• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

B. Komunikasi Politik

3. Marketing Politik

Berbicara mengenai politik pasti tidak akan pernah lepas dari marketing politik. Bagaimanapun juga saat proses komunikasi terjadi di publik, selalu ada pertukaran pasar (exchange market) dan pertukaran nilai (exchange value). Marketing menurut Bruce I. Newman (1999: 3) adalah proses dimana perusahaan memilih customer, menganalisa kebutuhan mereka dan kemudian mengembangkan inovasi produk, advertising, harga dan strategi distribusi dalam basis informasi. Marketing dalam pengertian Bruce bukan dalam pengertian marketing biasa, melainkan produk politik berupa image politisi, platform, pesan politik dan lain-lain yang dikirim ke audiens yang diharapkan menjadi konsumen tepat.18

Marketing sebagai suatu cabang ilmu yang merupakan kontruksi sosial. Banyak sekali institusi (marketing club) dan peneliti yang secara aktif mengembangkan marketing.19 Marketing telah berkembang secara luas dan bukan hanya milik para tatanan akademisi tetapi hampir di setiap aspek aktivitas kehidupan pasti tidak terlepas dari marketing.

Berangkat dari sini, Bagozzi (1974; 1975) melihat bahwa marketing adalah proses yang memungkinkan adanya pertukaran (exchange) antara dua belah pihak atau lebih. Aktivitas marketing akan

18

Gun Gun heryanto. “Handout Perkuliahan Komunikasi Politik”.

19

Firmanzah. Marketing Politik Antara Pemahaman dan Realitas, (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. 2008). h. 133.

selalu ditemui dakam proses pertukaran. Dalam pertukaran terdapat proses hubungan (relation) yang memungkinkan interaksi, dimana dalam prosesnya masing-masing pihak ingin memaksimalkan dan menjamin bahwa kepentingannya sendiri akan terpenuhi. Dalam proses interaksi juga terjadi proses tukar-menukar. Dalam proses ini satu pihak bersedia memberikan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lain. proses tukar- menukar ini melibatkan negoisasi dan tawar-menawar yang merupakan mekanisme untuk mengusahakan maksimalisasi kepentingan masing- masing pihak.

Marketing adalah hubungan dan pertukaran. Selain itu, keberadaan marketing sebagai suatu konsep menjadi penting ketika adanya persaingan. Dimana terdapat dua pihak atau lebih yang berkompetisi

untuk memperebutkan “prestasi” tertentu. Ketika persaingan menjadi

intens, maka pada saat itu juga semakin tinggi kebutuhan akan marketing sebagai alat untuk memenagkan persaingan.20

Seiring dengan gelombang demokratisasi di seluruh dunia konsekuensi yang muncul adalah semakin ditekankannya aspek transparansi dan kebebasan untuk terikat dan mengikat diri dari pada suatu partai politik atau kontestan individu tertentu. Persaingan yang sehat merupakan fenomena yang tidak dapat dihindarkan dalam iklim demokrasi. Untuk dapat memgang kekuasaan, partai politik atau seorang kandidat harus memenangkan pemilihan umum dengan memperoleh suara

20

Firmanzah. Marketing Politik Antara Pemahaman dan Realitas, (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. 2008). h. 137-138.

terbanyak di antara kontestan-kontestan lainnya. Dilepaskannya keberpihakkan kekuatan formal Negara dan institusinya membuat para kontestan harus mampu memenangkan persaingan dalam koridor ketentuan pemilihan umum. Semakin bertambahnya partai politik membuat persaingan semakin tinggi pula.

Masyarakat juga dihadapkan pada lebih banyak alternatif pilihan selama periode pemilihan umum. Kenyataan bahwa suatu partai politik memiliki massa tradisional bukanlah jaminan bahwa massa tradisionalnya itu tidak akan pindah dan migrasi ke partai politik lain. Tuntutan masyarakat akan kinerja partai politik atau seorang kontestan pun menjadi semakin tinggi seiring dengan meningkatnya pilihan yang ada. Masing- masing kontestan harus mampu menunjukan bahwa merekalah yang paling mampu untuk memecahkan permasalahan bangsa dan Negara.21

a. Pemasaran Politik

Dunia politik pada dasarnya terbagi menjadi dua bagian yaitu ada produsen politik dan konsumen politik layaknya dalam dunia bisnis politik pun tidak ada bedanya dalam pasar. Sebagai produsennya adalah partai- partai atau kontestan individu yang menjadi pihak penghasil produk politik, dan masyarakat yang menjadi konsumen politiknya. Dalam dunia marketing sering kita menemukan suatu proses interaksi antara pedagang

21

Firmanzah. Marketing Politik Antara Pemahaman dan Realitas, (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. 2008). h. 143-147.

dan pembeli, proses interaksi tersebut dinamakan proses jual beli atau tawar menawar.

