• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat)

DAFTAR LAMPIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Hutan

2.5. Masyarakat Adat

Keberadaan masyarakat adat hampir tersebar di semua daerah dan Negara termasuk Indonesia. Menurut Sangaji dalam Ningrat (2004) masyarakat adat merupakan kelompok masyarakat yang memilki asal-usul leluhur secara turun- temurun di wilayah geografis tertentu serta memiliki sistem nilai, ideologi, ekonomi, politik, budaya, sosial dan wilayah sendiri. Pengertian ini juga serupa dengan apa yang dikemukakan Durning dalam Mitchell yang dikutip oleh Ansaka (2006) yang menyebutkan lima definisi masyarakat adat, antara lain 1) merupakan penduduk asli suatu daerah yang kemudian dihuni oleh sekelompok masyarakat dari luar yang lebih kuat, 2) sekelompok orang yang memiliki bahasa, tradisi, budaya, dan agama yang berbeda dengan kelompok yang lebih dominan, 3) selalu diasosiasikan dengan beberapa tipe kondisi ekonomi masyarakat, 4) merupakan masyarakat pemburu, nomadik, peladang berpindah, dan 5) masyarakat dengan hubungan sosial yang menekankan pada kelompok, pengambil keputusan melalui kesepakatan serta pengelolaan sumberdaya secara kelompok.

Masyarakat adat kasepuhan juga termasuk masyarakat tradisional, seperti yang dikemukakan oleh Suhandi dalam Ningrat (2004) yang mencirikan masyarakat tradisional sebagai berikut:

18 1. Hubungan atau ikatan masyarakat desa dengan tanah sangat erat

2. Sikap hidup dan tingkah laku yang magis religius 3. Adanya kehidupan gotong royong

4. Memegang tradisi dengan kuat 5. Menghormati para sesepuh

6. Kepercayaan pada pimpinan lokal dan tradisional 7. Organisasi kemasyarakatan yang relatif statis 8. Tingginya nilai sosial

Menurut pengertian di atas, Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi yang mengidentifikasikan diri mereka menjadi masyarakat adat memang termasuk dalam kriteria yang sudah dijelaskan. Seperti yang dipaparkan oleh salah satu tokoh adat kasepuhan yang mendefinisikan Masyarakat Kasepuhan sebagai suatu kelompok masyarakat yang mempunyai asal-usul sejarah yang jelas, berdiam di suatu wilayah geografis tertentu, mempunyai sistem, budaya, politik, sosial, ekonomi, hukum adat, tata nilai, kelembagaan, warga adat, perangkat adat, dan peradilan adat.

2.6. Persepsi

Ma’rat (1981) dalam Zulfarina (2003) mendefinisikan persepsi sebagai proses pengamatan seseorang yang berasal dari komponen kognisi yang dipengaruhi oleh faktor-faktor pengalaman, proses belajar, cakrawala dan pengetahuannya. Manusia mengamati suatu objek psikologik ini dapat berupa kejadian, ide atau situasi tertentu.

Adapun persepsi dalam pengertian psikologi menurut Sarwono (1999) adalah proses pencarian informasi untuk dipahami. Alat untuk memperoleh

19 informasi tersebut adalah penginderaan (penglihatan, pendengaran, peraba, dan sebagainya). Adapun alat untuk memahaminya, yaitu kesadaran kognisi. Dalam persepsi sosial ada dua hal yang ingin diketahui, yaitu keadaan dan perasaan orang lain saat ini, di tempat ini komunikasi non lisan (kontak mata, busana, gerak tubuh dan lain sebagainya) atau lisan dan kondisi yang lebih permanen yang ada di balik segala yang tampak saat ini (niat, sifat, motivasi dan sebagainya) yang diperkirakan menjadi penyebab kondisi saat ini. Selanjutnya, perlu diperhatikan bahwa berbeda dari persepsi pada umumnya, persepsi sosial sangat menggantungkan diri pada komunikasi. Persepsi seseorang tentang sesuatu sangat tergantung pada komunikasi yang terjadi antara keduanya.

