• Tidak ada hasil yang ditemukan

“Lingkungan perkotaan adalah wujud interaksi antarasubsistem sosial, subsistem alam,

ini. Beberapa pola penggunaan ruang di perkotaan muncul dari kelompok Chicago ini. Tafsiran mengenai tata ruang di perkotaan menurut Ernest Burgess dan Robert Park (1950) menyebutkan bahwa pola kota dengan selalu ada pusatnya yang dilingkari oleh berbagai daerah disebut sebagai concentric.

Pada pertumbuhannya kemudian, kota sebagai lingkungan hidup buatan dapat dilihat sebagai hasil dari proses interaksi antarmanusia dan antara manusia dengan lingkungannya. Kota, sebagai pusat kegiatan dan konsentrasi kehidupan manusia, saat ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Pertumbuhan dan perkembangan penduduk menuntut berbagai sarana dan prasarana untuk mencukupi kebutuhannya. Pembangunan dapat optimal apabila didukung oleh perencanaan yang memadai. Salah satu dampak pembangunan terjadi pada sumber daya alam dan lingkungan. Dampaknya berupa degradasi lingkungan, yang apabila dibiarkan akan merusak lingkungan dan selanjutnya akan menurunkan kualitas lingkungan. Untuk menangani masalah perkotaan ini diperlukan perangkat pengaturan pengelolaan yang memadai, terutama penataan ekologi kota.

B. Problem: Lingkungan Perkotaan

P ara ah li per kotaan sep akat bah wa kota m eru pakan pusat kegiatan ekonomi, sosial, dan budaya manusia. Adapun lingkungan perkotaan adalah wujud interaksi antarasubsistem sosial, subsistem alam, dan subsistem buatan pada suatu wilayah. Sering disebutkan bahwa kota merupakan suatu ekosistem yang berada di dalam makrokosmos. Ekosistem kota merupakan salah satu bentuk lingkungan buatan (man-made environment). Bentuk lain dari lingkungan buatan adalah desa. Disebut lingkungan buatan karena desa terbentuk dari berbagai kegiatan (aktivitas) manusia. Kegiatan manusia tersebut, selain meningkatkan kualitas alam, juga mengakibatkan penurunan kualitas alam (udara, air, dan tanah). Peningkatan suhu iklim mikro, banjir serta erosi merupakan dampak yang diakibatkan oleh kegiatan manusia yang terjadi di kota-kota besar saat ini. Jika tidak diantisipasi dan ditanggulangi, dampak-dampak tersebut akan menyebabkan kerusakan lingkungan yang permanen terhadap suatu kota. tampaknya, saat ini banjir merupakan

salah satu dampak kerusakan permanen, yang terjadi pada beberapa wilayah kota di Indonesia, bahkan dunia.

Semakin meningkatnya kegiatan kota, terutama kegiatan ekonomi, semakin terjadi peningkatan terhadap perpindahan penduduk dari desa ke kota. Kondisi ini meningkatkan penggunaan lahan kota sebagai lahan ekonomi produktif. Akibatnya, lahan sebagai fungsi lindung (hutan kota, hutan lindung, sempadan sungai) semakin berkurang atau semakin tidak diprioritaskan. Padahal, kota merupakan suatu ekosistem, yang harus tetap terjaga keseimbangannya dan mana kerusakan lingkungan kota yang disebabkan oleh kegiatan manusia harus sama dengan upaya perbaikan kerusakan lingkungan kotanya agar kota tersebut tetap berkelanjutan dalam kondisi yang berkualitas.

1. Ekologi Manusia dan Sosial

Pada awalnya ekologi khusus untuk dunia tetumbuhan dan hewan, sehingga ada istilah ekologi tumbuhan dan ekologi hewan. Kemudian, belakangan muncul pula ekologi manusia (human

ecology) yang tugasnya mempelajari hubungan manusia dengan lingkungannya.

Zipf dalam Daldjoeni (1997: 88) menjelaskan bahwa manusia pada satu sisi merupakan makhluk individu dan pada sisi lain sebagai makhluk sosial. Nelissen, seorang Belanda, menyatakan bahwa ekologi yang mempelajari manusia sebagai makhluk disebut ekologi manusia (mens ecologie), sedang ekologi yang mempelajari manusia sebagai makhluk sosial disebut ekologi sosial (sociale ecologie).

Ekologi manusia bertalian dengan biologi, fisiologi, dan ilmu kedokteran, sedangkan ekologi sosial berkaitan dengan sosiologi, geografi, dan biologi. Dalam literatur Amerika memang tidak ada pemisahan antaraekologi manusia dan ekologi sosial karena keduanya disebut human ecology.

Beberapa definisi tentang ekologi sosial dalam Daldjoeni (1997: 89-90), adalah sebagai berikut.

a. Ekologi sosial merupakan studi tentang relasi subsosial antarmanusia. Aspek subsosial masyarakat adalah keseluruhan

nasib sosial yang sama yang tidak dapat diterangkan dari interaksi manusia yang disadari.

b. Ekologi sosial merupakan studi tentang daerah-daerah sosial budaya (culture areas).

c. Ekologi sosial berfungsi menggambarkan sebaran keruangan dari gejala sosial, mirip geografi sosial, sehingga ditelaah para ahlinya dengan banyak kartogram dan diagram, sebagai teknik penggambaran sebaran gejala sosial.

Masarakat manusia dalam ekologi sosial disebut community, yaitu kehidupan bersama yang berdasarkan teritorial, sehingga dapat berupa desa, kota, metropol, benua, bahkan seluruh dunia. Menurut Alihan dalam Daldjoeni (1997: 92) community lebih bersifat alami dan harus dilihat sebagai tata subsosial yang diatur oleh prinsip kompetisi. Akibat kompetisi tersebut, masyarakat membentuk pola keruangan yang konkret dan bersama dengan itu mengalami berbagai proses. Adapun society merupakan tata-subbudaya dalam masyarakat yang diatur oleh komunikasi, konsensus, beragam nilai, norma, konflik, dan tujuan.

