BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Motivasi Kerja
II. A.1 Defenisi Motivasi Kerja
Motivasi berasal dari bahasa latin movere yang berarti dorongan atau penggerakan. Secara umum motivasi diartikan sebagai dorongan dan keinginan serta upaya yang muncul dari diri seorang individu untuk melakukan suatu hal.
Robbins dan Judge (2008) mendefinisikan motivasi (motivation) sebagai proses yang menjelaskan intensitas, arah dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya.
Munandar (2001) juga memandang bahwa motivasi sebagai suatu proses dimana kebutuhan-kebutuhan mendorong seseorang untuk melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah pada tercapainya tujuan tertentu. Dengan kata lain, motivasi dapat dipandang sebagai suatu proses yang menjelaskan intensitas, arah dan persistensi dari usaha untuk mencapai tujuan (Robbins, 2003).
Menurut As'ad (2003), motivasi seringkali diartikan dengan istilah dorongan. Dorongan atau tenaga tersebut merupakan gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat sehingga motivasi tersebut merupakan kekuatan yang menggerakkan manusia untuk bertingkah laku dan di dalam perbuatannya itu mempunyai tujuan tertentu.
Hezberg (dalam Davis dan Newstorm 1985) mecetuskan teori dua faktor (dual-factor theory) untuk menjelaskan motivasi. Hezberg dalam dual-factor theory
mebedakan dua jenis kebutuhan yaitu hygine factor, yang termasuk didalamnya adalah kondisi kerja yang dapat memicu terjadinya ketidakpuasan apabila tidak
terpenuhi dan motivator factor yang berasal dari sifat pekerjaan itu sendiri yang dapat menciptakan kepuasan.
Hygine factor adalah kebutuhan yang terdapat di dalam diri seseorang akan kondisi dari lingkungan pekerjaannya, yang jika kebutuhan akan kondisi lingkungan tidak terpenuhi maka dirinya akan mengalami ketidakpuasan di dalam lingkungan pekerjaannya. Hygine factor disebut juga faktor konteks kerja (job context) seperti kondisi kerja dan manfaat yang menyebabkan ketidakpuasan apabila tidak dipenuhi. Yang termasuk ke dalam hygine factor antara lain company policy and administration, supervision, relathionship with supervision, working condition, salary, relathionship with peers, personal life, relathionship with subordinate, job status, job safety.
Motivator factor adalah kebutuhan yang terdapat di dalam diri seseorang yang menuntut untuk dipenuhi sehingga jika terpenuhi akan mendorong tercapainya kepuasan seseorang di dalam pekerjaannya. Motivator factor disebut juga faktor isi pekerjaan (job content) seperti tanggung jawab dan prestasi yang memberikan perasaan puas ketika dipenuhi. Menurut Hezberg hanya orang-orang yang merasa memiliki potensi kepuasan yang mampu mengerahkan motivasi kerjanya secara signifikan. Yang termasuk kedalam motivator factor antara lain: achievement recognition, responsibility, advancement and growth.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan suatu upaya atau dorongan yang dilakukan seseorang untuk menyelesaikan pekerjaan dengan tujuan agar memperoleh peluang seperti prestasi, pengakuan, tanggung jawab dan untuk mengembangkan diri.
II. A. 2 Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Kerja
Menurut Hasibuan (2003) bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi motivasi antara lain:
1. Motivasi Langsung, yaitu motivasi (materiil dan non material) yang diberikan secara langsung kepada setiap individu atau karyawan untuk memenuhi kebutuhan serta kepuasannya. Jadi sifatnya khusus, seperti pujian, pengharaan, tunjangan hari raya, bonus dan bintang jasa.
2. Motivasi Tak Langsung, yaitu motivasi yang diberikan hanya merupakan fasilitas-fasilitas yang mendukung serta menunjang kelancaran kerja/kelancaran tugas sehingga para karyawan betah dan bersemangat melakukan pekerjaan. Misalnya mesin yang baik, ruangan kerja yang terang, suasana kerja dan penempatan yang tepat. Motivasi tak langsung besar pengaruhnya untuk merangsang semangat bekerja karyawan sehingga mereka menjadi produktif.