Adapun perbedaan persepsi antara satu orang dengan orang lainnya disebabkan oleh lima faktor. Kelima faktor tersebut antara lain: (1) Perhatian (rangsangan yang ada di sekitar kita tidak ditangkap sekaligus, tetapi hanya difokuskan pada beberapa objek saja. Perbedaan fokus antara satu orang dengan orang lainnya akan menyebabkan perbedaan persepsi); (2) Set (harapan seseorang akan rangsangan yang akan timbul misalnya seorang pelari siap di garis start terdapat set bahwa akan terdengar pistol di saat ia harus berlari; (3) Kebutuhan (kebutuhan-kebutuhan sesaat atau yang menetap akan mempengaruhi persepsi orang tersebut; (4) Sistem nilai seperti adat istiadat, kepercayaan yang berlaku dalam suatu masyarakat berpengaruh pula terhadap persepsi; dan (5) Ciri kepribadian misalnya: watak, karakter dan kebiasaan yang mempegaruhi pula persepsi.

Adapun menurut Gandadiputera (1983) dalam Illahi (2000), persepsi masyarakat terhadap lingkungan dipengaruhi oleh faktor ekonomi, sosial, budaya

20 dan pendidikan. Pengetahuan hasil proses belajar sebelumnya, aktivitas dan pengalaman individu mempengaruhi persepsinya terhadap sesuatu atau stimulus yang diharapkan

Informasi yang sampai kepada seseorang menyebabkan individu yang bersangkutan membentuk persepsi, dimulai dengan pemilihan atau penyaringannya, kemudian informasi yang masuk tersebut disusun menjadi satu kesatuan yang bermakna, dan akhirnya terjadilah interpretasi pengalaman masa silam yang memegang peranan penting (Asangari 1984 dalam Zulfarina 2003)

2.7. Pendapatan Usahatani

Menurut Soekartawi (2002), usahatani adalah setiap kombinasi yang tersusun (organisasi) dari alam, tenaga kerja dan modal yang ditujukan untuk produksi di lapangan pertanian. Usahatani terdiri dari empat unsur pokok yaitu tanah, tenaga kerja, modal, serta pengelolaan. Usahatani memiliki dua tujuan yaitu memaksimumkan keuntungan atau meminimumkan biaya. Memaksimumkan keuntungan adalah bagaimana mengalokasikan sumberdaya dengan jumlah tertentu seefisien mungkin, untuk memperoleh keuntungan maksimum, sedangkan konsep meminimumkan biaya berarti bagaimana menekan biaya produksi pada tingkat sekecil-kecilnya dalam suatu proses produksi.

Secara umum pendapatan usahatani adalah penerimaan-penerimaan usahatani dikurangi biaya-biaya yang dikeluarkan (Soekartawi, 1986). Pendapatan dapat pula diartikan sebagai balas jasa dari kerjasama faktor-faktor produksi. Balas jasa yang diterima faktor-faktor produksi dihitung untuk jangka waktu tertentu. Jangka waktu tersebut dapat dipilih misalnya satu musim atau satu tahun.

21 Berkaitan dengan ukuran pendapatan dan keuntungan, Soekartawi et al (1986) mengemukakan beberapa definisi yaitu:

1. Penerimaan tunai usahatani (farm receipt) merupakan nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani.

2. Pengeluaran usahatani (farm payment) merupakan jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani.

3. Pendapatan tunai usahatani (farm net cash flow) merupakan selisih antara penerimaan tunai usahatani dan pengeluaran tunai usahatani.

4. Penerimaan kotor usahatani (gross return) merupakan total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual.

5. Pengeluaran total usahatani (total farm expenses) merupakan nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan dalam produksi termasuk biaya-biaya yang diperhitungkan.

6. Pendapatan bersih usahatani (net farm income) merupakan selisih antara penerimaan kotor usahatani dan pengeluaran total usahatani.

