• Tidak ada hasil yang ditemukan

BANCASSURANCE TERKAIT ADANYA PERJANJIAN TERTUTUP

C. Koordinasi OJK dan KPPU dalam Pengawasan Penerapan Prinsip

Transparansi pada kegiatan Bancassurance.

Pengembangan dan peningkatan daya saing adalah suatu tindakan yang bermotif ekonomi yang pengaturannya dapat diserahkan sebanyak mungkin kepada kekuatan pasar atau diatur oleh pemerintah atau kombinasi di antara keduanya. Untuk memperoleh pencapaian yang optimum diperlukan keseimbangna yang tepat di antara keduanya sebagaimana dikemukakan oleh Sri Rezeki Hartono bahwa hukum dapat dilihat dari sudut kepentingan pelaku usaha dan dari kepentingan pemerintah. Hukum dilihat dari sisi ekonomi yang berangkat dari tujuan ekonomi yang sesungguhnya, yaitu memperoleh keuntungan yang sebessar-besarnya. Dalam hal ini hukum hanya ditinjau dari manfaatnya dalam rangka melindungi kepentingannya terhadap kepentingan publik dan konsumen lain terutama aspek hukum dalam kegiatan ekonomi pada umumnya. Aspek hukum tersebut dapat dilihat dari dua sisi, yakni 2 (dua) kepentingan yang tidak setara. Hukum dipandang dari sisi negara/pemerintah.dlam hal ini hukum dimanfaatkan untuk menjaga keseimbangan kepentingan dalam masyarakat. Hukum sebagai alat untuk mengawasi seberapa jauh terjadi penyimpangan terhadap perilaku pelaku ekonomi terhadap kepentingan lain yang lebih baik dan untuk menegakkan hukum dan mengenakan sanksi.149

Salah satu prasyarat prinsip ekonomi modern adalah adanya iklim persaingan usaha yang sehat. Prinsip ini sudah dikenal pada negara-negara maju

149 Sri Redjeki Hartono, Hukum Ekonomi Indonesia (Malang: Bayumedia Publishing, Edisi ke-1, Cetakan ke-2, 2007), hlm. 45.

yang antara lain di Amerika dikenal dengan istilah Antitrust Law150

150 Antitrust Law atau hukum/undang-undang persaingan, merupakan peraturan melawan kebiasaan dagang yang merendahkan persaingan atau dianggap tidak adil. Istilah

antitrust diambil dar

atau di

Australia dengan Fair Trade Practices Act. Pada umumnya, undang-undang juga memperkenalkan suatu komisi atau badan independen yang berperan mengadakan pengawasan, pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang melakukan praktik melamggar persaingan usaha. Tujuan undang-undang ini adalah untuk melindungi konsumen atau masyarakat dari pelaku usaha yang curang sekaligus memberikan koridor bagi pelaku usaha untuk bersaingn secara sehat dan jujur dalam arena yang sama dan juga meningkatkan efisiensi yang nantinya disebut Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

Menjawab penataan persaingan usaha dan tekanan keterbukaan dalam era globalisasi, Indonesia telah mengesahkan UU Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dimana dalam Pasal 2 undang-undang tersebut disebutkan bahwa pelaku usaha harus menjalankan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.

Pemikiran yang melandasi lahirnya undang-undang tersebut dapat disimpulkan dari ketentuan Pasal 1 ayat (1), (2) dan (6) dari UU Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat antara lain adalah usaha untuk menciptakan perlindungan terhadap kepentingan umum dalam proses produksi dan distribusi barang dan jasa, sehingga kepentingan umum yang dalam hal ini konsumen tidak dirugikan.

sekarang umum dikenal sebagai

Pemusatan kekuatan ekonomi dalam satu atau sekelompok pelaku usaha saja, atau apabila sekelompok pelaku usaha memiliki posisi yang dominan, sehingga dapat menimbulkan persekongkolan atau konspirasi usaha yang bertujuan untuk menguasai pasar dimana demi kepentingan pelaku usaha semata akan membuat kepentingan umum tidak terlindungi. Oleh karena itu, dalam menjalankan usahanya, pelaku usaha harus memperhatikan keseimbangan antara motif usaha yang dicitakan dengan kepentingan umum yang tercantum dalam konsideran UU Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Pembangunan bidang ekonomi diarahkan untuk perwujudan kesejahteraan rakyat.

