• Tidak ada hasil yang ditemukan

Muatan Materi Peraturan Daerah

BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RU-ANG

B. Muatan Materi Peraturan Daerah

1. Maksud dibentuknya Peraturan Daerah

Maksud dibentuknya Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Tentang Pembangunan Perdesaan adalah sebagai solusi atas berbagai permasalahan yang muncul pasa diundangkannya Undang-Undang Desa. Pasca diundangkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan beberapa turunan peraturan lainnya, Desa telah bertarnsformasi dari pelaksana tugas pembantuan Pemerintah Daerah di Desa menjadi penanggungjawab kegiatan. Konsekuensi dari transformasi ini adalah bahwa Desa saat ini menjadi pengelola dan penanggung jawab kegiatan-kegiatan lokal berskala Desa. Konsekuensi yang lain Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten wajib mengalokasikan sejumlah dana kepada Desa sebagai bagian dari pelaksanaan pembangunan. Dana yang ditransfer dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjadi tanggungjawab penuh Pemerintah Desa dalam pengelolaannya. Kondisi ini berbeda dengan wewenang

53 Desa sebelumnya yang bersifat pembantuan. Tanggungjawab dan pengelolaan dana di Desa menjadi wewenangnya Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai sumber pembiayaan yang diperoleh.

Konsekuensi sebagai pengelola dan penanggungjawab kegiatan dan pendanaan oleh desa berimplikasi secara langsung kepada hal-hal yang bersifat administratif maupun politis. Beberapa hal yang bersifat administratif adalah pertama, penanggugjawab kegiatan dan pembiayaannya diserahkan kepada Pemerintah Desa. Ini artinya Pemerintah Desa mempunyai kewajiban menyampaikan laporan dan pertanggungjawaban semua dana yang bersumber dari keuangan negara (Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten) sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku terkait dengan pengelolaan keuangan negara. Dalam konteks ini, Pemerintah Desa relatif belum terbiasa dengan sistem administrasi keuangan negara yang berbasis akuntansi standar pemerintahan. Ketersediaan sumberdaya manusia, perangkat teknis dan fasilitas pendukung, dan tradisi pelaporan keuangan berbasis sistem administrasi standar menadi isu-isu penting sekaligus menjadi persoalan dalam pembangunan desa pada wilayah administrasi.

Persoalan kedua dalam wilayah administrasi adalah prosedur-prosedur standar sebagai bagian dari penerjemahan wewenang dan tanggungjawab secara kelembagaan. Praktik desa selama ini berpusat kepada Kepala Desa sebagai pemimpin politik. Pembangunan yang berpusat kepada Kepala Desa sangat mendasarkan kepada indikator-indikator subyektif yang secara administratif tidak bisa dijelaskan prosedurnya. Dengan demikian maka proses dan hasil-hasil pembangunan tidak bisa terukur secara jelas dan menimbulkan persoalan terhadap perencanaan pembangunan Desa yang kurang sistematif. Dalam isu ini, beberapa persoalan yang muncul adalah ketiadaan dukungan dokumentasi, proses administrasi yang tidak terstandar secara baku, dan wewenang – tanggungjawab yang sporadis atau tidak terdistribusi secara organik.

Ketiga, dukungan dokumentasi atas setiap

kebijakan-kebijakan strategis dan teknis tidak terlaksana secara baik. Kondisi ini tentu memberikan persoalan ketika Desa akan mengembangkan pembangunan yang lebih

54 sistematis di mana hasil evaluasi pembangunan pada periode sebelumnya penting. Namun karena tidak didukung oleh dokumentasi yang baik, proses evaluasi ini menjadi tidak berdasar. Selain itu, proses pembangunan yang sedang berjalan menjadi tidak terstandar secara baku karena ketersediaan dokumen yang dibutuhkan tidak komplit.

