Berisi konsep penerapan hasil analisis komprehensif yang digunakan sebagai alternatif pemecahan masalah.
Bab VI. Perancangan Arsitektur
Merupakan hasil gambar rancangan arsitektur dan maket. Daftar Pustaka
BAB II DESKRIPSI PROYEK
2.1 Terminologi Judul
Judul dari proyek ini adalah Pusat Rekreasi dan Terapi Anak Berke- butuhan Khusus. Berikut merupakan penjelasan terhadap judul kasus proyek, yaitu:
Rekreasi , penyegaran kembali badan dan pikiran; sesuatu yg menggembirakan hati dan menyegarkan seperti hiburan
Terapi, usaha untuk memulihkan kesehatan orang yg sedang sakit; pengobatan penyakit;
Anak Berkebutuhan Khusus, istilah yang digunakan untuk menggambarkan anak dengan permasalahan belajar / perilaku, anak dengan kecacatan fisik atau gangguan panca indera, dan anak dengan kondisi gangguan intelektual dan perilaku
Berdasarkan pengertian di atas, maka Pusat Rekreasi dan Terapi Anak Berkebutuhan adalah Suatu tempat hiburan dan penyembuhan bagi anak-anak berkebutuhan khusus.
2.2 Studi Kelayakan
Saat ini di Indonesia khususnya di Sumatera Utara masih sedikit yang memberikan layanan yang baik dan khusus bagi ABK. Masih sedikit sekali tempat-tempat yang bersahabat bagi para ABK. Jika di lihat di negara yang maju seperti jepang para ABK sangat di perhatikan fasilitas-fasiltas dan bahkan tata ruang kota yang sangat bersahabat bagi mereka. Disana hak mereka telah seimbang dengan orang-orang biasa. Di sini kota Medan dapat memulai dengan membuat sebuah fasilitas yang benar-benar dapat memenuhi fasilitas terapi dan rekreasi untuk ABK.
Jadi pusat rekreasi dan terapi anak berkebutuhan khusus ini ingin memberikan fasilitas bagi mereka yang ingin mengikuti terapi dan juga bagi mereka yang ingin terapi sambil rekreasi di taman terapi khusus untuk ABK. Saat ini di Medan belum ada bangunan yang memiliki fungsi sepenuhnya untuk ABK selain Sekolah Luar Biasa (SLB)
2.3 Tinjauan Umum
2.3.1 Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus
Heward (1996) menjelaskan bahwa anak berkebutuhan khusus adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan anak dengan permasalahan belajar / perilaku, anak dengan kecacatan fisik atau gangguan panca indera, dan anak dengan kondisi intelektual gifted atau memiliki bakat istimewa. Istilah anak
berkebutuhan khusus bukan berarti menggantikan istilah Anak Penyandang Cacat atau Anak Luar Biasa tetapi menggunakan sudut pandang yang lebih luas dan positif terhadap anak didik atau anak yang memiliki kebutuhan yang beragam. James, Lynch (dalam Santoso, 2012) mengemukakan bahwa anak-anak yang termasuk kategori berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa (anak berkekurangan dan atau anak berkemampuan luar biasa), anak yang tidak pernah sekolah, anak yang tidak teratur sekolah, anak yang drop out, anak yang sakit-sakitan, anak pekerja usia muda, anak yatim piatu dan anak jalanan. Kebutuhan khusus mungkin disebabkan kelainan secara bawaan atau dimiliki kemudian yang disebabkan masalah ekonomi, kondisi sosial ekonomi, kondisi politik dan bencana alam.