2. Mendorong demokrasi ekonomi yang memberikan kesempatan yang sama bagi semua warga negara untuk berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi dalam iklim yang mendorong perkembangan perekonomian nasional.

3. Mengatur persaingan yang sehat dan wajar dengan tetap memperhatikan perjanjian-perjanjian internasional yang telah disepakati.

Adapun unsur-unsur utama yang diperlukan dalam pengaturan persaingan usaha guna menciptakan level playing field151

151 Level playing field adalah konsep tentang keadilan , bahwa setiap pemain memiliki kesempatan yang sama untuk berhasil dan juga mereka semua bersaing dengan aturan yang sama .

bagi terlaksananya

persaingan yang sehat diatur dalam UU Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sebagai berikut :

1. Melarang perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli atau persaingan tidak sehat (Pasal 4, Pasal 7 sampai Pasal 14, Pasal 22, dan Pasal 23).

2. Mengizinkan perjanjian penetapan harga, perjanjian eksklusif, serta perjanjian lisensi sampai tingkat tertentu (Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 50 huruf b).

3. Melarang merger dan peleburan perusahaan yang dapat menyebabkan terjadinya posisi dominan terhadap suatu pasar atau dapat menjurus dan mengakibatkan persaingan usaha yang tidak sehat (Pasal 26 sampai Pasal 29). 4. Melarang perbuatan-perbuatan yang merugikan konsumen, pemasok, atau

penerima barang dengan cara menyalahgunakan posisi dominan terhadap suatu pasar ( Pasal 17 dan Pasal 18).

5. Melarang pelaku usaha untuk menghalangi pesaing dengan tindakan-tindakan diskriminatif, baik melalui harga, syarat-syarat perdagangan atau penolakan untuk melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha lain ( Pasal 7, Pasal 8, Pasal 16, Pasal 19 sampai dengan Pasal 21).

6. Diadakannya lembaga pengawas terhadap pelaksanaan hukum dan pengawasan terhadap persaingan usaha (Pasal 36).

Perwujudan dari Pasal 36 UU Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat adalah terbentuknya KPPU sebagai suatu lembaga khusus yang berwenang mengawasi, menyelidiki, menyidik juga memeriksa jika terjadi suatu kasus yang menyangkut adanya pelanggaran terhadap ketentuan yang diatur dalam UU Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Otoritas Jasa Keuangan dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya adalah lembaga yang independen seperti yang telah dijelaskan pada Pasal 2 ayat 2 UU OJK. Artinya bahwa OJK merupakan lembaga non-pemerintah atau independen dalam menjalankan tugasnya dan kedudukannya berada di luar pemerintah. Hingga saat ini, Bank Indonesia berperan sebagai pengawas perbankan sekaligus sebagai regulator di bidang moneter. Dengan struktur yang ada saat ini, Bank Indonesia berperan aktif dalam dua hal sekaligus yaitu

macro-prudential supervison dan micro-macro-prudential supervison.

Pasal 39 UU OJK menentukan bahwa Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia dapat berkoordinasi dan bekerjasama dalam pengawasan bersama atas kegiatan jasa keuangan di bidang perbankan. Perlu dikemukakan bahwa kewenangan pengawasan Bank Indonesia terhadap perbankan merupakan bagian dari fungsi Bank Indonesia 152

Selama ini pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia. Bank Indonesia sebagai pemegang keuangan tertinggi di Indonesia memiliki kewenangan yang begitu besar. Bank Indonesia membuat peraturan , memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan atau kegiatan usaha tertentu dari bank,

.

Pasal 40 juga disebutkan bahwa Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan langsung terhadap bank dengan menyampaikan pemberitahuan secara tertulis terlebih dahulu kepada Otoritas Jasa Keuangan, tetapi dalam pemeriksaan tersebut Bank Indonesia tidak dapat memberikan penilaian terhadap tingkat kesehatan bank.