Secara politis, persoalan pembangunan perdesaan memiliki persoalan yang bisa diidentifikasi, yaitu pertama,

partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa baik dari sisi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Selama ini, Musrenbang sebagai forum perencanaan pembangunan di tingkat Desa cenderung mengalami penurunan minat. Hal ini terjadi karena pengalaman hasil-hasil Musrenbang tidak memiliki legitimasi untuk diakomodasi dalam penganggaran. Artinya warga yang secara serius telah mencoba merumuskan dalam Musrenbang seringkali tidak ada gunanya pada saat proses penganggaran tidak mengakomodasinya. Karena proses seperti ini berlangsung pada waktu yang cukup lama muncul kecederungan sikap- sikap yang mengarah kepada bentuk frustrasi sosial. Pasca UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, Pemerintah Desa wajib menyelenggarakan Musrenbang untuk meyerap aspirasi warganya. Musrenbang menjadi strategis mengingat Pemerintah Desa saat ini memiliki alokasi yang relatif cukup untuk mengakomodasi aspirasi warganya dalam Musrenbang. Kecenderungan menurunnya minat warga terlibat dalam Musrenbang menjadi persoalan tersendiri.

Persoalan politis kedua adalah ketersediaan dana yang relatif besar di Desa memberi dilema tersendiri bagi Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam mengembangkan skema kontribusi dalam mempercepat pembangunan Desa. Hal ini karena ada beberapa hal yang kemudian terdefinisikan sebagai kewenangan desa dan kewenangan pemerintah lain di Desa. Secara detile, kewenangan Desa menjadi hak otoritatif Desa dalam pengelolaannya. Dengan demikian maka pemerintah lain berkontribusi dalam pembangunan Desa pada wilayah yang tidak menjadi kewenangan Desa berskala lokal. Pemilahan ini semata-mata untuk menghindari adanya tumpang tindih. Namun realitas di kabupaten Cilacap, ketersediaan dana yang dikelola Desa tidak cukup apabila digunakan untuk membiayai semua kegiatan pembangunan berskala lokal desa sekalipun. Untuk itu,

55 Desa membutuhkan partisipasi dari pemerintah lain terutama Pemerintah Daerah Kabupaten. Dengan adanya partisipasi ini, akselerasi pembangunan Desa bisa dipercepat.

Persoalan lain yang teridentifikasi adalah terkait penetapan kawasan perdesaan. Terutama dalam penetapan kawasan yang berkaitan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Daerah yang secara periodik disusun atau bisa direvisi dalam 5 (lima) tahun. Sementara periodesasi Pemerintah Desa adalah 6 (enam) tahun yang proses pembentukannya melalui Pemilihan Kepala Desa tidak dilangsungkan secara serentak dalam 1 (satu) waktu.

Selain terkait RTRW kawasan perdesaan, hal lain yang penting dalam identifikasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembangunan Perdesaan ini adalah kerjasama antardesa. Selama ini, skema kerjasama antardesa dilakukan melalui mekanisme pembangunan yang bersumber dari APBD Kabupaten. Pengelolaan dan penanggungjawaban berada di kabupaten sehingga Desa- Desa yang dijadikan sebagai lokasi kegiatan relatif tidak bergejolak. Namun ketika saat ini sumber pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Desa maka akan terjadi negosiasi yang relatif alor antar beberapa desa yang terlibat terkait misalnya besaran nilai nominalnya, tingkat kemanfaatan, dan pengelolaan kegiatannya.

Dari beberapa masalah yang teridentifikasi di atas, Rancangan Peraturan Daerah ini akan menjawab persoalan terkait :

4. Proses politik penyusunan dokumen-dokumen pembangunan perdesaan. Partisipasi warga menjadi kata kunci yang harus terformula dalam proses penyusunannya.

5. Ketersediaan dokumen-dokumen pembangunan sebagai basis dan pedoman pelaksanaan kegiatan. Dokumen ini menjadi dasar bagi pihak-pihak terkait untuk menilai dan mengevalausi pembangunan perdesaan di Desa tertentu.

6. Mengatur pihak-pihak terkait terutama Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten dalam memberikan kontribusi bagi pembangunan perdesaan dalam skema bantuan, fasilitasi, dan asistensi.

56 Menetapkan metode pengelolaan keuangan desa yang dibelanjakan untuk kepentingan pembangunan perdesaan. Prinsip swakelola menjadi point penting pengelolaan kegiatan pembangunan. Namun demikian, prinsip-prinsip dasar akuntasi keuangan negara tetap dipenuhi.