Analisa pendapatan usahatani mempunyai kegunaan bagi petani maupun pemilik faktor produksi. Terdapat dua tujuan utama dalam analisis pendapatan yaitu dapat menggambarkan keadaan sekarang dan keadaan yang akan datang dari perencanaan usahatani. Analisis pendapatan berguna untuk mengukur apakah kegiatan usahatani pada saat ini berhasil atau tidak. Suatu usahatani dikatakan sukses apabila pendapatannya memenuhi syarat sebagai berikut (Soekartawi, 2002) :

22 1. Cukup untuk membayar semua pembelian sarana produksi termasuk biaya angkut dan biaya administrasi yang mungkin melekat pada pembelian tersebut.

2. Cukup untuk membayar bunga modal yang ditanamkan termasuk pembayaran sewa tanah dan pembayaran dana depresiasi

3. Cukup untuk membayar upah tenaga kerja yang disewa

Pendapatan usahatani mempunyai fungsi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan memberikan kepuasan bagi petani untuk melanjutkan kegiatannya sehari-hari dan memberikan kepuasan bagi petani utnuk melanjutkan kegiatannya (Soekartawi, 2002). Dengan demikian, pendapatan usahatani yang didapat akan dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan cara penggunaannya menentukan taraf hidup petani.

2.8. Penelitian Terdahulu

Dari hasil penelitian Suharni (2010) yang berjudul “ Studi Sosial Ekonomi dan Persepsi Masyarakat Terhadap Rencana Pembangunan Hutan Tanaman Pola Kemitraan (HTPK) PT Arara Abadi Provinsi Riau” didapatkan bahwa kondisi sosial ekonomi masyarakat Desa Lubuk Keranji Timur Riau sebelum adanya rencana pembangunan hutan tanaman pola kemitraan (HTPK) pada umumnya adalah baik. Rata-rata pendapatan per kapita masyarakat desa lebih tinggi dari nilai standar garis kemiskinan Sajogyo (Rp. 2.240.000). Hubungan sosial antara masyarakat desa sekitar Hutan Tanaman Pola Kemitraan (HTPK) dan perusahaan secara umum juga berjalan dengan baik. Persepsi Responden terhadap keberadaan Hutan Tanaman Pola Kemitraan (HTPK) menurut skala Likert adalah sedang. Artinya, masyarakat masih ragu untuk menjalankan kemitraan bersama

23 perusahaan karena belum ada sosialisasi lebih lanjut mengenai keberadaan HTPK maupun rencana pembangunan HTPK bersama masyarakat. Sedangkan persepsi terhadap keberadaan hutan secara umum dapat memberikan manfaat yang nyata bagi kehidupan masyarakat. Penelitian ini tidak mengkaji pendapatan masyarakat sebelum rencana pembangunan HTPK dan perkiraan pendapatan setelah adanya pembangunan HTPK.

Adapun Nurhaeni (2009) dalam penelitian yang berjudul “Implikasi Penunjukan Areal Konservasi terhadap Pengelolaan Hutan dan Luas Lahan. Studi Kasus Taman Nasional Gunung Halimun Salak Desa Cirompang, Kec.Sobang, Kab.Lebak, Jawa Barat” mengemukakan bahwa Aksesibilitas masyarakat terhadap hutan saat ini memang terbilang lemah. Masyarakat tidak lagi melakukan penebangan pohon untuk keperluan sehari-hari. Masyarakat hanya menanami lahan garapannya dengan buah-buahan serta tidak mengkonversikannya menjadi areal persawahan. Luas lahan garapan di Desa Cirompang mengalami penurunan akibat penunjukan areal konservasi di lahan garapan mereka. Hal ini berimplikasi terhadap penurunan pendapatan Masyarakat Desa Cirompang.