152

melaksanakan pengawasan atas bank dan mengenakan sanksi terhadap banks sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.153

Teori pengawasan bank mengajarkan bahwa sistem pengawasan bank yang ideal dari sudut kepentingan semata-mata untuk mewujudkan dan menjaga sistem perbankan yang sehat, akan tercapai apabila otoritas pengawas bank dapat dengan mudah melakukan pengawasannya secara efektif serta semua bank yang diawasi dalam kondisi terkendali sepenuhnya.154 Pengawasan yang dilaksanakan Bank Indonesia terhadap bank dapat berupa pengawasan langsung, yaitu berbentuk pemeriksaan yang disusul dengan tindakan-tindakan perbaikan , juga dapat berupa pengawasan tidak langsung, yaitu suatu bentuk pengawasan dini melalui penelitian analitis dan evaluasi laporan bank. Dalam rangka pengawasan yang dilakukannya, Bank Indonesia dapat menjalankan pemeriksaan secara berkala sekurang-kurangnya satu tahun sekali untuk tiap bank. Di samping itu, pemeriksaan dapat dilakukan secara insidentil setiap waktu apabila diperlukan untuk meyakinkan hasil pengawasan tidak langsung dan apabila terdapat indikasi adanya penyimpangan.155

Pelaksanaan sistem pengawasan terpadu terdapat dua persoalan penting mengenai perubahan tata kelola yang akan dihadapi menuju sistem pengawasan Dalam perkembangannya, menyangkut tugas pengawasan bank ini selanjutnya oleh Bank Indonesia sekarang dilaksanakan oleh OJK yang independen.

153

Andika Hendra Mustaqin, “Otoritas Jasa Keuangan Sebagai Solusi Sistem Ekonomi Nasional”, Jurnal Bisnis Vol VIII, No. 1, Maret 2010, hlm. 70.

154

Bismar Nasution, “Kajian Terhadap RUU OJK”, Buletin Hukum Perbankan dan

Perbanksentralan, Volume 8 No. 2, Tahun 2010. 155

Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan Di Indonesia (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006), hlm. 129.

terpadu yang diinginkan. Kegagalan dalam mengatasi persoalan tersebut, secara efektif akan mengurangi kemampuan lembaga pengawasan yang baru dalam kewenangannya melakukan pengawasan, yaitu:156

1. Kesepakatan mengenai beberapa pemindahan pegawai dari lembaga pengawasan yang lama ke lembaga yang baru. Dalam hal ini ketika sudah ada beberapa lembaga pengawas yang kemudian berkoordinasi, harus disertai dengan kesepakatan antar dua lembaga untuk meninjau dan menempatkan kedudukan ulang para pegawai dan juga membentuk struktur pengawasan yang teratur.hal ini dilakukan agar tidak terjadi benturan atau persaingan antar pegawai yang sebelumnya bekerja di lembaga yang berbeda.

2. Menciptakan budaya kerja yang mencakup seluruh aspek dari tiap lembaga pengawas sebelumnya karena adanya perbedaan budaya kerja dari setiap lembaga pengawas untuk membentuk tata kelola yang baik dari masing-masing lembaga dan pendekatan umum yang efektif dapat tercipta dalam mengawasi lembaga keuangan.

Sehingga dapat dikemukakan dalam pengawasan perbankan dilaksanakan secara terpadu, yaitu melalui Otoritas Jasa Keuangan yang mengawasi lembaga keuangan bank dan non-bank. Otoritas Jasa Keuangan harus bisa mengakomodir fungsi pengawasan di lembaga keuangan bank dan non-bank dan tidak termakan intervensi dari pemerintah dalam menunjukkan ketegasan sebagai suatu lembaga yang independen.