2. Tujuan dibentuknya Peraturan Daerah

Tujuan dibentuknya peraturan daerah ini adalah : 5. Melaksanakan amanat Undang-Undang Nomor 6 Tahun

2014 tentang desa dan peraturan-peraturan terkait di bawahnya dalam konteks penyelenggaraan pembangunan Desa di tingkat kabupaten.

6. Merancang inovasi dan memberi ruang yang cukup pada upaya-upaya pengembangan Desa secara strategis melalui desain pembangunan yang partisipatif dan berbasis sumberdaya lokal.

7. Meningkatkan kerjasama dan kolaborasi antarpihak dalam pembangunan Desa untuk mewujudkan kemajuan dan kemandirian Desa serta berorientasi terhadap pemberdayaan masyarakat.

8. Memberi pedoman bagi pihak-pihak terkait terutama Pemerintah Daerah, pemerintahan Desa, masyarakat Desa, dan stakeholders Desa dalam memberikan kontribusi dalam pembangunan Desa.

Suatu peraturan dibentuk, termasuk Peraturan Daerah, untuk memberikan pedoman bagi pengguna dalam melaksanakan suatu kegiatan tertentu, termasuk kegiatan pembangunan perdesaan. Dengan disahkanya Perda ini, maka pemerintah kabupaten Cilacap memiliki landasan yuridis dalam menyelenggarakan pembangunan perdesaan.

Peraturan Daerah ini memuat hal-hal pokok tentang pembangunan desa, perencanaan pembangunan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pemantauan pembangunan desa, dan pembangunan perdesaan.

Oleh karena itu, secara substansi, ruang lingkup Peraturan Daerah ini mengatur hal-hal sebagai berikut: Bab I : Ketentuan Umum

Bab II : Asas, Tujuan Dan Ruang Lingkup Bab III : Pembangunan Desa

57 Bab IV : Pembangunan Kawasan Perdesaan Bab V : Pembiayaan

Bab VI : Sanksi

Bab VII : Ketentuan Peralihan Bab VIII : Ketentuan Penutup

58 BAB VI PENUTUP

Demikianlah Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Tentang Pembangunan Perdesaan ini, dimana draft Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Tentang Pembangunan Perdesaan ini sebagaimana terlampir dalam Naskah Akademik ini. Secara generik, pembahasan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Tentang Pembangunan Perdesaan ini dilakukan simultan dan melibatkan banyak pihak. Dinamika pembahasan yang cukup intens terutama antara Tim Ahli dan Balegda terdokumentasi dalam notulasi.

Selain pembahasan dengan Balegda, Tim ahli juga terlibat dalam Public Hearing yang diikuti oleh stakeholders

terkait. Dalam public hearing, dinamika yang muncul terbilang dinamis di mana masing-masing pihak memberi masukan dan saran untuk perbaikan raperda dan naskah akademik.

Sebagai naskah akademik, setiap pasal dan ketentuan yang dimunculkan memiliki dasar argumentasi dalam 3 (tiga) ranah yaitu hukum, filosofis, dan sosiologis. Secara normatif argumentasi setiap konsep didasarkan pada aturan perundang- undangan di atasnya. Beberapa konsep diturukan secara langsung untuk memberikan konteks yang jelas atas setiap ketentuan yang akan dikonstruksi.

Sementara argumentasi filosofis dan sosiologis diarahkan untuk memberi penguatan terkait dengan substansi sebuah peraturan daerah dilahirkan. Ia terkait dengan tujuan bernegara dan memberi ruang yang cukup bagi warga untuk mendapatkan kehidupan yang berkualitas.

Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Tentang Pembangunan Perdesaan ini diharapkan berkonstribusi positif dalam memandu pemahaman terhadap Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Tentang Pembangunan Perdesaan ini

59 DAFTAR PUSTAKA

Alessandro Colombo, Subsidiarity Governance: Theoretical and Empirical Models, New York: Palgrave Macmillan, 2012.

Ernan Rustiadi, “Penataan Ruang Kawasan Perdesaan dan

Agropolitan Sebagai StrategiPembangunan Perdesaan”, Buletin Tata Ruang, Badan Kordinasi Penataan Ruang Nasional, Edisi Juli-Agustus, 2009, hlm.27.

