• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.6 Landasan Teori

Dalam landasan teori ini, akan dipaparkan (a) pengertian kesalahan, (b) perbedaan kesalahan dan kekeliruan, (c) analisis kesalahan berbahasa, (d) kesalahan tipografi, (e) ejaan dan pedoman umum ejaan bahasa Indonesia, dan (f) ragam bahasa jurnalistik.

1.6.1 Kesalahan

Menurut Hastuti (2003: 79) bahwa penyebutan „kesalahan‟ lebih dideskripsikan sebagai sebuah „gelincir‟; yaitu suatu tindakan yang kurang

disertai sikap berhati-hati. Ini disebabkan oleh sifat terburu-buru ingin sampai pada tujuan. Dalam bahasa Indonesia ditemui beberapa kata diksi yang artinya bernuansa dengan segala kesalahan. Di samping kesalahan ada penyimpangan; ada pula pelanggaran dan kekhilafan. Keempat kata yang bernuansa artinya, dapat dideskripsikan sebagai berikut.

Untuk memberi kejelasan arti, kata „salah‟ dilawankan dengan „betul‟; maksudnya apa yang dilakukan (kalau ia salah) tidak betul, tidak menuruti norma, tidak menurut aturan yang dilakukan. Hal ini mungkin disebabkan, ia belum tahu, atau ia tidak tahu bahwa ada norma; kemungkinan yang lain ia khilaf. Kalau kesalahan ini dihubungkan dengan penggunaan kata, ia tidak tahu kata apa yang setepat-tepatnya dipakai.

Penyimpangandapat diartikan menyimpang dari norma yang telah ditetapkan. Ia menyimpang karena tidak mau, enggan, malas, mengikuti norma yang ada. Ia tahu benar bahwa ada norma, tetapi dengan acuh tak acuh ia mencair norma lain yang dianggap lebih sesuai dengan konsepnya. Kemungkinan lain, penyimpangan disebabkan oleh keinginan yang kuat yan tak dapat dihindari karena satu dan lain hal. Sikap berbahasa ini cenderung menuju ke pembentukan kata, istilah, slang, mungkin jargon dan prokem.

Pelanggaran memberi kesan negatif karena pemakai bahasa dengan penuh kesadaran tidak mau menurut norma yang telah ditentukan, sekalipun ia yakin bahwa apa yang dilakukan akan berakibat tidak baik. Sikap tidak disiplin terhadap media yang digunakan acap kali tidak mampu menyampaikan pesan dengan tepat. Akibat terkucil dan mungkin juga akan berada di atas menara gading. Akan tetapi,

masalah kedwibahasaan yang terlibat dalam kasus itu, menjadi berbeda masalahnya. Oleh karena itu, peristiwa kedwibahasaan adalah peristiwa yang wajar terjadi pada setiap pemakai bahasa.

Kekhilafan adalah proses psikologi yang dalam hal ini menandai seseorang khilaf menerapkan teori atau norma bahasa yang ada pada dirinya. Khilaf mengakibatkan sikap keliru pakai. Tidak salah semata, tidak tepat benar. Kekhilafan dapat diartikan kekeliruan. Kemungkinan salah ucap, salah susun karena kurang cermat.

Kesalahan berbahasa adalah penggunaan bahasa baik secara lisan maupun tertulis yang menyimpang dari faktor-faktor penentu berkomunikasi atau menyimpang dari norma kemasyarakatan dan menyimpang dari kaidah tata bahasa Indonesia (Setyawati, 2010: 15).

1.6.2 Perbedaan antara Kesalahan dan Kekeliruan

Dalam kehidupan sehari-hari kita mengenal kata “kesalahan” dan “kekeliruan” sebagai dua kata yang bersinonim, dua kata yang mempunyai makna yang kurang lebih sama. Istialah kesalahan (error) dan kekeliruan (mistake) dalam pengajaran bahasa dibedakan yakni penyimpangan dalam pemakaian bahasa.

Menurut Tarigan (1988: 29) kesalahan berbahasa adalah penggunaan bahasa secara lisan maupun tulisan yang menyimpang dari faktor-faktor penentu berkomunikasi dan kaidah bahasa. Kesalahan berbahasa adalah penggunaan bahasa baik secara lisan maupun tertulis yang menyimpang dari faktor-faktor penentu berkomunikasi atau menyimpang dari norma kemasyarakatan dan menyimpang dari kaidah tata bahasa Indonesia (Setyawati, 2010: 13).

