofil-a dengan konsentrasi kecil dari 0,5 mg/m³ pada bulan Januari menyempit dan hanya terdapat di Tengah Laut Jawa. Untuk bulan Februari, penyebaran klorofil-a terlihat memiliki kontur yang lebih rapat. Konsentrasi klorofil-a paling besar terdapat di perairan Selatan Kalimantan Selatan dengan konsentrasi besar dari 3,5 mg/m³. Perairan Laut Jawa bagian barat yang berbatasan langsung dengan Pulau Sumatera mengalami kenaikan

konsentrasi klorofil-a. Hal ini terlihat dengan adanya sebaran klorofil-a sampai konsentrasi 3 mg/m³ pada perairan ini.

Memasuki musim peralihan 1 (Maret – Mei) penyebaran konsentrasi klorofil-a di Laut Jawa masih cukup besar. Hal ini terjadi karena masih adanya pengaruh dari musim barat. Pada bulam Maret terlihat penyebaran klorofil-a masih cukup besar khususnya di daerah perairan Selatan Kalimantan dan Barat Laut Jawa (Gambar 9). Perairan Laut Jawa sudah didominasi oleh konsentrasi klorofil-a kecil dari 0,5 mg/m³.

Pada bulan April dan Mei terlihat penyebaran konsentrasi klorofil-a di Laut Jawa tidak berbeda jauh dengan bulan Maret. Klorofil-a dengan konsentrasi kecil dari 0,5 mg/m³ masih mendominasi Luat Jawa dengan penyebaran hampir diseluruh perairan lepas pantai. Konsentrasi klorofil-a yang relatif besar masih terjadi di perairan Selatan Pulau Kalimantan dan bagian Barat Laut Jawa. Untuk perairan Utara Pulau Jawa konsentrasi klorofil-a terlihat kecil dengan nilai berkisan antara 0,5 mg/m³ – 1 mg/m³ didaerah sepanjang pesisir pantai.

38 Gambar 10. Distribusi Klorofil-a Musim Timur dan Musim Peralihan 2 Tahun 2006

Memasuki musim timur (Juni – Agustus), penyebaran klorofil-a terlihat cukup besar pada bulan Juni. Klorofil-a dengan konsentrasi berkisar antara 0,5 mg/m³ - 1 mg/m³ memasuki perairan lepas pantai Laut Jawa. Akibatnya perairan dengan konsentrasi klorofil-a kecil dari 0,5 mg/m³ terlihat luasannya menyempit. Pada bulan Juli dan Agustus, Laut Jawa perlahan-lahan kembali didominasi oleh konsentrasi klorofil-a dengan nilai kecil dari 0,5 mg/m³. Konsentrasi klorofil-a yang cukup besar hanya tersebar di parairan Selatan Pulau Kalimantan.

Musim Peralihan 2 (September – November) merupakan musim dengan curah hujan yang cukup sedikit (Gambar 12). Hal ini berdampak pada penyebaran konsentrasi klorofil di Laut Jawa. Pada bulan September terlihat penyebaran konsentrasi klorofil-a hampir merata dengan nilai kecil dari 0,5 mg/m³ (Gambar 10). Konsentrasi klorofil cukup besar hanya terlihat di perairan Selatan Kalimantan saja. Untuk penyebaran klorofil-a bulan Oktober dan November hampir sama dengan bulan September. Penyebaran konsentrasi klorofil-a di Laut Jawa akan berulang setiap tahunnya mengikuti musim angin dan curah hujan yang turun di Indonesia khususnya di Pulau Kalimanatan yang memiliki banyak sungai besar yang bermuara di Laut Jawa. Pola penyebaran konsentrasi klorofil-a di Laut Jawa tahun 2007-2010 (Lampiran 2) hampir sama dengan pola penyebaran konsentrasi klorofil-a pada tahun 2006 (Gambar 9 dan Gambar 10).

Secara multi waktu kandungan klorofil-a yang dapat terdeteksi dari citra satelit Aqua MODIS dapat dilihat pada Gambar 11. Kandungan konsentrasi

klorofil-a rata-rata di perairan Laut Jawa berkisar antara 0,22 mg/m³ - 1,15 mg/m³. Trend konsentrasi klorofil-a yang terdapat di Laut Jawa menunjukkan terjadinya penurun yang tidak signifikan dalam kurun waktu tahun 2006 - 2010. Nilai

konsentrasi klorofil setiap bulannya berfluktuasi mengikuti musim angin yang sedang berlangsung.

Gambar 11. Fluktuasi Klorofil-a rata-rata bulanan Januari 2006 – Desember 2010

Angin musim membawa pengaruh besar terhadap curah hujan. Oleh