• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.1. Quality Function Deployment (QFD)

QFD dikembangkan pertama kali oleh Mitsubishi’s Kobe Shipyard sebagai cara menjabarkan harapan konsumen, selanjutnya secara sistematis diterjemahkan ke dalam proses internal (Zairi, 1994). Konsep yang mengidentifikasi kebutuhan dan keinginan konsumen pada pengembangan produk, melahirkan disiplin untuk menjamin persyaratan mutu (Ansari dan Modarress, 1994).

QFD memungkinkan integrasi perekayasaan guna menjamin efektivitas biaya pada setiap bagian proses guna menghasilkan produk bermutu. Pelaksanaan QFD melalui penjabaran sejumlah persyaratan mutu dengan informasi berasal dari konsumen. Persyaratan dimaksud kemudian ditempatkan pada bagian horizontal yang disebut tabel konsumen dari rumah mutu. Bagian vertikal dari matriks rumah mutu, berisi informasi teknis berdasarkan masukan konsumen yang disebut tabel teknis (Marimin, 2004). Dengan hubungan matriks antara elemen persyaratan mutu dengan spesifikasi teknikal dan membandingkan antara masing-masing elemen spesifikasi teknik maka dapat dikaji secara terstruktur dan konsisten proses yang relevan dalam mewujudkan mutu sebagaimana diharapkan konsumen.

Tujuan penjabaran harapan konsumen terhadap tanaman obat dimaksudkan untuk memperoleh kriteria mutu agar dapat diterjemahkan kedalam pengelolaan dan pengendalian proses. Pengumpulan data dilaksanakan melalui wawancara petani, pengumpul dan wakil industri yang telah memahami persyaratan mutu, dan proses mewujudkkan mutu serta keterkaitan antar proses. Responden menilai aspek mana yang memberikan pengaruh kuat hingga lemah dalam mewujudkan atribut mutu kemudian menghubungkan antara aspek proses dan atribut mutu dengan nilai yang sudah ditetapkan.

Terlebih dahulu ditanyakan kepada responden persyaratan konsumen dengan menggunakan pembobotan. Bobot merupakan nilai preferensi dengan sifat :

0 ≤ We ≤ 1

dimana We = bobot ke e dan e = 1,2,……k

=

k

e 1

We

= 1

Pemberian bobot dilakukan secara langsung pada setiap kriteria, yang dilakukan oleh orang yang mengerti, dan berpengalaman. Penentuan bobot dilakukan dengan melakukan perubahan urutan menjadi nilai dimana urutan pertama dengan tingkat yang tertinggi dan urutan kedua dengan tingkat di bawahnya demikian seterusnya (Maarif, 2003). Bilamana terdapat beberapa kriteria keputusan maka urutan 1 mempunyai nilai = k – 1 dan seterusnya.

Formula penentuan bobot adalah sebagai berikut :

= n j 1

λ

ej untuk e = 1,2,…k = k e1

λ

ej = n j 1

eej

λ

ej = nilai tujuan ke

λ

oleh pakar ke j. Jumlah pakar = n

e

ej

= nilai ke e oleh pakar ke j

Bobot kriteria ke 1 = (nilai urutan 1* jumlah pakar yang memberikan nilai pada urutan 1) + ( nilai urutan 2 * jumlah pakar yang memberikan nilai pada urutan 2 ) + (nilai urutan ke n* jumlah pakar yang memberikan nilai dari urutan n ) dibagi dengan (nilai urutan 1 * jumlah pakar yang memberikan nilai dari urutan 1 tersebut dan seterusnya) dijumlahkan sampai urutan ke n untuk seluruh kriteria.