Amandha (2006) melakukan penelitian yang berjudul “Perubahan Pemanfaatan Hasil Hutan Akibat Perluasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Studi Kasus di Desa Ciasihan, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor”. Berdasarkan hasil penelitian tertutupnya akses masyarakat ke hutan menyebabkan menurunnya tingkat pendapatan masyarakat Desa Ciasihan dimana setelah penutupan akses sebesar 33,33% memiliki tingkat pendapatan antara Rp 500.000– Rp 800.000; 30% memiliki tingkat pendapatan antara Rp 250.000-Rp 500.000; dan 16,67% memiliki tingkat pendapatan > Rp 1.200.000.

24 Aprianto (2008) melakukan penelitian yang berjudul “Komparasi Tradisional Masyarakat Adat Kasepuhan Cibedug Dengan Aturan Formal Pengelolaan Taman Nasional Gunung Halimun Salak”. Berdasarkan hasil penelitian, kearifan tradisional masyarakat adat membagi pengelolaan hutan atas perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan hutan. Masyarakat Kasepuhan membagi hutan atas hutan tutupan, hutan titipan, dan hutan garapan. Pengelolaan hutan dengan memanfaatkan kearifan tradisional merupakan bentuk pengelolaan hutan yang bijak. Permasalahan adanya masyarakat adat dalam Taman Nasional adalah bagaimana memperlakukan masyarakat adat secara terintregasi dalam pengelolaan Taman Nasional. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan pengelolaan hutan oleh Masyarakat Kasepuhan dengan pihak TNGHS. Perbedaan tersebut terjadi dalam pengelolaan hutan di lahan garapan. Masyarakat Kasepuhan membersihkan hutan untuk digunakan sebagai lahan garapan dengan membakar dan menebang kayu. Kayu yang ditebang digunakan untuk kebutuhan membangun rumah dan kayu bakar. Kegiatan ini bagi Masyarakat Adat merupakan adat-istiadat. Tetapi Pihak TNGHS menganggap kegiatan tersebut melanggar hukum konservasi.

2.9. Kebaruan Penelitian

Penelitian ini memiliki persamaan dan juga kebaruan dibandingkan penelitian Suharni (2010), Nurhaeni (2009) dan Amandha (2006). Persamaan penelitian ini dengan penelitian Suharni (2010) yaitu dalam penggunaan metode analisis pendapatan dan analisis persepsi, sedangkan perbedaannya terletak pada rumusan masalah dan kajian pendapatan, dimana penelitian Suharni (2010) menganalisis dampak rencana pembangunan HTPK (Hutan Tanaman Pola

25 Kemitraan) terhadap kondisi sosial ekonomi. Adapun penelitian ini menganalisis dampak perluasan kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) terhadap kondisi sosial ekonomi. Selain itu, Penelitian Suharni (2010) hanya mengkaji pendapatan sebelum rencana pembangunan HTPK. Adapun penelitian ini mengkaji pendapatan sebelum dan sesudah perluasan kawasan TNGHS.

Adapun penelitian Nurhaeni (2009) menganalisis implikasi penunjukan kawasan konservasi dengan metode analisis deskriptif terkait perubahan akses masyarakat terhadap pengelolaan hutan. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Nurhaeni (2009) yaitu dalam rumusan masalah yaitu mengkaji dampak perluasan kawasan TNGHS. Perbedaan antara penelitian ini dan penelitian Nurhaeni (2009) adalah dalam metode analisis dan pemilihan lokasi.

Adapun penelitian ini dengan penelitian Amandha (2006) memiliki persamaan yaitu rumusan masalah yang mengkaji dampak perluasan kawasan TNGHS. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Amandha (2006) terletak pada analisis pendapatan dan pemilihan objek penelitian. Penelitian Amandha (2006) hanya mengkaji pendapatan masyarakat setelah terjadi perluasan kawasan TNGHS dan objek penelitian yang dipilih adalah masyarakat lokal. Adapun penelitian ini mengkaji pendapatan sebelum dan sesudah perluasan kawasan TNGHS serta objek penelitian yang dipilih adalah masyarakat adat.

Selanjutnya, penelitian Aprianto (2008) mengkaji komparasi kearifan lokal Masyarakat Kasepuhan dengan aturan formal Pihak TNGHS. Adapun penelitian ini mengkaji pendapatan sebelum dan sesudah perluasan kawasan TNGHS. Persamaan dan perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu dapat dilihat pada Tabel 1.