156

Sistem pengawasan terpadu ini dapat meminimalisasi kemungkinan berbenturannya koordinasi antar lembaga. Pembentukan lembaga pengawas juga bertujuan untuk menciptakan fleksibilitas dan efisiensi peraturan dan akuntabilitas. Jika ada berbagai lembaga pengawas dalam suatu sistem keuangan. Dalam proses pengawasan terpadu ini membutuhkan undang-undang baru, dengan adanya proses efektivitas aturan dan pengawasan terpadu maka akan berbenturan dengan sistem pengawasan sektoral157 yang sudah ada sebelumnya. Salah satu cara dalam mengatasi masalah tersebut adalah dengan mencabut aturan pengawasan sektoran dan melakukan pembentukan pengawasan terpadu dan dalam proses pembentukan aturan baru tidak dimanfaatkan dan digunakan oleh kepentingan-kepentingan tertentu.158

Begitu juga OJK bersama dengan KPPU bekerjasama terkait pemberian batasan bisnis kerja sama dalam bentuk bancassurance. Kesepakatan tersebut nantinya merupakan kesepakatan antara koridor yang ditetapkan OJK dengan koridor yang ditetapkan oleh KPPU. Harapannya, kerjasama antara bank dan asuransi dalam mengeluarkan produk bancassurance tidak mendorong munculnya produk-produk yang bersifat ekslusif. Ke depan, OJK akan mengatur aspek prudensial terkait pengawasan produk bancassurance dan melarang pemberian Hasil-hasil pengolahan pengawasan yang dilakukan oleh OJK, KPPU dan juga tidak menutup oleh Bank Indonesia dan juga pengumuman-pengumuman dari OJK dan Bank Indonesia mengenai hasil temuannya atas suatu bank, kiranya dapat diinformasikan secara transparan kepada masyarakat.

157 Pengawasan sektoral adalah pengawasan terhadap setiap sektor sesuai dengan bagian masing-masing yang berkaitan dengan kewenangannya.

komisi (upfront fee) oleh perusahaan asuransi kepada bank yang menjadi rekan bisnis bancassurance.159

Berdasarkan uraian di atas, sangat jelas bahwa terciptanya iklim dan keadaan persaingan usaha yang sehat, kondusif dan kompetitif itu sangatlah tergantung pada komitmen dan tekad integritas dari berbagai pihak yang terlibat di dalamnya yaitu terutama para pelaku usaha, pemerintah sebagai regulator/ pengawas dalam hal ini dilakukan oleh OJK, KPPU, penegak hukum dan masyarakat.

159

Otoritas Jasa Keuangan, “Mendorong Bancassurance Yang Sehat”, Edukasi

Konsumen: Jembatan Informasi Otoritas, Industri dan Masyarakat ( Edisi Agustus 2014), hlm.

129

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Pembuatan skripsi ini merupakan suatu upaya akedemik untuk menjawab tiga permasalahan sebagaimana dirumuskan dalam Bab I hasil pembahasan mengungkapkan kesimpulan sebagai berikut :

1. Pengaturan kegiatan usaha bancassurance di Indonesia belum ada diatur di dalam peraturan perundang-undangan, namun diatur secara umum di dalam Surat Edaran BI No.12/35/DPNP Tahun 2010 tentang Penerapan Prinsip Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Aktivitas Kerjasama Pemasaran dengan Perusahaan Asuransi sebagai peraturan pelaksana dari Peraturan Bank Indonesia No. 5 /8/PBI 2003 jo. Peraturan Bank Indonesia No. 11/25/PBI/2009 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum. Pada prinsipnya, bancassurance merupakan sistem penjualan produk asuransi melalui saluran distribusi bank, dengan tujuan utama untuk memberikan kemudahan bagi nasabah yang juga ingin mendapat dan menggunakan produk asuransi. Bagi pihak bank dan perusahaan asuransi dapat memperkuat produk masing-masing dan meningkatkan pangsa pasar, dan pihak bank dalam hal ini tidak menanggung risiko yang timbul dalam produk asuransi yang ditawarkan kepada nasabah. Kewenangan dalam mengawasi kegiatan bancassurance ini dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sesuai dengan amanat dari UU OJK untuk mengawasi segala kegiatan baik oleh lembaga keuangan bank ataupun non-bank.