II. A. 3 Dimensi Motivasi Kerja
Dari teori motivasi yang telah diuraikan sebelumnya, peneliti menggunakan „‟Teori Dua Faktor Hezberg‟‟ untuk mengukur dimensi mana yang lebih sesuai dengan motivasi kerja karyawan yang ada di perusahaan.
Berdasarkan teori Dua Faktor Hezberg, ada dua faktor yang dapat mempengaruhi kondisi pekerjaan seseorang yaitu :
1. Hygine factor : kebutuhan yang terdapat di dalam diri seseorang akan kondisi dari lingkungan pekerjaannya, yang jika kebutuhan akan kondisi lingkungan tidak terpenuhi maka dirinya akan mengalami ketidakpuasan di dalam lingkungan pekerjaannya.
Yang termasuk ke dalam hygine faktor antara lain :
Company policy and administration : merupakan kebutuhan akan kebijakan dan administrasi perusahaan yang adil dan jelas
Supervision : Adanya supervisi yang memadai
Relationship with supervision : keserasian hubungan dengan supervisi Working condition : kondisi pekerjaan yang kondusif
Salary : Gaji atau upah yang layak
Relationship with peers : hubungan yang baik antar pekerja Personal life : adanya penghargaan terhadap kehidupan pribadi
Relationship with subordinates : hubungan yang serasi dengan bawahan Job status : adanya kejelasan status pekerjaan
Job safety : masa depan dari pekerjaan yang dijalani
2. Motivator factor : kebutuhan yang terdapat di dalam diri seseorang yang menuntut untuk dipenuhi sehingga jika terpenuhi akan mendorong tercapainya kepuasan seseorang di dalam pekerjaannya. Menurut Hezberg hanya orang-orang yang merasa memiliki potensi kepuasan yang mampu mengerahkan motivasi kerjanya secara signifikan. Yang termasuk kedalam motivator factor antara lain : Achievement : adanya kesempatan untuk berprestasi
Recognition : adanya pengakuan di dalam lingkungan pekerjaan Responsibility : adanya kesempatan untuk bertanggungjawab
Advancement and Growth : adanya kesempatan untuk berkembang dan mengembangkan diri.
Peneliti menggunakan salah satu dari faktor Hezberg yang dianggap lebih sesuai untuk memotivasi karyawan dalam bekerja. Faktor yang digunakan adalah
motivator factor yang merupakan kebutuhan yang terdapat di dalam diri seseorang yang menuntut untuk dipenuhi sehingga jika terpenuhi akan mendorong tercapainya kepuasan seseorang di dalam pekerjaannya. Alasan peneliti menggunakan motivator factor karena motivator factor lebih sesuai dalam mengukur motivasi kerja karyawan secara utuh di PDAM Tirtauli. Alasan lain karena konsep efektivitas kepemimpinan sangat berkaitan secara langsung antara pemimpin dengan karyawan. Artinya pemimpin dapat dikatakan efektif apabila mampu memotivasi karyawan dan mendorong karyawan untuk melakukan pekerjaan agar ia berprestasi bukan dikarenakan lingkungan pekerjaannya.
II. B Efektivitas Kepemimpinan
II. B. 1 Defenisi Efektivitas Kepemimpinan
Kepemimpinan memegang peranan penting bagi pencapaian efektivitas organisasi. Pemimpin memiliki kapasitas dalam mempengaruhi orang lain untuk berperilaku sesuai denga harapan organisasi. Disamping itu, seorang pemimpin yang memiliki kemampuan merumuskan dan mengertikulasikan visi organisasi akan dapat menentukan efektivitas organisasi di masa depan (Anwar, 2005).
