• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERKEBUNAN SAWIT RAKYAT

Pendahuluan

Industri minyak sawit Indonesia dalam beberapa tahun terakhir menjadi salah satu isu yang menarik perhatian masyarakat dunia. Menarik perhatian dunia karena perkembangannya sangat cepat, dan merubah peta persaingan minyak nabati global, serta munculnya berbagai isu sosial, ekonomi dan lingkungan yang terkait dengan industri minyak sawit.

Dalam satu abad, Indonesia telah berkembang menjadi negara produsen minyak sawit dunia, dengan luas 10,4 juta ha, yang terdiri atas Perkebunan Swasta 52 persen, Perkebunan Negara 7 persen dan Perkebunan Rakyat 42 persen.

Pertumbuhan produksi CPO Indonesia yang begitu cepat merubah posisi Indonesia pada pasar minyak sawit dunia. Indonesia berhasil menjadi produsen CPO terbesar dunia (sejak tahun 2006) dan pada tahun 2014 pangsa Indonesia mencapai 53 persen dari produksi CPO dunia.

Sedangkan Malaysia berada diposisi kedua dengan pangsa 33 persen.

Salah satu peran strategis Industri minyak sawit Indonesia adalah sebagai penyelamat defisit neraca perdagangan Indonesia, melalui ekspor CPO yang terus terus meningkat. Tahun 2008 ekspor minyak sawit Indonesia baru mencapai 13.8 juta ton, meningkat menjadi 20.43 juta ton (setara CPO) pada tahun 2014. Disamping itu peningkatan volume ekspor minyak sawit Indonesia juga disertai dengan perubahan dalam komposisi ekspor.

Perkebunan Sawit Rakyat dan Peran Strategisnya di Masa Mendatang 695

telah berhasil memperbaiki komposisi ekspor minyak sawit Indonesia dari dominasi minyak sawit mentah menjadi dominasi minyak sawit olahan. Jika tahun 2008 ekspor minyak sawit Indonesia sekitar 53 persen masih berupa minyak sawit mentah tahun 2014 berubah menjadi 73 persen sudah dalam bentuk minyak sawit olahan.

Peningkatan ekspor minyak sawit Indonesia menghasilkan devisa yang penting bagi perekonomian nasional. Kontribusi ekspor CPO dan produk turunannya sangat penting dan menentukan neraca perdagangan sektor non migas khususnya maupun perekonomian secara keseluruhan. Nilai net ekspor CPO dan produk turunannya mengalami peningkatan yang cepat dari USD 13.8 billion (2008) meningkat menjadi USD 21.1 billion (2014). Jika dilihat net ekspor non migas diluar minyak sawit tampak bahwa kontribusi ekspor minyak sawit sangat menentukan kinerja neraca perdagangan sektor non migas Indonesia.

Peran Perkebunan Sawit Rakyat

Keberhasilan industri minyak sawit di atas, tidak hanya oleh peran perkebunan besar, baik negara maupun swasta, tetapi perkembangan yang pesat tersebut juga tidak terlepas dari dukungan perkebunan sawit rakyat.

Dalam kurun waktu 1911 hingga 1989, industri kelapa sawit Indonesia mengalami pertumbuhan yang relatif lambat. Indonesia membutuhkan 80 tahun untuk mencapai luas 1 juta ha, dan pada selama kurun waktu itu

Perkebunan Negara memiliki proporsi paling besar.

Dalam 20 tahun kemudian, (1990-2008) industri kelapa sawit Indonesia tumbuh secara dramatis dan meningkat 6 kali lipat dari 1.126.677 ha (1990) menjadi 6.611.811 (2008). Kemudian pada tahun 2015 meningkat hampir dua kali lipat dan mencapai 11.444.808 ha (Statistik Perkebunan Indonesia, 2015).

Ekspansi perkebunan kelapa sawit tersebut dipengaruhi oleh permintaan yang cukup besar, baik oleh pasar internasional maupun pasar domestic. Hal ini mencerminkan adanya global excess demand CPO di pasar dunia, yang rata-rata meningkat 8,25 % per tahun, sedangkan di pasar domestik rata-rata meningkat 7,65 % per tahun.

Perkembangan perkebunan sawit Indonesia pada kurun waktu 2000-2015 meningkat sebesar 7.675.679 ha, dari 3.769.809 ha (2000) menjadi 11.445.288 ha (2015) atau bertambah sekitar satu setengah kali lipat.

Peningkatan ini dapat dirinci berdasarkan pola pengusahaan, dimana penambahan luas areal yang terbesar adalah Perkebunan Swasta (50,61 %), diikuti Perkebunan Rakyat (46.25 %), dan Perkebunan Negara sebesar 3.14 %. Sebaran perkembangan perkebunan ini sebagian besar masih berada di Pulau Sumatera 59.17%, diikuti Pulau Kalimantan 36.40%, Sulawesi 3.15%, Maluku dan Papua 1.09% dan Pulau Jawa 0.20% (Gambar 11.1).

