• Tidak ada hasil yang ditemukan

Latar Sosial Budaya

Dalam dokumen makalah folklore persepsi pengobatan dal (Halaman 113-118)

harapan manusia (kepada Tuhan) untuk sembuh dan sehat atas penderitaan yang dialam

2.3 Konteks Penuturan

2.3.2 Konteks Budaya 1 Lokas

2.3.2.3 Latar Sosial Budaya

Latar sosial budaya dalam penuturan jampi raheut berkaitan dengan unsur- unsur kebudayaan masyarakat setempat. Unsur-unsur kebudayaan yang akan dibahas berkaitan dengan jampi raheut adalah unsur-unsur budaya yang bersifat universal. Unsur-unsur budaya tersebut ialah unsur-unsur kebudayaa yang pasti ada di setiap tempat (Koentjaraningrat, 1990:7). Adapun unsur-unsur kebudayaan yang dimaksud yaitu, (1). Bahasa, (2). Sistem teknologi, (3). Sistem mata pencaharian atau ekonomi, (4). Organisasi sosial, (5). Sistem pengetahuan, (6). Religi, dan (7). Kesenian. Berikut ini akan diuraikan mengenai unsur-unsur kebudayaan tersebut yang berada di lokasi penuturan jampi raheut.

2.3.2.3.1 Sistem Religi

Menurut data potensi dan perkembangan Desa/Kelurahan tahun 2010, sistem Religi/agama yang ada Desa Cileunyi Wetan adalah agama Islam dengan

jumlah pemeluk 25.584 jiwa, agama Kristen dengan jumlah pemeluk 30 orang, agama Khatolik dengan jumlah pemeluk 15 orang, agama Hindu dengan jumlah pemeluk 8 orang, dan agama Budha dengan jumlah pemeluk sebanyak 6 orang. Sementara dari 9752 jiwa penduduk kampung Sekejengkol RW 14 terdata 9752 jiwa merupakan pemeluk agama Islam. Satu mesjid sederhana berdiri kokoh menjadi simbol paling nyata kekokohan masyarakat kampung Sekejengkol ini terhadap agama Islam. Warga masyarakat kampung Sekejengkol ini sangat dekat dengan masjid karena selain sebagai tempat ibadah, mesjid juga di gunakan sebagai tempat bermusyawarah .

Kegiatan keagamaan yang menjadi agenda tahunan yaitu perayaan hari mulud, perayaannya jatuh pada setiap tanggal 12 Rabiul Awal dalam penanggalan

Hijriyah. Pada perayaan ini digelar acara lomba mengaji, pidato, ceramah, hafalan ayat suci Al-Qur’an, dan penampilan tari-tarian yang dibawakan anak-anak dari usia lima tahun sampai tujuh belas tahun. Moment ini juga sebagai penentuan anak-anak naik tingkat atau tidanya dalam membaca Al-Qur’an serta pengumuman untuk anak terpandai dan terrajin.

2.3.2.3.2 Sistem Organisasi Masyarakat

Sistem organisasi yang ada di Desa Cileunyi Wetan ini adalah sistem organisasi yang sudah modern. Berdasarkan sumber dari potensi dan perkembangan desa/kelurahan tahun 2010 tercatat ada 23 unit organisasi Rukun Warga, 121 unit organisasi Rukun Tetangga, 1 unit organisasi keagamaan, 2 unit organisasi perempuan, 23 unit organisasi kelompok gotong royong, dan 11 unit organisasi yayasan.

Lebih spesifik lagi, di Kampung Sekejengkol RW 14 ini ada pula organisasi karang taruna dan organisasi kesenian reak. Sebelumnya masyarakat Kampung Sekejengkol juga mengenal sistem organisasi tradisional, tapi sudah ditinggalkan hampir 30 tahun yang lalu.

