• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi domestik pada tahun 2015 mengalami perlambatan, yaitu sebesar 4,79% dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 5,02% (Berita Resmi Statistik No.16/02/Th.XIX, 5 Februari 2016). Meskipun demikian, pertumbuhan tersebut semakin membaik pada akhir 2015 seiring dengan terjaganya stabilitas makroekonomi, rendahnya inflasi serta sistem keuangan yang semakin baik (Laporan Tahunan Perbankan, 2015).

Salah satu tulang punggung perekonomian dalam suatu negara adalah sektor keuangan. Sektor perbankan merupakan salah satu cakupan dari sektor keuangan yang memegang peranan penting yaitu menjalankan fungsi

intermediaries atau perantara keuangan karena menimbulkan aliran dana untuk dikelola pihak yang produktif dalam hal ini adalah bank itu sendiri. Perbankan menjalankan fungsinya sebagai financial intermediaries dapat dengan: (1) Lebih fokus untuk mengalokasikan dana yang telah dihimpun dengan pemberian kredit. (2) Fungsi dari sektor perbankan itu sendiri dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat (Adityantoro dan Rahardjo, 2013).

Menurut laporan tahunan perbankan yang diterbitkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun 2015, secara umum industri perbankan nasional menunjukkan pertumbuhan yang moderat, tercermin dari meningkatnya total aset, kredit, dan Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank Umum masing-masing sebesar 9,21%,

2

(BUK)juga masih terjaga baik. Hal ini tercermin dari rasio kecukupan modal (CAR) yangcukup tinggi sebesar 21,39%, Non Performing Loan (NPL) gross dan NPL net yang relatif rendah masing-masing sebesar 2,39% dan 1,14%, serta Loan To Deposit Ratio(LDR) sebesar 92,11%. Sedangkan dari sisi likuiditas yang diindikasikan dari rasio AL/NCD maupun rasio AL/DPK perbankan per 29 Desember 2015, secara industri masih berada di atas threshold masing-masing sebesar 68,91% dan 14,50%.

Ketahanan Perbankan Indonesia masih relatif kuat dan terus mengalami peningkatan. Hal ini diindikasikan dengan tingkat permodalan yang relatif tinggi dan stabil jauh di atas persyaratan Kewajiban Pemenuhan Modal Minimum (KPMM). Pada Desember 2015 jumlah modal perbankan tercatat sebesar Rp914,7 milyar atau tumbuh 21,28%. Berdasarkan kelompok bank, pertumbuhan modal tertinggi berada pada kelompok Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) Devisa sebesar 164,96% meskipun secara nominal modal pada kelompok bank ini merupakan yang terendah. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, secara umum terjadi peningkatan modal pada hampir semua kelompok bank umum (Laporan Tahunan Perbankan, 2015).

Sektor perbankan pada saat ini sudah mulai mengalami perkembangan yang cukup signifikan, dalam proses perkembangannya tersebut perbankan selalu terus berusaha untuk meningkatkan kinerja keuangannya. Jika dilihat dari perkembangan aset perbankan nasional, total aset terbesar masih dikuasai oleh kelompok BUSN Devisa, disusul oleh kelompok Bank Persero. Secara umum seluruh kelompok bank mengalami kenaikan total aset pada tahun 2015.

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia OJK (2015) Gambar 1.1

Perkembangan Total Aset Perbankan di Indonesia

Gambar 1.1 menunjukkan total aset perbankan pada Agustus 2015 naik menjadi Rp6.010.747 miliar dibandingkan dengan bulan sebelumnya Juni 2015 yang berada pada kisaran Rp5.933.195 miliar. Adapun Bank Persero membukukan total aset sebesar Rp2.160 triliun, tumbuh 10,92%. Total aset Bank BUSN Devisa mencapai Rp2.322 triliun, tumbuh 12,67%. Sedangkan, total aset Bank Pembangunan Daerah (BPD) tumbuh 21,62% atau mencapai Rp530 triliun. Bank Asing membukukan total aset sebesar Rp479 triliun atau tumbuh 17,87%. Total aset Bank BUSN Non Devisa tumbuh 7,65% atau mencapai Rp188 triliun. Total aset Bank Campuran tumbuh 12,67%, atau hanya mencapai Rp298 triliun. Secara total, aset perbankan Indonesia mencapai Rp12.021 triliun pada Agustus 2015 atau tumbuh 15,17%.

4

Dari data diatas dapat dilihat bahwa pertumbuhan modal tertinggi dan

nilai total aset terbesar dikuasai oleh kelompok bank devisa. Menurut

Undang-Undang Pokok Perbankan No.7 Tahun 1992 dan ditegaskan lagi dengan keluarnya Undang-Undang RI No. 10 Tahun 1998, bank devisa adalah bank yang dapat melaksanakan transaksi ke luar negeri atau yang berhubungan dengan mata uang asing secara keseluruhan. Misalnya transfer keluar negeri, inkaso keluar negeri,

traveler cheque, pembukaan dan pembayaran Letter of Credit dan transaksi lainnya. Persyaratan untuk menjadi bank devisa ini ditentukan oleh Bank Indonesia.