Rumah mutu sebagaimana pada gambar 4, terdiri dari lajur tabel konsumen yang memberikan penilaian atas atribut produk berdasarkan

persyaratan konsumen. Kolom horisontal terdiri dari daftar proses yang relevan atau aspek teknikal yang berkaitan dengan persyaratan konsumen. Kombinasi atau matriks hubungan antara teknikal dan persyaratan konsumen akan menggunakan simbol-simbol seperti :

= hubungan kuat = hubungan sedang

= hubungan sangat lemah

Matrik korelasi pada atap digunakan untuk mengidentifikasikan persyaratan teknikal mana yang saling mendukung satu sama lain di dalam desain produk. Pemberian simbol pada matrik korelasi terdiri dari :

++ = hubungan proses berkorelasi sangat erat + = hubungan proses berkorelasi erat

Pada lajur paling kanan dignakan untuk mengukur kinerja teknik lyakni dengan membandingkan antara target dan realisasi. Hasil akhir matriks adalah nilai target untuk setiap persyaratan teknikal, dengan demikian pengambil keputusan dari internal organisasi dapat terfokus dan menerapkan langkah implementasi yang tepat dalam mewujudkan atribut produk sebagaimana dikehendaki melalui peryaratan konsumen.

MATRIKS KORELASI

DESAIN ATRIBUT (HOW)

HUBUNGAN HARAPAN KONSUMEN DAN

DESAIN ATRIBUT (HUBUNGAN MATRIKS)

BENCHMARK

UKURAN KINERJA/ TECHNICAL IMPORTANCE RATING H A R A P A N K O N S U M E N B O B O T PENILAIAN KOMPETITIF KONSUMEN

Berdasarkan hasil preferensi konsumen, terdapat tiga elemen mutu sebagai persyaratan bahan baku yakni :

(1) mutu bahan baku,

(2) kemampuan pasokan dan (3) kemampuan teknis pengelolaan Sub-elemen mutu bahan terbagi atas :

(K1) kadar air,

(K2) kebersihan dari cemaran kotoran, tanah, ranting, (K3) kandungan metabolit sekunder.

Pengertian elemen kemampuan pasokan menunjukkan sejauh mana pemasok sanggup memenuhi jadwal dan jumlah pasokan. Pedagang pengumpul dan industri cenderung menanyakan elemen tersebut sebagai dasar perencanaan pengadaan bahan baku dan produksi.

Kemampuan pasokan terurai dalam sub elemen : (L1) kontinuitas pasokan, dan

(L2) jumlah pasokan.

Elemen pengelolaan menunjukkan kondisi operasional usaha pengadaan bahan baku pemasok sebagai cermin profesionalitas. Walaupun kemampuan pengelolaan jarang dipergunakan sebagai penentu seleksi pemasok bahan baku, tetapi pemasok yang berkemampuan mengelola sesuai harapan industri memiliki nilai tambah dan berpeluang lebih diperhatikan. Dalam menjalin kemitraan jangka panjang, pihak pembeli dimungkinkan melakukan tinjauan pengecekan hingga ke lokasi pengolahan bahan baku sehingga calon pembeli dapat melihat sejauh mana kesiapan pemasok.

Kemampuan teknis terdiri atas sub-elemen : (T1) ketersediaan alat dan

(T2) kemampuan sumber daya manusia.

Aplikasi diawali dengan meminta pendapat responden mengenai urutan kepentingan atau prioritas dari pertanyaan yang telah disajikan dan pendapat responden kemudian diolah sehingga menghasilkan bobot sub elemen.

Berdasarkan masukan dari wawancara responden ahli diperoleh masukan karakteristik proses ditinjau dari sepuluh aspek teknikal atau operasi (AO) sebagai berikut :

AO1. pembersihan AO6. penyimpanan AO2. pencucian AO7. pengemasan AO3. pengirisan AO8. pengelolaan lahan AO4. pengeringan AO9. pengelolaan dana

AO5. pemilahan AO10.pengelolaan operasional

Responden diminta memberikan pendapat atas perbandingan berpasangan antara harapan terhadap pasokan tanaman obat dan aspek teknis operasi dengan memberikan nilai 10 mewakili hubungan kuat. Nilai tersebut memberikan pengertian aspek teknis sangat berpengaruh mewujudkan harapan konsumen, nilai 5 mewakili hubungan sedang, 3 mewakili hubungan lemah, 1 mewakili hubungan sangat lemah dan 0 tidak ada hubungan sama

sekali. Responden ahli berasal dari pihak industri yang mengerti mengenai persyaratan tanaman obat, pengumpul dan petani yang masing-masing diajukan pertanyaan yang sama.