2. Kegiatan bancassurance dalam perspektif hukum persaingan usaha adalah bahwa dalam perjanjian kerjasama kegiatan bancassurance oleh bank dan perusahaan asuransi yang merupakan sebuah perjanjian keagenan adalah perjanjian yang tidak dilarang atau dikecualikan dalam UU Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan usaha tidak sehat sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 50 huruf d. Dalam kegiatan bancassurance dimana pihak bank dalam memasarkan produk dari perusahaan asuransi bertindak sebagai agen bukanlah sebagai distributor, karena kegiatan dalam bancassurance bukanlah pasok-memasok seperti yang disyaratkan oleh ketentuan unsur-unsur dalam perjanjian tertutup sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (2).

3. Penerapan prinsip transparansi dalam kegiatan bancassurance terkait adanya perjanjian tertutup dilakukan dengan terbukanya pihak bank dalam menjalin kerjasama dengan seluruh calon rekanan perusahaan asuransi tanpa ketentuan dan syarat yang menyulitkan para calon rekanan tersebut dalam menjalin kerjasama kegiatan bancassurance terkhusus pada kegiatan referensi dalam rangka produk bank dan integrasi produk yang sering dikaitkan dengan perjanjian tertutup. Sehingga dapat bersaing dengan sehat dan pihak bank juga tidak bersikap diskriminatif dalam memilih calon rekanan untuk perjanjian kerjasama bancassurance tersebut demi mewujudkan penerapan prinsip tranparansi dalam kerjasama kegiatan bancassurance. Dan dalam mengawasi penerapan prinsip transparansi ini, perlunya koordinasi yang kuat antara OJK dan KPPU. Prinsip transparansi ini dilakukan sebagai perwujudan dari good corporate governance.

B. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan berkaitan dengan pembahasan dan kesimpulan di atas adalah:

1. Perlunya pengaturan yang kompleks dalam peraturan tentang kerjasama kegiatan bancassurance yang dilakukan oleh pihak bank dan perusahaan asuransi, baik itu dalam UU Perbankan maupun juga dalam UU Perasuransian sebagai suatu agenda yang wajib dan mutlak harus diwujudkan pada masa sekarang ini. Pengaturan mengenai bancassurance tersebut mencakup hal-hal dan juga aspek-aspek mengenai produk yang dijual terhadap calon nasabah, perpajakan, sumber daya manusia, batas-batas tanggung jawab para pihak, peranan lembaga pengawas dan perlindungan nasabah selaku konsumen dan tidak menimbulkan permasalahan di kemudian hari. Untuk itu pihak perbankan dan perasuransian di Indonesia dituntut berinisiatif mengajukan konsep dasar sebagai landasan hukum bancassurance di Indonesia.

2. Bagi bank dan asuransi dalam menjalin kerjasama untuk meluncurkan produk

bancassurance haruslah saling terbuka dan transparan dalam megutarakan

keinginan dan keadaan masing-masing pihak demi mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak dan harus memperhatikan faktor persaingan usaha. Karena pihak bank yang bekerjasama dengan perusahaan asuransi sebagai pelaku usaha juga harus memberikan kesempatan kepada pelaku usaha lain untuk ikut menikmati dan tidak mempersulit dengan menetapkan term and condition yang memberatkan perusahaan lain. Dan juga

harus memperhatikan kepentingan nasabah agar tidak merugikan nasabah tersebut.

3. Penerapan prinsip transparansi dalam kerjasama kegiatan bancassurance dapat dilakukan oleh pihak bank dengan melaksanaakn tender ataupun beauty contest dalam memilih calon rekanan perusahaan asuransi dalam melakukan perjanjian kerjasama kegiatan bancassurance. Selain itu, komitmen dan juga tekad integritas baik dari KPPU, pemerintah sebagai regulator/ pengawas dalam hal ini dilakukan oleh OJK, penegak hukum dan masyarakat, maka komitmen dari para pelaku usaha untuk bersaing secara sehat.

24 BAB II