26 Tabel 1. Persamaan dan Perbedaan antara Penelitian “Analisis Dampak Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi dengan Penelitian Sebelumnya

Penelitian Sebelumnya Persamaan Perbedaan

1. Suharni (2010) Metode analisis

pendapatan dan metode analisis persepsi

Rumusan masalah dan pemilihan lokasi 2. Nurhaeni (2009) Rumusan masalah Metode analisis dan

pemilihan lokasi 3. Amandha (2006) Rumusan masalah Metode analisis dan

pemilihan lokasi 4. Aprianto (2006) Objek penelitian Rumusan masalah

Sumber : Penulis (2011)

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini berisi landasan teori yang menjadi dasar dalam menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang diuraikan meliputi konsep dasar dari pendapatan rumah tangga, persepsi, strategi adaptasi kelembagaan lokal sistem pertanian, dampak perluasan TNGHS terhadap kondisi sosial ekonomi. Selain itu, berisi penjelasan mengenai keterkaitan antara keempat tujuan penelitian.

3.1.1. Pendapatan Usahatani

Usahatani adalah sebagian dari kegiatan di permukaan bumi dimana seorang petani, sebuah keluarga atau manajer yang digaji bercocok tanam atau memelihara ternak. Petani yang berusaha tani sebagai suatu cara hidup, melakukan pertanian karena dia seorang petani. Apa yang dilakukan petani ini hanya sekedar memenuhi kebutuhan. Dalam arti petani meluangkan waktu, uang serta dalam mengkombinasikan masukan untuk menciptakan keluaran adalah usahatani yang dipandang sebagai suatu jenis perusahaan (Maxwell, 1974 dalam Soekartawi, 2002). Pengelolaan usahatani yang efisien akan mendatangkan pendapatan yang positif atau suatu keuntungan, usahatani yang tidak efisien akan mendatangkan suatu kerugian. Usahatani yang efisien adalah usahatani yang produktivitasnya tinggi. Penerimaan petani pada dasarnya dibedakan menjadi 2 jenis yaitu :

a. Penerimaan kotor yaitu penerimaan yang berasal dari penjualan hasil produksi usahatani. Perhitungan penerimaan kotor ini diperoleh dari perkalian

28 hasil produksi dengan harga jualnya. Dalam notasi dapat ditulis sebagai berikut :

TR = P.Q

Dimana :

TR = penerimaan kotor (Rp) Q = jumlah produksi (unit) P = harga produksi (Rp/unit)

b. Penerimaan bersih yaitu penerimaan yang berasal dari penjualan hasil produksi usahatani setelah dikurangi biaya total yang dikeluarkan. Dalam notasi dapat dituliskan sebagai berikut :

π = TR – TC Dimana :

Π = pendapatan (Rp) TR = penerimaan kotor (Rp)

TC = Biaya total yang dikeluarkan (Rp)

3.1.2. Persepsi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi terhadap Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS)

Pengetahuan yang terbatas mengenai perluasan kawasan TNGHS menyebabkan persepsi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi terhadap keduanya menjadi berbeda. Persepsi merupakan suatu proses yang dimulai dari penglihatan hingga terbentuk tanggapan yang terjadi dalam diri individu sehingga individu sadar akan segala sesuatu dalam lingkungannya melalui indera-indera yang dimilikinya. Persepsi merupakan proses yang terjadi dalam diri individu yang dimulai dengan diterimanya rangsang, sampai rangsang itu disadari dan dimengerti oleh individu sehingga individu dapat mengenali dirinya sendiri dan keadaan di sekitarnya.

29 Menurut Calhoun dan Acocella (1990), persepsi memiliki tiga dimensi yang menandai konsep diri, yaitu:

1. Pengetahuan merupakan apa yang kita ketahui (atau kita anggap tahu) tentang pribadi lain-wujud lahiriah, perilaku, masa lalu, perasaan, motif dan sebagainya.