Santoso (2012) mengemukakan bahwa konsep anak berkebutuhan khusus memiliki makna dan spectrum yang lebih luas dibandingkan dengan konsep anak luar biasa. Anak berkebutuhan khusus mencakup anak yang memiliki kebutuhan khusus yang bersifat permanen, akibat dari kecacatan tertentu (anak penyandang cacat) dan anak berkebutuhan khusus yang bersifat temporer. Anak yang mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri akibat trauma kerusuhan, kesulitan konsentrasi karena sering diperlakukan dengan kasar atau tidak bisa membaca, karena kekeliruan guru mengajar, dikategorikan sebagai anak berkebutuhan khusus temporer. Anak berkebutuhan khusus temporer, apabila tidak mendapatkan intervensi yang tepat bisa menjadi permanen. Istilah dan konsep anak dengan pendidikan berkebutuhan khusus berkembang ke dalam paradigm baru pendidikan yaitu pendidikan inklusi. Dalam tataran pendidikan inklusi, setiap anak dipandang mempunyai kebutuhan-kebutuhan khusus baik bersifat permanen ataupun temporer. Kebutuhan permanen adalah kebutuhan menetap dan secara terus-menerus dialami oleh anak tanpa mengenal selesai atau hilang misalnya ketunanetraan, ketunarunguan, keterbelakangan mental, kelainan emosi dan sosial.
Kebutuhan temporer adalah kebutuhan bersifat sementara yang karena perlakuan lingkungan atau pendidikan akan berubah menjadi normal. Sunanto (dalam Santoso, 2012) menjelaskan bahwa anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang memiliki kebutuhan khusus secara permanen/kecacatan dan sementara sehingga membutuhkan penyesuaian dalam layanan pendidikan. Kebutuhan khusus yang dimaksud dalam hal ini adalah kebutuhan yang ada kaitannya dengan pendidikan. Setiap anak berkebutuhan khusus, baik yang permanen maupun temporer memiliki hambatan belajar dan kebutuhan yang berbeda-beda.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pandangan pendidikan, anak berkebutuhan khusus adalah anak yang membutuhkan penyesuaian dalam layanan pendidikan dikarenakan adanya suatu kondisi yang bersifat permanen di dalam diri anak seperti ketunanetraan, ketunarunguan, keterbelakangan mental, kelainan emosi dan sosial ketunanetraan, ketunarunguan, keterbelakangan mental, kelainan emosi dan sosial, atau bersifat temporer seperti adanya gangguan belajar dikarenakan perlakuan lingkungan atau pendidikan dan dapat berubah menjadi normal.
2.3.2 Pengelompokan Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus dapat dibedakan ke dalam dua kelompok untuk keperluan pendidikan luar biasa, yaitu :
a. Masalah (problem) dalam Sensorimotor
Santoso (2012) menyatakan anak yang mengalami kelainan sensorimotor (Sensorimotor Problem) biasanya secara umum lebih mudah diidentifikasi dan menemukan kebutuhannya dalam pendidikan. Kelainan sensorimotor tidak selalu berakibat masalah pada kemampuan intelek seorang anak. Sebagian besar anak yang mengalami masalah dalam sensorimotor dapat belajar dan bersekolah dengan baik seperti anak yang tidak mengalami kelainan. Tiga jenis kelainan yang termasuk masalah dalam sensorimotor yaitu :
1) Hearing Disorders (Kelainan pendengaran atau tunarungu) 2) Visual Impairment (Kelainan penglihatan atau tunanetra)
Setiap jenis sensorimotor problem akan melibatkan keahlian/guru khusus yang memiliki keterampilan dan keahlian khusus sesuai kebutuhan setiap jenis kelainan. Kerjasama sebagai tim dari setiap ahli sangat penting untuk keberhasilan pembelajaran ABK
b. Masalah (problem) dalam belajar dan tingkah laku
Kelompok anak berkebutuhan khusus yang mengalami problem belajar adalah :
1) Intellectual Dissability (Keterbelakangan mental atau tunagrahita)
2) Learning Dissability (Ketidakmampuan belajar atau kesulitan belajar khusus)
3) Behavior Disorders (Anak nakal atau tunalaras) 4) Gifted dan talented (Anak berbakat), dan
5) Multi Handicap (Cacat lebih dari satu atau tunaganda) Untuk lebih jelas dapat dilihat di tabel berikut:
Sensorimotor Belajar dan Tingkah Laku Kelainan Pendengaran/Tuna Rungu Keterbelakangan Mental/Tuna Grahita
Kelainan Penglihatan/Tuna Netra Kesulitan Belajar Kelainan Fisik dan Gangguan
Kesehatan/ Tuna Daksa
Gangguan Emosi/Tuna Laras Anak Berbakat
Cacat Ganda Tabel 2.1 Penyakit sensorimotor dan tingkah laku
2.3.3 Penyebab Kelainan Pada Anak Berkebutuhan Khusus
Santoso (2012) mengemukakan bahwa penyebab umum terjadinya kelainan pada anak berkebutuhan khusus dikelompokkan menjadi tiga yaitu :
1) Pre Natal (Sebelum kelahiran)
Di dalam kandungan sebelum kelahiran dapat terjadi di saat konsepsi atau bertemunya sel sperma dari bapak bertemu dengan sel telur ibu, atau juga dapat terjadi pada saat perkembangan janin dalam kandungan. Kejadian tersebut disebabkan oleh faktor internal yaitu faktor genetik dan keturunan.