Fiedler (dalam Mardiana, 2003) mengatakan bahwa efektivitas kepemimpinan bergantung pada situasi (situasional), dengan kata lain efektivitas kepemimpinan bergantung pada kecocokan antara perilaku pemimpin dengan tuntutan situasi. Model ini menjelaskan bahwa efektivitas kepemimpinan bergantung pada cocok dan tidaknya kepemimpinan dengan faktor-faktor situasional tersebut. Terdapat tiga variabel kemungkinan yang dapat mendefinisikan faktor situasional utama (kunci) yang menentukan keefektifan kepemimpinan. Ketiga dimensi tersebut antara lain hubungan pemimpin-bawahan, struktur tugas, dan kekuatan posisi pemimpin.
Pada hubungan pemimpin dan bawahan, Hoy dan Miskel (1996) mengungkapkan bahwa hubungan tersebut mencerminkan sampai seberapa jauh para pemimpin diterima dan dihormati oleh anggota kelompok. Kualitas hubungan antara pemimpin dan bawahan ditentukan oleh rasa menerima dari kepribadian pemimpin maupun perilakunya oleh para bawahan. Kualitas ini merupakan penentu utama terhadap penerimaan dari pengaruh-pengaruh yang diberikan oleh pemimpin terhadap bawahannya dalam membangun kepuasan kerja.
Struktur tugas secara operasional adalah prosedur pengoperasian yang standar untuk menyelesaikan tugas atau sampai tingkat mana penugasan pekerjaan diprosedurkan (terstruktur atau tidak terstruktur). Dari hasil penelitiannya bisa dibuktikan bahwa jika struktur tugas yang terstruktur dengan baik akan memberikan situasi yang menguntungkan bagi pemimpin, karena pemimpin akan lebih mudah memonitor dan mempengaruhi perilaku bawahannya pada tugas yang terstruktur tinggi (Mardiana, 2003).
Kekuatan posisi pemimpin merupakan sejauh mana seorang pemimpin untuk mengevaluasi kinerja para bawahan dan mengurus imbalan-imbalan dan hukuman (Yukl, 1998). Semakin besar kekuasaan formal seorang pemimpin untuk memberikan hukuman dan penghargaan maka kontrol pemimpin semakin kuat, dan hal ini membuat situasi semakin menguntungkan.
Mardiana (2003) dan Wijaya (2006) menyatakan beberapa faktor penting situasional yang mempengaruhi keefektivitasan kepemimpinan adalah kualitas hubungan pemimpin-bawahan, tingkat struktur dalam tugas yang akan dikerjakan, dan kekuatan posisi pemimpin.
Menurut Robbin (2006), kepemimpinan merupakan kemampuan memotivasi karyawan, mengatur aktivitas atau tugas individu lain, memilih saluran komunikasi paling efektif atau menyelesaikan konflik diantara anggotanya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa efektivitas kepemimpinan adalah bagaimana pemimpin dapat berperilaku sesuai dengan tuntutan yang ada di dalam organisasi seperti berinteraksi dengan karyawan, memberikan arahan mengenai tugas kepada karyawan, dan menjaga kekuatan posisinya dalam mengevaluasi kinerja karyawan agar tercapainya tujuan organisasi secara efektif.
II. B. 2 Dimensi Efektivitas Kepemimpinan
Fiedler (dalam Robbins, 2006) telah mengidentifikasi tiga dimensi yang dapat menentukan keefektifitasan kepemimpinan. Ketiga dimensi tersebut adalah :
1. Hubungan pemimpin-bawahan
Hubungan pemimpin dengan bawahan menunjukkan sejauh mana seorang pemimpin mendapatkan dukungan dan loyalitas daripada bawahan dan hubungan dengan para bawahan itu bersahabat dan saling membantu ( Yukl, 1998).