Dari aplikasi QFD tersebut, menjadi masukan merancang desain fungsi dari lembaga jaringan yang dapat menjadi perhatian dan pembelajaran bagi anggota sehingga produk yang dihasilkan memenuhi peryaratan konsumen.

3.2. Interpretative Structural Modeling (ISM)

Kompleksitas rantai pasokan bahan baku agroindustri farmasi dengan kerumitan interaksi antar elemen dan dinamika masing-masing aktor dipandang strategis didekati dengan pendekatan kesisteman. Pertanyaan dan pemikiran kritis digali guna memahami harapan berbagai pihak dan konflik kepentingan yang timbul. Teknik ISM digunakan sebagai proses pengkajian kelompok di mana model struktural dihasilkan untuk memotret sistem yang kompleks melalui pola yang dirancang secara seksama dengan grafis dan kalimat (Eriyatno,1999).

Struktur diperlukan untuk menjelaskan pemahaman pokok kajian dari sistem yang berjenjang. Penentuan tingkat jenjang didasarkan atas lima kriteria, yakni (1) kekuatan pengikat, (2) frekuensi relatif terhadap guncangan, (3) konteks, (4) liputan tingkat dan (5) hubungan fungsional. Kemudian program yang telah disusun secara berjenjang itu, dibagi menjadi elemen-elemen. Menurut Saxena (1992), dalam Eriyatno (1999), program dapat dibagi menjadi sembilan elemen yakni :

a) Sektor masyarakat yang terpenuhi b) Kebutuhan program

c) Kendala

d) Perubahan yang dimungkinkan e) Tujuan program

f) Tolok ukur penilaian tujuan g) Aktivitas yang akan dilaksanakan h) Ukuran aktivitas

Elemen-elemen tersebut dijabarkan dalam sub-elemen yang berasal dari masukan pakar. Selanjutnya ditetapkan hubungan kontekstual antar sub elemen tersebut, kemudian disusun SSIM atau Structural Self Interaction Matrix.

Penyusunan SSIM menggunakan simbol V,A, X dan O yaitu : V adalah eij = 1 dan eji = 0

A adalah eij = 0 dan eji = 1

X adalah eij = 1 dan eji = 1

O adalah eij = 0 dan eji = 0

Simbol 1 mengandung pengertian terdapat hubungan kontekstual antar elemen i dan j yang diperbandingkan, sedangkan simbol 0 tidak terdapat hubungan kontestual di antara elemen i dan j. Hubungan kontekstual dapat berupa :

(a) pembandingan komperatif, (b) pernyataan,

(c) pengaruh, (d) keruangan, (e) waktu.

Perhitungan aturan Transivity dilakukan untuk mengoreksi SSIM sampai matriks menjadi tepat dan tertutup, bilamana :

A mempengaruhi B B mempengaruhi C

Sehingga seharusnya A mempengaruhi C

Tabel Reachability Matrix dibuat untuk menggambarkan ada tidaknya hubungan satu arah antar sub-elemen yang satu dengan lainnya, setelah dilakukan pengecekan menggunakan Transivity. Hasil revisi SSIM dan matriks yang memenuhi aturan Transivity ini diolah untuk menetapkan pilihan jenjang. Hasil pengolahan diklasifikasikan dalam empat sektor :

Sektor 1 Weak Driver – Weak Dependent Variable ( Autonomous ).

Variabel sektor ini umumnya tidak berkaitan dengan sistem atau mungkin mempunyai hubungan sedikit, meskipun hubungan tersebut bisa saja kuat.

Sektor 2 Weak Driver –Strongly Dependent Variable (Dependent). Umumnya variabel bersifat tidak bebas.

Sektor 3 Strong Driver – Strongly Dependent Variable (Linkage).

