• Tidak ada hasil yang ditemukan

Daun kemenyan pada saat ini sudah berguguran semua dan tidak bisa di sige, kulitnya sudah menempel ke batang karena sudah menipis. Dan pada beberapa minggu petani akan melihat pergantian daun pada kemenyan.

9. Marulam (Berganti Daun)

Daun-daun pohon telah selesai berguguran dan berganti dengan daun baru, atau daun muda. Pada saat ini pohon kemenya tidak bisa lagi di sige. Lubang panigean akan tutup

setelah mencapai umur lima-sampai enam tahun. Jika lubang sudah tutup secara utuh maka akan disige lagi pada tempat yang sama

2.2.4. Mangaluak (Mengambil Getah/Panen Getah Kemenyan)

Masyarakat petani kemenyan desa Hutajulu dalam mengelola kemenyan mengenal istilah mangaluak. Mangaluak adalah kegiatan pengambilan getah kemenyan setelah petani selesai melakukan panigean pada kulit kemenyan. Magaluak sering disebut petani menggambil hasil atau panen.

Pengambilan getah kemenyan dilakukan dengan menggunakan alat pabbuat (pangarit). Alat yang sama ketika penusukan pada kulit pohon kemenyan. Pabbuait (pangarit) menyerupai parang yang terbuat dari besi sedangkan tangkainya terbuat dari kayu, yang mana ukuranya 10 centi meter. Pabbuat (pangarit) akan mencongkel getah yang menempel dikulit pohon. Setelah kulit yang bergetah tercongkel dan terlepas dari batang maka petani akan memasukkannya ke dalam bakul.

Hampir semua pohon kemenyan tinggi, sehingga untuk mendapatkan getah harus dipanjat oleh petani kemenyan. Untuk mempermudah petani memanjat pohon kemenyan petani harus menggunakan sebuah tali yang disebut tali polang. Tali polang adalah tali yang terbuat dari ijuk atau riman yang panjangnya bisa mencapai sembilan sampai dua belas meter. Untuk bisa memanjat dengan menggunakan tali polang, tali tersebut harus dikat dengan dua buah gaul yang terbuat dari kayu yang sudah ringan. Gual tersebut harus diikat di kedua ujung tali polang. Untuk memakai gual tersebut pada batang pohon kemenyan maka gual harus diletakkan dan diikat pada dibatang pohon kemenyan. ketika gual sudh ikat dibatang kemenyan maka petani akan mulai bisa memanjatnya dan ketika petani ingin memanjatnya ke atas lagi petani bisa mengangkat tali dengan tangan kiri memegang satu gual sedangkan

tangan kanan akan diatas gual satu lagi yang diikat petani, dengan berdiri diatas gual inilah petani akan mengerjakan pohon kemenyan.

Apabila petani hendak memanjat gual yang satunya lagi yang telah diikat diujung tali polang akan dipasang sesuai dengan cara memasang gual yang pertama. Demikian pula bila petani masih akan memanjat ke tempat yang lebih tinggi maka gual yang petama akan dibuka sementara patani sudah berdiri digual kedua atau yang terakhir dipasang. Untuk membuka gual yang pertama petani cukup menayun-ayunkan tali sesuai dengan arah lilitan tali yang diikat pada gual. Demikianlah seterusnya apabila petani hendak memanjat ke tempat yang lebih tinggi lagi.