Sistem pengetahuan yang dimiliki masyarakat Kampung Sekejengkol ini tidak hanya sebatas pada pengetahuan pengobatan, tapi juga menguasai pengetahuan tentang botani, bertani, mengolah makanan, merawat tubuh. Salah satu contoh pengetahuan botani yang di miliki masyarakat kampung Sekejengkol adalah cara memilih bibit, cara menanam padi, cara merawat padi, cara menanam singkong dll. Cara mengolah sawah yang masih tradisional dari mulai menabur benih sampai panen masih menggunakan alat-alat tradisional seperti kerbau untuk membajak, etem untuk memotong padi, batu untuk memisahkan bulir padi dengan tangkainya. Kenapa masih menggunakan kerbau, jika di lihat dari sisi ekonomi dan sisi lokasi memang sangat tidak mendukung hadirnya traktor karena pendapatan masyarakat dari bertani tidak seberapa dan lokasi sawahnyapun hanya 50 KM dan terletak diantara bukit.

Masyarakatpun tidak hanya mengetahui sebatas pengetahuan yang diajarkan secara turun-temurun, mereka juga mengetahui pengetahuan keilmuan lain yang mereka dapatkan dari sekolah, dari penyuluhan, juga dari program pemerintah seperti cara menanam jamur, cara menjahit, cara menyulam dll.

Pengetahuan modern tidak menghilangkan pengetahuan tradisional, tetapi saling melengkapi. Salah satu contoh akulturasi pengetahuan ini adalah penggunaan rice cooker. Meskipun sebagian masyarakat menggunakan rice cooker, tetapi kegiatan ngakeul masih di lakukan juga. Adnya kompor gas tapi memiliki juga hawu ‘tungku’.

2.3.2.3.4 Sistem Mata Pencaharian/ Ekonomi

Tercatat pada buku potensi dan perkembangan desa/kelurahan tahun 2010, mata pencaharian pokok penduduk Desa Cileunyi Wetan adalah sebagai petani sebanyak 840 orang, buruh tani sebanyak 270 orang, PNS sebayak 480 orang, pengrajin industri sebanyak 490 orang, pedagang sebayak 505 orang, peternak

sebanyak 750 orang, montir sebayak 24 orang, TNI sebanyak 215 orang, dokter sebanyak 6 orang, ojek sebanyak 600 orang, montir sebayak 24 orang, bidan sebayak 12 orang, penjahit sebanyak 12 orang, dosen sebanyak 16 orang, dan jasa pengobatan alternatif sebanyak 2 orang.

Lebih spesifik lagi sebagian besar penduduk di kampung Sekejengkol RW 14 adalah petani. Menanam padi, jagung, singkong, umbi-umbian, sayuran, cabe, tomat, dsb. Sesuai dengan musim. Seiring perkembangan zaman, kini generasi muda lebih memilih untuk bekerja di pabrik-pabrik tekstil. Ada pula yang mendirikan pabrik(masih skala industri rumahan) pengolahan berbagai umbi- umbian menjadi keripik dan sistik. Pemasarannya pun tidak hanya di daerah sekitar, tapi sudah keluar kota. bahkan banyak pelancong yang sengaja membeli produk olahan umbi-umbian langsung dari pabrik pengolahan di kampung Sekejengkol. Olahan dari umbi-umbian tidak hanya keripik, tapi ada juga olahan lain yaitu ‘peuyeum’ tape yang terbuat dari singkong ataupun dari ketan. Olahan ini biasanya dijajahkan dari kampung ke kampung.

Tidak hanya mengandalkan cocok tanam, warga kampung pun beternak sapi, kambing, bebek dan ayam. Kambing dan sapi menjadi salah satu hewan yang paling banyak diternakkan, yang menjadi faktor banyaknya warga kampung memilih beternak kambing adalah melimpahnya limbah singkong yang tidak terpakai seperti daun dan kulitnya, daun dan kulit tersebut bisa dijadikan pakan kambing warga kampung.

Mengolah lempung menjadi bata juga menjadi mata pencaharian sebagian warga. Walaupun masih dalam skala rumahan, produksi bata kampung Sekejengkol ini memiliki kwalitas super. Alam memang sumber rezeki bagi warga kampung Sekejengkol.

Dengan demikian masyarakat yang bekerja dibidang agraris sekitar 60 %, pegawai industri 35 %, pegawai negeri sipil 3 % dan yang bekerja di bidang jasa 2 %.