Kekeliruan adalah penyimpangan pemakaian bahasa yang hanya berupa salah ucap atau salah tulis (Nurgiantoro, 2001: 192). Sama halnya dengan pendapat Setyawati (2010), „kekhilafan‟ dapat diartikan pula kekeliruan merupakan proses psikologis yang dalam hal ini menandai seseorang khilaf menerapkan teori atau norma bahasa yang ada pada dirinya, khilaf mengakibatkan sikap keliru memakai. Dalam hal ini, kekeliruan termasuk analisis kesalahan berbahasa karena sikap seseorang yang sudah mengetahui kaidah bahasa Indonesia tetapi melakukan kekeliruan seperti kesalahan penulisan (tipografi).

1.6.3 Analisis Kesalahan Berbahasa

Analisis kesalahan ialah sebuah proses yang didasarkan pada analisis kesalahan orang yang sedang belajar dengan objek yang jelas (Hatuti, 2003: 77). Pendapat Hastuti tersebut sama dengan pendapat Setyawati (2010: 18) bahwa analisis kesalahan merupakan sebuah proses yang didasarkan pada analisis kesalahan orang yang sedang belajar dengan objek (yaitu bahasa) yang sudah ditargetkan.

Ellis (dalam Tarigan & Tarigan, 1988) menyatakan bahwa terdapat lima langkah kerja analisis bahasa, yaitu mengumpulkan sampel kesalahan, mengidentifikasi kesalahan, menjelaskan kesalahan, mengklasifikasikan kesalahan, dan mengevaluasi kesalahan. Berdasarkan langkah kerja tersebut, dapat disusun pengertian analisis kesalahan berbahasa.

Tarigan (1988: 196-200) mengatakan bahwa ada empat jenis kesalahan berbahasa Indonesia, yaitu sebagai berikut.

1. Kesalahan Fonologi

Kesalahan fonologi ini mencakup ucapan bagi bahasa lisan, dan ejaan bagi bahasa tulis. Berikut ini akan dijelaskan kesalahan itu.

a) Kesalahan ucapan adalah kesalahan mengucapkan kata sehingga menyimpang dari ucapan baku atau bahkan menimbulkan perbedaan makna. Misalnya, kata telur sering diucapkan telor.

b) Kesalahan ejaan ialah kesalahan menuliskan kata atau kesalahan menggunakan tanda baca. Misalnya, kata orang tua ditulis dengan huruf tersambung menjadi orangtua.

2. Kesalahan Morfologi

Kesalahan morfologi adalah kesalahan memakai bahasa disebabkan salah memilih afiks, salah menggunakan kata ulang, salah menyusun kata majemuk, dan salah memilih bentuk kata. Contoh:

Tabel 1: Contoh Kesalahan Morfologi Kalimat yang salah Seharusnya Banyak pelajar-pelajar baris-baris di

tanah lapang itu.

Banyak pelajar berbaris di tanah lapang itu.

Sekali-kali datang juga dia mengunjungi kami.

Sekali-sekali datang juga dia mengunjungi kami.

Saya lebih baik berpulang daripada meninggal sini.

Saya lebih baik pulang daripada tinggal di sini.

3. Kesalahan Sintaksis

Kesalahan sintaksis adalah kesalahan atau penyimpangan struktur frasa, klausa, atau kalimat, serta ketidaktepatan pemakaian partikel. Contoh:

Tabel 2: Contoh Kesalahan Sintaksis Kalimat yang salah Seharusnya Latihan bernyanyi diadakan sekali

setiap minggu.

Latihan bernyanyi diadakan setiap minggu.

Latihan bernyanyi diadakan sekali seminggu.

Sampai bertemu lagi di lain kesempatan.

Sampai bertemu lagi pada kesempatan lain.

(Sampai bertemu lagi di tempat lain).

Mengapa kamu pergi dengan tanpa pamit?

Mengapa kamu pergi tanpa pamit? (Mengapa kamu pergi dengan tidak berpamitan?)

4. Kesalahan Leksikon

Kesalahan leksikon adalah kesalahan memakai kata yang tidak atau kurang tepat. Contoh:

Tabel 3: Contoh Kesalahan Leksikon Kalimat yang salah Seharusnya Demikianlah agar Anda maklum, dan

atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.