2. Struktur tugas
Pada struktur tugas terdapat prosedur pengoperasian standar untuk menyelesaikan tugas dan indikator obyektif tentang seberapa baik tugas itu dikerjakan. Struktur tugas yang tinggi akan memberikan kontribusi pada situasi yang menguntungkan pemimpin karena pemimpin akan lebih mudah memonitor dan memepengaruhi perilaku bawahannya pada tugas yang berstruktur tinggi. Sedangkan tugas yang tidak terstruktur akan memberikan kontribusi yang tidak menguntungkan pemimpin, sehingga kemampuan pemimpin untuk mengontrol bawahannya rendah. 3. Kekuatan posisi pemimpin
Pada kekuatan posisi pemimpin terdapat tingkat wewenang pemimpin terdapat tingkat wewenang pemimpin untuk mengevaluasi pelaksanaan kerja bawahan, memberikan penghargaan, promosi, hukuman, dan demosi. Semakin besar kekuasaan formal seorang pemimpin untuk memberikan hukuman dan penghargaan, semakin kuat kontrol pemimpin, dan hal ini membuat situasi semakin menguntungkan.
II.B.3. Dampak Efektivitas Kepemimpinan
Menurut Bader (2001) efektivitas kepemimpinan yang diterapkan di suatu organisasi memiliki dampak seperti:
1. Komunikasi antara pemimpin dan bawahan
Komunikasi yang baik di dalam organisasi mampu memperkuat peran pemimpin didalam organisasi dan membawa dampak yang positif antara pemimpin dan bawahan, didalam mencapai tujuan bersama .
2. Komitmen kerja
Efektivitas yang ditunjukan oleh pemimpin dpaat membuat karayawan lebih berkomitmen didalam tugas dan tangung jawab mereka.
3. Kepuasan kerja
Di katakan bahwa kepuasan kerja yang didapat oleh karyawan diakibatkan karena adanya kenyamanan dan kepemimpinan yang efektif.
4. Motivasi kerja
Pemimpin yang efektif mampu meningkatkan semangat kerja karyawan untuk mencapai tujuan bersama,karena adanya dukungan dari pemimpin.
5. Kenyaman kerja
Pemimpin yang efektif juga mampu membuat karyawan nyaman dalam menyelesaikan tugas yang diberikan oleh pemimpin.
6. Keamanan (secure)
Pemimpin yang efektif mampu menciptakan keadaan yang membuat karyawan menjadi aman (secure) didalam organisasi,karena pemimpin mampu mnyesuaikan sikapnya sebagai pemimpin dengan kondisi yang ada
II. B. 4 Peranan Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan proses yang melibatkan berbagai dimensi akan dapat menghasilkan berbagai kondisi yang merugikan atau menguntungkan organisasi. Hal ini ditegaskan oleh Stoner (dalam Prabowo, 2005) yang berpendapat bahwa terdapat tiga aspek dalam kepemimpinan yaitu pembagian kekuasaan yang tidak sama antara pemimpin dengan yang dipimpin, penggunaan segala bentuk kekuasaan untuk mempengaruhi anak buah yang prosesnya melibatkan orang lain.
Peranan pemimpin atau kepemimpinan dalam organisasi atau perusahaan ada tiga, yaitu seperti yang dikemukakan oleh Siagian (dalam Brahmasari, 2008) berikut : 1. Peranan yang bersifat interpersonal
Peranan yang bersifat interpersonal mengandung arti bahwa seorang pemimpin dalam perusahaan atau organisasi merupakan simbol keberadaan organisasi, pemimpin tersebut bertanggung jawab untuk memotivasi dan memberikan arahan kepada bawahan dan seorang pemimpin mempunyai peran sebagai penghubung.
Peranan yang bersifat informasional mengandung arti bahwa seorang pemimpin dalam organisasi bersifat pemberi, penerima, penganalisis informasi
3. Peranan pengambilan keputusan
Peranan pengambilan keputusan mempunyai arti bahwa pemimpin mempunyai peran sebagai penentu kebijakan yang akan diambil, yaitu berupa strategi-strategi bisnis yang mampu untuk mengembangkan inovasi, mengambil peluang atau kesempatan bernegoiasi dan menjalankan usaha secara konsisten.