Penyebab kelainan prenatal dari faktor ekstenal dapat berupa benturan pada kandungan ibu, jatuh sewaktu hamil, atau akibat makanan atau obat yang menciderai janin dan sebagainya.
2) Natal (Saat kelahiran)
Penyebab kelainan pada anak bisa terjadi pada saat ibu sedang melahirkan misalnya kelahiran yang sulit, pertolongan yang salah, infeksi karena ibu mengidap sifilis dan sebagainya.
3) Post Natal
Kelainan yang disebabkan oleh faktor setelah anak ada di liar kandungan atau
post natal. Hal ini dapat terjadi karena kecelakaan, bencana alam, sakit, keracunan, dan sebagainya.
2.3.4 Tipe-Tipe Anak Berkebutuhan Khusus dan Terapinya
1. Kelainan Pendengaran/Tuna Rungu
Kelainan pendengaran memiliki 5 tipe, dari yang ringan hingga yang parah berikut adalah tabelnya:
Tabel 2.2 Tipe-tipe kelainan tuna rungu Sumber: Hasil olah data primer
2. Kelainan Penglihatan/Tuna Netra
Kelainan penglihatan sebenarnya memiliki banyak tipe, tapi untuk terapi di proyek ini hanya mengambil 2 yaitu kebutaan dan low vision.
Kebutaan adalah seseorang yang dari sejak lahir sudah tidak mampu melihat. Low Vision adalah seseorang yang masih mampu melihat namun dengan jarak penglihatan yang sudah sangat parah. Bahkan ketika sudah memakai alat bantu seperti kacamata penglihatannya masih belum sempurna.
Tabel 2.3 Tipe-tipe kelainan Tuna Netra Sumber: Hasil olah data primer
Kelainan Pendengaran Intensitas Suara Yang Di Dengar Jenis Terapi Speech Reading Terapi Wicara Auditory Training Oral Approac h Slight Loss 27-40 dB O Mild Loss 41-55 dB O O Moderate Loss 56-70 dB O O Severe Loss 71-90 dB O O O Profond Loss > 91 dB O O O O Gangguan Penglihatan Terapi
ADL Visual Functioning O and M
Kebutaan O O
3. Kelainan Fisik dan Kesehatan/Tuna Daksa
Kelainan Fisik dan Kesehatan terdapat 3 tipe yaitu, cacat fisik, cerebral palsy dan epilepsi.
Cacat fisik tangan atau/dan tangan seseorang yang tidak memiliki tangan atau/dan kaki di tubuhnya di karenakan dari lahir atau kecelakaan
Cerebral Palsy Cerebral Palsy/ kelumpuhan otak besar) adalah suatu keadaan dimana penderitanya mengalami buruknya pengendalian otot, kekakuan, kelumpuhan serta mengalami gangguan fungsi saraf lainnya. CP bukanlah merupakan suatu penyakit dan tidak bersifat progresif (penderita tidak semakin memburuk dan juga tidak semakin baik).