Variabel sektor ini harus dikaji secara hati–hati, sebab hubungan antar variabel tidak stabil. Setiap tindakan pada variabel tersebut akan memberikan dampak terhadap lainnya.

Sektor 4 Strong Driver – Weak Dependent Variable ( Independent ).

Merupakan variabel bebas, sebagai sisa dari sistem.

Pengolahan pendapat responden dilakukan menggunakan alat bantu program ISM terbagai atas daftar pakar, analisis pakar, survei, hasil survei, dan resume survei dengan penjelasan sebagai berikut :

1) menu daftar pakar, berisi identifikasi responden yang akan memberikan pendapat,

2) menu analisis pakar, untuk menjabarkan sub elemen dari setiap elemen yang akan dikaji,

3) menu survei, menampung pendapat pakar

4) hasil survei, menampilkan struktur hirarki pendapat dan dependence – driver power.

Analisis elemen ISM meliputi : tujuan, perubahan yang diinginkan, kendala program, dan aktivitas program.

3.3. Analytical Hierarchy Process (AHP)

Kehidupan yang semakin kompleks dengan berbagai interaksi dan saling ketergantungan di antara berbagai faktor memerlukan pendekatan yang dapat mewakili situasi tersebut. Cara memandang masalah dalam suatu kerangka teroganisir tetapi kompleks, memungkinkan adanya interaksi dan saling ketergantungan antar faktor.

AHP yang dikembangkan oleh Saaty (1993), merupakan metode untuk memecahkan situasi kompleks dan tidak berstruktur tersebut ke dalam komponen-komponen yang tersusun secara hirarki, baik struktural maupun fungsional.

AHP memberikan satu model tunggal yang mudah dimengerti, untuk aneka ragam persoalan tak berstuktur, memadukan ancangan deduktif dan ancangan berdasarkan sistem dalam memecahkan persoalan kompleks. Proses sistemik AHP memungkinkan pengambil keputusan mempelajari interaksi dari komponen-komponen yang telah disusun dalam hirarki secara simultan. Keharusan untuk memberikan nilai numerik pada setiap variabel masalah akan membantu pengambil keputusan mempertahankan pola pikir yang kohesif dan mencapai suatu kesimpulan.

Sistem yang kompleks dapat mudah dipahami bilamana dipecah menjadi berbagai elemen dan elemen tersebut disusun secara hirakis. Hirarki melibatkan pengindentifikasian elemen suatu persoalan, pengelompokan elemen-elemen ke dalam kumpulan yang homogen dan menata kumpulan pada tingkat yang berbeda.

Terdapat dua macam hirarki, struktural dan fungsional. Pada hirarki struktural, sistem yang kompleks disusun ke dalam komponen pokoknya dengan urutan menurun menurut sifat struktural. Sedangkan hirarki fungsional menguraikan sistem yang kompleks menjadi elemen – elemen pokok menurut hubungan esensial.

Penyusunan secara hirarkis AHP mencerminkan pemilahan elemen sistem dalam beberapa tingkat yang berlainan dan pengelompokan unsur serupa pada setiap tingkat. Setiap perangkat elemen dalam hirarki fungsional menduduki satu tingkat hirarki. Tingkat puncak yang disebut fokus, hanya terdiri atas satu elemen yaitu sasaran keseluruhan yang sifatnya luas. Pada tingkat berikutnya masing – masing dapat memiliki beberapa elemen, meskipun jumlahnya biasanya kecil antara lima dan sembilan.

Elemen-elemen dari suatu tingkat akan dibandingkan satu dengan lainnya terhadap kriteria yang berada di tingkat atas, sehingga elemen- elemen pada setiap tingkat harus dari derajat besaran yang sama. Selain

identifikasi faktor penting dalam struktur hirarki, juga diperlukan cara untuk memutuskan apakah faktor mempunyai pengaruh yang sama terhadap hasil atau apakah sebagian boleh diabaikan. Unit dasar analisis adalah perbandingan berpasangan dengan hubungan aji =1/aij. Bilamana matriks

menunjukkan aij = 5 berarti aktivitas i penting dan sangat penting

dibandingkan dengan aktivitas j.

