• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONDISI INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI DAN KELEMBAGAAN INDONESIA

5.1 Infrastruktur Transportas

5.1.2. Moda Transportasi Udara

Pada awalnya angkutan udara dipandang sebagai angkutan yang mahal dan hanya digunakan dalam keadaan yang mendesak. Namun kemajuan e-commerce, perkembangan global supply chain, dan segala upaya untuk menurunkan tingkat inventory yang relatif mahal serta memperpendek order cycle time telah merubah hal tersebut. Hal inilah yang kemudian mendorong kenaikan volume angkutan udara akhir-akhir ini. Walaupun dari segi tonase barang yang diangkut melalui moda transportasi udara ini relatif kecil, namun dari segi nilai barang dari tahun ke tahun terus menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Selain waktu tempuh perjalanan yang cepat menjadi keunggulan moda ini dibandingkan dengan moda lainnya, juga sangat mudah diprediksi jadwal kedatangannya karena terbang berdasarkan jadwal yang sudah tertentu. Selain itu moda transportasi udara juga merupakan moda yang relatif cukup seamless dibandingkan moda lainnya sehingga menambah keunggulan moda ini. Namun kelemahannya adalah harga yang relatif tinggi dan keterbatasan kapasitas angkut. Oleh karena itu, moda transportasi udara tidak efisien untuk mengangkut barang-barang yang relatif murah dan volumetric (besar, ringan, dan makan tempat).

Mengingat keterbatasan moda angkutan udara yang hanya mampu mengangkut/mengirim barang-barang dengan volume kecil (karena keterbatasan kapasitas pesawat angkut), relatif tidak terlalu berat dan mempunyai nilai komersial yang tinggi, maka komoditas yang diangkutnya pun relatif terbatas, diantaranya barang-barang elektronik seperti komputer, obat-obatan, barang- barang mudah busuk, majalah, koran, dan barang-barang fashion. Perusahaan produsen biasanya berani membayar mahal karena barang-barang tersebut peka waktu (time delivery) dan membutuhkan pengamanan tinggi selama perjalanan.

Sarana Prasarana

Prasarana angkutan udara berperan penting dalam perdagangan Internasional Indonesia. Direktur Jenderal Perhubungan Udara menetapkan prasarana untuk angkutan udara meliputi :

a. Jumlah bandar udara

b. Realisasi pembangunan fasilitas landaan c. Realisasi pembangunan fasilitas terminal d. Realisasi pembangunan fasilitas banguna e. Fasilitas komunikasi, navigasi dan pengamatan f.Jumlah peralatan keamanan bandara

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan, bandar udara adalah lapangan terbang yang dipergunakan untuk mendarat dan lepas landas pesawat udara, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat kargo dan/atau pos, serta dilengkapi dengan fasilitas keselamatan penerbangan dan sebagai tempat perpindahan antar moda transportasi. Di Indonesia bandar udara dimiliki oleh dua pihak yaitu pemerintah dan swasta atau peruahaan tertentu.

1) Dimiliki oleh Pemerintah,

a. Pemerintah Pusat, yang otoritas pengelolaannya diberikan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu PT. (Persero) Angkasa Pura I dan II; serta bandar udara yang berada dibawah pengawasan Departemen Perhubungan, Dirjen Perhubungan Udara sebagai Unit Pelaksana Teknis;

b. Pemerintah Daerah, pada umumnya bandara yang dimiliki oleh, pemerintah Daerah sudah berkembang untuk kepentingan komersial; c. Bandar Udara Militer.

2) Dimiliki oleh komunitas/perusahaan tertentu, pada umumnya berupa bandar udara kecil (privat airstrips). Kepemilikan bandar udara olehpihak swasta di Indonesia, belum terlalu banyak, biasanya hanyadimiliki oleh perusahaan-perusahaan asing yang beroperasi di wilayah-wilayah terpencil

Indonesia untuk memperlancar sistem pengangkutanperusahaan swasta mereka.