2.3.2.3.5 Sistem Teknologi / Peralatan

Masyarakat di lokasi penuturan jampi raheut sudah mengenal dan menggunakan teknologi. Teknologi yang digunakan berupa teknologi tradisional dan teknologi modern. Teknologi tradisional yang masih digunakan adalah penggunaan alat-alat tradisional rumah tangga. Pada umumnya masyarakat di sana memasak menggunakan tungku. Alat-ala masak pun masih berupa boboko, aseupan, nyiru, seeng dan barang-barang lokal lainnya. Dalam kegiatan pertanian, petani juga masih menggunakan alat-alat bajak dan kerbau untuk membajak sawah. Alat-alat yang digunakan ketika panen pun masih menggunakan etem

yaitu pisau pemotong tanggkai padi sehingga padi yang dipanen dalam bentuk

ranggeuyan, kemudian menggunakan arit, cangkul, garu, dan alat-alat pertanian lainnya.

Masyarakat juga sudah tidak asing lagi dengan teknologi modern. Hal ini terlihat dari keberadaan listrik sejak tahun 1993. Selain itu masyarakat juga sudah menggunakan saluran komunaksi berupa telepon genggam. Sebagian masyarakat juga sudah menggunakan peralatan elektronik, misalnya televisi dilengkapi denga parabola. Sebagian masyarakat di Kampung Sekejengkol juga sudah mengenal dan menggunakan internet. Masyarakat pengguna internet ini adalah masyarakat yang masih terbilang muda dan memeroleh pendidikan di sekolah menengah.

2.3.2.3.6 Bahasa

Bahasa yang digunakan sehari-hari oleh masyarakat di lokasi penuturan jampi

raheut adalah Bahasa Sunda ragam biasa. Selain bahasa Sunda, masyarakat juga mengenal Bahasa Indonesia yang memang diajarkan di sekolah dan sedikit pengetahuan mengenai bahasa asing, yaitu bahasa Arab dan bahasa Inggris. Pengetahuan bahasa asing ini diperoleh oleh penduduk yang masih muda dan mengenyam pendidikan sekolah menengah. Pengetahua bahasa Arab juga diperoleh dari pesantren karena umumnya, anak-anak di Kampung Sekejengkol diikutsertakan pada pendidikan pesantren. Pesantren-pesantren yang biasanya

dipilih adalah pesantren tradisonal yang mengajarkan ilmu Fikih dan ilmu Nahu Saraf, yaitu ilmu tentang tata Bahasa Arab.

2.3.2.3.7 Kesenian

Kampung Sekejengkol RW 14 ini sangat kaya akan keseniannya. Penduduk asli Kampung Sekejengkol hampir seluruhnya piawai bermain seni. Ada juru sinden, juru alok, penari jaipongan, penabuh alat-alat gamelan, juru sawer dan juru kidung. Namun sayang sampai belum terbentuk grup yang memfasilitasi mereka. Mereka hanya ikut bermain jika diminta oleh grup dari luar yang sudah punya nama. Salah satu yang sedang berkembang adalah kesenian reak, setelah hampir 30 tahun hilang dan terlupakan akibat perabotan tabuh yang rusak dan tak ada generasi penerus, kini kesenian reak mulai dirintis kembali oleh penerus generasi ke tiga. Kesenian reak ini dipadukan dengan sisingaan dan para penari. Kesenian reak ini bisa dipertunjukan untuk acara sundatan, ulang tahun bahkan pernikahan.

Kesenian marawis dan tagonian tidak kalah bersinar dari reak. Kesenian marawis yang digawangi ibu-ibu muda dan remaja ini selalu menjadi penghibur dalam acara keagamaan dan pernikahan khususnya pada malam ngeunyeuk seureuh (upacara pernikahan adat sunda yang dilakukan malam sebelum akad nikah).

kesenian yang sudah mempunyai nama besar juga ada seperti wayang golek padepokan giri pakuan, padepokan ini memberikan pelatihan gratis kepada siapa saja yang ingin belajar menabuh gamelan ataupun bermain wayang.

Dalam dokumen makalah folklore persepsi pengobatan dal (Halaman 113-118)

Dokumen terkait