BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang terletak pada koordinat 6º LU-11º LS dan 95º BT-141º BT. Letaknya yang berada pada garis khatulistiwa menyebabkan Indonesia memiliki iklim tropis. Salah satu ciri wilayah yang memiliki iklim tropis yaitu adanya dua musim yang terjadi pada wilayah tersebut. Indonesia sebagai negara beriklim tropis memiliki dua musim setiap tahunnya, yaitu musim hujan dan kemarau. Menurut Aldrian, Karmini & Budiman (2011) iklim di Indonesia tergolong unik karena lokasinya berada di daerah tropis dan wilayahnya berbentuk kepulauan serta letak geografis yang berada diantara dua samudra. Namun akhir-akhir ini telah terjadi perubahan iklim di Indonesia yang diakibatkan oleh aktivitas manusia yang menyumbang bertambahnya gas rumah kaca. Perubahan iklim di Indonesia ditandai oleh beberapa hal, diantaranya: peningkatan rata-rata suhu tahunan sekitar 0.3ºC sejak 1990, penurunan curah hujan sebesar 2-3% sejak 1990, dan perubahan pola musim hujan dan kemarau (World Bank Group, 2011).
Salah satu dampak adanya perubahan iklim yaitu terjadinya bencana alam meteorologi atau bencana hidrome-teorologi. Bencana hidrometeorologi adalah bencana alam yang berhubungan dengan iklim (Qodriyatun, 2013). Bencana ini juga dikenal sebagai bencana yang diakibatkan oleh faktor-faktor meteorologi, seperti: curah hujan, suhu, angin, dan kelembaban. Beberapa contoh bencana hidrometeorologi adalah kekeringan, banjir, tanah longsor, kebakaran hutan, el nino, la nina, puting beliung, gelombang panas, dan gelombang dingin. Indonesia termasuk salah satu negara yang rentan terjadi bencana hidrometeorologi. Menurut Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB dalam CNN Indonesia, pada tahun 2016 dari 2.342 bencana 92% diantaranya adalah bencana hidrometeorologi yang didominasi 1
banjir, longsor, dan puting beliung (Ratnasari & Lumbanrau, 2016).
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika atau BMKG memiliki tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Salah satu fungsi untuk melaksanakan tugas tersebut melakukan pelayanan data dan informasi di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika. Berbagai cara telah dilakukan oleh BMKG untuk melaksanakan tugasnya diantaranya: melakukan pengamatan dan prediksi cuaca berupa curah hujan, suhu, dan kelembaban. Melihat pentingnya hasil kajian BMKG, maka perlu adanya ketepatan hasil prediksi cuaca yang dilakukan oleh BMKG. Salah satu masalah yang dihadapi BMKG dalam pemberian informasi prakiraan cuaca harian adalah belum adanya model prakiraan cuaca objektif yang dapat dioperasionalkan. Dikarenakan BMKG belum memiliki Numerical Weather Prediction (NWP) yang merupakan model prakiraan cuaca numerik, maka metode yang digunakan untuk menyediakan prakiraan cuaca objektif yaitu produk dari negara lain seperti: European Centre for Medium-Range Weather Forecast (ECMWF), Weather Research Forecast (WRF), National Centers for Enviromental Prediction (NCEP), ARPEGE, CCAM, dan lain-lain (Haryoko, 2014).
Dalam melakukan prediksi, model NWP melakukan penyederhanaan dan homogenisasi pada kondisi permukaan sementara atmosfer diperlakukan sebagai media yang terdiri dari bujur sangkar sehingga sulit untuk menangkap kondisi-kondisi spasial seperti keadaan topografi, vegetasi, dan jenis tanah yang merupakan komponen penting dalam prediksi cuaca lokal, sehingga seringkali terjadi kesalahan dalam prediksi cuaca yang berdampak tidak dapat dipercayanya hasil prediksi cuaca dari model NWP (Idowu & Rautenbach, 2008). Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mendapatkan hasil prediksi cuaca yang lebih akurat yaitu dengan melakukan analisis statistical
post-processing. Pendekatan ini merupakan pendekatan statistika yang diterapkan pada bidang meteorologi dalam menghasilkan model serta prediksi. Sebagaimana disampaikan oleh Wilks (2006) bahwa pendekatan statistika diperlukan dalam mereinterpretasi luaran NWP yang dinamis. Model Output Statistik (MOS) merupakan salah satu metode post-processing yang digunakan untuk melakukan prediksi cuaca objektif melalui hubungan statistik antara variabel prediktor dengan variabel respon oleh model objektif pada beberapa proyeksi waktu (Glahn & Lowry, 1972). Kalnay (2003) juga mengatakan bahwa MOS pada dasarnya adalah regresi linear berganda dengan prediktor adalah model prakiraan cuaca seperti suhu, kelembaban, atau angin pada titik grid baik dekat permukaan atau jauh dari permukaan, serta variabel respon berupa output dari stasiun pengamatan cuaca. Pendekatan ini dapat diterapkan di Indonesia dengan memanfaatkan luaran stasiun pengamatan BMKG sebagai variabel respon serta luaran NWP sebagai variabel prediktor.
Beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam MOS diantaranya yaitu Partial Least Square Regression (PLS), Principal Component Regression (PCR), regresi ridge, dan stepwise regression. Dalam pemodelan berbasis regresi yang melibatkan data NWP sebagai variabel prediktor seringkali ditemukan kasus multikolinearitas. Menurut Narendra (2017), metode PLS, PCR, dan regresi ridge mampu mengatasi permasalahan multikolinearitas antar variabel karena keadaan data NWP yang berdimensi besar (skala global). Namun seringkali penggunaan MOS dalam memprediksi cuaca masih menghasilkan bias yang cukup tinggi. Untuk meningkatkan performansi model, salah satu pendekatan yang dapat dilakukan yaitu melakukan kalibrasi prediksi ensemble. Pendekaatan ini berangkat dari ensemble prediction system (EPS) yang kemudian dikalibrasi untuk mengatasi permasalahan underdispersive dan overdispresive. Sebagaimana dikatakan oleh Schmeits & Kok (2010) bahwa EPS memiliki kemampuan yang tinggi, namun untuk prediksi jangka menengah masih bersifat underdispersive atau
overdispresive. Underdispersive dan overdispresive menyebabkan hasil prediksi menjadi kurang reliabel. Menurut Jolliffe & Stephenson (2003) untuk meningkatkan reliabilitas dari suatu prediksi dapat menggunakan kalibrasi statistik. Salah satu metode kalibrasi prediksi ensemble yang umum digunakan yaitu Bayesian Model Averaging (BMA).
BMA merupakan metode ensemble post processing yang menghasilkan prediksi probabilistik dari rata-rata terboboti distribusi probabilistik model anggota ensemble, dengan bobot yang digunakan merupakan probabilitas posterior dari model anggota ensemble yang mencerminkan kontribusi relatif model tersebut dalam melakukan prediksi selama periode training (Raftery, Gneiting, Balabdaoui & Polakowski , 2005). Dalam penelitiannya Raftery, et al. (2005) menerapkan kalibrasi ensemble menggunakan BMA dalam memprediksi suhu permukaan di Pasific Northwest pada bulan Januari sampai Juni tahun 2000. Hasil yang didapatkan dari penelitian tersebut membuktikan bahwa BMA memberikan hasil kalibrasi yang baik dan mampu mengatasi permasalahan underdispersive dan overdispresive baik pada kasus riil maupun studi simulasi. Putera (2017) melakukan penelitian untuk memprediksi cuaca jangka pendek yang memanfaatkan luaran BMKG sebagai variabel respon serta luaran NWP sebagai variabel prediktor dengan menggunakan metode BMA dan GOP. Hasil yang didapatkan akurasi dan presisi hasil prediksi BMA lebih tinggi daripada GOP, dan BMA mampu mengkalibrasi prakiraan suhu udara dengan coverage yang dihasilkan sudah mendekati standar 50%. Selain itu Anggraeni (2013) dalam penelitiannya juga melakukan kalibrasi peramalan ensemble data curah hujan menggunakan EMOS dan BMA. Dari hasil penelitiannya didapatkan metode yang memberikan hasil prediksi terbaik berdasarkan nilai CRPS yaitu dengan BMA-EM. Sloughter, et al (2006) dalam penelitiannya melakukan prediksi curah hujan harian menggunakan Bayesian Model Averaging dengan pendekatan power-transformed gamma distributions. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa metode BMA mampu mengkalibrasi dengan
baik prediksi curah hujan serta mampu menghasilkan prediksi yang lebih baik daripada dengan anggota ensemble.
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa penting bagi BMKG untuk memberikan informasi prediksi cuaca sebaik dan seakurat mungkin. Selain itu jika melihat tingginya angka bencana hidrometeorologi di Indonesia, maka dalam penelitian ini dilakukan prediksi cuaca harian yang meliputi variabel suhu maksimum, suhu minimum, dan kelembaban dengan Bayesian Model Averaging. Diharapakan hasil penelitian ini dapat memberikan akurasi prediksi cuaca harian yang akurat dan reliabel sehingga mampu membantu BMKG dalam memberikan informasi prediksi cuaca yang akurat serta membantu pemerintah dalam upaya pencegahan bencana hidrometeorologi.