Berdasarkan jenis dan klasifikasinya, bandara dibedakan menjadi tiga yaitu, bandara internasional, domestik, dan bandara perintis. Di Indonesia, tiga jenis bandar udara tersebut berjumlah sebanyak 514 bandara yang tersebar di provinsi di Indonesia. Jumlah bandara terbesar terdapat di Provinsi Papua yang mencapai 202 bandara termasuk bandara perintis dan Papua Barat sebanyak 36 bandara. Moda transportasi udara merupakan alat transportasi utama untuk daerah dengan kondisi alam pegunungan dan kepulauan seperti Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Papua dan Papua Barat. Bandar udara perintis saat ini tidak dikenal di Dirjen Perhubungan Udara karena pengkalsifikasiannya telah diubah (Kementerian Keuangan, 2012).

Untuk bandar udara, yang menjadi skala prioritas adalah mengembangkan dan meningkatkan fasilitas penanganan kargo sebagai hub setidaknya untuk lima bandara internasional, yaitu Jakarta, Surabaya, Medan, Menado, dan Denpasar. Kelima bandara tersebut selain secara infrastruktur sudah relatif cukup baik, juga berperan menjadi pusat-pusat mobilitas orang dan barang yang cukup prospektif.

Berdasarkan World Bank dalam Global Competitivenss Report (2008- 2012) menunjukkan bahwa peringkat kualitas bandara Indonesia terus menurun sejak tahun 2008 sampai saat ini. Walaupun sempat mengalami peningkatan pada tahun 2009 dari 75 menjadi 68, namun kemudian terus menurun pada tahun 2011 menjadi peringkat 80, bahkan pada tahun 2012 ini terus menurun kembali menjadi peringkat 89 dengan skor 4.2.

Tabel 16. Perkembangan Kualitas Infrastruktur Transportasi Udara Indonesia, Tahun 2008-2012 Infrastruktur Indonesia 2008 2009 2010 2011 2012 Infrastruktur Keseluruhan 86 (2.95) 84 (3.20) 82 (3.56) 76 (3.77) 78 (3.75) Infrastruktur Jalan 105 (2.5) 94 (2.9) 84 (3.5) 83 (3.5) 90 (3.4) Infrastruktur Bandara 75 (4.4) 68 (4.7) 69 (4.6) 80 (4.4) 89 (4.2) Sumber : Global Competitiveness Report, World Bank 2008-2012

Berdasarkan panjang landasannya, jumlah bandar udara di Indonesia tahun 2010 adalah sebanyak 219 (Tabel 17). Angka ini tidak termasuk bandar udara perintis yang dikelola oleh perusahaan swasta. Jumlah bandara tersebut telah melayani jutaan penumpang baik dari domestik maupun mancanegara.

Tabel 17. Jumlah Bandara di Indonesia berdasarkan Panjang Landasan, Tahun 2010

Panjang Landasan (m) Tipe Pesawat Jumlah Bandara

< 1800 < B.737 175

1800 < x < 2250 B.737 - F.100 25 2250 < x < 3000 A.330, A.300, B.762 6

> 3000 B.747 10

Total 219

Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, 2010

Infrastruktur lainnya adalah indikator landas pacu dan Gambar 9 menunjukkan bahwa landasan pacu telah mengalami rehabilitasi dan pembangunan. Pembangunan landas pau tertinggi terjadi di tahun 2009 yang mencapai hampir 8 juta m2, dan pembangunan tersebut turun di tahun 2010 menjadi hanya sekitar 1 juta m2. Pembanguan dan rehabilitasi landas pacu ini merupakan salah satu peningkatan kualitas infrastruktur bandara seiring dengan meningkatnya permintaan terhadap angkutan udara.

Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, 2010

Salah satu bagian utama dari bandar udara adalah adanya terminal. Terminal merupakan bangunan utama dengan fasilitas lengkap untuk melayani arus penumpang dan bagasi. Fasilitas lengkap tersebut terdiri dari tempat untuk kedatangan atau keberangkatan penumpang, pengecekan keberangkatan, tempat pemriksaan barang bawaan, ruang tunggu untuk penumpang yang akan berangkat, kantor perusahaan penerbangan, Kantor Bea dan Cukai serta pertokoan.

Semakin berkembangnya industri transportasi udara, maka kebutuhan akan fasilitas terminal semakin tinggi untuk menampung lalu lintas penumpang. Pembangunan terminal di bandar udara dari tahun 2006 mengalami penurunan drastis ke tahun 2007 dan semakin menurun di tahun 2008 sebagai imbas dari adanya krisis di Eropa. Tahun 2009 pembangunan terminal meningkat dan terus naik di tahun 2010. Total luas terminal yang dibangun di tahun 2010 adalah seluas 12 ribu m2 (Gambar 10).

Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, 2010

Gambar 10. Realisasi Pembangunan Fasilitas Terminal Tahun 2006 – 2010 Sejalan dengan pembangunan terminal maka fasilitas bangunan diperlukan untuk mendukung agar bandar udara semakin nyaman dan tidak hanya berfungsi untuk menaikkan dan menurunkan penumpang saja. Realisasi pembanguan dan rehabilitasi fasilitas bangunan secara umum memiliki tren meningkat. Di tahun 2010 pembangunan fasilitas bangunan mencapai 199 ribu

m2dan rehabilitasi seluas 76 ribu m2 (Gambar 11). Pembangunan fasilitas ini mutlak dilaksanakan mengingat pengguna bandar udara semakin meningkat setiap tahunnya.

Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, 2010

Gambar 11. Realisasi Pembangunan Fasilitas Bangunan Tahun 2006 – 2010 Dalam industri jasa transportasi udara, prasarana komunikasi, navigasi dan pengamatan mutlak diperlukan. Peralatan komunikasi digunakan untuk menghubungkan antar stasiun (point to point) maupun antara pilot (pesawat udara) dengan unit Air Traffic Service (ATS). Sedangakan fasilitas navigasi dan pengamatan merupakan prasarana penunjang operasi bandara untuk mendeteksi dan menetahui posisi pesawat serta mmberikan informasi arah dan jarak pesawat. Secara umum, saat ini infrastruktur pelayanan Air Traffic Management (ATM) di Indonesia sudah kuno (obsolete), baik dalam hal teknologi maupun kebutuhan operasional. Teknologi radar pengawasan sekunder (SSR, secondary surveillance radar) mulai digunakan namun perlu dilengkapi dengan konsep operasi yang komprehensif mengenai bagaimana kemampuan pengawasan tersebut dapat dalam digunakan dalam penyediaan layanan ATM. Teknologi Automatic Dependent Surveillance/Broadcast (ADS/B) telah diuji coba tetapi belum diimplementasikan (Martodihardjo, 2011). Oleh karena itu pemerintah telah merencanakan prasarana dengan teknologi yang lebih baik di masa mendatang (Tabel 18). Telekomunikasi penerbangan masa depan menggabungkan semua jaringan melalui ATN (Aeronautical Telecommunication Network). Navigasi penerbangan masa depan adalah navigasi satelit dengan tingkat akurasi yang tepat dalam menentukan posisi dan memiliki jaringan luas.

Tabel 18. Prasarana CNS Konvensional dan CNS/ATM Mendatang

Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, 2010 Industri Transportasi Udara

Pasar jasa transportasi udara semakin meningkat di dunia termasuk di Indonesia. Peningkatan permintaan yang tinggi juga diimbangi dari sisi penawarannya. Di Indonesia sendiri, pada tahun 2013 terdapat 12 perusahaan atau maskapai penerbangan nasional yang melayani jasa penerbangan untuk penumpang maupung barang ke berbagai rute penerbangan baik domestik maupun internasional (Tabel 19).

