• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN

A. Latar belakang Kehidupan Emil W Aulia

Emil W. Aulia merupakan pengarang muda yang cukup aktif dalam dunia sastra Indonesia. Karya-karya banyak dimuat di media masa seperti Canang, Haluan, Waspada, Analisa, Dobrak, Radar Medan, Majalah Hai, Replubika, Radio Nipon Hoso Kyokai (NHK), dan Radio Nedeland Seksi Bahasa Indonesia. Beberapa artikel yang ditulisnya pernah memenangi beberapa lomba penulisan. Turut serta mendirikan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA), sebuah riset pemberdayaan anak di Medan. Emil W. Aulia juga pernah menjadi wartawan dan produser di Lativi.

Emil W. Aulia lahir di kampungnya, Kubang Putih, Bukittinggi, Sumatra Barat, pada 12 Maret 1974. Pendidikan dasar hingga menegah diselesaikannya di Padang lalu meneruskan ke Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara (USU) Medan. Emil W. Aulia sendiri juga pernah bekerja di beberapa media antara lain:

Radio Prapanca FM Media, Majalah Forum Keadilan dan Tabloid Cek & Ricek. Emil W. Aulia juga pernah menjadi redaktur di majalah Forum. Sekarang Emil W. Aulia menjadi wartawan di Global TV

Emil W. Aulia mengidolakan tokoh sastra Pramudya Ananta Toer dan sehingga dalam novelnya terpengaruhi menceritakan seseorang tokoh dengan narasi panjang untuk menambah keindahan. Emil W. Aulia menyukai membaca karya-karya berbau sejarah sebagaimana yang ditulis Ian Dallas, MH Szekely Lulof, Ahmad Bahjat, Remy Silado, Kuntowijoyo, dan Kho Ping Hoo. Selain itu juga mengidolakan Seno Gumira Ajidarma, Emha Ainun Nadjib, AA Navis yang menulis dengan cara khas.

Penikmat kajian numismatika atau ilmu yang mempelajari telaah tentang pengumpulan mata uang atau tanda jasa saat ini merupakan bendahara dari PKPA. Selain bekerja sebagai bendahara Emil juga bekerja pada bidang PIKIR yakni bidang yang mengurusi masalah seks bebas remaja Medan. Visi dan misi dari

organisasi ini selain menekan seks bebas dikalangan remaja Medan juga memberikan pengetahuan mengenai kesahatan alat reproduksi. Emil W. Aulia merupakan sosok yang ramah dan bersahabat banyak forum dan jaringan di Medan dan nasioanal yang ia geluti. Berjuta-juta dari Deli merupakan novel perdananya yang diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama pada tahun 2006. Novel ini bergenre sejarah sesuai dengan tren yang ada pada periode 2006 sampai 2007. Suami dari Wenny Zulianti ini cukup banyak berkecimpung dalam menegakkan hukum melawan korupsi novelnya ini dijadikan tim Tipikor untuk referensi budaya korupsi. Tim Tripikor berusaha mencari akar permasalahan melalui artikel “Budaya Korupsi” yang mengupas di tengah-tengah masyarakat tentang. Dalam hidup sehari-hari masih lekat dalam kesadaran masyarakat tentang ungkapan aji mumpung, koruptor kakap tidak tersentuh hukum, dan sejenisnya. Hal ini juga digambarkan dalam novel Emil W. Aulia dimana para pejabat juga melakukan tindakan melawan hukum tanpa tersentuh hukum. Pemakaian novel Berjuta-juta dari Deli sebagai referensi oleh tim Tripikor diharapkan bisa membersihan budaya korupsi sampai pada kata-kata, ungkapan, sampai cerita yang hidup di masyarakat selama ini.

Selain kepedulian dalam pemberatasan korupsi Emil juga sangat peduli dalam bidang penegakan HAM (Hak Asasi Manusia). Esainya yang berjudul

“Memberi Suara pada Kaum Tak Bersuara” menuliskan tentang tokoh pejuang

inlader atau tokoh Belanda yang menbatu pergerakan perjuangan Johanes Van De brand seorang advokat yang hidup pada masa kolonial Belanda. Van de Brand merupakan Bapak Kuli Kontrak.