2. Pengharapan merupakan gagasan kita tentang orang itu menjadi apa dan mau melakukan apa yang dipadukan dengan gagasan kita tentang seharusnya dia menjadi apa dan melakukan apa.

3. Evaluasi merupakan kesimpulan kita tentang seseorang didasarkan pada bagaimana seseorang (menurut pengetahuan kita tentang mereka) memenuhi pengharapan kita tentang dia.

3.1.3. Strategi Adaptasi Kelembagaan Lokal Sistem Pertanian Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Akibat Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS)

Persepsi masyarakat adat yang berbeda mengenai perluasan kawasan TNGHS mengakibatkan perubahan strategi adaptasi yang dilakukan oleh masyarakat adat terkait dengan kelembagaan lokal sistem pertanian. Studi yang dilakukan oleh Natawijaya et al. (2009) menunjukkan bahwa yang menghambat inisiatif strategi adaptasi adalah kurangnya pengetahuan informasi yang jelas tentang perluasan kawasan TNGHS. Strategi adaptasi yang dilakukan oleh masyarakat adat seringkali berbeda dengan inisiatif pemerintah. Hal ini yang menyebabkan konflik antara pemerintah dengan masyarakat adat. Konflik terjadi karena kurangnya konsultasi strategi adaptasi pemerintah terhadap masyarakat. Selain itu, pemerintah kurang mengkomunikasikan perluasan kawasan TNGHS kepada masyarakat adat. Masyarakat adat menganggap pemerintah telah

30 melakukan tindakan sewenang-wenang tanpa memperdulikan hak masyarakat adat dalam mengelola lingkungan hidup mereka. Perluasan kawasan TNGHS telah merubah kelembagaan lokal yang turun-temurun dilakukan oleh mereka terutama dalam sistem pertanian.

3.1.4. Dampak Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi

Strategi adaptasi yang dilakukan masyarakat adat terkait perluasan kawasan TNGHS mengakibatkan perubahan kelembagaan lokal sistem pertanian mereka. Hal tersebut mengakibatkan perubahan kondisi sosial ekonomi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi. Kondisi ekonomi ditandai dengan perubahan produksipertanian masyarakat adat. Penelitian kali ini untuk mengetahui seberapa besar perubahan produksi pertanian masyarakat adat dan pendapatan masyarakat adat sebagai akibat perluasan kawasan TNGHS.

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Kasepuhan Sinar Resmi merupakan salah satu masyarakat adat yang tinggal di Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Masyarakat adat di Kasepuhan Sinar Resmi disebut sebagai Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi. Sistem pertanian Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi sebagai salah satu kelembagaan lokal telah mengalami perubahan. Informasi dan pengetahuan yang tidak sempurna mengenai perluasan kawasan TNGHS mengakibatkan strategi adaptasi kelembagaan lokal terkait sistem pertanian yang dilakukan Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi mengalami perubahan. Selain itu, perluasan kawasan TNGHS juga mengakibatkan perubahan kondisi sosial ekonomi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi.

31 Kerangka pemikiran operasional dalam penelitian ini merupakan keterkaitan antara tahapan pelaksanaan penelitian dengan tujuan penelitian. Tujuan pertama, kedua, dan ketiga dari penelitian dilakukan melalui metode survei dengan unit analisis rumah tangga masyarakat adat. Kajian mengenai gambaran umum perluasan kawasan TNGHS bertujuan untuk mengetahui secara menyeluruh mengenai perluasan kawasan TNGHS di Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi. Kajian mengenai persepsi masyarakat adat bertujuan untuk mengetahui sejauh mana masyarakat adat memahami perluasan kawasan TNGHS. Kajian mengenai strategi adaptasi kelembagaan lokal sistem pertanian bertujuan untuk mengidentifikasi strategi adaptasi yang dilakukan masyarakat adat akibat perluasan kawasan TNGHS. Strategi tersebut dilihat dari sejauh mana masyarakat adat merespon perluasan TNGHS serta upaya apa saja yang telah dilakukan oleh masyarakat adat untuk mempertahankan kelangsungan sistem pertanian mereka yang sudah turun-temurun.