Perkebunan Sawit Rakyat dan Peran Strategisnya di Masa Mendatang 697

Gambar 11.1. Sebaran Perkembangan Perkebunan Sawit Rakyat, 2000-2015

Perkembangan Perkebunan Rakyat meningkat paling drastis dari 1.190.154 ha (2010) menjadi 4.739.985 ha (2015) atau hampir 4 kali lipat. Dari gambar di atas, juga dapat ditambahkan, bahwa di Sumatera perkembangan sawit rakyat meningkat 62% dan Perkebunan Swasta dan Negara bertambah 38%, sedangkan di Kalimantan perkembangan sawit rakyat hanya meningkat 21% dan sebagian besar adalah Perkebunan Swasta (76%) dan sisanya Perkebunan Negara 3%.

Perkembangan Perkebunan Rakyat tersebut menunjukkan sebuah perkembangan yang sangat fenomenal, baik dalam perluasan areal maupun kontribusinya terhadap produksi CPO di Indonesia. Secara historis, ekspansi perkebunan kelapa sawit mulai menunjukkan laju pertumbuhan yang cepat setelah pemerintah memperkenalkan model PIR-Bun (1977-1993), kemudian diikuti PIR Trans (1986-1999) dan PIR KKPA 1995-2000. Hal ini menegaskan peran pemerintah

Sumatra 59%

Kalimantan 37%

Sulawesi

3% Maluku&

papua 1%

Jawa 0%

dalam sejarah awal pembangunan sawit rakyat (1977-2000), dan perkembangan yang pesat di atas justru didorong oleh pertumbuhan yang pesat (revolusioner) oleh Petani Sawit Independent.

Hal ini menunjukkan bahwa skema perkembangan perkebunan rakyat di Indonesia secara umum dibagi atas dua skema tersebut, yakni

a. Dukungan Pemerintah:

Petani yang membudidayakan kelapa sawit dengan dukungan langsung dari baik sektor swasta pemerintah atau. Konsep dasar adalah bahwa lembaga pemerintah atau perusahaan perkebunan swasta memberikan bantuan teknis dan masukan benih saham, pupuk dan pestisida, secara kredit, kadang-kadang sebagian disubsidi oleh pemerintah. Mungkin ada kontrak lisan atau tertulis menggambarkan perjanjian dan mungkin termasuk jaminan penjualan, ditambah persyaratan untuk menghitung harga pabrik. Contoh skema petani yang didukung adalah inti - plasma (PIR) di Indonesia. Skema ini juga terdapat di Malaysia (Risda, Felcra, FELDA)

b. Petani Swadaya (Independent smallholders):

Petani yang membudidayakan kelapa sawit tanpa bantuan langsung dari pemerintah atau swasta.

Mereka menjual hasil panen mereka ke pabrik lokal baik secara langsung atau melalui pedagang. Contoh di Malaysia adalah FELDA.

Perkebunan Sawit Rakyat dan Peran Strategisnya di Masa Mendatang 699

Masalah Yang Dihadapi

Sejumlah studi telah banyak dilakukan untuk melihat permasalahan yang dihadapi petani sawit rakyat di sejumlah negara. Potter and Lee (1998); Rist, Feintrenie and Levang (2010); Zen, Barlow and Gondowarsito (2005);

Colchester et al. (2006); Forest Peoples Programme and Sawit Watch (2006); Marti (2008); McCarthy (2009);

Potter (2009); Sirait (2009).

Secara umum, masalah yang dihadapi petani sawit rakyat di Indonesia, antara lain adalah:

a. Status kepemilikan:

Salah satu itu penting saat ini yang meliputi wilayah global, adalah isu keberlanjutan atau sustainability.

Kebijakan ini diimpleemntasikan dengan RSPO – khususnya pasar sawit di Eropa dan ISPO. Salah satu kendala yang dihadapi petani adalah Status kepemilikan lahan. Solusi atas kebijakan ini bisa dilakukan dengan kebijakan yang kuat dari pemerintah, dan keberpihakan kepada petani rakyat, dan menghapus pesyaratan ini untuk mendapatkan sertifikat ISPO/RSPO.

b. Modal:

Saat ini petani sawit rakyat sedang diperhadapkan pada pembangunan siklus kedua (replanting). Modal atau akses untuk mendapatkan kredit menjadi hambatan utama yang dihadapi petani, termasuk kemudahan dalam grace periode, serta tingkat suku bunga yang rendah. Dengan hubungan kemitraan yang didasari kepentingan nasional, maka harusnya hal ini bisa diatasi melalui kerja sama dengan Perusahaan

Swasta sebagai penjamin, atau dengan membentuk Koperasi Petani Sawit Rakyat.

c. Produktivitas yang rendah:

Produktivitas petani sawit rakyat yang rendah terkait degan best management practices, termasuk aspek pemupukan, serta faktor kesalahan dalam memilih bibit yang tidak unggul. Kemitraan dengan swasta serta pembentukan koperasi sawit rakyat serta dukungan pemerintah sangat diperlukan untuk mengatasi hal tersebut.