Sebagai seorang advokat, Van den Brand mempunyai pemikiran tentang nasionalisme yang berarti mampu memberikan kontribusi kepada bangsa bagaimana menjadikan bangsa sebagai bangsa yang mempunyai kebijakan dan perikemanusian memandang hukum secara nyata, dalam sebuah negara hukum, yang salah harus dibetulkan agar tidak menyababkan rasa ketidakadilan. Hal ini dapat kita lihat melalui menuliskan tokoh Van de Brand dalam novel dan ulasannya. Kemiripan kehidupanya dengan Van de Brand yakni advokat dan jurnalis membuat Emil W. Aulia juga kritis menyoroti tentang advokat yang

44

kebanyakan saat ini lebih suka bergabung dengan organisasi advokat dan mencari keuntungan pribadi, daripada memilih untuk menyikapi pelanggaran hukum dan hukum yang salah.

Keterkaitannya pada bidang sejarah ia tuangkan pada ulasannya yang berjudul “Multatuli Perempuan Dari Tanah Deli” yang membahas keberanian seorang tokoh wanita Belanda yang bernama Madelon Hermina Szekely-Lulofs, atau Lulofs pengarang novel yang menulis dengan dasar sejarah yang terjadi pada zamannya. Bahkan berdasarkan novel Lulofs banyak ia mencuplik untuk dijadikan referensi novelnya. Pemikirannya tentang sastra nasionalisme senada dengan Lulofs yakni bahwa sastra hanya sebuah penceritaan bukan untuk masuk pada wilayah yang mengkhususkan tapi melihat dari isi yang terkadung dalam novel dapat dilihat bahwa penegakan HAM memang harus benar dan adil.

Ia juga menyoroti tentang kondisi ekonomi yang ada, dalam ulasannya yang berjudul “Gemerincing Dinar dalam Buku” ia mengisyaratkan adanya penolakan secara halus sistem kapaitalisme dan pemaksaan pemerintah untuk mengakui bahwa uang kertas bernilai daripada yang terbuat dari logam mulia padahal merupakan uang hampa. Bapak dari Abiyyu Aulia dan Al Gibraltar Aulia ini juga menyoroti ketidaksetujuan tentang sistem ekonomi kapitalisme yang merajai dunia. Meskipun begitu bapak dari dua orang putra tersebut tidak memaksakan pendapatnya kepada pembaca ulasannya karena pembaca diberikan dua pilihan bijak tentang sistem perekonomian.

Penulisan awal novel Berjuta-juta dari Deli lakukan di Medan. Emil W. Aulia tinggal di kota itu sejak 1992 untuk melanjutkan kuliah di USU. Sekitar 10 tahun Emil tinggal di kota itu. Sebelumnya, beliau tinggal di Padang, Sumatera Barat. Selama kuliah, beliau kenal beberapa teman dan tetangga keturunan Jawa dan Tionghoa yang berasal dari keturunan kuli kontrak.

Belakangan, semasa kuliah juga, beliau berperan secara aktif menjadi peneliti di sebuah LSM. Namanya, PKPA (Pusat Kajian dan Perlindungan Anak). Semasa itu, Emil beberapa kali ke perkebunan, melakukan riset soal kehidupan pekerja anak di perkebunan. Emil bertemu lagi dengan para pekerja yang juga

masih keturunan kuli kontrak zaman kolonial. Kisah mereka menarik perhatian Emil.

Awalnya, novel yang persiapkan tidak menyinggung nama Van den Brand melainkan kisah tentang penderitaan para kuli kontrak saja. Di tengah jalan, Emil merombak draf novel itu dengan memilih Van den Brand sebagai pengikat cerita. Sosoknya menurut Emil menarik, jurnalis juga advokad yang tidak jauh berbeda dengan sosok Emil sendiri yang kuliah di fakultas hukum dan mempunyai hobi jurnalistik. Emil kemudian menghubungi Prof Jan Breman, antropolog Belanda yang gemar meneliti Deli. Dari Prof Jan Breman, Emil banyak menerima bahan, selain itu juga menghubungi KITLV Leiden untuk mengirimkan bahan-bahan tertulis lainnya. Emil juga mencari sumber rujukan dari brosur aslinya, yakni; Mr. J Van de Brand atas “Mellioenen uit Deli” (1902) dan “Nogs Een : Mellioenen uit Deli” (1904). Untuk refrensi novel yang sepadan Emil merujuk pada karya Madelon Hermina Szekely-Lulofs, “Kuli” (1985); “Zaman Kegelapan di Deli” karya Muhhamad Said (1977); “Toen Kebun dan Petani” karya Karl J. Pelzer (1985).