Suatu community dalam ekologi sosial dapat dipandang sebagai struktur yang unsur-unsurnya terdiri atas tiga macam, yaitu: populasi (banyaknya manusia), habitat (lingkungan), dan kebutuhan (segala yang dikejar melalui kegiatan hidup). lnteraksi antarketiga unsur tersebut mendorong berfungsinya struktur tersebut dalam arti perkampungan, kota, desa, daerah maupun negeri.

Populasi tidak hanya ditandai oleh banyaknya orang saja, tetapi juga aspek-aspek lain, seperti jenis kelamin, usia, pekerjaan, kepercayaan, pendapatan, kelas sosial, keaslian, kelompok teknik ataupun rasial. Habitat juga tidak selalu dibatasi oleh batas-batas administratif. Habitat dapat merupakan kompleks alami (seperti pegunungan, perawaan, persungaian) ataupun kompleks teknis (seperti jaringan jalan raya, jalan kereta api, dan perpabrikan). Adapun kebutuhan mencakup semua harta budaya materiil yang telah diciptakan oleh manusia dalam hidupnya, seperti fasilitas listrik, air ledeng, gedung sekolah, rumah sakit, pertokoan, dan tempat rekreasi, sport, dan lainnya.

2. Ekologi Kota

Akhir-akhir ini masalah ekologi menjadi perhatian jika dikaitkan dengan persoalan lingkungan dan manusia. Ekologi adalah ilmu yang mempeiajari pengaruh faktor lingkungan terhadap jasad hidup atau suatu ilmu yang mencoba mempelajari hubungan antaramakhluk hidup dan lingkungan tempat mereka hidup, bagaimana kehidupannya, dan mengapa mereka ada di situ. Makhluk hidup terdiri atas tumbuh-tumbuhan, hewan, dan manusia, sedangkan lingkungan adalah sejumlah unsur dan kekuatan di luar organisme yang memengaruhi kehidupan organisme.

Ekologi berasal dari bahasa Yunani (oikos artinya rumah atau tempat hidup). Secara harfiah, ekologi adalah pengkajian hubungan organisme-organisme atau kelompok organisme terhadap lingkungannya (Zoer’ani Djamal Irwan, 2005: 19). Prinsip-prinsip ekologi dapat menerangkan dan mengilhami kita dalam mencari jalan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Saat ini manusia sangat peka dengan masalah lingkungan.

Kaitannya dengan perkotaan, ekologi kota berarti mempelajari lingkungan perkotaan. Mengapa lingkungan kota dipelajari? Dalam situasi seperti sekarang dengan tingkat pertumbuhan kota begitu pesat, maka pola pertumbuhan kota juga terpaksa mengikuti pertumbuhan yang dipengaruhi oleh sosial, ekonomi, dan perdagangan yang begitu kuat. Munculnya bangunan-bangunan fisik mengakibatkan semakin sedikitnya lahan terbuka hijau kota, dan memberi andil terhadap pemanasan temperatur kota.

Kota sebagai lingkungan hidup buatan dapat dilihat sebagai hasil dari proses interaksi antarmanusia dan antara manusia dengan lingkungannya. Saat ini, kota sebagai pusat kegiatan dan konsentrasi kehidupan manusia mengalami perkembangan yang sangat pesat. Pertumbuhan dan perkembangan penduduk menuntut berbagai sarana dan prasarana untuk mencukupi kebutuhannya. Pembangunan dapat optimal apabila didukung oleh perencanaan yang memadai. Salah satu dampak pembangunan terjadi pada sumber daya alam dan lingkungan. Akibat dampak berupa degradasi lingkungan, yang apabila dibiarkan akan merusak lingkungan dan selanjutnya akan menurunkan kualitas lingkungan.

Kota sebagai lingkungan hidup bukan hanya untuk manusia saja, tetapi juga hewan dan tumbuh-tumbuhan serta benda fisik lainnya yang saling terkait serta timbal balik sebagai satu kesatuan sistem ekologi yang sering disebut ekosistem (Sapari Imam, 1993: 37).

Ekologi kota mempunyai pola tertentu, sesuai dengan tujuan penduduknya dalam membina atau membangun kota mereka, seperti ada “kota” di wilayah pantai, kota pegunungan, atau kota yang berada di dataran rendah. Ada pula kota pelabuhan, kota perdagangan, atau kota industri serta kota sebagai pusat rekreasi dan lainnya, tentu mempunyai pola pengaturan tertentu.

Banyaknya fungsi kota tersebut, yang menyebabkan kepadatan aktivitas manusia, baik dari dalam maupun luar, penataan lingkungan kota harus mempertimbangkan pula tentang prinsip ekologi. Oleh karena itu, ekologi kota mempunyai pola tersendiri dengan mempertimbangkan tujuan pembangunan kota tersebut. Sebab lambat laun pendirian kota baru akan menjadi sebuah kota besar yang sangat komplek dengan ragam masalah, maka penataannyapun disesuaikan dengan kebutuhan dan permasalahan yang ada.

Oleh karena itu, dalam rangka mewujudkan ekologi kota, pembangunan perkotaan atau desain perkotaan (urban design) tidak saja harus memenuhi elemen-elemen fisik yang bersifat ekspresif dan suportif yang mendukung terbentuknya struktur visual kota, tetapi juga harus mendukung terciptanya citra lingkungan yang kondusif. Di antara elemen-elemen tersebut adalah sebagai berikut.