• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komoditas jagung mempunyai peran yang sangat strategis, baik dalam sistem ketahanan pangan maupun perannya sebagai penggerak roda ekonomi nasional. Selain perannya sebagai pangan bagi sebagian masyarakat Indonesia, jagung juga berkontribusi terhadap ketersediaan protein karena jagung menjadi bahan baku pakan baik ternak maupun perikanan. Jagung menjadi penarik bagi pertumbuhan industri hulu dan pendorong pertumbuhan industri hilir yang berkontribusi cukup besar pada pertumbuhan ekonomi nasional.

Sekarang ini jagung tidak hanya digunakan sebagai bahan pangan dan pakan saja, tetapi juga digunakan sebagai bahan baku industri lainnya, seperti bahan bakar alternatif (biofuel), polymer dan lain-lain. Permintaan

Direktorat Budidaya Serealia 71 jagung baik untuk industri pangan, pakan, dan kebutuhan industri lainnya dalam lima tahun ke depan diproyeksikan akan terus meningkat seiring dengan terus bertambahnya jumlah penduduk dan juga peningkatan pendapatan dan daya beli masyarakat.

Indonesia mempunyai potensi sangat besar dalam meningkatkan produksi maupun produktivitas jagung. Lahan yang tersedia untuk budidaya jagung sangat luas, persyaratan agroklimat sederhana, teknologi sudah tersedia, sehingga prospek keuntungan bagi pembudidayanya cukup besar.

Peningkatan produksi jagung dalam rangka memenuhi kebutuhan jagung dalam negeri telah dilakukan dengan berbagai upaya antara lain melalui: (1) Peningkatan produktivitas (penerapan teknologi tepat guna spesifik lokasi); (2) Penggunaan varietas unggul bermutu; (3) Pengembangan Optimasi Lahan Mendukung Produksi; (4) Penerapan PTT; (5) Pengamanan produksi dari serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) dan Dampak Perubahan Iklim (DPI); (6) Penanganan pasca panen; (7) Dukungan penelitian dan penyuluhan, dan (8) Menjalin kemitraan dengan stakeholders untuk penguatan modal, bantuan sarana produksi, penanganan pasca panen, dan pemasaran hasil.

Untuk memenuhi kebutuhan jagung dalam negeri yang terus meningkat, pemerintah telah menetapkan sasaran produksi jagung tahun 2015 sebesar 20.313.731 ton pipilan kering (PK). Sasaran tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan pencapaian produksi jagung tahun 2014, dimana berdasarkan Angka Sementara (ASEM) BPS 2014 yaitu sebesar 19.032.677 ton pipilan kering (PK).

Menyikapi hal ini, pemerintah bermaksud untuk meningkatkan luas areal pertanaman jagung yang menggunakan benih unggul bermutu di sejumlah daerah yang potensial. Upaya peningkatan produksi dan produktivitas ini dituangkan dalam kegiatan Pengembangan Optimasi Lahan Mendukung Produksi Jagung Tahun 2015.

Pengembangan Optimasi Lahan Mendukung Produksi Jagung didefinisikan sebagai upaya untuk perluasan areal tanam jagung pada lahan-lahan yang sebelumnya tidak pernah ditanami jagung atau sebelumnya pernah ditanami jagung tetapi kemudian tidak ditanami lagi (peningkatan IP) pada lahan sawah beririgasi, sawah tadah hujan, lahan rawa pasang surut dan rawa lebak, lahan kering, lahan Perhutani dan lain-lain. Upaya Pengembangan Optimasi Lahan Mendukung Produksi Jagung dapat dilakukan melalui langkah sebagai berikut :

72 Direktorat Budidaya Serealia

a. Peningkatan indeks pertanaman pada daerah yang biasanya tidak ada pertanaman jagung menjadi satu kali tanam jagung, dari satu kali pertanaman jagung menjadi dua kali pertanaman jagung, dari dua kali pertanaman jagung menjadi tiga kali pertanaman jagung, pada lahan kering maupun lahan sawah atau lahan lainnya.

b. Pertanaman jagung dengan pola tumpang sari dengan komoditas palawija lainnya.

c. Pembukaan daerah/lahan pertanian baru. Upaya ini dapat dilakukan pada daerah-daerah yang sebelumnya bukan daerah pertanian yang selanjutnya menjadi areal/kawasan pertanian. Misalnya:

- Pembukaan kawasan HPK menjadi kawasan pertanian baru.

- Kawasan Hutan milik Perum Perhutani atau PT. Inhutani yang sedang dilakukan panen atau peremajaan tanaman sehingga bisa dilakukan

penanaman dengan sistem tumpang sari dan diserahkan

pemanfaatannya kepada petani.

- Kawasan perkebunan (BUMN/Swasta) yang sedang dilakukan peremajaan tanaman sehingga bisa dilakukan penanaman dengan sistem tumpang sari dan diserahkan pemanfaatannya kepada petani. - Kawasan UPT Transmigrasi yang belum diserahkan kepada petani. - Tanah Adat/tanah ulayat dan sejenisnya yang sedang tidak

dimanfaatkan untuk pertanaman dan diserahkan pemanfaatannya kepada petani.

- Kawasan HGU yang belum dimanfaatkan untuk pertanaman komoditas utama dan diserahkan pemanfaatannya kepada petani. Lokasi Pelaksanaan Optimasi Lahan mendukung produksi Jagung melalui APBN-P tahun 2015 seluas 1.000.000 ha dilaksanakan di 27 propinsi masing-masing yaitu Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumamtera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I Yogyakarta, Jawa Timur, Banten, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Barat dan Maluku, mencakupi 303 kabupaten/kota.

Dari sasaran awal alokasi Optimasi Lahan seluas 1.000.000 ha menjadi seluas 933.101 ha (sasaran revisi hasil solo).

Sampai dengan minggu ke dua Januari 2015 dari sasaran seluas 935.101 ha, telah tertanam seluas 648.322 ha (69,48%). Data realisasi tanam kegiatan optimasi lahan per bulan per provinsi seperti pada tabel berikut.

Direktorat Budidaya Serealia 73 Tabel 14. Realisasi Tanam Optimasi lahan Tahun 2015

Kendala dalam pelaksanaan kegiatan optimalisasi lahan di lapangan yang terjadi antara lain yaitu :

- Lambatnya penyelesaian penyusunan CPCL sehingga berpengaruh pada proses pengadaan benih;

74 Direktorat Budidaya Serealia

- Perbedaan pemahaman konsep pengembangan optimasi lahan mendukung produksi jagung dengan perluasan areal tanam (PAT) jagung; - Sebagian ULP di daerah belum memahami sistem pengadaan

penunjukan langsung;

- Ditemukan adanya potensi bahwa kegiatan optimasi lahan mendukung produksi jagung tidak akan terserap 100% disebagian daerah seperti Provinsi D.I Yogyakarta, Sulawesi Barat, Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan, Aceh, Jawa Timur, dan Kalimantan Barat dikarenakan terbatasnya sumber daya lahan dan tidak memungkinkan lagi untuk peningkatan IP;

- Disejumlah daerah terjadi mundur tanam dikarenakan lambatnya proses pengadaan benih dan sejumlah daerah mengalami musim kering yang berkepanjangan akibat dampak el nino, bahkan ada yang mundur tanam ke tahun 2016 untuk mengurangi resiko kegagalan.

- Faktor lain yang menghambat pelaksanaan kegiatan yaitu adanya pemisahan anggaran bantuan yaitu pengadaan benih berada di provinsi sementara pengadaan pupuk berada dikabupaten.