Tujuannya adalah mencari keuntungan sebesar-besarnya. Dalam kaitan dunia politik, para aktor-aktor politik juga melakukan hal yang sama. Tetapi, dinamika konsepnya yang berbeda. Dalam membangun basis massa yang besar hendaknya perlu memperhatikan beberapa aspek dan kultur masyarakat kita yang berbeda-beda. Karena hal itu sangatlah berpengaruh untuk menghindari pailed yang dapat merusak atau menghancurkan konsep politik serta program kerja yang sudah dibangun oleh partai itu sendiri. Dan juga diperlukan penawaran yang dilakukan oleh partai kepada publik dengan terlebih dahulu melakukan survey dan menggaris bawahi bahwa produk yang ditawarkan tersebut hendaknya lebih banyak meyangkut keinginan masyarakat, tujuannya agar program kerja ataupun produk politik tersebut dapat diterima oleh masyarakat secara global.

b. Kampanye Politik

Dalam kehidupan berpolitik, kampanye merupakan sebuah rutinitas penting yang terdapat didalam kehidupan berpolitik pada umumnya. Hal ini disebabkan karena memang didalam mensosialisasikan visi serta misi program partai diperlukan bentuk aplikasi yaitu dengan melakukan kampanye politik. Maka dari itu hendaknya dalam melakukan

kampanye politik harus dilakukan dalam sistem atau penerapan yang terbuka.

Kampanye politik yang dikatakan oleh Arnold Steinberg dalam

bukunya mengatakan bahwa “Kampanye politik adalah suatu sistem terbuka yang berorientasi dengan suprasistem lingkungannya”. Oleh

Karena itu lingkungan politik itu terus berubah-ubah dan tidak menentu, maka organisasi yang melakukan kampanye hendaknya harus terbuka dan tidak tertutup agar dapat hidup langsung serta memenagkan pemilihan.22

Biasanya dalam hal ini, para organisatoris sering melakukan tindak-tanduk kegiatan kampanye politik tersebut. Karena hal ini merupakan bagian dari strategi politik yang tujuannya adalah untuk memenangkan pemilihan partai mereka. Disamping itu pula, orang-orang yang berusaha untuk mengumulkan data dan mencari informasi-informasi yang ada dengan maksud mengangkat dan mensukseskan partai serta para kandidat-kandidatnya dalam hal ini Tim sukses partai. Menganggap bahwa kampanye politik adalah jantung politik dalam pemilihan. Sebab, jika dalam kondisi pemilihan umum misalnya suatu partai dalam mengikuti pemilihan, ketika membaca peta kekuatan partai tersebut didalam kampanyenya gagal. Maka hal itu akan berakibat fatal dan akan menjalar hingga ke tubuh partai itu sendiri. Maka dari itu, konsep kampanye politik haruslah di merger semaksimal mungkin, agar kampanye partai tersebut berhasil dan sukses dalam pemilihan tersebut.

22

Arnold Steinberg. Kampanye Politik Dalam Praktek, (Jakarta : PT. Intermasa, 1981). Cet. ke-1 h. 128

c. Media Massa

Transformasi global yang terjadi di jaman modern seperti sekarang ini, menuntun kita ikut ke dalam konsumen dari praktek teknologi yang serba canggih. Hal ini sering kita lakukan tanpa kita sadari terlebih dahulu, dimana dunia apabila kita telaah secara seksama mengalami perubahan yang cukup signifikan, baik itu untuk kebutuhan hidup kita sehari-hari maupun kegiatan kita dalam dunia kerja. Peran serta media massa dalam mengarahkan dan menemani kita hingga sekarang ini adalah kemajuan yang perlu diacungkan jempol. Hal inilah yang menjadikan semua bentuk informasi dalam proses dinamika kehidupan sangat dibutuhkan publik, baik itu masyarakat apatis, spektator hingga masyarakat gladiator politik yang turun secara aktif dalam kehidupan berpolitik dalam negeri ini. Hal

tersebut disebabkan karena media massa mempunyai dan memiliki “The power of effect” yang dapat mempengaruhi khalayak secara universal.