Demikianlah agar Anda maklum, dan atas perhatian Anda saya ucapkan terima kasih.

Saudara-saudara, sebelum kita makan marilah kami berdoa bersama-sama.

Saudara-saudara, sebelum kita makan marilah kita berdoa bersama-sama.

Kemerdekaan Indonesia diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945.

Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945.

1.6.4 Kesalahan Tipografi

Kesalahan tipografi (dalam bahasa Inggris biasa disingkat typo) adalah kesalahan yang dibuat pada saat proses mengetik. Istilah ini mencakup kesalahan karena kegagalan mekanis atau slip tangan atau ajri, tetapi tidak termasuk kesalahan yang timbul akibat ketidaktahuan penulis, seperti kesalahan ejaan.

Kesalahan tipografi dapat disebabkan oleh jari yang menekan dua tombol papan ketik yang berdekatan secara bersamaan. Kesalahan tipografi bukan merupakan kesalahan yang tidak disengaja. Typo dapat mengubah arti kata atau bahkan arti dari kalimat(https://id.wikipedia.org/wiki/Kesalahan_tipografi).

1.6.5 Ejaan dan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia

Dalam KBBI ejaan adalah cara menggambarkan bunyi-bunyi (kata, kalimat, dan sebagainya) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf) serta penggunaan tanda baca. Ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi ujaran dan bagaimana antar hubungan antara lambing-lambang itu (pemisahan dan penggabungannya dalam suatu Bahasa). Secara teknis, yang dimaksud dengan ejaan adalah penulisan kata, dan pemakaian tanda baca. (seputarpengertian.blogspot.co.id/2017/01/pengertian-ejaan-dan-eyd.html?m=1)

Menurut PUEBI tahun 2016 ditinjau dari sejarah penyusunannya, sejak peraturan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin ditetapkan pada tahun 1901 berdasarkan rancangan Ch. A. van Ophuijsen dengan bantuan Engku Nawawi gelar Soetan Ma'moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim, telah dilakukan penyempurnaan ejaan dalam berbagai nama dan bentuk.

Pada tahun 1938, pada Kongres Bahasa Indonesia yang pertama di Solo, disarankan agar ejaan Indonesia lebih banyak diinternasionalkan. Pada tahun 1947 Soewandi, Menteri Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan pada masa itu, menetapkan dalam surat keputusannya tanggal 19 Maret 1947, No. 264/Bhg.A bahwa perubahan ejaan bahasa Indonesia dengan maksud membuat ejaan yang berlaku menjadi lebih sederhana. Ejaan baru itu oleh masyarakat diberi julukan

Ejaan Republik. Kongres Bahasa Indonesia Kedua, yang diprakarsai Menteri Moehammad Yamin, diselenggarakan di Medan pada tahun 1954. Kongres itu mengambil keputusan supaya ada badan yang me-nyusun peraturan ejaan yang praktis bagi bahasa Indonesia.

Pada tahun 1988 Pedoman Umum Ejaan yang Disempurnakan (PUEYD) edisi kedua diterbitkan berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 0543a/U/1987 pada tanggal 9 September 1987. Setelah itu, edisi ketiga diterbitkan pada tahun 2009 berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasio-nal Nomor 46. Pada tahun 2016 berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Dr. Anis Baswedan, Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (PUEYD) diganti de-ngan nama Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) yang penyempurnaan naskahnya disusun oleh Pusat Pengembangan dan Pelin-dungan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. PUEBI tahun 2016 berisi (a) pemakaian huruf, (b) penulisan kata, (c) pemakaian tanda baca, dan (d) penulisan unsur serapan.

1.6.7 Ragam Bahasa Jurnalistik

Menurut Rahardi (2011: 5-8) kata „jurnalistik‟, yang dalam bahasa Inggris disebut journalistics, secara harfiah, lazim diartikan sebagai sesuatu yang bersifat kewartawanan atau berkarakter kejurnalistikan, sesuatu yang bertali-temali dengan ihwal wartawan atau jurnalis, sesuatu yang bertautan dengan perihal kejurnalisme-an atau kewartawanan. Akan tetapi, jika diruntut secara lebih mendalam lagi, utamanya jika ditilik dari sisi asal-usul kata atau dari sudut

etimologisnya, dalam bahasa Yunani terdapat istilah de jour, yang artinya „hari ini‟. Jadi, sosok bahasa di dalam ragam jurnalistik atau bahasa pers itu sesungguhnya menunjuk pada bahasa yang dipakai untuk menyampaikan sosok fakta, sosok laporan, sosok berita, sosok tulisan yang terjadi terkini atau baru terjadi, yaitu fakta yang memang terjadi pada hari ini, bahkan pada saat sekarang ini.