Ancangan dalam menyusun hirarki tergantung pada jenis keputusan yang perlu diambil. Jika persoalannya memilih alternatif, dapat dimulai dari tingkat dasar dengan menderetkan semua alternatif. Tingkat berikutnya harus terdiri atas kriteria untuk mempertimbangkan alternatif tersebut dan tingkat puncak terdiri atas satu elemen saja yakni fokus tujuan menyeluruh. Selain itu, AHP juga memberi peluang menguji konsistensi penilai. Bilamana terjadi penyimpangan terlalu jauh, maka penilaian perlu diperbaiki atau hirarki distruktur ulang (Marimin, 2004). Skala banding berpasangan menurut Saaty dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 7. Skala Banding Berpasangan pada AHP

Intensitas Definisi Keterangan

1 Kedua elemen sama penting Dua elemen menyumbang sama besar pada sifat tersebut 3 Elemen yang satu sedikit

lebih penting dibanding lainnya

Pengalaman dan pertimbangan sedikit mendukung satu elemen atas lainnya

5 Elemen yang satu penting atau sangat penting dibanding elemen lain

Pengalaman dan pertimbangan dengan kuat mendukung satu elemen atas elemen lainnya. 7 Satu elemen jelas lebih

penting dari elemen lainnya

Satu elemen dengan kuat didukung, dan terlihat dominan pada praktek.

9 Satu elemen mutlak lebih penting dibanding elemen lainnya

Bukti yang mendukung elemen yang satu atas lainnya memiliki tingkat penegasan atau yang mungkin menguatkan.

2,4,6,8 Nilai-nilai di antara dua pertimbangan yang berdekatan.

Kompromi diperlukan antara dua pertimbangan.

Kebalikan : Jika aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i.

AHP juga dapat dipergunakan bagi penyelesaian masalah konflik. Menurut Saaty (1993), terlebih dahulu dilakukan identifikasi dari pihak – pihak yang berkonflik, sasaran dan keingingan masing-masing pihak, solusi yang diharapkan, asumsi cara yang diinginkan oleh masing-masing pihak terutma dalam pandangannya terhadap pentingnya sasaran dan hasil. Namun, pemecahan masalah konflik dan pencarian informasi dari berbagai pihak yang terlibat resiko memungkinkan terjadinya bias dalam memahami situasi. Tabtabai dan Thomas (2004), menyatakan perlunya terlebih dahulu memformulasikan masalah keputusan pada struktur hirarki. Setelah hirarki dibangun, maka mulai memprioritaskan prosedur untuk menetapkan kepentingan relatif dari elemen dalam masing-masing tingkat hirarki. Contoh tingkat hirarki AHP dapat dilihat sebagaimana gambar 5.

Tingkat I

FOKUS FOKUS

Tingkat 2

SKENARIO SKENARIO 1 SKENARIO 2 SKENARIO 3

Tingkat 3

FAKTOR FAKTOR 1 FAKTOR 2 FAKTOR 3 FAKTOR 4 FAKTOR 5

Tingkat 4

ALTERNATIF ALTERNATIF 1 ALTERNATIF 2 ALTERNATIF 3 ALTERNATIF 4

Elemen setiap tingkat diatur dalam kelompok yang homogen dan dibandingkan dengan perhatian terhadap kepentingan dalam membuat keputusan yang penuh pertimbangan. Perbandingan dari dua elemen mana yang lebih penting dengan memperhatikan (with respect to) kriteria pada

tingkat yang lebih atas menggunakan skala 1 – 9. Pengalihan bentuk verbal diterjemahkan dalam angka absolut 1, 3, 5, 7 dan 9 dengan 2, 4, 6 dan 8 sebagai nilai tengah/ antara di antara dua pertimbangan yang berdekatan. Perbandingan rating untuk masing-masing tingkat dimulai dari atas hirarki ke bawah. Ketika membandingkan elemen A dengan B, apabila A lebih penting maka angkat tertinggi diterakan, kemudian B menjadi angka sebaliknya.