Epilepsi Epilepsi adalah sejenis penyakit saraf yang timbul karena kekacauan sel-sel otak. Hal itu diindikasikan dengan munculnya kekejangan secara berkala pada organ-organ tubuh, terkadang juga muncul busa dari mulut bila penyakit ini sudah terlalu parah, karena secara tidak sengaja lidah tergigit oleh gigi.
Kelainan Fisik dan Gangguan Kesehatan
Terapi
ADL Okupasi Fisioterapi Kecacatan Tangan dan / atau Kaki O O O
Cerebral Palsy O O O
Epilepsi O O
Tabel 2.4 Tipe-tipe kelainan tuna daksa Sumber: Hasil olah data primer
4. Keterbelakangan Mental/Tuna Grahita
Keterbelakangan Mental adalah penurunan fungsi intelektual secara signifikan, IQ sama atau kurang dari 70 sebelum umur 18 tahun. Keterbelakangan Mental memiliki 5 tipe dari sedang hingga yang sangat berat, berikut tabelnya:
Keterbelakangan Mental
IQ Terapi
ADL Okupasi Wicara Musik
Ringan 50-55 s/d 70 O O O Sedang 35-40 s/d 50-55 O O O O Berat 20-25 s/d 35-40 O O O O Sangat Berat 20-25 O O O O
Tabel 2.5 Tipe-tipe kelainan tuna grahita Sumber: Hasil olah data primer
5. Gangguan Emosi/Tuna Laras
Terdapat 3 tipe dari anak-anak yang memiliki gangguan emosi yaitu, perilaku anti sosial, perilaku menarik diri, dan autis.
Perilaku Anti Sosial Anak-anak dengan perilaku anti sosial cenderung nakal dan sulit untuk menerima anak-anak disekitarnya. Sehingga mereka sering melakukan tindakan kekerasan kepada temannya sendiri.
Perilaku Menarik Diri Anak-anak dengan perilaku menarik diri cenderung menyendiri dan susah untuk bersosialisasi, mereka juga sering berganti-ganti sifat, terkadang ceria namun tiba-tiba dapat langsung sedih.
Gangguan Emosi dan Perilaku/Tuna Laras
Terapi
Okupasi Perilaku Musik
Perilaku Anti Sosial O O O
Perilaku Menarik Diri O O O
Tabel 2.6 Tipe-tipe kelainan tuna laras Sumber: Hasil olah data primer
2.3.5 Tipe Terapi
1. Terapi Okupasi
Terapi okupasi umumnya menekan pada kemampuan motorik halus, selain itu terapi okupasi juga bertujuan untuk membantu seseorang agar dapat melakukan kegiatan keseharian, aktifitas produktifitas dan pemanfaatan waktu luang.
Terapi okupasi terpusat pada pendekatan sensori atau motorik atau kombinasinya untuk memperbaiki kemampuan anak untuk merasakan sentuhan, rasa, bunyi, dan gerakan. Terapi juga meliputi permainan dan keterampilan sosial, melatih kekuatan tangan, genggaman, kognitif dan mengikuti arah.
Terapi okupasi diperlukan oleh anak/orang dewasa yang mengalami kesulitan belajar, hambatan motorik (cedera, stroke, traumatic brain injury), autisme, sensory processing disorders, cerebral palsy, down syndrome, Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), genetic disorders, asperger’s syndrome, kesulitan belajar, keterlambatan wicara, gangguan perkembangan (Cerebal Palsy/CP), Pervasive Developmental Disorder (PDD)dan keterlambatan tumbuh kembang lainnya.