Tabel 19. Daftar Perusahaan Maskapai Niaga Berjadwal dan Niaga Berjadwal Kargo

No Maskapai Niaga Berjadwal dan Niaga Kargo Berjadwal 1 PT. Garuda Indonesia

2 PT. Merpati Nusantara Airlines 3 PT. Mandala Airlines

4 PT. Metro Batavia 5 PT. Indonesia Airasia 6 PT. Lion Mentari Airlines 7 PT. Wings Abadi Airlines 8 PT. Sriwijaya Air

9 PT. Kal Star Aviation 10 PT. Travel Express Aviation 11 PT. Transnusa Aviation Mandiri 12 PT. Cardig Air (Kargo)

Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, 2013

CNS / ATM Saat ini Mendatang

Komunikasi HF, VHF, AFTN HF/VHF (Data&Voice), SATCOM

Navigasi NDB, DVOR/DME,

ILS, ALS GNS S

Pengamatan PSR, SSR, MSSR

ADS (Automatic Dependent Surveilance) & MSSR Mode S

Manajemen Lalu Lintas

Lalu Lintas Penumpang dan Barang melalui Moda Transportasi Udara Hingga saat ini, transportasi udara telah mengalami perkembangan pesat. Hal tersebut dapat dilihat salah satunya dari meningkatnya lalu lintas penerbangan Luar Negeri Indonesia (Tabel 20). Lalu lintas pesawat baik yang berangkat maupun yang datang mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Tahun 2003 jumlah lalu lintas pesawat sebanyak 41 ribu dan di tahun 2011 telah mencapai hampir 80 ribu unit. Kenaikan lalu lintas pesawat tersebut diiringi dengan kenaikan penumpang, barang, bagasi dan pos serta paket yang diangkut. Jumlah penumpang yang berangkat memiliki angka yang hampir sama yaitu sekitar 4,2 juta di tahun 2003. Angka tersebut kemudian meningkat lebih dari dua kali lipatnya di tahun 2011 mencapai hampir 11 juta. Kenaikan bagasi yang dimuat juga terlihat signifikan, hal ini sejalan dengan kenaikan jumlah penumpang baik yang tiba maupun yang berangkat dengan masing-masing bagasi yang dibawa.

Transportasi udara untuk kargo baik barang maupun pos dan paket juga mengalami kenaikan, akan tetapi tidak sebesar persentase kenaikan jumlah penumpang. Hal ini karena pengangkutan barang melalui pesawat untuk tujuan luar negeri masih relatif lebih mahal dibandingkan dengan kapal laut. Secara keseluruhan kenaikan volume barang yang diangkut sejak tahun 2003 sebanyak 130 ton (barang yang dimuat) dan 100 ton (barang yang dibongkar) masing- masing menjadi 178 dan 162 ton di tahun 2011. Begitu pula dengan volume pos dan paket (muat) meningkat dari 475 ton di tahun 2003 menjadi 501 ton di tahun 2011, sedangkan paket (bongkar) meningkat dari 1061 ton menjadi 1197 ton di tahun 2011.

Tabel 20. Lalu Lintas Penerbangan Luar Negeri Indonesia Tahun 2003 - 2011 Deskripsi Unit 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 1. Pesawat Berangkat Unit 41.149 54.481 56.322 56.453 49.406 56.255 62.266 70.201 Datang Unit 41.176 54.233 56.203 55.610 47.971 55.786 61.680 70.011 2. Penumpang Berangkat Orang 4.281.049 5.359.675 5.744.631 5.672.214 6.581.348 7.298.373 8.016.229 9.465.611 Datang Orang 4.214.278 5.380.779 5.812.458 5.748.730 6.552.583 7.303.343 8.068.039 9.559.458 Transit Orang 192.482 212.387 301.269 277.033 236.943 137.241 229.027 219.789 3. Barang Muat Ton 130.323 132.447 135.156 141.676 174.418 169.181 157.904 178.895 Bongkar Ton 100.026 100.094 94.876 107.567 148.450 150.814 133.043 165.554 4. Bagasi Muat Ton 56.529 69.105 74.282 71.226 83.792 90.730 96.713 113.968 Bongkar Ton 71.719 83.363 92.718 96.708 105.785 116.091 122.337 139.954 5. Pos/Paket Muat Ton 475 463 588 789 812 1.297 1.259 1.070 Bongkar Ton 1.061 1.116 1.171 1.696 1.939 1.947 1.974 2.360

Peningkatan jumlah penumpang tersebut tenyata tidak hanya untuk tujuan luar negeri saja. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2013) terlihat bahwa selama sepuluh tahun terakhir telah terjadi kenaikan penumpang untuk keberangkatan domestik sekitar tujuh kali lipat dari 8.6 juta di tahun 2000, menjadi 59 juta di tahun 2011 (Tabel 21).