Tujuan keempat dari penelitian adalah mengetahui kondisi sosial ekonomi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi akibat perluasan kawasan TNGHS. Kondisi ekonomi dikaji dengan mengestimasi perubahan produksi pertanian di Kasepuhan Sinar Resmi. Adapun kondisi sosial dikaji dengan menganalisis hubungan sosial Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi dengan pihak TNGHS terkait dengan konflik yang terjadi akibat perluasan kawasan TNGHS. Selanjutnya dari hasil penelitian dirumuskan rekomendasi bagi para stakeholder dalam mengatasi dampak perluasan kawasan TNGHS. Khususnya, terhadap kelembagaan lokal sistem pertanian. Berdasarkan uraian kerangka pemikiran di atas, maka alur kerangka berpikir terkait dengan rencana penelitian tersaji pada Gambar 1.

32

Sumber : Penulis (2011)

Gambar 1. Diagram Alur Bepikir Isu Perubahan Iklim Perluasan kawasan

TNGHS

Dampak Perluasan Kawasan TNGHS di Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi

1. Gambaran Umum Perluasan Kawasan TNGHS -Analisis deskriptif 2. Persepsi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Mengenai Perluasan Kawasan TNGHS -Analisis persepsi dengan rataan skor 3. Strategi Adaptasi Kelembagaan Lokal Sistem Pertanian Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi -Analisis deskriptif 4. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Akibat Perluasan Kawasan TNGHS -Pendapatan Bersih Total -Analisis Tingkat Kesejahteraan Saran/Implikasi Kebijakan Penebangan liar di Pondok Injuk

IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Pengambilan data untuk keperluan penelitian dilakukan di Kasepuhan Sinar Resmi, Desa Sirna Resmi, Kecamatan Cisolok, Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan Kasepuhan Sinar Resmi merupakan salah satu Kawasan Masyarakat Adat yang terkena dampak perluasan kawasan TNGHS. Selain itu Kasepuhan Sinar Resmi adalah kasepuhan yang terbesar diantara kasepuhan lainnya di Desa Sirna Resmi. Penelitian dilakukan selama empat bulan. Pengambilan data primer dilakukan pada bulan Agustus 2011.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan responden melalui kuesioner. Data primer meliputi data mengenai persepsi, strategi adaptasi kelembagaan lokal sistem pertanian, pendapatan serta data lainnya yang diperlukan dalam penelitian. Data sekunder dikumpulkan melalui studi literatur dari instansi terkait (TNGHS dan Kantor Kepala Desa Sirna Resmi) dan literatur- literatur yang relevan dengan penelitian.

4.3. Metode Pengambilan Contoh

Terdapat dua subjek dalam penelitian ini yaitu informan dan responden. Informan adalah seseorang yang dapat menjelaskan dan memberikan keterangan atau gambaran mengenai dirinya sendiri, keluarga, pihak lain dan lingkungannya.

34 Adapun informan yang diambil adalah instansi terkait dalam penelitian ini seperti Pihak TNGHS, Ketua Kasepuhan Sinar Resmi dan Sekretaris Kasepuhan Sinar Resmi. Banyaknya informan disini tidak dibatasi, akan tetapi informan tersebut sudah memberikan informasi yang relevan dan dapat membantu peneliti dalam menjawab perumusan masalah dalam penelitian ini. Pemilihan informan dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik bola salju (snowball sampling) secara sengaja (purposive).

Penelitian menganalisis responden dengan unit rumahtangga. Hal ini dikarenakan rumahtangga memiliki peran penting dalam pengambilan keputusan dan penentuan pengalokasian sumberdaya. Responden adalah pihak yang dapat memberikan keterangan atau informasi mengenai dirinya sendiri. Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi yang berada disekitar kawasan perluasan TNGHS Desa Sirna Resmi yang mengelola lahan garapan di