Okupasi sendiri adalah profesi kesehatan yang merupakan bagian dari rehabilitasi medik, bertujuan membantu individu dengan kelainan dan atau gangguan fisik, mental maupun sosial, dengan penekanan pada aspek sensomotorik dan proses neurologis. Hal itu dicapai dengan cara memanipulasi, memfasilitasi, dan menginhibisi lingkungan, sehingga individu mampu mencapai peningkatan, perbaikan, dan pemeliharaan kualitas hidupnya. Dalam memberikan pelayanan kepada individu, terapi okupasi memperhatikan aset (kemampuan) dan limitasi (keterbatasan) yang dimiliki anak, dengan memberikan manajemen aktifitas yang purposeful (bertujuan) dan meaningful (bermakna). Dengan demikian diharapkan anak dapat mencapai kemandirian dalam aktifitas produktifitas (sekolah/akademik), kemampuan perawatan diri (self care), dan kemampuan penggunaan waktu luang (leisure) serta bermain sehingga dapat
Gambar 2.1 Proses terapi okupasi Sumber: Pelangilazuardi.tripod.com
Anak-anak yang memerlukan bantuan terapi seperti diuraikan di atas antara lain adalah :
1. Anak dengan gangguan perilaku 2. Autism Spectrum Disorder (ASD) 3. Down Syndrome
4. Kesulitan Belajar 5. Keterlambatan wicara
6. Gangguan perkembangan (Cerebal Palsy/CP) 7. dan keterlambatan perkembangan lainnya
Okupasi Terapi akan memberikan pelayanan individual yang meliputi :
Penilaian (Asessment)
Intervensi individual maupun kelompok
Agar anak mampu mencapai kemandirian dalam tugas kehidupan, seorang terapis okupasi akan mengamati dan mengkaji area-area dan komponen yang mencakup :
Biomekanik
Sensori motorik
Perseptual Kognitif
2. Terapi Wicara
Terapi Wicara adalah layanan terapi yang membantu bekerja pada prinsip-prinsip dimana timbul kesulitan berkomunikasi atau ganguan pada berbahasa dan berbicara bagi orang dewasa maupun anak.
Terapi wicara bertujuan untuk membantu seseorang yang mengalami gangguan komunikasi, seperti :
-Anak-anak dengan gangguan berbahasa reseptis (tidak mengerti)
Gambar 2.2 Proses terapi wicara Sumber: myfurniture8.com
-Anak-anak dengan gangguan berbahasa ekspresif (sulit mengungkapkan keinginannya dalam berbicara)
-Anak-anak dengan gangguan tumbuh kembang khusus (autisme, down syndrome, tuna rungu-wicara)
-Anak-anak yang mengalami keterlambatan bicara (speech delay).
-Anak-anak yang mengalami gangguan artikulasi gagap(stuttering), cadel, dst -Anak-anak dan orang dewasa yang baru selesai menjalani operasi celah bibir (cleft lip/sumbing) dan celah langit-langit (cleft palate).
-Serta gangguan bahasa pada orang dewasa seperti pasca stroke yang mengalami kehilangan berbahasa (Afasia).3
3.Terapi ADL (Aktifitas Keseharian)
-Salah satu bentuk layanan terapi yang membantu anak-anak untuk dapat melakukan aktifitas keseharian seperti makan, minum, berpakaian, bersepatu, bersisir, mandi, aktifitas toileting, dst secara mandiri.
-Layanan terapi ADL ini pada umumnya diberikan oleh seorang Okupasi Terapis. -Layanan terapi ini dapat diterapkan bagi anak berkebutuhan khusus sehingga anak dapat mandiri dalam kesehariannya.
4. Terapi Perilaku
-Terapi perilaku, berupaya untuk melakukan perubahan pada anak autistik dalam arti perilaku yang berlebihan dikurangi dan perilaku yang berkekurangan (belum ada) ditambahkan.
-Terapi perilaku yang dikenal di seluruh dunia adalah Applied Behavioral Analysis yang diciptakan oleh O.Ivar Lovaas, PhD dari University of California Los Angeles (UCLA).
-Dalam terapi perilaku, fokus penanganan terletak pada pemberian reinforcement positif setiap kali anak berespons benar sesuai instruksi yang diberikan. Tidak ada hukuman (punishment) dalam terapi ini, akan tetapi bila anak berespons negatif (salah/tidak tepat) atau tidak berespons sama sekali maka ia tidak mendapatkan reinforcementpositif yang ia sukai tersebut. Perlakuan ini diharapkan meningkatkan kemungkinan anak untuk berespons positif dan mengurangi kemungkinan ia berespons negatif (atau tidak berespons) terhadap instruksi yang diberikan.