Menurut Saaty, menjadi penting untuk mengetahui konsistensi penetapan keputusan para pengambil keputusan. Mencapai tingkat konsistensi sempurna memang sulit, tetapi sebaliknya konsistensi yang rendah juga akan merefleksikan pertimbangan yang tidak fokus. Konsistensi ini menjadi penting guna memperoleh hasil yang sahih pada dunia nyata. Rasio konsistensi menjadi parameter yang digunakan untuk memeriksa perbandingan berpasangan telah dilakukan konsekuen. Rasio konsistensi (CR) diperoleh dengan pembagian indeks konsistensi dibagi indeks random atau CR = CI/ RI. Nilai CR seharusnya tidak lebih dari 0,10.

3.4. Analytical Network Process (ANP)

Analytical Network Process (ANP) merupakan generasi lanjutan pendekatan AHP yang dikembangkan oleh Saaty. ANP menjawab kondisi bahwa nilai dan pendapat antar individu sangat bervariasi dan dibutuhkan suatu pengetahuan baru untuk membantu mencapai objektivitas dan universalitas. Menurut Saaty, banyak keputusan tidak dapat distrukturkan secara hirarki karena melibatkan interaksi dan ketergantungan mulai dari elemen yang tinggi hingga elemen paling rendah. ANP ini dimaksudkan untuk membuat model permasalahan yang tidak terstruktur dalam bidang ekonomi, sosial maupun manajemen.

Perbedaan dengan AHP bahwa struktur ANP terdiri atas ketergantungan antar elemen di dalam komponen (inner dependence) dan dari ketergantungan antar elemen dari komponen di luar (outerdependence) dan terdapat hirarki kontrol. Hirarki kontrol pada pendekatan ANP sangat penting. Hirarki ini lebih berupa jaringan.

Kriteria pada hirarki kontrol digunakan untuk membandingkan komponen-komponen yang biasanya merupakan kriteria utama. Sedangkan sub-kriteria digunakan untuk membandingkan elemen komponen. Dengan demikian kriteria untuk komponen lebih luas dibanding sub-kriteria untuk elemen komponen. Dengan kata lain, kriteria digunakan untuk membandingkan komponen sistem.

Jaringan dalam ANP memungkinkan menampilkan beberapa elemen secara terfokus pada awal proses dan akhir seperti pada AHP. Gambaran bagaimana ketergantungan antar elemen pada ANP dapat dilihat pada gambar 6 berikut ini.

ANP merupakan struktur non linear terdiri dari sumber, siklus dan

looping yang memiliki prioritas, tidak hanya pada elemen tetapi juga pada komponen atau klaster. ANP merupakan teori nilai matematik yang didasarkan pada skala rasio secara berpasangan. Masing-masing skala rasio menunjukkan perbandingan berpasangan antar elemen di dalam suatu komponen, dan dengan elemen di luar komponen. Elemen yang tidak memberikan pengaruh pada elemen lain memberikan nilai nol.

Hasil perbandingan diwujudkan dalam bentuk matriks vertikal dan horizontal, bersifat stokhastik yang disebut supermatriks. Guna meninjau

Gambar 6. Ketergantungan antar elemen dalam ANP (Saaty, 1996).

Komponen

sumber Komponen sumber (lingkar umpan

balik)

Komponen antara

Komponen tersembunyi

semua faktor dan kriteria yang digunakan dan keterkaitannya satu sama lain diperlukan pendekatan holistik.

Pendekatan ANP akan mengukur pengaruh dominan elemen yang harus memenuhi standar atau kriteria. Bentuk pertanyaan yang diajukan kepada pakar dalam perbandingan berpasangan adalah : ” mana yang lebih berpengaruh antara komponen atau elemen, berdasarkan kriteria kontrol dibandingkan dengan kandungan komponen atau elemen yang lain ? ”

Hasil analisis supermatrik ANP menghasilkan nilai BCOR (benefit, cost, opportunity dan risk) dimana pengambilan keputusan merupakan proses berdasarkan pertimbangan yang menguntungkan dan merugikan. Pertimbangan yang menguntungkan disebut sebagai manfaat dan pertimbangan yang merugikan disebut sebagai biaya. Selain itu juga dipertimbangkan adanya kemungkinan positif di masa datang yang disebut peluang dan kemungkinan negatif disebut resiko.

