• Tidak ada hasil yang ditemukan

Memahami Al-Sunnah dengan Tuntunan Al- Qur’an

PENELITIAN MATAN HADIS KEMAKSUMAN MUHAMMAD SAW

B. Peristiwa Terbukanya Paha Nabi Saw. Saat Berbincang dengan Abū

1) Memahami Al-Sunnah dengan Tuntunan Al- Qur’an

Menurut saya ada kata lain dalam al-Qur’an yang memiliki arti sama dengan arti maksum seperti al-mukhlaṣ. Al-mukhlaṣ maknanya tidak sama dengan

al-mukhliṣ. Menurut Tsaʻlab makna dari al-mukhliṣ/al-mukhliṣīn yaitu orang-orang yang mensucikan hati untuk ibadah karena Allah Swt. semata, adapun makna dari al-mukhlaṣ/al-mukhlaṣīn yaitu orang-orang yang dimurnikan (terpilih) Allah Swt.40 atau orang-orang yang diberi taufik untuk mentaati segala petunjuk Allah Swt.41 sehingga iblis dan anak cucunya tidak dapat mengotori diri mereka dengan dosa, bahkan dapat dikatakan iblis dan anak cucunya pun tidak punya keinginan untuk mendorong mereka ke lubang dosa.

Di tengah-tengah umat manusia ada hamba-hamba Allah Swt. yang tergolong mukhlaṣ dan setan sejak awal penciptaan manusia enggan menyesatkan mereka. Semenjak terusir dari istana surga karena iblis merasa derajatnya lebih

tinggi dari Nabi dam as. sehingga ia enggan untuk bersujud. Kemudian iblis

bersumpah demi keagungan dan kemuliaan Allah Swt. (Allah Swt. memberi ketangguhan kepada iblis) untuk terus berusaha menyesatkan hamba-hamba-Nya hingga waktu yang telah ditentukan (hari kiamat), kecuali hamba-hamba yang

mukhlaṣṬ Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surah ad ayat 82-83:

82 83

40 Ibn Manẓūr, Lis n al-Arab (Beirūt: D r al-Fikr, 1990), Cet. 1, J. 7, 26. 41

82. Iblis menjawab: “Demi kekuasaan Engkau (Allah Swt.), aku akan menyesatkan mereka semuanya. 83. Kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlaṣ di

antara mereka.

Huruf “ba” yang terdapat dalam ( ) sebagai sumpah, bahwa iblis

bersumpah dengan kekuasaan yang Allah Swt. berikan kepadanya untuk menyesatkan manusia kecuali orang-orang yang dimurnikan oleh Allah Swt. maka mereka tidak akan tersentuh oleh rayuan iblis dan yang lainnya.42 Kemudian diperjelas lagi dalam surah al- ijr ayat 39-40, sebagai berikut;

39

40

(39). Iblis berkata: “Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan

bahwa Aku sesat, pasti Aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma'siat) di muka bumi, dan pasti Aku akan menyesatkan mereka semuanya, (40). Kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlaṣ (terpilih) di antara mereka.”

Kata “al-Tazyīn” mempunyai arti al-Taḥsīn yang menjadikan sesuatu terlihat indah/baik padahal itu merupakan keburukan yang bisa mendatangkan murka Allah Swt. (tipu daya iblis) dan iblis menghiasi benteng dengan kesenangan sehingga mengalihkan perhatian dari tugas kewajiban mereka terkecuali orang-orang yang terpilih dan tersucikan (al-Mukhlaṣīn).

Bacaan yang masyhur, seperti N fiʻ, amzah, ʻ im dan al-Kis ʻī, mereka membacanya dengan huruf “lam” dibaca fatḥaḥ, “al-Mukhlaṣīn” yang bermakna orang-orang terpilih dan tersucikan. Adapun seperti Ibn Katsīr, Ibn

ʻ mir, dan AbīʻAmrū, mereka membacanya dengan huruf “lam” dibaca kasrah,

42 Mu ammas usayn al- ab ab ī, al-Mīz n fī Tafsīr al-Qur‟ n (Beirūt: al-Mu assasah al-Aʻlamī lil-Ma būʻ t, 1997), J. 17, 227.

“al-Mukhlaṣīn”yang bermakna orang-orang yang ikhlas dalam berbuat.43

Al-Qur’an menyebut para Nabi dengan sebutan hamba-hamba yang mukhla . misalnya Nabi Yūsuf as., Nabi Mūsá as. dan para Rasul lainnya.

Al-Qur’an menceritakan kisah ketertarikan Zulaykha kepada Nabi Yūsuf as. Dikisahkan bahwa Zulaykha menyiapkan sebuah kamar yang benar-benar tertutup rapat. Sejak awal ia melakukan apa saja demi mendapatkan Nabi Yūsuf as. lalu membujuknya untuk memasuki kamar, dan menutup rapat pintunya sehingga tak ada satu orang pun yang tahu apa yang terjadi di dalamnya. Allah Swt. berfirman dalam surah Yūsuf ayat 24:

“Sungguh, perempuan itu telah bermaksud kepadanya (Yusuf). Dan Yusuf pun bermaksud kepadanya, sekiranya dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, Kami palingkan darinya keburukan dan kekejian. Sungguh, dia (Yusuf) termasuk hamba Kami yang terpilihṬ”

.