Gambar 2.3 Proses terapi perilaku Sumber: slbn-sragen.sch.id
Tujuan umum terapi tingkah laku adalah menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar. Dasar alasannya ialah bahwa segenap tingkah laku adalah dipelajari (learned), termasuk tingkah laku yang maladaptif. Jika tingkah laku neurotik learned, maka ia bisa unlearned (dihapus dari ingatan), dan tingkah laku yang lebih efektif bisa diperoleh. Terapi tingkah laku pada hakikatnya terdiri atas proses penghapusan hasil belajar yang tidak adaptif dan pemberian pengalaman-pengalaman belajar yang di dalamnya terdapat respons-respons yang layak, namun belum dipelajari:
Meningkatkan perilaku, atau
Menurunkan perilaku
Meningkatkan perilaku:
Reinforcement positif: memberi penghargaan terhadap perilaku
Reinforcement negatif: mengurangi stimulus aversi
Mengurangi perilaku:
Punishment: memberi stimulus aversi
Respons cost: menghilangkan atau menarik reinforcer
Extinction: menahan reinforcer 5. Fisioterapi
-Fisioterapi merupakan salah satu jenis layanan terapi fisik yang menitik beratkan untuk menstabilkan atau memperbaiki gangguan fungsi alat gerak/fungsi tubuh yang terganggu yang kemudian diikuti dengan proses/metode terapi gerak.
-Fisioterapi membantu anak mengembangkan kemampuan motorik kasar. Kemampuan motorik kasar meliputi otot-otot besar pada seluruh tubuh yang memungkinkan tubuh melakukan fungsi berjalan, melompat, jongkok, dst.
-Layanan fisioterapi juga bertujuan untuk membantu seseorang yang mengalami gangguan fisik untuk memperbaiki gerak sendi (LGS) dan kekuatan otot (KO) agar dapat berfungsi seperti semula.
Gambar 2.4 Proses terapi fisioterapi Sumber: iik.ac.id
-Layanan fisioterapi umumnya bagi anak dengan keterbatasan fisik, ketunaan tubuh/tuna daksa serta anak cerebal palsy/CP dan untuk anak-anak yang mengalami keterlambatan atau gangguan pada kemampuan motorik kasar, pasien pasca stroke yang memerlukan 5pemulihan kondisi fisiknya serta trauma lain yang menyebabkan penampilan fisik terganggu.
6. Terapi Musik
-Terapi musik adalah salah satu bentuk terapi yang bertujuan meningkatkan kualitas fisik dan mental dengan rangsangan suara yang terdiri dari melodi, ritme, harmoni, timbre, bentuk dan gaya yang diorganisir sedemikian rupa hingga tercipta musik yang bermanfaat untuk kesehatan fisik dan mental.
-Layanan terapi ini diperuntukkan bagi semua ketunaan yang ada serta pada gangguan perkembangan anak seperti autisme, ADHD, Down Syndrom, dst
-Ketika musik yang terdiri dari ritme, ketukan, dan tempo diterapkan menjadi sebuah terapi, maka musik dapat memberikan pengaruh besar bagi kesehatan.
-Terapi musik adalah suatu terapi yang menggunakan metode alunan melodi, ritme, dan harmonisasi suara dengan tepat. Terapi ini diterima oleh organ pendengaran kita yang kemudian disalurkan ke bagian tengah otak yang disebut sistem limbik yang mengatur emosi.
-Sebagai contoh, ketika mendengar musik riang maka tubuh akan bergoyang atau jika Anda lagu sedih maka suasana hati pun ikut menjadi sendu. Musik memiliki pengaruh kuat yang dapat membentuk kepribadian, emosi, dan bahkan pikiran.