Tabel 21. Jumlah Keberangkatan Penumpang dan Barang di Indoensia, Tahun 1999-2010

Tahun

Keberangkatan Dalam Negeri K eberangkatan Luar Negeri Penumpang

(000) Barang Penumpang Barang (Ton) (000) (Ton) 1999 7,046 161,033 3,924 165,600 2000 8,654 161,201 4,728 146,340 2001 10,394 164,135 4,675 147,008 2002 13,535 172,336 4,791 156,032 2003 19,286 194,878 4,281 130,323 2004 27,853 275,397 5,360 132,447 2005 29,817 260,354 5,745 135,156 2006 32,687 265,940 5,672 141,676 2007 34,865 297,683 6,581 174,418 2008 36,144 300,170 7,298 169,181 2009 41,691 288,651 8,016 157,904 2010 48,872 375,760 9,466 178,895 2011 59,276 463,507 10,745 178,797

Sumber : PT (Persero) Angkasa Pura I dan II, Kementerian Perhubungan, dan BPS, 2013

Peningkatan jumlah penumpang yang cukup tinggi ini salah satunya disebabkan meningkatnya jumlah penerbangan yang menerapkan Low Cost Carrier (LCC) sehingga semua lapisan masyarakat dapat menggunakan angkutan udara sebagai sarana kegiatan ekonomi. Boomingnya angka kenaikan permintaan terhadap fasilitas angkutan udara di domestik, tidak hanya untuk penumpang saja akan tetapi juga untuk kategori angkutan udara kargo. Volume barang yang diantar menggunakan pesawat mengalami kenaikan 2 kali lipatnya. Di tahun 1999 barang yang diantar menggunakan jasa kargo sebesar 161 ribu ton dan meningkat lebih dari 2 kali lipatnya di tahun 2011 menjadi 463 ribu ton. Kenaikan volume angkutan udara, terutama untuk untuk jenis kargo didorong oleh kemajuan e- commerce, perkembangan global supply chain, dan upaya untuk menurunkan

biaya inventori yang mahal serta memperpendek order cycle time (Dirjen Perhubungan Udara 2010).

Perkembangan pengangkutan kargo tidak sepesat pengangkutan penumpang karena memang pada mulanya pesawat udara hanya digunakan untuk mengangkut penumpang. Akan tetapi, keadaan tersebut tidak menghalangi para perekayasa pesawat udara untuk tetap mengembangkan pesawat-pesawat yang mampu mengangkut kargo sesuai dengan kecenderungan yang terjadi yaitu dengan penggunaan kontainer-kontainer standar (Suriaatmadja 2005).

5.2. Kelembagaan

Lingkungan kelembagaan ditentukan oleh hukum dan kerangka administratif dimana individu, perusahaan, dan pemerintah berinteraksi untuk menghasilkan kesejahteraan. Kualitas institusi memiliki pengaruh yang kuat pada pertumbuhan perdagangan dan daya saing perekonomian suatu negara. Meskipun literatur ekonomi lebih banyak difokuskan terutama pada kelembagaan publik, namun kelembagaan swasta juga merupakan elemen penting dalam proses menciptakan kesejahteraan (World Bank 2012).

Berdasarkan World Bank dalam Global Competitiveness Report (2008- 2012) dan Transparency International (2008-2012), sama halnya dengan kualitas infrastruktur, kualitas kelembagaan Indonesia cenderung berfluktuatif dengan kecenderungan yang menurun. Dari beberapa indikator kelembagaan, terlihat bahwa indikator terkait keamanan dan persepsi korupsi berada pada peringkat paling rendah untuk tahun 2011 dan tahun 2012, yaitu berada pada peringkat lebih dari 100. Sementara indikator yang relatif lebih baik adalah indikator terkait dengan hambatan/efisiensi ijin dan peraturan pemerintah yang berada pada peringkat 44 (tahun 2011) dan 48 (tahun 2012).

Tabel 22. Perkembangan Kualitas Kelembagaan Indonesia, Tahun 2008-2012 Kelembagaan Indonesia 2008 2009 2010 2011 2012 Kualitas Kelembagaan Keseluruhan 68 58 82 76 72 Hambatan/efisiensi peraturan (Burden of Government Regulation) 45 23 36 44 48

Biaya Kejahatan dan Kekerasan (Business Cost of Crime and Violence) 47 62 75 95 121 Kejahatan Terorganisir (Organized Crime) 61 81 96 109 116 Korupsi* 126 111 110 100 118

Sumber : Global Competitiveness Report, World Bank (2008-2012) * : Tranparency International (2008-2012)