Dalam pengertian yang lebih luas lagi, yaitu dalam konteks ilmu komunikasi, jurnalistik dapat juga dipandang sebagai aktivitas menemukan, kegiatan untuk mengolah, dan kegiatan dalam menyebarkan informasi atau berita kepada khalayak banyak lewat sosok media massa cetak. Secara umum, sosok bahasa dalam ragam jurnalistik atau bahasa pers harus memerhatikan ciri-ciri yang amat mendasar, yaitu (a) komunikatif, (b) spesifik, (c) hemat kata, (d) jelas makna, dan (e) tidak mubazir dan tidak klise.

Menurut Anwar (2004: 3) bahasa yang digunakan oleh wartawan dinamakan bahasa pers atau bahasa jurnalistik. Bahasa pers ialah salah satu ragam bahasa. Bahasa jurnalistik memiliki sifat-sifat yang khas yaitu: singkat, padat, sederhana, lancar, jelas, lugas, dan menarik. Akan tetapi, jangan dilupakan, bahasa jurnalistik harus didasrkan pada bahasa baku. Dia tidak dapat menganggap sepi kaidah-kaidah tata bahasa. Begitu juga dia harus memperhatikan ejaan yang benar. Akhirnya dalam kosa kata, bahasa jurnalistik mengikuti perkembangan dalam masyarakat.

Wojowasito (dalam Anwar, 2004: 3-4) mengatakan, bahasa jurnalistik adalah bahasa komunikasi massa sebagai tampak dalam harian-harian dan

majalah-majalah. Dengan fungsi yang demikian itu bahasa tersebut haruslah jelas dan mudah dibaca oleh mereka dengan ukuran intelek yang minimal. Sehingga sebagian besar masyarakat yang melek huruf dapat menimkati isinya. Walaupun demikian tuntutan bahwa bahasa jurnalistik haruslah baik, tak boleh ditinggalkan. Dengan kata lain, bahasa jurnalistik yang baik haruslah sesuai dengan norma-norma tata bahasa yang antara lain terdiri atas susunan kalimat yang benar, pilihan kata yang cocok.

Ragam bahasa jurnalistik yang ada dalam wadah negara Indonesia, tentu tidak akan serta-merta mengabaikan kaidah-kaidah kebahasaan dan aturan tata tulis serta tata ejaan yang berlaku resmi di dalam wadah bahasa Indonesia itu. Dengan demikian, adalah benar bilamana dikatakan bahwa sosok bahasa dalam ragam jurnalistik atau dalam bahasa pers itu, mau tidak mau harus memiliki sifat-sifat yang khusus atau ciri-ciri yang khas, seperti harus singkat, harus padat, harus sederhana, harus lugas, harus tegas, harus jelas, dan harus menarik (Rahardi, 2011: 11).

Menurut Dewabrata (dalam Setiati, 2005: 93-94) kalimat jurnalistik sebaiknya ditulis pendek, padat dan harus populer, mudah dicerna dalam waktu singkat serta mengandung unsur berita siapa, apa, mengapa, di mana, kapan, dan bagaimana, yang disusun teratur menjadi sebuah berita yang menarik dan jernih. Selain itu, gunakan bahasa jurnalistik agar tulisan tidak menjadi kaku. Sebuah kalimat biasa, umumnya menekankan unsur subyek, predikat, objek dan keterangan (SPOK). Kalimat jurnalistik lebih fleksibel, tak terlalu mengkikuti aturan SPOK ataupun unsur DM (diterangkan menerangkan). pada kalimat

jurnalistik, wartawan dapat menulis berita dengan gaya apa pun asal mudah dipahami oleh pembaca. Contoh penulisan judul berita tanpa menggunakan unsur DM adalah Diperiksa Polisi, Kepala SMU Dituduh Menggelapkan Uang Koperasi Guru.

Dokumen terkait