Tidak ada keraguan bahwa ayat tersebut mengacu pada keselamatan Nabi Yūsuf as. dari terjadinya kemaksiatan, dan peristiwa tersebut memberikan maksud bahwa Nabi Yusuf terhindar dari perbuatan buruk dan keji karena ia melihat

burh n (anda/bukti)44 dari Tuhannya sehingga Allah Swt. menyelamatkan Nabi Yūsuf as. dari perbuatan buruk dan keji tersebut. Ayat ini sungguh jelas bahwa Allah Swt. menjaga dan menyelamatkan orang-orang terpilih (mukhla ) dari

43 Ibn ʻ syūr, Tafsīr al-Taḥrīr wal-Tanwīr (Tūnis: D r al-Tūnisīyah, 1984), J. 14, 49-51. Lihat juga Mu ammas usayn al- ab ab ī, al-Mīz n fī Tafsīr al-Qur‟ n (Beirūt: al-Mu assasah al-Aʻlamī lil-Ma būʻ t, 1997), J. 12, 163-164.

44Burh n merupakan kekuasaan yang dimaksudkan menjadi berguna untuk meyakinkan hatinya (ilmu yakin) seperti mu’jizat. Ada yang mengatakan arti burh n itu ḥujjah, wahyu ilahi, penjagaan ilahi, dan penglihatan yang memberikan gambaran yang tidak bisa dilihat dengan mata telanjang. Lihat Ibn ʻ syūr, Tafsīr al-Taḥrīr wal-Tanwīr (Tūnis: D r al-Tūnisīyah, 1984), J. 12, 254.

perbuatan buruk dan keji, sehingga mereka tidak berbuat maksiat dan ini dinamakan sebagai al- Iṣmah al-Il hiyah.45

Kemudian Nabi Mūsá as. termasuk Rasul yang mukhlaṣ, sebagaimana firman Allah Swt. dalam surah Maryam ayat 50-51;

50

51

(50). Dan kami (Allah Swt.) anugerahkan kepada mereka sebagian dari rahmat kami dan kami jadikan mereka buah tutur yang baik lagi tinggi.

(51). Dan ceritakanlah (hai Muhammad Swt. kepada mereka), kisah Mūsá

di dalam al-Kitab (al-Qur‟an) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang dipilih dan seorang Rasul dan Nabi.

Ayat di atas menunjukkan adanya pengkhususan yang diberikan kepada Nabi Mūsá as. dengan sebutan al-Mukhlaṣ yang mempunyai dua sisi

keistimewaan diantaranya; Nabi Mūsá as. memurnikan dakwahnya atas perintah

Allah Swt. dan ikhlas memenuhi amanat Allah Swt. Oleh karena itu, Allah Swt.

telah memilih Nabi Mūsá as. dari sebelum diutus dengan wahyu ilahi, maka Nabi Mūsá as. disebut sebagai al-mukhlaṣ yang berarti orang yang dipilih.46 Menurut al- ab ab ī bahwa al-mukhlaṣmerupakan derajat kepatuhan tertinggi.47

2) Menghimpun Hadis-hadis yang Satu Tema.

Terdapat satu jalur periwayatan dalam aḥīḥ Muslim, dan empat periwayatan dalam Musnad A mad b. anbal. Namun, dari kedua Mukharrij

masing-masing terdapat banyak kesamaan dan sedikit perbedaan pada beberapa

45 Mu ammas usayn al- ab ab ī, al-Mīz n fī Tafsīr al-Qur‟ n (Beirūt: al-Mu assasah al-Aʻlamī lil-Ma būʻ t, 1997), J. 11, 130-133. Lihat juga Ibn ʻ syūr, Tafsīr al-Taḥrīr wal-Tanwīr (Tūnis: D r al-Tūnisīyah, 1984), J. 12, 253.

46 Ibn ʻ syūr, Tafsīr al-Taḥrīr wal-Tanwīr (Tūnis: D r al-Tūnisīyah, 1984), J. 16, 127. 47 Mu ammas usayn al- ab ab ī, al-Mīz n fī Tafsīr al-Qur‟ n (Beirūt: al-Mu assasah al-Aʻlamī lil-Ma būʻ t, 1997), J. 14, 62.

penggunaan kata dalam lafadz matan hadis. Namun tidak merubah maksud dari hadis tersebut dan masih dalam satu tema yaitu berbicara mengenai terbuka paha

Muhammad Saw. saat berbincang dengan Abū Bakar dan ʻUmar. Berikut tabel

persamaan dan perbedaan matan hadis:

Mukharrij Jalur 1 Jalur 2 Jalur 3 Jalur 4

Muslim

A mad

Adapun keterangan tabel di atas, pada jalur periwayatan dalam aḥīḥ

Muslim ada terdapat keraguan, bagian kedua paha atau kedua betis yang terbuka. Namun, dari empat jalur periwayatan Aḥmad b. anbal salah satu riwayat (jalur 2) ada yang menjelaskan bahwa yang terbuka itu bagian paha Nabi Saw. dengan tanpa adanya keraguan. Berbeda redaksi matan, dengan lafadz yang digunakan oleh Imam al-Bukh rī dalam kitab aḥīḥ-nya yaitu ( ),

menginformasikan bahwa yang terbuka itu bukan paha ataupun betis tetapi lutut Nabi Saw. yang terbuka pada saat duduk di suatu tempat yang ada airnya. Namun, ketika ʻUtsm n datang, Nabi Saw. segera menutupnya.48