Heru Cahyono, Dinamika Demokratisasi Desa di Beberapa Daerah di Indonesia Pasca 1999, Jakarta: LIPI, 2006.

Humas Cilacap, “Kemiskinan Masih Menghinggapi Cilacap”, dalam http://www.cilacapkab.go.id/v2/?pilih=news&mod=yes& aksi=lihat&id=3587, diakses 9 Maret 2016.

Jhon Friedmann dan Mike Douglass, “Agropolitan development:

towards a new strategy for regional planning in Asia”,

dalam Lo FC, Salih K, ed. Growth pole strategy and regional development policy: Asian experience and alternative approaches. Oxford, England, Pergamon, 1978

Magnis Suseno, Etika Politik : Prinsip- Prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

Muhammad Ali, Pendidikan untuk Pembangunan Nasional,

Jakarta: Grasindo, 2009.

Ruchyat D. Djakapermana, “Pengembangan Kawasan Agropolitan

dalamRangka Pengembangan Wilayah Berbasis Rencana Tata Ruang WilayahNasional (RTRWN), Dirjen Penataan Ruang Departemen Permukiman DanPrasarana Wilayah

Republik Indonesia”, 2003

SAPA, “56 Desa di Kabupaten Cilacap Masih Miskin”, dalam http://www.sapa.or.id/b1/96-k/2256-data-kemiskinan- cilacap-ppls, diakses 18 Maret 2016.

Satelit Post Cilacap, “Ratusan Ribu Meter Panjang Irigasi Rusak

60 Sutoro Eko dkk.,Desa Membangun Indonesia, Forum

Pengembangan Pembaharuan Desa (FPPD), Cetakan I, 2014

Syafrizal, Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi, Niaga Swadaya, 2008

61

LAMPIRAN

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP TENTANG PEMBANGUNAN PERDESAAN

62 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP

NOMOR ……. TAHUN 2016

TENTANG

PEMBANGUNAN PERDESAAN DI KABUPATEN CILACAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI CILACAP

Menimbang : a. Bahwa ketentuan Pasal 83 Ayat (5) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menyatakan bah- wa rencana pembangunan kawasan perdesaan dite- tapkan oleh Bupati/Walikota sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah;

b. bahwa Pasal 84 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Ta- hun 2014 tentang Desa menyatakan bahwa perenca- naan, pelaksanaan pembangunan kawasan perdesa- an, pemanfaatan, dan pendayagunaan aset Desa un- tuk pembangunan kawasan perdesaan diatur dalam Peraturan Daerah;

c. bahwa ketentuan Pasal 24 Peraturan Pemerintah No- mor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peratur- an Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Pera- turan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, pembangunan kawasan perdesa- an dilaksanakan di lokasi yang ditetapkan oleh Bupa- ti;

d. bahwa untuk meningkatkan intensitas dan kualitas pembangunan Desa dibutuhkan kreatifitas dan inova- si berdasar dokumen yang disusun secara partisipa- tif, responsif, dan memiliki akuntabilitas publik yang tinggi;

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana di- maksud dalam huruf a, b,c, dan d, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Pembangunan Perdesaan. Mengingat : 1. Pasal 18 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Re-publik

Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pem- bentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam Ling-kungan Propinsi Jawa Tengah (Berita Negara tanggal 8 Agustus 1950);

3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sis-tem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan

63

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 44210); 4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pem-

bentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5233);

5. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indo-nesia Nomor 5495);

6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pe- merintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indo-nesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587), sebagai-mana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Repu-blik Indonesia Nomor 5679);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (Lembaran Ne-gara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 20, Tam-bahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4816);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Ta-hun 2014 Tentang Desa sebgaimana yang telah diu-bah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksa-naan Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Repu-blik Indonesia Nomor 5717);

9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Ta-hun 2014 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5558);

10. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perun-dang- undangan (Lembaran Negara Republik Indone-sia Tahun 2014 Nomor 199);

11. Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Per- ubahan Keempat Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Peme-rintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor

64

5);

12. Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Nomor 23 Ta-hun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Cilacap Tahun 2005-2025 (Berita Daerah Kabupaten Cilacap Tahun 2008 Nomor 23, Tambahan Lembaran Daerah Kabu-paten Cilacap Tahun 2008 Nomor 31);

13. Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Nomor 9 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupa-ten Cilacap Tahun 2011-2031 (Lembaran Daerah Ka-bupaten Cilacap Tahun 2011 Nomor 9, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Cilacap Nomor 63);

14. Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Nomor 5 Tahun 2013 tentang Rencana Pembangunan Jangka Mene-ngah Daerah (RPJMD) Kabupaten Cilacap Tahun 2012-2017 (Lembaran Daerah Kabupaten Cilacap Ta-hun 2013 Nomor 5, Tambahan Lembaran Daerah Ka-bupaten Cilacap Nomor 96);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PEWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN CILACAP

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap tentang Pemba- ngunan Perdesaan Di Kabupaten Cilacap

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:

23.Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Cilacap.

24.Bupati adalah Bupati Cilacap.

25.Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

65 26.Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan

pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 27.Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dibantu perangkat Desa

sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.

28.Pembangunan Desa adalah upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.

29.Kawasan Perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

30.Badan Permusyawaratan Desa disingkat BPD adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.

31.Musyawarah Desa adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal yang bersifat strategis.

32.Perencanaan Pembangunan Desa adalah hasil kesepakatan antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat dalam Musyawarah Desa.

33.Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa, selanjutnya disebut Musrenbang Desa adalah forum musyawarah yang diselenggarakan oleh Pemerintah Desa dan diikuti oleh Badan Permusyawaratan Desa dan unsur masyarakat untuk menetapkan prioritas, program, kegiatan, dan kebutuhan Pembangunan Desa yang didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, swadaya masyarakat Desa, dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten.

34.Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa, selanjutnya disingkat RPJM Desa, adalah Rencana Kegiatan Pembangunan Desa untuk jangka waktu 6 (enam) tahun.

35.Rencana Kerja Pemerintah Desa, selanjutnya disebut RKP Desa, adalah penjabaran dari RPJM Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.

36.Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa.

37.Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja

66 Daerah kabupaten dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. 38.Alokasi Dana Desa, selanjutnya disingkat ADD, adalah dana

perimbangan yang diterima kabupaten dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus.

39.Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, selanjutnya disebut APB Desa, adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Desa.

40.Aset Desa adalah barang milik Desa yang berasal dari kekayaan asli Desa, dibeli atau diperoleh atas beban APB Desa atau perolehan hak lainnya yang sah.

41.Badan Usaha Milik Desa, yang selanjutnya disebut BUM Desa, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.

42.Barang Milik Desa adalah kekayaan milik Desa berupa barang bergerak dan barang tidak bergerak.

43.Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa.

44.Tugas Pembantuan Pemerintah adalah penugasan dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah dan atau Desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaan, prasaran, dan sarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksana-annya dan mempertanggungjawabkannya kepada yang menugaskan. 45.Tugas Pembantuan Pemerintah Daerah adalah penugasan dari

Pemerintah Daerah kepada Desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaan, prasaran, dan sarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkannya kepada yang menugaskan.

BAB II

ASAS, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP

67 Pembangunan perdesaan diselenggarakan berdasarkan asas:

a. Asas kepastian hukum yaitu asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan Penyelenggara Negara;

b. Asas tertib penyelenggaraan negara yaitu asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggaraan Negara;

c. Asas kepentingan umum yaitu asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif;

d. Asas keterbukaan yaitu asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap mem-perhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia Negara;

e. Asas proporsionalitas yaitu asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban Penyelenggara Negara;

f. Asas profesionalitas yaitu asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

g. Asas akuntabilitas yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 3 Tujuan pembangunan perdesaan adalah:

a. meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana Desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan; dan

b. mempercepat dan meningkatkan kualitas pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat Desa melalui pendekatan pembangunan partisipatif.

Pasal 4

68 a. pembangunan Desa;

b. pembangunan kawasan perdesaan; dan c. pembiayaan.

BAB III

PEMBANGUNAN DESA

Bagian Kesatu

Perencanaan Pembangunan Desa Paragraf Satu

Musyawarah Desa Pasal 5

(1)Badan Permusyawaratan Desa menyelenggarakan Musyawarah Desa yang diikuti oleh Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat Desa.

(2)Musyawarah desa memusyawarahkan hal yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa.

Dokumen terkait