3.5. Penilaian Investasi

Pengambilan keputusan untuk program sistem pasokan bahan baku berbasis jaringan, harus didasarkan pada pertimbangan kelayakan finansial sehingga program layak atau tidak untuk dilaksanakan. Beberapa parameter yang digunakan adalah :

a. Payback Period (PBP) b. Net Present Value (NPV) c. Benefit-Cost Ratio (B/C) d. Internal Rate of Return (IRR)

a. Metode Payback Period

Payback period merupakan periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran suatu investasi dengan mengunakan aliran kas masuk neto yang diperoleh. Terlebih dahulu dijabarkan seluruh biaya dan kemungkinan penyusutan bahan baku yang berkorelasi pada biaya. Kemudian arus kas masuk dijabarkan berdasarkan perkiraan penjualan bahan baku yang telah diolah lebih lanjut. Arus kas masuk netto

diperhitungkan setelah pengeluaran pajak dan penyusutan. Formula mencari payback periode adalah :

Rumus ini dipergunakan bilamana aliran kas masuk tetap setiap tahun. Bilamana aliran kas masuk tidak sama, maka sisa investasi yang belum kembali diperhitungan dengan aliran kas masuk netto pada tahun berikutnya sehingga PBP terdiri atas tahun di mana aliran kas netto yang telah berhasil ditutup ditambah total bulan sisa nilai investasi, dapat ditutup secara proporsional.

b. Metode Net Present Value ( NPV)

Metode PBP memiliki kelemahan karena tidak memperhitungkan nilai waktu uang, padahal uang memiliki nilai yang berbeda apabila waktu memperolehnya berbeda. Hal ini dikarenakan faktor diskonto berupa bunga dan biaya modal yang lain. Metode NPV akan mengakomodasikan kedua hal tersebut. Metode NPV mencari selisih nilai sekarang dari aliran kas netto dengan nilai sekarang dari suatu investasi.

(1

)

0

0

I

i

NPV

n t t t

A

+

=

=

A

t = Aliran kas netto pada periode ke t

I

o = Nilai Investasi

r

= Discount rate

t = Jangka waktu proyek investasi / umur proyek investasi Nilai Investasi

________________ x 1 tahun Aliran kas masuk

= PBP

c. Metode Benefit – Cost Ratio (B/C)

Metode Benefit Cost Ratio atau Profitability Index merupakan metode yang memiliki hasil keputusan sama dengan metode NPV. Apabila suatu proyek investasi diterima, maka akan diterima pula jika dihitung dengan menggunakan formula. Suatu usulan proyek investasi akan diterima atau layak apabila > 1. Formula yang dipergunakan dalam menghitung B/C adalah :

d. Metode Internal Rate of Return ( IRR )

Metode Internal Rate of Return merupakan metode penilaian investasi untuk mencari tingkat bunga (discount rate) yang menyamakan nilai sekarang dari aliran kas neto ( Present Value of Proceeds ) dan investasi (Initial Outlays). Pada saat IRR tercapai, maka NPV sama dengan nol.

Pengambilan keputusan menggunakan metode IRR akan sejalan dengan perhitungan menggunakan metode NPV walaupun kadang – kadang terjadi pertentangan antara kedua metode tersebut. IRR dapat dihitung dengan rumus

(rb

rk)

TPVrb

TPVrk

NPVrk

rk

IRR

+

=

IRR = Internal Rate of Return

rk = tingkat bunga yang rendah rb = tingkat bunga yang tinggi

PV rk = present value dari arus kas netto pada tingkat bunga kecil PV rb = present value dari arus kas netto pada tingkat bunga besar

Total PV dari arus kas bersih _____________________ B / C = Investasi

IV. METODOLOGI

Dokumen terkait