Industri perbankan termasuk bank devisa harus dapat menjaga kepercayaan masyarakat terhadap bank karena kegiatan utama bank adalah penghimpunan dana dari masyarakat kemudian menyalurkannya dengan tujuan untuk memperoleh pendapatan. Oleh sebab itu, industri perbankan dituntut untuk selalu menjaga kinerja dan kesehatan perbankan dengan baik. Jika kinerja bank mengalami penurunan atau bahkan kegagalan maka dampak yang ditimbulkan dapat mempengaruhi perekonomian.

Profitabilitas merupakan ukuran kinerja perbankan yang paling penting. Hal ini dikarenakan tujuan utama operasional bank adalah mencapai profit yang maksimal. Profitabilitas perbankan merupakan suatu kesanggupan atau kemampuan bank dalam memperoleh laba atau keuntungan bank (Prasetyo, 2015). Profitabilitas lazim dipakai untuk mengukur apakah sebuah perusahaan berhasil dalam menjalankan kegiatan usahanya.

Tabel 1.1

Perkembangan Laba Bersih

Beberapa Bank Umum Swasta Nasional Devisa (dalam miliar Rupiah)

Nama Bank 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Bank Bukopin,Tbk 493 741 835 952 673 964

Bank Central Asia, Tbk 8.479 10.818 11.718 14.256 16.512 18.036 Bank CIMB Niaga, Tbk 2.562 3.176 4.249 4.296 2.343 427 Bank Danamon Indonesia,Tbk 2.984 3.402 4.117 4.159 2.683 2.469 Bank Mega, Tbk 952 1.073 1.377 525 568 1.053

Sumber:

Tabel 1.1 menunjukkan bahwa perkembangan laba bersih pada beberapa Bank Umum Swasta Nasional Devisa selama tahun 2010-2015 mengalami fluktuasi. Bank Central Asia,Tbk memiliki laba bersih tertinggi dan cenderung meningkat setiap tahun mencapai Rp18.036 miliar pada tahun 2015. Sementara itu Bank Bukopin,Tbk, Bank CIMB Niaga,Tbk dan Bank Danamon Indonesia,Tbk cenderung mengalami peningkatan laba bersih sampai 2013, namun mengalami penurunan tahun 2014. Tahun 2015 nampaknya merupakan tahun yang baik bagi Bank Bukopin,Tbk dan Bank Mega, Tbk dengan nilai laba bersih yang meningkat masing-masing Rp964 miliar dan Rp1.053 miliar. Tetapi tidak untuk Bank CIMB Niaga,Tbk yang pada tahun 2015 mengalami penurunan signifikan dari tahun sebelumnya menjadi Rp427 miliar.

Kinerja profitabilitas dapat ditunjukkan oleh beberapa indikator. Salah

satu indikator tersebut adalah Return on Asset (ROA). Menurut PBI No.

6/10/PBI/2004 pasal 4 ayat (4) tentang sistem penilaian tingkat kesehatan bank umum, bank diharuskan menggunakan rasio ROA untuk mengukur profitabilitasnya. Menurut Bank Indonesia, ROA digunakan untuk mengukur

6

kemampuan bank dalam menggunakan aset yang dimilikinya untuk menghasilkan laba kotor.

ROA merupakan salah satu rasio profitabilitas yang dapat mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari aktiva yang digunakan. Semakin besar ROA menunjukan kinerja perusahaan semakin baik (Taswan, 2010:167). ROA penting bagi bank karena ROA digunakan untuk mengukur efektivitas bank dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. Semakin besar ROA menunjukkan kinerja keuangan yang semakin baik, karena tingkat kembalian (return) semakin besar. Apabila ROA meningkat, berarti profitabilitas perusahaan meningkat sehingga dampak akhirnya adalah peningkatan profitabilitas yang dinikmati oleh pemegang saham (Dewi, et al,2015).

Untuk selanjutnya dalam penelitian ini digunakan Return on Asset (ROA) sebagai variabel dependen. Sementara itu, variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan

(NPL), Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO), Net Interest Margin (NIM), dan Loan to Deposit Ratio (LDR).

CAR merupakan rasio kecukupan modal yang menunjukkan kemampuan bank dalam mempertahankan modal yang mencukupi. Rasio NPL menunjukkan kemampuan bank dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank. BOPO merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan operasional. Rasio NIM digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam

mengelola aktiva produktifnya untuk menghasilkan pendapatan bunga bersih. Dan LDR merupakan rasio kredit yang diberikan terhadap dana pihak ketiga.

Menurut Oktavianus (2016) CAR, LDR, NPL dan NIM secara simultan berpengaruh tehadap Profitabilitas (ROA). Sementara itu menurut Dewi, et al (2015) CAR, NPL dan NIM berpengaruh tehadap Profitabilitas (ROA) sedangkan LDR tidak berpengaruh terhadap Profitabilitas (ROA). Penelitian Adityantoro dan Rahardjo (2013) menyatakan bahwa CAR, NPL, LDR dan BOPO berpengaruh terhadap Profitabilitas (ROA) sementara NIM, Firm Size, dan Status Perusahaan tidak berpengaruh terhadap Profitabilitas (ROA). Oleh karena itu, perlu diuji kembali konsistensi dari variabel-variabel tersebut dalam mempengaruhi profitabilitas bank.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang akan dituangkan dalam sebuah karya tulis ilmiah berbentuk skripsi dengan judul “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Profitabilitas pada Bank Umum Swasta Nasional Devisa di Indonesia”.

Dokumen terkait