Arti penting media massa dalam komunikasi politik membuat medan pertempuran dan persaingan politik untuk membentuk opini publik terfokus pada media. Masing-masing partai politik akan terus berusaha tampil dan diliput oleh media massa. Setiap aktivitas partai pasti akan melibatkan media massa. Hal ini dilakukan agar aktivitas mereka dapat disaksikan dan dimengerti oleh masyarakat luas. Masing-masing partai politik akan berusaha mendekati media massa tertentu yang memiliki jangkauan luas dalam masyarakat. Wilayah pertempuran politik tidak hanya terjadi dari image-image politik yang ditampilkan, tetapi juga lobi-

lobi politik dengan media massa. Keberpihakan mereka terhadap suatu partai politik bisa menguntungkan dan merugikan image di mata masyarakat. Menguntungkan, karena masyarakat dapat dengan mudah mengidentifikasi ideologi yang dikeluarkan oleh media massa tersebut. Merugikan, karena hal ini dapat mengurangi bursa pasar mereka. Sementara itu, media massa juga bisa bersikap netral. Dalam hal ini, mereka menerima dan mempublikasikan siapa pun yang dianggap layak untuk dipublikasikan.23

Dari kekuatan yang dimiliki oleh media itulah mengundang para elit-elit politik atau politisi partai sendiri tertarik untuk menggunakan media sebagai sarana politik tersebut. Mereka menilai bahwa media mempunyai kekuatan yang cukup baik untuk mempengaruhi publik agar tertarik dan masuk ke dalam partai yang mereka usung. Dalam pemilihan umum tahun 2009 kemarin misalnya hampir disetiap media massa baik itu media cetak maupun elektronik terdapat banyak sekali kampanye- kampanye politik yang dipajang secara megah dengan memapangkan slogan-slogan atau konsep-konsep politik para kandidat partai.

Media memiliki effek politik dalam suatu kelangsungan sistem politik paling tidak kekuatan media ini bersumber pada tiga hal :

1. Struktural

Bersumber dari kemampuannya menyediakan khalayak bagi para politisi.

23

Firmanzah. Mengelola Partai Politik Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di Era Demokrasi, (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2008). ed. Ke-1. h. 33.

2. Psikologis

Akar psikologis bersumber pada hubungan kepercayaan (creadibility) dan keyakinan yang diperoleh oleh organisasi media dari khalayak. 3. Normatif

Bersumber pada prinsip-prinsip demokrasi mengenai kebebasan menyatakan pendapat.24

Kemampuan untuk membentuk opini publik ini membuat media massa memiliki kekuasaan publik. Paling tidak, media memiliki kekuasaan untuk membawa pesan politik dan membentuk opini publik. Kemampuan ini dapat dijadikan sumber bagi media massa untuk proses tawar-menawar dengan institusi politik. Kesulitan untuk bernegoisasi dengan media massa seringkali terjadi karena ideologi politik tertentu memiliki media sendiri. Tidak jarang juga media massa mengambil sikap independent dan menjadi kekuasaan politik penyeimbang dari kekuataan politik. Dalam hal ini, media massa menjadi kekuatan kritis dan alternatif.

Karena itu, tidak mengherankan kalau kemunculan media massa di Indonesia juga tidak dapat dijelaskan oleh rasionalitas ekonomis saja. Hal ini terkait erat dengan keinginan untuk berkuasa. Ide, gagasan, dan isu politik akan dapat dengan mudah ditransfer dan dikomunikasikan melalui media massa. Hal ini membuat kekuasaan politik tidak hanya ada ditangan

24

partai politik, tetapi juga siapapun yang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi kebijakan publik.25

25

Firmanzah. Mengelola Partai Politik Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di Era Demokrasi, (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2008). ed. Ke-1. h. 30.

Dokumen terkait