Di samping itu, politik ekonomi sawit dunia, merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi perkebunan sawit rakyat Indonesia. Dalam kajian yang lebih luas, dampak negatif yang digadapi petani adalah akibat negatif yang disebabkan oleh perang bisnis antar minyak nabati dunia, khususnya persaingan minyak nabati global, khususnya minyak kedele, yang mencoba menahan laju pertumbuhan minyak sawit khususnya di Indonesia, dengan berbagai skenario. Termasuk persaingan antar komoditas di dalam rencana pembangunan pertanian di Indonesia, antara urgensi mengembalikan prioritas tanaman pangan dan berupaya menahan laju pertumbuhan sawit dengan alasan persaingan lahan.

Namun bagi petani, mereka mengambil sebuah keputusan yang rasional. Bila sebuah komoditas masih menguntungkan, maka petani akan melakukan investasi itu, selama masih memberikan keuntungan ekomomi (economic profit) untuk memenuhi hak hak dasarnya untuk memperoleh sumber pendapatan dari usaha yang dikelolanya dengan sumberdaya yang terbatas. Beban

Perkebunan Sawit Rakyat dan Peran Strategisnya di Masa Mendatang 701

pembangunan, seyogyanya bukanlah tanggung jawab petani.

Potensi ekonomi yang begitu besar yang terkandung di dalam perkebunan sawit rakyat ini akan memberikan kontribusi yang sangat besar bagi negara yakni dengan membantu petani mengatasi berbagai kendala di atas.

Untuk itu, keberpihakan kebijakan pemerintah kepada petani sawit rakyat mutlak diperlukan.

Kesimpulan

Perkembangan industri minyak sawit Indonesia mengalami akselerasi setelah model perkebunan kelapa sawit inti rakyat (PIR) berhasil dikembangkan sebagai bentuk sinergi antara petani dengan korporasi.

Pembangunan perkebunan kelapa sawit dengan model PIR tersebut, telah berhasil meningkatkan pangsa sawit rakyat menjadi 42 persen dan diperkirakan akan mencapai 60 persen pada tahun 2020. Selain itu, perkebunan kelapa sawit juga telah berhasil membawa Indonesia menjadi produsen minyak sawit terbesar dunia dan salah satu negara penting dalam minyak nabati dunia.

Industri minyak sawit Indonesia bersifat inklusif baik dalam penyerapan tenaga kerja, memacu pertumbuhan ekonomi daerah pedesaan, dan menurunkan kemiskinan.

Selain inklusif bagi Indonesia industri kelapa sawit juga inklusif secara internasional yakni membagi manfaat ekonomi kepada negara-negara yang mengimpor minyak sawit dari Indonesia.

Perkebunan Sawit Rakyat telah berperan dalam mendorong Indonesia sebagai Produsen dan Eskoprtir CPO terbesar dunia, dan hal ini menjadi salah satu peran strategis Perkebunan Sawit Rakyat, di masa mendatang.

Perkebunan Sawit Rakyat termasuk bagian yang tidak terpisahkan dari sumber perolehan devisa dan termasuk peranannya dalam “feeding the world”.

Tidak hanya menyangkut sudut pandang ekonomi, tetapi lebih dari itu, perkebunan sawit rakyat juga mengangkut soal kedaulatan. Tekanan masyarakat dunia yang anti pada sawit seharusnya tidak harus didera oleh petani sawit rakyat. Indonesia memiliki kedaulatan untuk membangun ekonomi masyarakatnya, termasuk petani sawit.

Di masa mendatang, dengan strategi pembangunan yang tepat, masa depan industri sawit Indonesia akan berada pada perkebunan sawit rakyat. Dimana perkebunan sawit rakyat memiliki peran strategis di masa mendatang. Sejalan dengan itu, maka Perkebunan Sawit Rakyat harus didorong menjadi pelaku kunci (key player) dan saat ini, perhatian semua stakeholder sangat diperlukan, disertai dengan dukungan kebijakan yang kondusif sejalan dengan pembangunan ekonomi Indonesia yang berkerakyatan dan berdaulat.

SUMBER DAYA MANUSIA YANG KREATIF KUNCI