Tali dililitkan ke gual sepanjang empat kali lilitan dan kepada lilitan ketiga disisikan tali kebawah kira-kira 40 cm tali membentuk huruf U dan untuk membentuk tali yang tersisa itu supaya kokoh maka dililitkan sekali lagi biar dapat menahan berat badan petani. Hal ini dilakukan petani supaya bisa mencapai gual diatasnya yang baru dipasang tadi karena gual dipasang sejajar kepala atau diatas kepala, maka petani harus mengunakan alat pembantu untuk mencapai gual yang baru di pasang pada batang pohon. Apabila petani berdiri di gual pertama dan hendak naik ke gual kedua maka terlebih dahulu diinjak tali sisanya tadi, baru naik ke gual yang kedua karena bila dari gual pertama petani langsung naik ke gual kedua tanpa alat bantu maka kaki mereka tidak akan mampu meraih gual kedua.

foto 7 Dan 8 : Pengambilan Getah (Gota) Sumber : Dokumentasi Pribadi

2.3. Penjualan/Pemasaran Getah Kemenyan.

Hasil akhir pohon kemenyan yang dijual petani adalah getahnya. Getah yang baik untuk dijual harus kering karena hal itu dapat mempengaruhi harga jual kemenyan. Jika kemenyan yang belum kering dijual maka harga dari getah tersebut akan berkurang dari harga pasaran, demikian pula sebaliknya. Petani menjual getah kemenyanya langsung kepada penggumpul yang berada di desa dan ada juga yang menjual ke toke yang datang dari kota Doloksanggul. Doloksanggul adalah ibukota dari kabupaten Humbang Hasundutan dan sekaligus menjadi pusat pasar tradisional daerah ini atau sering disebut dengan Onan.

Petani kemenyan pulang dari hutan pada hari jumat atau kamis dengan membawa getah kemenyannya. Pada hari itu biasanya sudah ada para penggumpul desa menunggu petani ditempat persinggahan petani. Penggumpul tingkat desa yang menunggu petani adalah petani kemenyan yang berperangkap menjadi seorang penggumpul getah. Penjualan getah kemenyan dilakukan petani ada di tiga tempat yaitu di tengah jalan, di rumah dan di pasar (onan). Bila petani menjual getah kemenyan ditengah jalan umumnya karena petani sangat membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan pangan atau kebutuhan hidup lainnya. Tetapi

ketika petani membawa getah kemenyan ke rumah atau ke onan berarti keperluan uang bagi petani pada saat itu tidak mendesak.

Petani juga bisa mengumpulkan getah kemenyan di rumah dalam beberapa minggu sebelum dijual, getah tersebut akan dijual petani ketika sewaktu-waktu jika ada kebutuhan mendesak seperti uang sekolah anak-anaknya dan keperluan yang lainnya. Penjualan getah kemenyan tersebut bisa dijual pada penggumpul tingkat desa atau ke toke yang datang dari kota atau langsung membawa getah ke onan. Dengan kata lain bahwa kemenyan yang dikumpulkan dirumah itu berfungsi juga sebagai tabungan bagi sipetani.

Penjualan getah ke onan secara langsung memang jarang dilakukan petani karena banyaknya penggumpul tingkat desa. Petani memilih menjual getah ke pasar (onan) karena di pasar petani bisa bertemu dengan banyak toke dan berharap harga lebih mahal dibandingkan dengan harga tingkat desa. Di samping itu petani juga dapat memanfaatkan hasil penjualan untuk membeli keperluan rumah tangga saat itu juga. Hal tersebut telah direncanakan petani sebelumnya yaitu, memilih menjual di pasar.

Getah yang diperoleh petani dari pohon kemenyan ada tiga jenis macam getah. Petani biasanya akan membedakan jenis getah ini ketika saat penjualan getah. Jenis getah tersebut adalah gota disukkapi (getah nomor satu kasar), barbar (getah nomor dua kasar yang ada abunya) dan tahir (getah nomor tiga yang sudah banyak abunya).

1. Gota Sidukkapi (Getah Nomor Satu Kasar)

Getah nomor satu kasar lebih mahal daripada getah nomor dua kasar yang ada abunya, karena getah nomor satu ketika dijual tidak akan dicampur dengan jenis getah lainnya. Getah ini didapatkan petani ketika pencokelan pertama di kulit kemenyan setelah selesai melakukan panigean.

Dokumen terkait