Gambar 2.5 proses terapi music Sumber: terapimusik.com
Dalam penerapannya, terapi musik dapat dibagi menjadi dua macam yaitu:
Terapi musik aktif adalah penggunaan musik sebagai terapi yang melibatkan lebih dari sekedar mendengarkan. Metode ini tidak mudah untuk dilakukan sendiri. Contoh terapi musik aktif seperti belajar bernyanyi, belajar menggunakan alat musik, belajar menirukan nada-nada atau bahkan belajar mencoba membuat lagu. Anda membutuhkan seorang ahli untuk membimbing Anda melakukannya.
Terapi musik pasif adalah terapi musik paling mudah dan efektif. Hampir semua orang pernah menerapkannya. Yang perlu dilakukan hanya memilih musik yang sesuai dengan keadaan Anda saat itu, dengarkan dan hayati alunan musik tersebut.
7. Auditory Learning
Program auditory learning adalah program yang bertujuan membantu anak untuk menggunakan residual hearingnya dengan baik. Setiap anak yang
mengalami gangguan pendengaran harus mengikuti program ini untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam mendengar. Seringkali anak yang mengalami gangguan pendengaran menggunakan sedikit saja kemampuan mendengar mereka dalam aktivitas sehari-hari, padahal mereka terkadang memiliki potensi mendengar yang lebih besar. Oleh karena itu, program ini dapat membantu mereka untuk meningkatkan kemampuan mendengar dan memanfaatkan residual hearing yang mereka miliki.
Program auditory training tradisional adalah program yang dapat digunakan kepada anak-anak usia dini. Program ini mengajarkan kepada anak untuk menyadari adanya suara-suara di sekitar mereka. Anak akan diminta untuk memperhatikan suatu suara-suara tertentu,seperti bunyi bel, atau suara aliran air. Kemudian, mereka akan diminta untuk menentukan lokasi dari suara tersebut. Mereka juga akan diajarkan cara untuk membedakan suara, misalnya membedakan suara laki-laki dan perempuan, lagu cepat dan lagu lambat, dan sebagainya. Program ini dapat dikenakan kepada anak ketika mereka sudah mulai mengenal suara, kata-kata, atau kalimat.
Belakangan ini, pelatihan untuk anak yang mengalami gangguan pendengaran berfokus pada auditory learning, yaitu suatu program yang mengajarkan kepada anak agar dapat melakukan learn to listen, dan learn by listening. Pada program ini, anak tidak hanya
diajarkan cara untuk mendeteksi, membedakan, dan mengenal suara. Mereka juga akan diajarkan cara memahami dan memaknai suara-suara di sekeliling mereka. 8. Oral Approach
Program pendidikan yang menekankan pada kemampuan oral memandang bahwa jika seorang anak ingin berfungsi secara normal, maka penting baginya untuk dapat mengatakan sesuatu. Program ini mengajarkan anak untuk dapat memahami dan menghasilkan kata-kata. Anak yang mengikuti program ini harus mengkombinasikan kemampuan auditori, visual, dan taktilnya. Program ini juga memperhatikan kemampuan anak dalam memperhatikan suara, membaca gerak bibir, dan menggunakan alat bantu dengar. Anak yang mengikuti program ini akan diajarkan untuk dapat mengekspresikan diri. Mereka diajarkan untuk dapat membuat orang lain memahami mereka melalui kata-kata yang mereka ucapkan. a. Cued Speech
Cued speech adalah metode untuk membantu komunikasi oral anak. Metode ini bertujuan untuk membantu anak memahami perkataan dengan cara menambahkan isyarat-isyarat tertentu, misalnya seperti menunjukkan gerak tangan di dekat dagu untuk membantu anak membedakan kata-kata yang hampir sama cara pengucapannya dengan kata-kata lain. Gerakan tangan dapat berupa simbol ataupun alfabet.
Gambar 2.6 Bahasa isyarat Sumber: dissable_child.com 9.Visual Functioning
Anak dengan gangguna low vision dapat diajarkan untuk meningkatkan kemampuan penglihatan yang mereka miliki. Kemampuan melihat dapat ditingkatkan dengan mengajarkan anak cara untuk mengontrol pergerakan bola